PENGHARMONISASIAN, PEMBULATAN, DAN PEMANTAPAN KONSEPSI ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PENYANDANG DISABILITAS I. Pendahuluan Pimpinan Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia melalui Surat No. LG/150/KOM.VIII/IX/2015 tanggal 15 September 2015, meminta Badan Legislasi untuk melakukan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan Undang-Undang tentang Penyandang Disabilitas. Permintaan tersebut sesuai dengan tugas Badan Legislasi DPR yang diatur dalam Pasal 46 ayat (2) Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan juncto Pasal 105 huruf c Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, juncto Pasal 65 huruf c Peraturan DPR RI No. 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib DPR RI (TATIB DPR), juncto Pasal 22 Peraturan DPR RI No. 2 Tahun 2012 tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang. Berdasarkan hal tersebut, Badan Legislasi DPR RI selanjutnya melakukan kajian atas Rancangan Undang-Undang tentang Penyandang Disabilitas dan Naskah Akademiknya, yang meliputi aspek teknis, aspek substantif dan asas-asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. II. Hasil Kajian A. Aspek Teknik 1. Rancangan Undang-Undang tentang Penyandang Disabilitas merupakan RUU inisiatif yang diajukan oleh Komisi VIII DPR RI yang sesuai dengan ketentuan Pasal 21 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan telah memenuhi persyaratan sebagaimana diatur sebagaimana diatur dalam Pasal 103 ayat (3) dan Pasal 112 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) TATIB DPR serta 1
Pasal 10 Peraturan DPR RI tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang. 2. Rancangan Undang-Undang tentang Penyandang Disabilitas telah memenuhi syarat untuk diajukan, karena RUU tersebut telah diagendakan dalam Prolegnas Prioritas tahun 2015. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 16, dan Pasal 46 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- Undangan. 3. Rancangan Undang-Undang tentang Penyandang Disabilitas telah dilengkapi dengan Naskah Akademik sebagaimana disyaratkan oleh Pasal 43 ayat (3) UU Nomor 12 Tahun 2011, Pasal 103 ayat (6) TATIB DPR, dan Pasal 22 Peraturan DPR RI tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang. 4. Rancangan Undang-Undang tentang Penyandang Disabilitas masih memerlukan penyempurnaan, baik mengenai teknik penyusunan peraturan perundang-undangan (legislative drafting) maupun ditinjau dari sisi keterkaitan pasal-pasal dalam RUU tersebut, antara lain: a. Pada akhir frasa Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PENYANDANG DISABILITAS diberi tanda baca titik. Hal ini dilakukan dengan memperhatikan EYD dan Ketentuan UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undang. b. Dalam Pasal 1 angka 12, frasa pemerintah sebaiknya menggunakan huruf kapital pada awal frasanya. c. Teknis penulisan huruf kapital pada Pasal 3 huruf d, menjadi sebagai berikut: melindungi Penyandang Disabilitas dari penelantaran dan eksploitasi, pelecehan dan segala tindakan diskriminatif dan pelanggaran hak asasi manusia; dan d. Konsistensi teknis penulisan akomodasi yang layak, karena didefinisikan di ketentuan umum, Pasal 10 huruf d menjadi sebagai berikut: mendapatkan Akomodasi yang Layak sebagai peserta didik. e. Konsistensi teknis penulisan kata meliputi di Pasal 16 menjadi sebagai berikut: Hak kebudayaan dan pariwisata untuk Penyandang Disabilitas meliputi hak:. f. Konsistensi teknis penulisan terminologi Akomodasi yang Layak, dalam Pasal 16 huruf c, Pasal 18 huruf b, Pasal 19 huruf a menjadi sebagai berikut: Akomodasi yang Layak. g. Bagian Keduapuluh Satu disesuaikan menjadi Bagian Keduapuluh Dua 2
h. Dalam Pasal 27 ayat (1) dan ayat (3) pada akhir kalimat diberi tanda baca titik. i. Dalam Pasal 33 ayat (1) penulisan pasal 32 diawali dengan huruf kapital. Frasa pada dalam Pasal 33 ayat (1) perlu diubah menjadi frasa dalam. Dalam Pasal 33 ayat (4), frasa persetujuan dari pengadilan negeri perlu disesuaikan menjadi frasa penetapan pengadilan negeri. j. Dalam Pasal 34 ayat (1) penulisan pasal 33 diawali dengan huruf kapital. k. Dalam Pasal 38 ayat (2) huruf a, penulisan angka 6, perlu diikuti dengan uraian terbilangnya sebagai berikut selama 6 (enam) bulan. l. Dalam Pasal 40 ayat (2), penulisan rujukan ayat, seharusnya didahului dengan frasa pada bukan dalam. m. Perbaikan redaksional untuk konsistensi frasa tuna rungu (Pasal 42 ayat (2) huruf e) menjadi disabilitas rungu, sehingga menjadi sebagai berikut: keterampilan bahasa isyarat dan pemajuan identitas linguistik dari komunitas disabilitas rungu. n. Perbaikan penulisan huruf kapital pada frasa Peserta Didik di Pasal 43 ayat (2) huruf a seharusnya huruf kecil karena peserta didik tidak didefinisikan dalam Ketentuan Umum Pasal 1 RUU ini. o. Perbaikan penulisan rujukan ayat pada Pasal 43 ayat (5), menjadi sebagai berikut: Penyediaan dan peningkatan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan dalam menangani peserta didik Penyandang Disabilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, dan ayat (4) huruf a dilakukan melalui program dan kegiatan tertentu. p. Perbaikan teknis penomoran ayat, sehingga Pasal 58 menjadi 3 (tiga) ayat. q. Pasal 72 berkaitan dengan penjaminan hak politik Penyandang Disabilitas, rumusannya perlu disempurnakan dengan memasukan Pemilihan Gubernur, Bupati, Walikota dan Pemilihan Kepala Desa (Pemilihan Kepala Daerah). Berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi antara Pemilihan Umum dan Pemilihan Kepala Daerah merupakan dua rezim yang berbeda, Pemilihan Umum mendasarkan pada Pasal 22E UUD NRI Tahun 1945 sedangkan Pemilihan Kepala Daerah mendasarkan pada Pasal 18 ayat 4 UUD NRI Tahun 1945. Pasal 72 huruf a, huruf b, huruf h, dan huruf i penulisan frasa Pemilu perlu diperbaiki menjadi Pemiihan Umum dan setelah frasa Pemilihan Umum perlu ditambah frasa Pemilihan Gubernur, 3
Bupati, Walikota, dan Pemilihan Kepala Desa. Pasal 72 huruf e, frasa pemilihan perlu diubah dengan frasa Pemiihan Umum, Pemilihan Gubernur, Bupati, Walikota, dan Pemilihan Kepala Desa. r. Penulisan frasa baraille dalam penjelasan Pasal 76 perlu diubah menjadi braille. s. Pasal 87 ayat (1) sebaiknya dihapus karena pengulangan dari ayat (3). t. Dalam Pasal 98, frasa dengan dengan sebelum kata peraturan menteri, dihapus. Penulisan sesuai dengan EYD. u. Pasal 102 ayat (1) rujukan Pasal 122 ayat (1) tidak tepat, seharusnya merujuk Pasal 101 ayat (1). v. Pasal 110, kata mendorong perlu kejelasan konsep terkait fungsi pemerintah atau pemerintahan agar memiliki makna imperatif. w. Pasal 111, frasa memberikan insentif bagi pihak swasta perlu pembatasan atau pengaturan lebih lanjut sehingga tidak memunculkan potensi pelanggaran hukum. x. Dalam judul Bagian Kesembilanbelas, kata aman (kata sifat) sebaiknya diubah menjadi perlindungan (kata kerja) agar tercipta kejelasan makna. y. Pasal 120 ayat (1), diubah redaksinya menyesuaikan dengan EYD. z. Pasal 121 perlu dilakukan perumusan ulang, sebaiknya bagian umum dimulai dengan pembentukan KND yang sifatnya independen. aa. Kata Kedisabilitasan pada dalam Pasal 123 ayat (4) huruf b seharusnya tidak diawali dengan huruf kapital karena tidak dimuat dalam ketentuan umum. bb. Sebelum Pasal 133 sebaiknya ditambahkan judul bagian baru Sekretariat. cc. Pasal 134 perlu perbaikan redaksional agar tercipta kejelasan dd. Pasal 140 perlu perbaikan redaksional agar tercipta kejelasan ee. Dalam Pasal 144, Frasa undang-undang perlu diubah dengan menggunakan huruf awal kapital, sehingga menjadi Undang-Undang. Sebelum kata maka tidak perlu didahului dengan tanda baca koma. ff. Pasal 146 perlu perbaikan redaksional agar tercipta kejelasan 4
gg. Pasal 149 perlu perbaikan redaksional agar tercipta kejelasan hh. Pasal 150, bagian penutup frasa Undang-undang perlu diubah sesuai EYD sehingga menjadi Undang-Undang. B. Aspek Substansi a. Perlu penyempurnaan norma Pasal 34. Pasal 34 mengatur mengenai permohonan pembatalan penetapan yang merujuk kepada Pasal 33, padahal Pasal 33 tidak mengatur mengenai permohonan pembatalan. b. Dalam Pasal 81, perlu ada ketentuan delegasi yang mengatur mengenai tata cara pemberian insentif kepada pengusaha pariwisata dan bentuk-bentuk keringanan pajak yang diberikan kepadanya. Apakah dengan peraturan pemerintah atau merujuk pada peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. c. Pasal 94, sebaiknya perlu ditambahkan ayat baru yang mengatur lebih lanjut mengenai penerbitan sertifikat aksesibilitas, mekanisme audit fasilitas aksesibilitas dan pelaksanaanya. Apakah dengan peraturan pemerintah, peraturan presiden, atau peraturan perundang-undangan lainnya? d. Sebelum bab mengenai Ketentuan Pidana sebaiknya disisipkan 1(satu) bab tentang Larangan, mengingat beberapa ketentuan pidana belum ada pasal larangannya. C. Asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan RUU ini secara garis besar telah memenuhi asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan. Namun berdasarkan kajian tersebut di atas RUU ini masih perlu penyempurnaan khususnya dari asas kejelasan rumusan dan asas dapat dilaksanakan. Hal ini agar sesuai dengan Pasal 5 huruf a Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan juncto Pasal 23 huruf a Peraturan DPR RI tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang. III. Penutup Demikian kajian atas pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan Undang-Undang tentang Penyandang Disabilitas oleh Badan Legislasi DPR RI dalam rangka memenuhi ketentuan Pasal 46 ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan juncto Pasal 105 huruf c Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD 5
dan DPRD serta Pasal 65 huruf c Peraturan DPR RI No. 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib DPR RI (TATIB DPR), juncto Pasal 22 Peraturan DPR RI No. 2 Tahun 2012 tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang. Jakarta, 22 September 2015 BADAN LEGISLASI DPR RI 6