BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Dokumen anggaran daerah disebut juga

dokumen-dokumen yang mirip
INUNG ISMI SETYOWATI B

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

BAB I PENDAHULUAN. mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan UU nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah memisahkan

PENDAHULUAN. yang sangat besar, terlebih lagi untuk memulihkan keadaan seperti semula. Sesuai

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah dalam menciptakan good governance sebagai prasyarat dengan

BAB I PENDAHULUAN. Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi. penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya. (Maryati, Ulfi dan Endrawati, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya Otonomi daerah yang berlaku di Indonesia Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi sehingga dapat menggambarkan bagaimana kemajuan atau kemunduran yang

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah

BAB I. Kebijakan tentang otonomi daerah di Indonesia, yang dikukuhkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran dearah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan

BAB I PENDAHULIAN. Dewasa ini, perhatian pemerintah terhadap masalah-masalah yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Sejak big bang decentralization yang menandai era baru pemerintahan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Semakin tinggi tingkat investasi modal diharapkan mampu

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran

BAB I PENDAHULUAN. disebut Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), baik untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pada era keterbukaan sekarang ini maka reformasi sektor publik yang

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan, pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebijakan desentralisasi fiskal yang diberikan pemerintah pusat kepada

BAB I PENDAHULUAN. menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan otonomi daerah pada tahun Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

BAB 1 PENDAHULUAN. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi. daerah berkewajiban membuat rancangan APBD, yang hanya bisa

BAB 1 PENDAHULUAN. transparansi publik. Kedua aspek tersebut menjadi hal yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

BAB I PENDAHULUAN. reformasi dengan didasarkan pada peraturan-peraturan mengenai otonomi daerah.

BAB I PENDAHULUAN. sektor publik yang nantinya diharapkan dapat mendongkrak perekonomian rakyat

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BAB I PENDAHULUAN. perubahan di berbagai aspek kehidupan. Salah satu dari perubahan tersebut adalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH, PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP PENGALOKASIAN ANGGARAN BELANJA MODAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Awal diterapkannya otonomi daerah di Indonesia ditandai dengan

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP BELANJA MODAL (Studi Empiris di Wilayah Karesidenan Surakarta)

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kewenangan daerah dalam menjalankan pemerintahannya pada masa

BAB I PENDAHULUAN. Melalui Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) yang telah

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pengelolaan keuangan daerah sejak tahun 2000 telah mengalami era baru,

BAB 1 PENDAHULUAN. disebutanggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Baik untuk

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bentuk kontrak antara eksekutif, legislatif dan publik.

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan atas pertimbangan

BAB I PENDAHULUAN. provinsi. Dalam provinsi itu dikembangkan kembali dalam kabupaten kota,

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara lebih adil dan berimbang. Perubahan paradigma ini antara lain

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi yang mensyaratkan perlunya pemberian otonomi seluas-luasnya

BAB 1 PENDAHULUAN. antarsusunan pemerintahan. Otonomi daerah pada hakekatnya adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya desentralisasi fiskal. Penelitian Adi (2006) kebijakan terkait yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam mewujudkan pemerataan pembangunan di setiap daerah, maka

BAB I PENDAHULUAN. dampak diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sistem otonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. dan kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan yang

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otomoni daerah yang berlaku di Indonesia berdasarkan UU No.22 Tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah. memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, desentralisasi fiskal mulai hangat dibicarakan sejak

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk mengelola keuangannya sendiri. Adanya otonomi daerah menjadi jalan bagi

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang sangat mendasar sejak diterapkannya otonomi daerah. dalam hal pengelolaan keuangan daerah.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat daerah terhadap tiga permasalahan utama, yaitu sharing of power,

BAB 1 PENDAHULUAN. upaya-upaya secara maksimal untuk menciptakan rerangka kebijakan yang

I. PENDAHULUAN. pemerintahan termasuk kewenangan daerah. Salah satu bukti adalah Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan

BAB I PENDAHULUAN. memberikan proses pemberdayaan dan kemampuan suatu daerah dalam. perekonomian dan partisipasi masyarakat sendiri dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. utama, yaitu fungsi alokasi yang meliputi: sumber-sumber ekonomi dalam bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Proses globalisasi pemerintahan pada daerah Indonesia di tahun 2001

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).

ABSTRAK. Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, Flypaper Effect.

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Pengaruh Dana Perimbangan, Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA) Terhadap Belanja Modal

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, yang diukur melalui elemen Pendapatan Asli Daerah (PAD). Diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang dijadikan pedoman

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan pemerintahan di Indonesia semakin pesat dengan adanya era

BAB I PENDAHULUAN. dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen dokumen

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan untuk lebih

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan

1 UNIVERSITAS INDONESIA

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Dokumen anggaran daerah disebut juga Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), baik untuk provinsi maupun kabupaten dan kota. Lingkup anggaran menjadi relevan dan penting di lingkungan pemerintah daerah. Hal ini terkait dengan dampak anggaran terhadap kinerja pemerintah, sehubungan dengan fungsi pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Pada dasarnya penyelenggaraan pemerintah daerah sebagai sub sistem negara dimaksudkan untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat. Sebagai daerah otonom, Kabupaten/ Kota adalah elemen yang bertindak sebagai mobilisator sedangkan pemerintah Propinsi sebagai koordinator mempunyai kewenangan dan tanggungjawab menyelenggarakan kepentingan masyarakat berdasarkan prinsip-prinsip keterbukaan, partisipasi masyarakat dan pertanggungjawaban kepada masyarakat. Esensi peningkatan pelayanan terhadap masyarakat yang signifikan ditunjukan dengan adanya peningkatan pertumbuhan ekonomi disetiap daerah ataupun kota yang sudah terdesentralisasi. Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu varaiabel sebagai penentu besarnya proporsi anggaran pemerintah. Pertumbuhan ekonomi diukur berdasarkan besarnya prestasi atas 1

2 perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode berikutnya. Menurut Sukirno (2004), dalam analisis makro, tingkat pertumbuhan ekonomi yang dicapai oleh suatu negara diukur dari perkembangan pendapatan nasional riil yang dicapai suatu Negara/daerah. Dalam penciptaan kemandirian daerah, pemerintah daerah harus beradaptasi dengan perkembangan ekonomi dan berupaya meningkatkan mutu pelayanan publik serta perbaikan dalam berbagai sektor yang berpotensi untuk di kembangkan menjadi sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD). Brata (2004) menyatakan bahwa terdapat dua komponen penerimaan daerah yang berpengaruh positif secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi regional yaitu PAD dan Bagian Sumbangan serta Bantuan. Namun demikian, penelitian Brata (2004) belum mencakup periode setelah otonomi daerah sehingga hubungan PAD dan Pertumbuhan ekonomi dapat saja mengarah ke hubungan negatif jika daerah terlalu ofensif dalam upaya peningkatan penerimaan daerahnya. Untuk itu dapat diasumsikan bahwa apabila PAD dapat meningkat dan berkembang maka alokasi anggaran juga akan meningkat sejalan dengan fungsinya, terutama fokus anggaran terhadap belanja modal diharapkan lebih intensif. Selain itu pergeseran komposisi belanja merupakan salah satu upaya logis yang dilakukan pemerintah daerah dalam rangka meningkatkan tingkat kepercayaan publik. Pergesaran ini ditujukan untuk peningkatan investasi modal dalam bentuk aset tetap, yakni peralatan, bangunan, infrastruktur, dan harta tetap lainnya. Semakin tinggi tingkat investasi modal diharapkan

3 mampu meningkatkan kualitas layanan publik dan pada gilirannya mampu meningkatkan tingkat partisipasi publik terhadap pembangunan yang tercermin dari adanya peningkatan PAD (Mardiasmo, 2002). Berdasarkan hal tersebut kebutuhan pendanaan daerah yang cukup besar tidak memungkinkan sepenuhnya menggunakan PAD, maka dari itu pemerintah pusat memberikan dana perimbangan dan salah satu komponen dana ini yang memberikan kontribusi terbesar adalah Dana Alokasi Umum (DAU). Dalam UU No.32/2004 disebutkan bahwa untuk pelaksanaan kewenangan Pemerintah daerah, Pemerintah pusat akan mentransfer dana perimbangan yang terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU). Menurut Silverman (1990) dalam laporan World Bank di Uganda 2005 menyatakan bahwa pemerintah lokal lebih responsif terhadap warga negaranya dibanding pemerintah pusat sehingga keputusan yang diambil lebih merefleksikan kebutuhan dan keinginan rakyat. Untuk itu Seharusnya dana transfer dari Pemerintah Pusat diharapkan digunakan secara efektif dan efisien oleh Pemerintah Daerah dalam meningkatkan pelayanannya kepada masyarakat. Kebijakan penggunaan dana tersebut sudah seharusnya di implementasikan secara transparan dan akuntabel. Menurut Simanjutak (2000), guna menjamin sumber pembiayaan tersebut perlu kesiapan atau profesionalisme aparat-aparat daerah untuk dapat memainkan peran dan orientasinya sehingga dapat mengoptimalkan pendapatan asli daerahnya dan dana perimbangan yang proporsional. Pemerintah daerah juga dituntut untuk mengoptimalkan potensi pendapatan

4 yang dimiliki dan salah satunya memberikan proporsi anggaran yang lebih besar untuk produktifitas belanja modal. Anggaran sektor publik pemerintah daerah dalam APBD sebenarnya merupakan output pengalokasian sumberdaya. Adapun pengalokasian sumberdaya merupakan permasalahan dasar dalam penganggaran sektor publik. Pemerintah daerah mengalokasikan dana dalam bentuk anggaran belanja modal pada APBD untuk menambah aset tetap. Alokasi belanja modal ini didasarkan pada kebutuhan daerah akan sarana dan prasarana, baik untuk kelancaran pelaksanaan tugas pemerintahan maupun untuk fasilitas publik. Oleh karena itu, dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan publik, pemerintah daerah seharusnya mengubah komposisi belanjanya. Selama ini belanja daerah lebih banyak digunakan untuk belanja rutin yang relatif kurang produktif. Saragih (2003) menyatakan bahwa pemanfaatan belanja hendaknya dialokasikan untuk hal-hal produktif, misalnya untuk melakukan aktivitas pembangunan. Adanya reformasi anggaran untuk belanja daerah tidak hanya fokus pada aspek perubahan struktur APBD saja, namun juga diikuti dengan perubahan proses penyusunannya. APBD merupakan kebijaksanaan keuangan pemerintah daerah yang disusun berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, serta berbagai pertimbangan. Pergeseran komposisi belanja merupakan upaya logis yang dilakukan pemerintah daerah setempat dalam rangka meningkatkan kepercayaan publik. Pergeseran ini ditujukan untuk peningkatan investasi

5 modal. Semakin tinggi tingkat investasi modal diharapkan mampu meningkatkan kualitas layanan publik dan pada gilirannya mampu meningkatkan tingkat partisipasi (kontribusi) publik terhadap pembangunan yang tercermin dari adanya peningkatan PAD. Perubahan proporsi belanja ini juga ditujukan untuk pembangunan berbagai fasilitas modal. Permasalahanya adalah apakah peningkatan fungsi proporsi anggaran belanja modal lebih disebabkan pengaruh pertumbuhan ekonomi, pendapatan asli daerah, dan juga dana alokasi umum yang tercermin dalam realisasi pelayanan publik yang efektif dan efisien. Disamping itu, apakah akuntabilitas rencana penganggaran pemerintah daerah telah sesuai dengan kebutuhan masyarakat, sehingga nantinya dapat digunakan sebagai salah satu variabel dasar dalam penentuan kebijakan anggaran. Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian sebelumnya oleh Darwanto dan Yulia Yustikasari (SNA X Makasar, 2007) yang berjudul Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli daerah, dan Dana Alokasi Umum Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal. Berdasarkan latar belakang dan berbagai faktor yang telah diuraikan diatas maka peneliti tertarik untuk mengkaji lebih dalam mengenai Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, dan Dana Alokasi Umum terhadap Proporsi Anggaran Belanja Modal, dimana fokus kajian pada penelitian ini adalah Pemerintah Daerah baik Pemerintah Kota maupun Pemerintah Kabupaten yang berada di Provinsi Jawa Tengah periode pemerintahan tahun 2009-2010.

6 B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang yang telah disampaikan diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah Pertumbuhan Ekonomi mempengaruhi peningkatan proporsi anggaran belanja modal pada realisasi anggaran pemerintah daerah? 2. Apakah Pendapatan Asli Daerah (PAD) mempengaruhi peningkatan proporsi anggaran belanja modal pada realisasi anggaran pemerintah daerah? 3. Apakah Dana Alokasi Umum (DAU) mempengaruhi peningkatan proporsi anggaran belanja modal pada realisasi anggaran pemerintah daerah? C. Pembatasan Masalah Dalam penyusunan penelitian ini, penulis memandang perlu untuk memberikan batasan masalah yang dimaksudkan untuk mempertegas ruang lingkup penelitian sehingga dapat dicapai sasaran yang diharapkan. Maka penulis membatasi masalah pada variabel penelitian yang terdiri dari variabel dependen dan variabel independen, dimana variabel independen mencakup pertumbuhan ekonomi, Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan Dana Alokasi Umum (DAU). Untuk variabel dependen difokuskan pada proporsi anggaran belanja modal pada pemerintah daerah. D. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian merupakan sasaran yang hendak dicapai oleh peneliti sebelumnya melakukan penelitian dan mengacu pada permasalahan, Hariwijaya dan Triton (2008: 50). Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

7 1. Untuk mengetahui pengaruh Pertumbuhan Ekonomi terhadap proporsi Anggaran Belanja Modal pemerintah daerah. 2. Untuk mengetahui pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap proporsi Anggaran Belanja Modal pemerintah daerah. 3. Untuk mengetahui pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap proporsi Anggaran Belanja Modal pemerintah daerah. E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada pengembangan konsep penganggaran bagi pemerintah daerah, sehingga anggaran yang disusun mampu efektif dan juga efisien dalam realisasinya. Terutama yang berhubungan dengan kebutuhan anggaran belanja modal pemerintah daerah. 2. Manfaat Praktis a. Bagi pihak pemerintah selaku eksekutor dalam penentuan kebijakan anggaran; mendorong agar lebih menyadari pentingnya peningatan proporsi anggaran belanja modal. b. Bagi masyarakat; sebagai bahan evaluasi guna melihat akuntabilitas anggaran pemerintah dalam proporsi anggaran belanja modal, apakah sepenuhnya dari anggaran tersebut sudah relevan dengan realisasinya. c. Bagi akademisi; dapat menjadikan penelitian ini sebagai bahan referensi untuk penelitian-penelitian selanjutnya agar bisa lebih kreatif dan

8 inovatif lagi sehingga mampu memberikan alternatif solusi lain yang lebih bermanfaat. d. Bagi penulis; untuk mengetahui secara mendalam mengenai implementasi anggaran pemerintah daerah pada pelayanan publik khusunya terhadap anggaran belanja modal. F. Sistematika Penulisan Skripsi Adapun sistematika penulisan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan. BAB II LANDASAN TEORI Bab ini merupakan uraian mengenai kajian pustaka pada penelitianpenelitian sebelumnya dan kajian teori yang mendasari karakteristik dari pada setiap variabel yang meliputi pengaruh pertumbuhan ekonomi, pendapatan asli daerah, dan dana alokasi umum terhadap proporsi anggaran belanja modal. BAB III METODE PENELITIAN Bab ini berisi uraian mengenai variabel penelitian dan definisi operasional, penentuan sampel, jenis dan sumber data, metode pengumpulann data, dan metode analisinya.

9 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini menjelaskan mengenai deskripsi objek penelitian serta analisis data dan pembahasan hasil pengujian sesuai dengan alat analisis yang telah digunakan. BAB V PENUTUP Bab terakhir ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan, keterbatasan penelitian dan saran-saran yang bisa digunakan sebagai referensi untuk penelitian serupa di masa yang akan datang.