Kata kunci: Metode geomagnetik, bendungan Karangkates (Lahor-Sutami), jenis batuan

dokumen-dokumen yang mirip
PEMODELAN STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DAERAH SUMBER AIR PANAS SONGGORITI KOTA BATU BERDASARKAN DATA GEOMAGNETIK

Kata kunci : Metode geomagnet, Mineral Sulfida, Foward Modeling, Disseminated.

STUDI ANOMALI BAWAH PERMUKAAN DAERAH SEKITAR MANIFESTASI AIR PANAS, DESA WAGIR LOR, KEC. NGEBEL, KAB. PONOROGO DENGAN MENGGUNAKAN METODE MAGNETIK

BAB 5 : KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran.. 66 DAFTAR PUSTAKA Lampiran-lampiran... 69

Teori Dasar GAYA MAGNETIK. Jika dua buah benda atau kutub magnetik terpisah pada jarak r dan muatannya masing-masing m 1. dan m 2

IDENTIFIKASI SEBARAN BIJI BESI DENGAN MENGGUNAKAN METODE GEOMAGNET DI DAERAH GUNUNG MELATI KABUPATEN TANAH LAUT

PRISMA FISIKA, Vol. II, No. 3 (2014), Hal ISSN :

2 1 2 D. Berdasarkan penelitian di daerah

IDENTIFIKASI JALUR SESAR MINOR GRINDULU BERDASARKAN DATA ANOMALI MEDAN MAGNET

BAB III METODE PENELITIAN

Pengolahan awal metode magnetik

PENGARUH WAKTU LOOPING TERHADAP NILAI KOREKSI HARIAN DAN ANOMALI MAGNETIK TOTAL PADA PENGOLAHAN DATA GEOMAGNET STUDI KASUS : DAERAH KARANG SAMBUNG

Kelompok 3 : Ahmad Imam Darmanata Pamungkas Firmansyah Saleh Ryan Isra Yuriski Tomy Dwi Hartanto

Identifikasi Struktur Lapisan Bawah Permukaan Daerah Manifestasi Emas Dengan Menggunakan Metode Magnetik Di Papandayan Garut Jawa Barat

BAB IV AKUISISI DAN PENGOLAHAN DATA LAPANGAN

PENDUGAAN POSISI DAPUR MAGMA GUNUNGAPI INELIKA, FLORES, NUSA TENGGARA TIMUR BERDASARKAN SURVEI MAGNETIK

Pengaruh Pola Kontur Hasil Kontinuasi Atas Pada Data Geomagnetik Intepretasi Reduksi Kutub

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Untuk menghasilkan variasi medan magnet bumi yang berhubungan dengan

V. HASIL DAN INTERPRETASI. panas bumi daerah penelitian, kemudian data yang diperoleh diolah dengan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

APLIKASI METODE GEOMAGNETIK UNTUK MEMETAKAN SITUS ARKEOLOGI CANDI BADUT MALANG JAWA TIMUR

PENYELIDIKAN MAGNET DAERAH PANAS BUMI AKESAHU PULAU TIDORE, PROVINSI MALUKU UTARA. Oleh Liliek Rihardiana Rosli

Survei Polarisasi Terimbas (IP) Dan Geomagnet Daerah Parit Tebu Kabupaten Belitung Timur, Provinsi Bangka-Belitung

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengambilan data dipusatkan di kawasan Gunung Peben Pulau Belitung. Untuk

Pendugaan Struktur Bawah Permukaan Daerah Prospek Panas Bumi Gunungapi Hulu Lais Lereng Utara dengan Menggunakan Metode Magnetik

Kata Kunci : Metode Geomagnet, suseptibilitas magnetik, perbandingan

PENGARUH POLA KONTUR HASIL KONTINUASI ATAS PADA DATA GEOMAGNETIK INTEPRETASI REDUKSI KUTUB

INTERPRETASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN DATA GEOMAGNETIK PADA DAERAH MATA AIR PANAS JATIKURUNG KABUPATEN SEMARANG

POSITRON, Vol. IV, No. 1 (2014), Hal ISSN :

SURVEY GEOMAGNET DI DAERAH PANAS BUMI SONGA-WAYAUA, KABUPATEN HALMAHERA SELATAN, MALUKU UTARA. Eddy Sumardi, Timor Situmorang

Analisis Data. (Desi Hanisa Putri) 120

Pendugaan Struktur Bawah Permukaan Daerah Prospek Panas Bumi Gunungapi Hulu Lais Lereng Utara dengan Menggunakan Metode Magnetik

Pendugaan Zona Rembesan di Bendungan Bajulmati, Kabupaten Banyuwangi Berdasarkan Analisis Litologi dengan Menggunakan Data Magnetik

Identifikasi Sesar di Perairan Misool, Papua Barat dengan Menggunakan Metode Magnetik Nur Novita Sari a, Okto Ivansyah b, Joko Sampurno a*

V. INTERPRETASI DAN ANALISIS

Identifikasi Jalur Sesar Opak Berdasarkan Analisis Data Anomali Medan Magnet dan Geologi Regional Yogyakarta

PENENTUAN BATAS KONTAK BATUAN GUNUNG PENDUL DAN GUNUNG SEMANGU, BAYAT, KLATEN MENGGUNAKAN METODA MAGNETIK

Deliniasi Prospek Bijih Besi Dengan Mengunakan Metode Geomagnetik (Lokasi Penelitian Pelaihari, Kab Tanah Laut, Kalimantan Selatan)

IDENTIFIKASI POLA SEBARAN INTRUSI BATUAN BAWAH PERMUKAAN MENGGUNAKAN METODE GEOMAGNET DI SUNGAI JENELATA KABUPATEN GOWA

Identifikasi Keberadaan Heat Source Menggunakan Metode Geomagnetik Pada Daerah Tlogowatu, Kecamatan Kemalang, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah

BAB III METODE PENELITIAN

STUDI ZONA MINERALISASI EMAS MENGGUNAKAN METODE GEOMAGNET DI DESA SILIWANGA KECAMATAN LORE PEORE KABUPATEN POSO

Teori Dasar GAYA MAGNETIK : (F) Jika dua buah benda atau kutub magnetik terpisah pada jarak r dan muatannya masing-masing m 1.

Jurnal Einstein 3 (1) (2015): 1-8. Jurnal Einstein. Available online

PENYELIDIKAN BIJIH BESI DENGAN METODE GEOMAGNET DAN GEOLISTRIK

Karakterisasi Panasbumi di Sumber Air Panas dengan Menggunakan Metode Geomagnet (Studi Kasus: Sumber Air Panas Panggo Kabupaten Sinjai)

Jurusan Teknik Pertambangan Universitas Vetran Republik Indonesia

PENYELIDIKAN GEOMAGNETIK MENGGUNAKAN TRANSFORMASI PSEUDOGRAVITY PADA ANOMALI MAGNETIK DI KECAMATAN PUGER KABUPATEN JEMBER SKRIPSI

ANALISIS DISTRIBUSI ANOMALI MEDAN MAGNET TOTAL DI AREA MANIFESTASI PANASBUMI TULEHU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Seminar Nasional Fakultas Teknik Geologi, Bandung 24 Mei 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumatera Utara secara geografis terletak pada 1ºLintang Utara - 4º Lintang Utara dan 98 Bujur Timur Bujur

Secara umum teknik pengukuran magnetik ini pada setiap stasiun dapat dijelaskan sebagai berikut :

BAB III TEORI DASAR (3.1-1) dimana F : Gaya antara dua partikel bermassa m 1 dan m 2. r : jarak antara dua partikel

BAB I PENDAHULUAN I.1.

MAKALAH GRAVITASI DAN GEOMAGNET INTERPRETASI ANOMALI MEDAN GRAVITASI OLEH PROGRAM STUDI FISIKA JURUSAN MIPA FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK

Pendugaan Akuifer serta Pola Alirannya dengan Metode Geolistrik Daerah Pondok Pesantren Gontor 11 Solok Sumatera Barat

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Maksud dan Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Posisi Kepulauan Indonesia yang terletak pada pertemuan antara tiga

Physics Communication

MENGIDENTIFIKASI POTENSI HIDROKARBON DI KEPULAUAN ARU SELATAN, PAPUA BARAT MENGGUNAKAN METODE GEOMAGNET. Tri Nurhidayah, Muhammad Hamzah, Maria

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

Youngster Physics Journal ISSN : Vol. 5, No. 4, Oktober 2016, Hal

Program Studi Geofisika Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin SARI BACAAN

ESTIMASI ZONA BIJIH BESI DI DAERAH LAMPUNG MENGGUNAKAN PEMODELAN MAGNETIK

Koreksi-Koreksi pada Pengolahan Data Geofisika (Part II :Metode Magnetik)

IDENTIFIKASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN DATA GAYABERAT DI DAERAH KOTO TANGAH, KOTA PADANG, SUMATERA BARAT

INTERPRETASI BAWAH PERMUKAAN DAERAH MANIFESTASI EMAS DENGAN MENGGUNAKAN METODE MAGNETIK DI DAERAH GARUT JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Sepertiga wilayah Indonesia berada di atas permukaan laut yakni belasan

PEMODELAN 2D RESERVOAR GEOTERMAL MENGGUNAKAN METODE GEOMAGNET DI DESA KASIMBAR BARAT ABSTRAK ABSTRACT

BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA ANOMALI BOUGUER

Pemodelan Gravity Kecamatan Dlingo Kabupaten Bantul Provinsi D.I. Yogyakarta. Dian Novita Sari, M.Sc. Abstrak

Interpretasi Struktur Bawah Tanah pada Sistem Sungai Bribin dengan Metode Geomagnet

Identifikasi Struktur Bawah Permukaan Dengan Menggunakan Metode Gravity Di Desa Sumbermanjingwetan dan Desa Druju Malang Selatan

Yesika Wahyu Indrianti 1, Adi Susilo 1, Hikhmadhan Gultaf 2.

Kata kunci: anomali magnet, filter, sesar, intrusi

3. HASIL PENYELIDIKAN

Unnes Physics Journal

IDENTIFIKASI RESERVOAR DAERAH PANASBUMI DENGAN METODE GEOMAGNETIK DAERAH BLAWAN KECAMATAN SEMPOL KABUPATEN BONDOWOSO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

DESAIN SURVEI METODA MAGNETIK MENGGUNAKAN MARINE MAGNETOMETER DALAM PENDETEKSIAN RANJAU

BAB 4 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

BAB III METODE PENELITIAN

Interpretasi Bawah Permukaan Daerah Manifestasi Panas Bumi Parang Tritis Kabupaten Bantul DIY Dengan Metode Magnetik

BAB III. TEORI DASAR. benda adalah sebanding dengan massa kedua benda tersebut dan berbanding

e-issn : Jurnal Pemikiran Penelitian Pendidikan dan Sains Didaktika

TEORI DASAR. batuan, yaitu kandungan magnetiknya sehingga efektifitas metode ini bergantung

3. HASIL PENYELIDIKAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN

BAB V PEMBAHASAN DAN INTERPRETASI

Identifikasi Benda-Benda Megalit Dengan Menggunakan Metode Geomagnet di Situs Pokekea Kecamatan Lore Tengah Kabupaten Poso

Pengantar Praktikum Metode Gravitasi dan Magnetik

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan penulis adalah metode penelitian

INTERPRETASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DI MUARA SUNGAI PROGO MENGGUNAKAN METODE MAGNETIK

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB III PENGUKURAN DAN PENGOLAHAN DATA. Penelitian dilakukan menggunakan gravimeter seri LaCoste & Romberg No.

Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan Volume 2, Nomor 2, Juni 2010, Halaman ISSN:

Transkripsi:

PENDUGAAN JENIS BATUAN BAWAH PERMUKAAN DAERAH BENDUNGAN KARANGKATES MENGGUNAKAN METODE GEOMAGNETIK Faisol Mohammad Abdullah 1, Sunaryo 2, Adi Susilo 3 1) Mahasiswa Jurusan Fisika FMIPA Univ. Brawijaya 2.3) Dosen JurusanFisika FMIPA Univ. Brawijaya Email: faizz5075@yahoo.com ABSTRAK Telah dilakukan studi geofisika dengan metode geomagnetik di daerah bendungan Karangkates (Lahor- Sutami). Pengukuran dilakukan menggunakan Proton Procession Magnetometer (PPM) dimana spasi antar titik pengukuran 500 meter dan didapatkan sebanyak 88 titik ukur. Pengolahan data menggunakan software Surfer versi 10 dan Mag2DC untuk mendapatkan penampang model anomali magnetik. Diperoleh nilai anomali magnetik total berkisar antara -600 nt sampai dengan 1600 nt. Dari pemodelan yang telah dilakukan didapatkan beberapa jenis batuan yaitu berupa tuf pasiran, batu apung dan lava. Kata kunci: Metode geomagnetik, bendungan Karangkates (Lahor-Sutami), jenis batuan PENDAHULUAN Metode geomagnetik merupakan metode geofisika yang didasarkan pada pengukuran variasi intensitas medan magnetik. Variasi ini disebabkan oleh adanya variasi distribusi batuan termagnetisasi di bawah permukaan bumi. Selain itu variasi medan magnetik bisa disebabkan oleh adanya perubahan struktur geologi setempat. Bendungan Karangkates terletak di Desa Karangkates, Kecamatan Sumberpucung, Kabupaten Malang. Bendungan Karangkates terdiri dari dua bagian yaitu bendungan Lahor yang didirikan pada tahun 1977 dan bendungan Sutami yang didirikan pada tahun 1981. Bendungan Karangkates merupakan bendungan nasional kedua yang dibangun oleh Departemen Pekerjaan Umum setelah bendungan Jatiluhur di Purwakarta, Jawa Barat. Selain dibangun sebagai PLTA bendungan ini dirancang mampu mengendalikan banjir dan sebagai irigasi untuk wilayah setempat [5]. Melihat usia bendungan yang sudah berdiri puluhan tahun maka diperlukan studi geofisika untuk mengetahui jenis batuan bawah permukaan di sekitar bendungan, dalam hal ini menggunakan metode geomagnetik. DASAR TEORI Induksi magnetik B setara dengan medan magnetik H dimana kedua istilah tersebut digunakan untuk membedakan bahan magnetiknya. Dalam material linier didapatkan: B = µh (1) Dimana dalam SI, baik B maupun H keduanya diukur dalam Tesla (T) atau ampere per meter (A/m). Dalam suatu medium hampa permeabilitas mutlak sama dengan µ 0. Jadi suatu medan magnetik H akan menciptakan kerapatan arus B 0 =µ 0 H dalam hampa. Untuk selanjutnya µ 0 ditentukan sama dengan 4π x 10-7 N/A 2. Jadi, jika pada suatu titik dalam hampa kerapatan arus sama dengan B 0, gaya yang berhubung ialah B 0 /µ 0. Dalam kemagnetan kita mengenal suatu sifat dasar, yaitu kerentanan magnet (magnetic suseptibilitas, k) dalam hampa k=0. Magnitudo suatu medan magnet bergantung pada kerentanan magnet tersebut. Jadi medan magnet tersebut dapat ditulis sebagai intensitas magnet I=kH. Jadi, kerentanan magnet adalah suatu ukuran besar atau kecilnya suatu intensitas magnet. Suatu benda yang mudah terimbas oleh medan magnet luar memiliki kerentanan medan magnet tinggi. Oleh karena B dan H adalah vektor, maka dapat ditulis sebagai berikut [7]: B=µ 0 (H+M) (2) Tingkat kemagnetan suatu benda untuk dapat termagnetisasi disebut dengan suseptibilitas magnetik (k), dimana: I = k H (3) I adalah intensitas magnet (T) dan H adalah kuat medan magnet (H). Di dalam penyelidikan magnet besarnya intensitas magnet suatu batuan ditentukan juga oleh faktor kerentanan (suseptibilitas) magnet k dari batuan tersebut, yaitu kemampuan dari suatu batuan dalam menerima sifat magnet dari medan magnet bumi. Kerentanan magnet k suatu batuan sebanding dengan konsentrasi kelompok mineral magnetik di dalam batuan tersebut. Dengan kata lain batuan yang sedikit atau sama sekali tidak mengandung mineral magnetik, akan mempunyai intensitas magnet yang kecil, sehingga untuk batuan yang telah mengalami ubahan (alterasi) atau pelapukan, intensitasnya akan rendah [6]. 1

Nilai dari suseptibilitas berbeda dengan nilai yang diberikan oleh permeabilitas. Hubungan antara permeabilitas dan suseptibilitas dapat dilihat dari persamaan berikut: µ = 1 + 4πk (4) dengan µ adalah permeabilitas batuan, sedangkan k adalah suseptibilitas batuan. Berdasarkan nilai suseptibilitas (k) tersebut, maka diklasifikasikan beberapa material yang memiliki sifat magnetik. Hal tersebut didasarkan pada bagaimana material itu bereaksi terhadap medan magnet luar [6]. Dalam kemagnetan ada suatu besaran yang disebut Koenigsberger (Koenigsberger ratio, Q n ) yang dirumuskan: Q n = M n /kt (5) Dimana Q n = Koenigsberger ratio M n = Intensitas Kemagnetan Sisa kt = Imbasan Kemagnetan Jumlah momen magnet m dari suatu batuan dapat dihitung dari suatu anomali magnet yaitu dengan pengertian bahwa m adalah jumlah vektor momen yang disebabkan oleh kemagnetan terimbas dan kemagnetan sisa. Jika V adalah volume dari suatu massa, maka: m = V kt + V M n (6) Jika T dan M n sejajar maka: m = V kt + V Q kt (7) dari persamaan (6) maka diperoleh: V = ( ) (8) Jika kemagnetan sisa dihilangkan yaitu Q = 0, volume V akan semakin besar, ini dapat dilihat dari persamaan 7. Bila T dan Mn berlawana arah dan menghilangkan kemagnetan sisa [7], maka: V = m/k(1-q)t (9) Deklinasi ialah sudut antara geografi dan utara magnet. Inklinasi ialah sudut antara magnet datar dengan magnet total. Hubungan antara unsur magnet adalah sebagai berikut: H = F cos I Z = F sin I = H tan I X = H cos D Y = H sin D X 2 + Y 2 = H 2 X 2 + Y 2 + Z 2 = H 2 + Z 2 = F 2 (10) Dalam pengukuran magnetik di lapangan akan tertangkap semua medan magnet yang dihasilkan oleh berbagai sumber. Oleh karena itu perlu dilakukan koreksi terhadap hasil pengukuran lapangan [1]. Bebarapa koreksi yang perlu dilakukan antara lain sebagai berikut. a. Koreksi Harian (Diurnal) Koreksi Diurnal adalah penyimpangan intensitas medan magnet bumi yang disebabkan oleh adanya perbedaan waktu pengukuran dan efek sinar matahari dalam satu hari. Koreksi harian adalah koreksi yang dilakukan terhadap data magnetik terukur untuk menghilangkan pengaruh medan magnet luar atau variasi harian. koreksi diurnal ini dihitung dengan menggunakan persamaan: (11) Dimana t n = t pada titik n t aw = t awal t akh = t akhir H akh = Nilai medan magnet di titik akhir H awl = Nilai medan magnet di titik awal b. Koreksi Normal (IGRF) Koreksi IGRF adalah koreksi yang dilakukan terhadap data medan magnet terukur untuk menghilangkan pengaruh medan utama magnet bumi. Dalam hal ini sudah tersedia peta magnetik dan koreksi didasarkan atas koordinat titik pengukuran masing-masing [1]. Nilai IGRF ini yang akan digunakan dalam pengolahan terhadap koreksi IGRF, dimana nilai koreksi IGRF ini dapat dihitung dengan persamaan: Hα = Hrata² - H var H IGRF (12) Dimana: Hα = Anomali medan magnetik total Hrata 2 = Nilai rata-rata H di tiap stasiun H var = Koreksi variasi harian H IGRF = Koreksi IGRF (45300nT) c. Kontinuasi ke Atas Kontinuasi keatas merupakan proses medan potensial magnetik suatu data yang terukur diatas permukaan yang lebih tinggi. Kontinusi ini digunakan untuk memisahkan anomali lokal terhadap anomali regional. Anomali regional berasosiasi dengan kondisi geologi umum yang dominan di daerah pengukuran, di cirikan dengan anomali frekuensi rendah. Sedangkan anomali lokal, atau sering juga disebut sebagai anomali sisa, mengandung kondisi geologi setempat yang telah terdeviasi dari kondisi regionalnya yang biasanya terdapat pada kedalaman yang dangkal [2]. d. Reduksi ke Kutub Untuk melokalisasi daerah dengan anomali maksimum atau minimum tepat berada di atas tubuh benda penyebab anomali maka dilakukan reduksi ke kutub dengan cara melokalisasi kenampakan dipole menjadi kenampakan monopole dimana posisi benda menjadi tepat di bawah klosur utama. Reduksi ke kutub merupakan teknik pengolahan data yang intensitas magnet total menginduksi medan magnet yang memiliki inklinasi 90 o. Reduksi ke kutub mengasumsikan bahwa batuan yang ada pada daerah survei adalah 2

magnetisasi paralel terhadap medan magnet yang ada di bumi [3]. METODE PENELITIAN Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: Proton Procession Magnetometer (PPM) type GEOMETRICS G-856 Memory- Mag PPM, GPS Garmin, Kompas, Penunjuk waktu (jam), Alat tulis, Peta geologi, Perangkat komputer dengan instalasi software MS. Word, MS. Excel, Surfer 10, Magpick dan Mag2dc. Pada saat pengambilan data magnetik peneliti menggunakan metode loop tertutup, dengan artian satu siklus pengukuran diawali dan diakhiri pada tempat yang sama. Koreksi diurnal merupakan penyimpangan intensitas medan magnet bumi yang disebabkan oleh adanya perbedaan waktu pengukuran dalam satu hari, sedangkan proses pengkuran menggunakan metode magnetik ini tidak selesai dalam satu waktu. Kemudian titik-titik (spasi) diatur sejarak 500 meter akan tetapi jarak antar titik-titik tersebut sewaktu-waktu bisa berubah dikarenakan titik-titik tersebut mengikuti jalur-jalur yang memungkinkan untuk bisa dilewati. Tahapan pengolahan data dan interpretasi data yaitu pertama kali harus dilakukan koreksi harian (diurnal) dan IGRF dengan menggunakan software Microsoft Excel. Dimana koreksi harian diperoleh dari pembacaan nilai medan total harian yang dilakukan di titik acuannya pada kurun waktu tertentu dikurangkan dengan nilai pembacaan rata-ratanya sedangkan IGRF didapatkan dengan mengurangkan nilai medan total pembacaan dengan nilai dari koreksi harian dan koreksi IGRF-nya. Setelah di dapatkan nilai anomali magnetik total, kemudian dibuat peta kontur dari daerah penelitian menggunakan perangkat lunak Surfer 10, sehingga dapat diketahui gambaran dasar dari daerah penelitian. Dengan bantuan software Magpick, peta anomali tersebut kemudian direduksi ke bidang datar dan di kontinuasi ke atas untuk menghilangkan pengaruh topografinya. Sehingga dapat diketahui anomali sisanya yang merupakan pengurangan dari anomali magnetik hasil pengamatan dikurangkan dengan hasil kontinuasi ke atasnya. Nilai anomali magnetik sisa tersebut kemudian ditransformasi reduksi ke kutub dan gradien horizontal menggunakan software Magpick dan di dapatkan peta kontur anomali magnetik yang telah ditransformasi. Dengan peta kontur anomali magnetik tersebut dapat dilihat pola anomali magnetik baik sebelum dilakukan transformasi reduksi ke kutub maupun setelah dilakukan transformasi Reduction to pole. Setelah diperoleh hasil transformasi ke kutub, kemudian di lakukan pemodelan menggunakan software Mag2dc untuk mengetahui struktur bawah permukaan dengan memasukkan nilai inklinasi, deklinasi, latitude dan longitude posisi penelitian serta nilai anomali magnetiknya. Selanjutnya dilakukan pemodelan dengan software Mag2dc dengan meminimalisir nilai kesalahan yang diperoleh. Kemudian untuk interpretasi dilakukan dengan menggunakan kualitatif dan kuantitatif. Dimana interpretasi kualitatif bertujuan untuk menganalisis peta kontur anomali magnet total dan kontur anomali magnet sisa. Sedangkan interpretasi kuantitatif bertujuan untuk menyamakan hasil anomali yang diperoleh pada penelitian dan hasil yang diperoleh di software Mag2dc. HASIL DAN PEMBAHASAN a. Interpretasi Kualitatif Berikut ini merupakan bentuk kontur anomali magnetik total dari hasil perhitungan dan bentuk pemodelan Surfer. Gambar 1. Peta kontur anomali medan magnetik total Gambar di atas menunjukkan nilai anomali medan magnetik total yang berada pada kisaran - 600 nt hingga 1600 nt yang dikelompokkan menjadi anomali rendah-sedang (klosur kontur yang berwarna biru-hijau) dan anomali tinggi (klosur kontur berwarna kuning-merah). Tampak bahwa di sekitar area/zona bendungan Karangkates menunjukkan adanya anomali rendah-sedang yang berkisar antara -600 nt hingga 500 nt. Kenampakan kontur tersebut di atas masih merupakan gabungan antara anomali regional dan anomali lokal sehingga kontur anomali lokal (residual) yang menjadi target penyeledikan perlu 3

didapatkan untuk dilakukan pemodelan lebih lanjut dengan mekanisme standar yang umumnya dilakukan. Diantarannya harus dilakukan terlebih dahulu proses reduksi bidang datar, karena salah satu faktor yang mempengaruhi nilai intensitas medan magnet dari suatu pengukuran adalah adanya pengaruh dari permukaan termagnetisasi daerah pengukuran terhadap nilai magnetik yang diukur. Kontinuasi ke atas dilakukan untuk memisahkan anomali regional dan anomali lokal, dimana proses ini dimaksudkan agar diperoleh pola anomali magnetik regional yang lebih halus (smooth) sehingga anomali lokal lebih terlihat dan dapat diketahui benda-benda yang menyebabkan anomali. Transformasi reduksi ke kutub yang dapat mentransformasikan vektor kemagnetan sehingga mempunyai arah vertikal seperti ketika dilakukan pengukuran di kutub. Transformasi reduksi ke kutub ini dapat menghasilkan suatu pola anomali magnetik yang bersifat monopol yang diharapkan dapat lebih memudahkan proses interpretasi. Gradien horizontal untuk menentukan informasi tentang lokasi dari benda anomali pada daerah penelitian. b. Interpretasi Kuantitatif Proses selanjutnya adalah dilakukan interpretasi secara kuantitatif yaitu dengan menganalisis pola penampang dari anomali magnet sisa dari lintasan yang telah ditentukan. Untuk membuat model struktur bawah permukaan pada daerah penelitian dengan menggunakan perangkat lunak Mag2dc proses pertama adalah mamasukkan nilai inklinasi dan deklinasi yaitu IGRF yaitu 45124.9 nt, inklinasi - 33.7 º, deklinasi 1.31 º, dan kedalaman maksimum yang diinginkan dan satuan yang digunakan. Setelah itu diperlukan data masukan berupa nilai jarak lintasan (meter) dan nilai anomali sisa (nt), maka akan muncul bentuk model berupa garis putus-putus dan garis tegas. Pada penelitian ini, dibuat dua lintasan yang akan diteliti yaitu penampang AB dan CD. Dapat dilihat pada Gambar 2. dibawah ini. Gambar 2. Peta kontur anomali magnet sisa lintasan AB dan CD Dalam setiap pemodelan struktur bawah permukaan besarnya eror harus diperhatikan. Semakin kecil presentase eror yang didapatkan, maka semakin tinggi tingkat keakuratan dari model yang dihasilkan. Adapun semakin besar presentase eror yang didapatkan, maka tingkat keakuratan dari model yang dihasilkan akan semakin kecil. Untuk mengetahui nilai eror dari model hasil interpretasi lintasan, maka digunakan persamaan di bawah ini [4], (13) Dimana, R M : Ralat atau nilai eror rata-rata X L : Data lapangan (observed field) XM: Data hasil model (calculated field) n : Jumlah data Model penampang melintang anomali sisa lintasan AB digambarkan pada Gambar 3. terdiri dari sumbu Y negatif, sumbu Y positif dan sumbu X. Pada Gambar 3. sumbu Y positif merupakan nilai anomali magnet dari hasil pengamatan (nt),sumbu Y negatif merupakan kedalaman dari permukaan yang akan diamati yang pada pemodelan ini menggunakan kedalaman maksimum mencapai 3 km. Sumbu X merupakan jarak lintasan pengamatan (meter) mulai titik A sampai dengan titik B. 4

magnetik total barkisar antara -600 nt sampai dengan 1600 nt. Dari pemodelan yang telah dilakukan didapatkan beberapa jenis batuan yaitu berupa tuf pasiran, batu apung dan lava. Dari diindikasikanya beberapa jenis batuan ini dapat dijadikan informasi untuk melihat ketahanan bendungan yang keberadaanya sangat bermanfaat sebagai PLTA maupun pengairan untuk pertanian penduduk setempat. Gambar 3. Model penampang melintang hasil interpretasi lintasan AB Kontras suseptibilitas yang didapat memiliki nilai yang berkisar 0.0035 dan 0.0105, diindikasikan untuk lintasan AB didominasi oleh tuf pasiran (sandy tuf) pada kedalaman ± 1 km sampai kedalaman ± 2.5 km dan ditemukan juga lava pada kedalaman ±0.25 km sampai ±2km. Gambar 4. dibawah merupakan penampang melintang anomali sisa untuk lintasan CD. Sebagaimana pada lintasan AB, penentuan lintasan CD ini juga didasarkan pada interpretasi secara kualitatif dari kontur anomali sisa. Gambar 4.12 Model penampang melintang hasil interpretasi lintasan CD Kontras suseptibilitas yang didapat memiliki nilai yang berkisar 0.0027 dan 0.0089, diindikasikan untuk lintasan CD didominasi oleh batuan sedimen yang berupa tuf pasiran pada kedalaman ±0.5 km sampai ±1.8 km. Sementara di area sekitar bendungan diduga juga terdapat batu apung (pumice) (k=0.0089) pada kedalaman ±0.25 sampai ±1 km. KESIMPULAN Berdasarkan hasil pengolahan data, interpretasi dan analisis dengan menggunakan metode geomagnetik di daerah bendungan Karangkates (Lahor dan Sutami) dapat disimpulkan yaitu diperoleh nilai anomali DAFTAR PUSTAKA 1. Geomagnet, T., 1990. Survey Geomagnet. ITB : Bandung. 2. Musyafak dan Bagus, 2007. Interpretasi Metode Magnetik Untuk Penentuan Struktur Bawah Permukaan di Sekitar Gunung KeludKabupaten Kediri. Tesis S2. ITS. Surabaya. 3. Risdiasari, F. 2010. Analisis Zona Potensi Panasbumi Daerah Waesekat, Kabupaten Buru Selatan, Maluku Berdasarkan Data Magnetik. Fakultas MIPA UB : Malang. 4. Sunaryo. 2001. Pendugaan Struktur Kantong Magma Gunung Api Kelud Berdasarkan Survei Magnetik. Tesis, UGM Yogyakarta. 5. Sunaryo, Adi Susilo. 2014. Vulnerability of Karangkates Dams Area by Means of Zero Crossing Analysis of Data Magnetic. 4 th International Symposium on Earthquake and Disaster Mitigation (ISEDM 2014), 060007-1 6. Telford, W.M., Geldart, L.P. and Sheriff, R.E., 1990. Applied Geophysics. Cambridge University Press : Cambridge. 7. Untung, M., 2001. Dasar-Dasar Magnet Dan Gayaberat Serta Beberapa Penerapannya. Himpunan Ahli Geofisika Indonesia. 5