BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer.

KARAKTERISASI PADUAN AlFeNiMg HASIL PELEBURAN DENGAN ARC FURNACE TERHADAP KEKERASAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. kelongsong bahan bakar, seperti sedikit mengabsorpsi neutron, kekerasan

PENGENALAN DAUR BAHAN BAKAR NUKLIR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENENTUAN SIFAT THERMAL PADUAN U-Zr MENGGUNAKAN DIFFERENTIAL THERMAL ANALYZER

SYNOPSIS REAKTOR NUKLIR DAN APLIKASINYA

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Agustus 2012 di Instalasi Elemen

ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III PERCOBAAN DAN HASIL PERCOBAAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen.

BAB III PERCOBAAN DAN HASIL PERCOBAAN

BAB 1. PENGUJIAN KEKERASAN

BAB I PENDAHULUAN. logam menjadi satu akibat adanya energi panas. Teknologi pengelasan. selain digunakan untuk memproduksi suatu alat, pengelasan

PENGARUH UNSUR Nb PADA BAHAN BAKAR PADUAN UZrNb TERHADAP DENSITAS, KEKERASAN DAN MIKROSTRUKTUR

Karakterisasi Material Bucket Teeth Excavator 2016

Karakterisasi Material Bucket Teeth Excavator 2016

KARAKTERISASI INGOT PADUAN U-7Mo-Zr HASIL PROSES PELEBURAN MENGGUNAKAN TUNGKU BUSUR LISTRIK

MAKALAH FABRIKASI DAN KARAKTERISASI XRD (X-RAY DIFRACTOMETER)

Uji Kekerasan Material dengan Metode Rockwell

PENGARUH KANDUNGAN Si TERHADAP MIKROSTRUKTUR DAN KEKERASAN INGOT Zr-Nb-Si

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sama yaitu isolator. Struktur amorf pada gelas juga disebut dengan istilah keteraturan

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik Ni-CSZ dengan metode kompaksi

UJI KEKERASAN MATERIAL DENGAN METODE ROCKWELL

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

Bab IV Hasil dan Pembahasan

4.1 ANALISA STRUKTUR MIKRO

BAB III KARAKTERISTIK DESAIN HTTR DAN PENDINGIN Pb-Bi

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA PENELITIAN

BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV PEMBAHASAN. BAB IV Pembahasan 69

UJI KETAHANAN KOROSI TEMPERATUR TINGGI (550OC) DARI LOGAM ZIRKONIUM DAN INGOT PADUAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

MAKALAH PENGETAHUAN BAHAN METODE PENGUJIAN KEKERASAN

UJI KEKERASAN MATERIAL DENGAN METODE ROCKWELL

PENGARUH KANDUNGAN NIOBIUM TERHADAP MIKROSTRUKTUR, KOMPOSISI KIMIA DAN KEKERASAN PADUAN Zr Nb Fe Cr

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Diagram Alir Penelitian Pada penelitian ini langkah-langkah pengujian mengacu pada diagram alir pada Gambar 3.1.

BAB IV HASIL PENELITIAN

Pengujian Material. Disusun Oleh : MOH JUFRI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 3.1 Diagram alur Penelitian

VARIASI TEMPERATUR PEMANASAN PADA PROSES PERLAKUAN PANAS TERHADAP KEKERASAN DENGAN MATERIAL SS 304L

ARSIP SOAL UJIAN NASIONAL FISIKA (BESERA PEMBAHASANNYA) TAHUN 1995

Fisika EBTANAS Tahun 1996

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu material yang sangat penting bagi kebutuhan manusia adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ILMU BAHAN LISTRIK_edysabara. 1 of 6. Pengantar

BAB I PENDAHULUAN. Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) telah banyak dibangun di beberapa negara di

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. Pembuatan spesimen dilakukan dengan proses pengecoran metode die

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

1. Pengukuran tebal sebuah logam dengan jangka sorong ditunjukkan 2,79 cm,ditentikan gambar yang benar adalah. A

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang

350 0 C 1 jam C. 10 jam. 20 jam. Pelet YBCO. Uji Konduktivitas IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Ba(NO 3 ) Cu(NO 3 ) 2 Y(NO 3 ) 2

D. I, U, X E. X, I, U. D. 5,59 x J E. 6,21 x J

C21 FISIKA SMA/MA IPA. 1. Seorang siswa mengukur panjang dan lebar suatu plat logam menggunakan mistar dan jangka sorong sebagai berikut.

Gambar 2.1. Proses pengelasan Plug weld (Martin, 2007)

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

B. HUKUM-HUKUM YANG BERLAKU UNTUK GAS IDEAL

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hal ini memiliki nilai konduktifitas yang memadai sebagai komponen sensor gas

KARAKTERISASI DIFRAKSI SINAR X DAN APLIKASINYA PADA DEFECT KRISTAL OLEH: MARIA OKTAFIANI JURUSAN FISIKA

PR ONLINE MATA UJIAN: FISIKA (KODE A07)

1 BAB I BAB I PENDAHULUAN

PROSES PELAPISAN SERBUK Fe-50at.%Al PADA BAJA KARBON DENGAN PENAMBAHAN Cr MELALUI METODA PEMADUAN MEKANIK SKRIPSI

BAB IV DATA DAN ANALISA

02 03 : CACAT KRISTAL LOGAM

ANALISIS KUALITATIF DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK DIFRAKSI SINAR X PADA PENAMBAHAN UNSUR Zr TERHADAP PEMBENTUKAN FASA PADUAN U-Zr

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

STUDI KEKUATAN IMPAK PADA PENGECORAN PADUAL Al-Si (PISTON BEKAS) DENGAN PENAMBAHAN UNSUR Mg

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penambahan karbon yang disebut carburizing atau karburasi, dilakukan dengan

4. Sebuah sistem benda terdiri atas balok A dan B seperti gambar. Pilihlah jawaban yang benar!

Alasan pengujian. Jenis Pengujian merusak (destructive test) pada las. Pengujian merusak (DT) pada las 08/01/2012

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di

Karakterisasi XRD. Pengukuran

PENGARUH PENAMBAHAN Mg TERHADAP SIFAT KEKERASAN DAN KEKUATAN IMPAK SERTA STRUKTUR MIKRO PADA PADUAN Al-Si BERBASIS MATERIAL PISTON BEKAS

4 Hasil dan Pembahasan

PENGARUH VARIASI WAKTU TAHAN PADA PROSES NORMALIZING TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 310S PADA PRESSURE VESSEL

HASIL DA PEMBAHASA 100% %...3. transparan (Gambar 2a), sedangkan HDPE. untuk pengukuran perpanjangan Kemudian sampel ditarik sampai putus

Frekuensi yang digunakan berkisar antara 10 hingga 500 khz, dan elektrode dikontakkan dengan benda kerja sehingga dihasilkan sambungan la

FORMASI FASA DAN MIKROSTRUKTUR BAHAN STRUK- TUR PADUAN ALUMINIUM FERO-NIKEL HASIL PROSES SINTESIS

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

REAKTOR GRAFIT BERPENDINGIN GAS (GAS COOLED REACTOR)

BAB I PENDAHULUAN. alat-alat perkakas, alat-alat pertanian, komponen-komponen otomotif, kebutuhan

FISIKA 2015 TIPE C. gambar. Ukuran setiap skala menyatakan 10 newton. horisontal dan y: arah vertikal) karena pengaruh gravitasi bumi (g = 10 m/s 2 )

BAB III METODE PENELITIAN

VARIASI PENAMBAHAN FLUK UNTUK MENGURANGI CACAT LUBANG JARUM DAN PENINGKATAN KEKUATAN MEKANIK

MICRO HARDNESS TESTER

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Reaktor Nuklir Salah satu pemanfaatan energi nuklir secara besar-besaran adalah dalam bentuk pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN). Energi nuklir di sini digunakan untuk membangkitkan tenaga listrik. Reaktor nuklir adalah tempat terjadinya reaksi inti berantai terkendali, baik pembelahan inti (fisi) atau penggabungan inti (fusi). Fungsi reaktor fisi dibedakan menjadi dua, yaitu reaktor riset dan reaktor daya. Pada reaktor riset, yang diutamakan adalah pemanfaatan netron hasil pembelahan untuk berbagai penelitian dan iradiasi serta produksi radioisotop. Panas yang ditimbulkan dirancang sekecil mungkin sehingga panas tersebut dapat dibuang ke lingkungan. Pengambilan panas pada reaktor riset dilakukan dengan sistem pendingin,yang terdiri dari sistem pendingin primer dan sistem pendingin sekunder. Panas yang berasal dari teras reaktor diangkut oleh air di sekitar teras reaktor (sistem pendingin primer) dan dipompa oleh pompa primer menuju alat penukar panas. Selanjutnya panas dibuang ke lingkungan melalui menara pendingin (alat penukar panas pada sistem pendingin sekunder). Perlu diketahui bahwa antara alat penukar panas, sistem pendingin primer atau sekunder tidak terjadi kontak langsung. Pada reator daya, panas yang dihasilkan dari pembelahan yang dimanfaatkan untuk menghasilkan uap yang bersuhu dan bertekanan tinggi untuk memutar turbin. (Hidayanto,2009) 2.2 Uranium Uranium merupakan salah satu bahan baku untuk pembuatan bahan bakar nuklir, baik untuk bahan bakar reaktor riset maupun reaktor daya. Spesifikasi uranium sebagai bahan bakar sangat ditentukan oleh jenis reaktor penggunanya 24

dan kemampuan proses fabrikasinya. Uranium adalah logam padat, berwarna putih keperak-perakkan dan mempunyai tiga bentuk kristal dengan sifat yang berbeda-beda yaitu fasa α temperatur medium rendah bersifat semiductile, fasa β temperatur medium bersifat brittle dan fasa γ temperatur tinggi bersifat ductile, dapat ditunjukkan pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Fasa, densitas, dan sistem kristal logam uranium Temperatur Fasa ( o C) Densitas (gram/cm 3 ) Sistem kristal Sifat 25 α 19,070 Orthorhombic Semi Ductile 662 α 18,369 Orthorhombic Semi Ductile 662 β 18,170 Tetragonal Brittle 772 β 18,070 Tetragonal Brittle 772 γ 17,940 Cubic ductile 1100 γ 17,560 Cubic ductile o Titik lebur dan titik uap uranium murni masing-masing adalah 1132 dan 3527 C sedangkan titik lebur semakin menurun seiring dengan bertambahnya impuritas di dalamnya. Logam uranium sangat reaktif dengan semua unsur non logam yang membentuk senyawa intermetalik. (Kadarjono,2010) Logam uranium murni merupakan bahan bakar yang memiliki berat jenis tinggi, tetapi isotropic fasa γu selama iradiasi hanya stabil pada temperatur tinggi. Sementara pada temperatur rendah struktur fasa αu berpotensi swelling. Perubahan fasa γ ke α tidak dapat ditahan dengan quenching fasa γu murni pada temperatur tinggi, tetapi pada rentang temperatur tertentu fasa α, β dan γ menjadi stabil sehingga sebagai alternatifnya memerlukan penambahan bahan pemadu. (Suparjo,2011) 25

2.3 Zirkonium Zirkonium memiliki tampang lintang serapan netron termal yang rendah yaitu 0,180 barn, titik lebur tinggi pada suhu 1850 o C, kekuatan mekanik tinggi pada temperatur tinggi, daya korosi terhadap air dan uap air serta keberadaan dan kelimpahan di alam cukup besar. Hal ini dapat memberikan peluang bagi zirkonium untuk digunakan sebagai kelongsong elemen bahan bakar dan bahan struktur pada reaktor air ringan atau air berat. Biasanya zirkonium yang digunakan dipadu dengan unsur lain sehingga membentuk paduan zirkonium yang mempunyai sifat-sifat yang lebih baik seperti yang diinginkan. (Suparjo,2011) 2.4 Niobium Niobium adalah suatu logam yang berwarna abu-abu dengan nomor atom 41 dan massa atom 92,91 g/mol. Unsur Nb dapat ditambahkan ke dalam paduan berbasis zirkonium bertujuan untuk meningkatkan kekuatan paduan dan ketahanan korosi paduan dalam air dan uap lewat jenuh. Hal ini disebabkan unsur niobium dapat berfungsi memperhalus ukuran butir, sehingga memberikan peningkatan kekuatan mekanik paduan berbasis zirkonium. Niobium juga memfasilitasi pembentukan lapisan oksida yang tebal dan padat di permukaan paduan. Lapisan oksida tersebut berfungsi sebagai penghalang penetrasi ion oksigen ke permukaan logam, sehingga meningkatkan ketahanan korosi paduan berbasis zirkonium. Disamping itu, niobium mempunyai tampang lintang serapan neutron termal yang rendah (σa = 1,15 barn) sehingga penambahan unsur Nb akan meningkatkan ekonomi neutron termal paduan berbasis zirkonium. (Sungkono,2006) 2.5 Paduan U-Zr-Nb Logam uranium mempunyai sifat-sifat yang terbatas, sehingga perlu ditambah dengan unsur atau logam pemadu. Beberapa unsur di dalam sistem berkala dapat dipadukan dengan logam uranium. Penambahan unsur pemadu ke dalam logam murni dengan tujuan antara lain sebagai berikut: 26

a. Mendapatkan ukuran butir yang halus b. Menaikkan sifat mekanik c. Sifat logam murninya mudah difabrikasi dengan logam lain d. Dapat menaikkan ketahanan terhadap bahaya radiasi e. Mempertahankan fasa beta atau gamma U pada temperatur kamar f. Melarutkan U yang diperkaya g. Menahan lapisan difusi U dengan material kelongsong h. Membuat elemen bakar tipe dispersi secara teknik langsung atau dengan teknik metalurgi serbuk. i. Dapat menaikkan kemampuan cor (castability) bahan bakar hasil cor. (Masrukan,2010) Unsur-unsur yang biasa ditambahkan ke dalam logam U dengan tujuan mempertahankan fasa βu pada temperatur kamar adalah V, Nb, Cr, Mo, Mn, Ir, Pt, Al, Si, sedangkan unsur-unsur Nb, Mo, Zr dapat ditambahkan ke dalam logam U untuk mempertahankan fasa γ. Dalam pembentukan UZrNb, sistem akan membentuk keseimbangan tiga unsur (ternary system) U, Zr dan Nb yang terdiri dari keseimbangan eutectoid tiga fasa. Diagram fasa ternary U,Zr dan Nb dapat dilihat pada Gambar 2.1. (Ivanov,1983) Gambar 2.1 Diagram Fasa Ternary U,Zr dan Nb pada Paduan UZrNb 27

Keunggulan utama zirkonium sebagai bahan struktur reaktor termal adalah mempunyai sifat nuklir spesifik yaitu serapan netron rendah. Untuk memenuhi penyediaan tersebut, ada batasan unsur pemadu yaitu : 1. koefisien serapan netron termal dari unsur pemadu harus rendah dan mempunyai umur paro radiasi pendek setelah iradiasi. 2. Pemadu harus menjadikan paduan tahan korosi dengan tangkapan hidrogen yang rendah 3. Pemadu harus memberikan sifat mekanik paduan 4. Pemadu harus menjamin sifat dan dimensi yang stabil pada berkas elemen bakar selama operasi. Ketahanan korosi pada zirkonium dapat ditingkatkan juga dengan penambahan sedikit logam Nb 0,05% - 0,2 % dapat mengurangi pertambahan berat. Sementara penambahan Nb lebih lebih besar dari 0,2 % dapat meningkatkan ketahanan terhadap korosi. (Sugondo,2011) 2.6 Tungku Busur Listrik Tungku busur listrik merupakan peralatan peleburan yang digunakan untuk proses lebur dan pemaduan logam. Proses pemaduan logam hingga mencapai homogen dan sempurna sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor parameter. Parameter tersebut antara lain, suhu dan waktu proses peleburan, tingkat kevakuman dan jumlah proses pengulangan peleburan untuk mendapatkan homogenitas paduan agar masing-masing unsur logam terbagi merata ke seluruh bagian logam hasil leburan. Tungku busur listrik dalam industri nuklir digunakan antara lain untuk penelitian pembuatan kelongsong bahan bakar nuklir dan bahan struktur reaktor. Material kelongsong bahan bakar dan bahan struktur menggunakan unsur paduan logam yang diperoleh melalui beberapa proses antara lain dengan cara teknik peleburan.sebelum proses peleburan pada pada ruang lebur (chamber) divakum dan dialiri gas argon. 28

Proses peleburan dilakukan dengan menggunakan tungku busur listrik dalam kondisi teraliri oleh gas argon. Paduan logam yang dilebur mengalami pencairan dan pembekuan dan kemudian didinginkan hingga suhu kamar. Proses peleburan tersebut dilakukan berulang sehingga diperoleh paduan yang homogen. Dalam proses peleburan, parameter arus dan waktu lebur sangat menentukan untuk mendapatkan paduan logam yang sempurna. (Susanto,2006) 2.7 Diagram Fasa Sebagai Dasar Metalografi Struktur dan sifat logam murni sangat berubah jika dipadu dengan unsur lain. Perlakuan bahan seperti ini dapat dilihat juga pada bahan cair dan gas, tetapi yang sangat menyolok terdapat pada bahan padat. Jika bahan (komponen A) menjadi sistem dua komponen dengan menambahkan komponen B, fasa baru tidak terbentuk apabila B larut dalam keadaan padat dalam A. Tetapi apabila B dipadukan melebihi kelarutan maksimumnya maka terjadi campuran larutan padat jenuh dan berlebihan fasa B. Kadang-kadang A dan B bereaksi satu sama lain membentuk fasa lain. Dalam sistem tiga komponen atau sistem berkomponen banyak maka sistem itu menjadi berfasa banyak yang rumit. Sifat bahan berubah yang disebabkan oleh perbandingan campuran dan kondisi campuran fasa yang ada. Hubungan antara jumlah setiap komponen dan fasa yang terjadi dapat dilihat dari diagram fasa yang dapat memberikan informasi mengenai sifat bahan tersebut. a. Diagram Fasa Sistem Satu Komponen Keadaan sistem komponen dapat ditentukan dalam tekanan P dan temperatur T tertentu. Persamaan fasa gas PV = RT mempunyai hubungan tertentu antara P,T dan V, jadi apabila P dan T tertentu, volume V atau massa jenisnya juga tertentu. Hal ini berlaku terhadap fasa cair dan padat. 29

Hal ini dinyatakan dalam Gambar 2.2 menunjukkan daerah keadaan gas, cair dan padat dengan berbagai kombinasi P dan T, sebagai contohnya air. Pada tekanan tetap misalnya 1 atm, temperatur diubah, maka terjadi fasa padat (es) di bawah titik cair 0 o C, fasa cair (air) dalam daerah temperatur antara titik cair dan titik didih (100 o C) dan fasa gas (uap) di atas titik didih. Ada dua fasa cair dan gas pada titik didih. Gambar 2.2 Diagram Fasa Air b. Diagram Fasa Sistem Dua Komponen Dalam sistem dua komponen variabel dari keadaan adalah temperatur, tekanan dan komponen. Jadi diperlukan tiga sumbu untuk menyatakan keadaan pada satu titik dalam ruang. Akan tetapi bagi bahan yang dipakai di industri yang umumnya berfasa padat dan tekanan uapnya sangat rendah, jadi keadaan gasnya dapat diabaikan. Contoh diagram fasa dengan sistem dua komponen pada Gambar 2.3 yaitu diagram paduan timah dan timbal. Sumbu mendatar digunakan sebagai sumbu komponen 100% timbal dan 0% timah pada di satu ujung, 100% timah dan 0% timbal di ujung lain. Dengan cara ini setiap komposisi dari komponen dapat 30

dinyatakan oleh satu titik pada sumbu ini. Sebagai contoh paduan 75% timbal adalah titik x dalam gambar tersebut. Titik 1 menyatakan keadaan paduan 70% timbal dan 30% timah pada suhu 300 o C yang merupakan fasa cair. Titik 2 menyatakan keadaan paduan yang sama pada suhu 200 o C yang terdiri dari kira-kira 55% fasa cair dan larutan padat α pada larutan timbal. Titik 3 menyatakan bahwa keadaan paduan yang sama pada suhu 100 o C yang menunjukkan dua larutan padat α dan larutan padat β. Pada larutan padat β sedikit timbal larut dalam timah. Paduan 10% timah dan 90% timbal pada suhu 200 o C dititik 4 mempunyai fasa tunggal larutan padat α. Dan paduan 20% timah dengan 80% timbal pada titik 5 terdiri dari dua fasa yaitu larutan padat α dan cairan. Dan paduan 60% timah dengan 40% timbal pada titik 6 hanya mempunyai satu fasa yaitu cair. Diatas garis aeb hanya terdiri dari fasa cair, garis ini dinamakan garis cair. Di bawah garis acedb hanya terdapat fasa padat, garis ini disebut garis padat. Daerah cfdg terdiri dari fasa padat. Garis fcdg menunjukkan batas larutan padat yang disebut garis larutan. Gambar 2.3 Diagram Fasa Sistem Timbal -Timah Putih 31

c. Diagram Fasa Sistem Tiga Komponen Tidak selalu bahan terdiri dari sistem dua komponen, ada yang terdiri dari sistem tiga komponen atau lebih, contohnya suatu paduan yang tahan panas dengan mempunyai 10 komponen. Untuk sistem komponen banyak tersebut maka diagram fasanya menjadi sangat rumit dan bentuk nyata yang sukar diperoleh. Namun dalam hal ini, sistem tiga komponen masih dianggap sederhana. Gambar 2.4 Diagram Fasa Terner Semua komposisi dari sistem biner dinyatakan dengan titik pada garis alas antara titik 100% A - 0% B di satu ujung dan titik 0% A-100% B di ujung lainnya, tetapi untuk sistem tiga komponen dapat dijelaskan pada Gambar 2.4. Semua komposisi dari sistem ini dinyatakan oleh titik dalam segitiga sama sisi yang titik sudutnya merupakan 100% komponen. Jumlah panjang garis a, b dan c yang ditarik dari titik x masing-masing sejajar dengan sisi segitiga itu, sama dengan panjang satu sisi yang dapat menyatakan 100%. Oleh karena itu panjang a, b dan c 32

masing-masing dapat menyatakan prosentase komponen A, B dan C. Hal ini serupa dengan hubungan tuas pada sistem biner, karena x sebagai tumpuan tuas a, b dan c dengan masing-masing komponen A, B dan C yang menyeimbangkan. Dari penjelasan ini, komposisi sistem 40% A, 20% B dan 40% C (Surdia,2005) 2.8 XRD (X-Ray Diffraction) Sinar-X ditemukan oleh Wilhelm Conrad Rontgen seorang berkebangsaan Jerman pada tahun 1895. Penemuanya diilhami dari hasil percobaan percobaan sebelumnya antara lain dari J.J Thomson mengenai tabung katoda dan Heinrich Hertz tentang foto listrik. Kedua percobaan tersebut mengamati gerak elektron yang keluar dari katoda menuju ke anoda yang berada dalam tabung kaca yang hampa udara. Pembangkit sinar-x berupa tabung hampa udara yang di dalamnya terdapat filamen yang juga sebagai katoda dan terdapat komponen anoda. Jika filamen dipanaskan maka akan keluar elektron dan apabila antara katoda dan anoda diberi beda potensial yang tinggi, elektron akan dipercepat menuju ke anoda. Dengan percepatan elektron tersebut maka akan terjadi tumbukan tak sempurna antara elektron dengan anoda, akibatnya terjadi pancaran radiasi sinar-x. (Suyatno,2008) Teori tentang difraksi sinar-x pertama kali dikemukakan oleh Van Laue. Laue menyatakan bahwa seandainya suatu kristal dari atom-atom yang tersusun teratur dan periodik dalam ruang dan jarak antar atom hampir sama dengan panjang gelombang sinar-x, maka kristal-kristal tersebut dapat berfungsi sebagai kisi-kisi yang dapat menghamburkan cahaya. Sinar-X mempunyai panjang gelombang yang mendekati jarak antar atom, maka difraksi dapat terjadi jika kristal dikenai oleh sinar-x. Hukum Bragg menyatakan apabila suatu material dikenai sinar-x, maka intensitas sinar yang direfleksikan oleh kisi kristal lebih rendah dari sinar yang datang. Hal ini disebabkan adanya penyerapan oleh material dan juga penghamburan oleh atom-atom dalam material tersebut. 33

Berkas sinar x yang dihamburkan tersebut ada yang saling menghilangkan karena fasanya berbeda dan ada pula yang saling menguatkan karena fasanya sama. Berkas sinar-x yang saling menguatkan itulah yang disebut sebagai berkas difraksi. Hukum Bragg merupakan perumusan matematik tentang persyaratan yang harus dipenuhi agar berkas sinar-x yang dihamburkan tersebut merupakan berkas difraksi. Gambar 2.5 Difraksi Sinar-X melalui Kisi Kristal Pada Gambar 2.5, garis mendatar merupakan lapisan dalam kristal yang terpisah sejarak d. Bidang ABC tegak lurus terhadap berkas yang masuk dari sinar-x monokromatik dan bidang LMN tegak lurus terhadap berkas yang direfleksi. Bila sudut masuk θ berubah, maka refleksi diperoleh dengan gelombang sefasa pada bidang LMN, artinya perbedaan jarak antara bidang ABC dan LMN diukur sepanjang sinar yang direfleksi dari berbagai bidang yang merupakan bilangan bulat dari panjang gelombangnya. Maka persamaan hukum Bragg adalah; 34

2d sin θ = n. λ (2.1) Dimana, λ = Panjang gelombang Sinar X (Ǻ) d = Jarak antar kisi kristal (Ǻ) θ = Sudut datangnya sinar n = Orde difraksi (n = 1,2,3 dst) (Masrukan,2008) 2.9 Densitas Sejati (True Density) Banyak alat atau metode yang dapat digunakan untuk menentukan harga densitas sejati (True density). Prinsipnya didasarkan pada penetrasi fluida ke dalam seluruh ruang kosong (pori-pori) pada butiran serbuk. Piknometer Quantacrome 1200e adalah alat untuk menentukan densitas sejati untuk sampel padat berdasarkan penurunan tekanan gas yang dihasilkan sebanding dengan volume. Prinsip kerjanya berdasarkan hukum gas ideal P.V = nrt yaitu volume sampel ditentukan dengan pengukuran variasi tekanan gas yang dihasilkan dari setiap operasi penetrasi gas yang bertekanan awal sama yang dikerjakan pada suhu tetap. Volume sampel dapat dilakukan dengan mengukur variasi tekanan gas yang dihasilkan pada saat operasi wadah kosong dan tekanan gas yang dihasilkan pada saat operasi sampel. Densitas diperoleh dengan cara membandingkan besaran berat sampel terhadap data volume sampel yang diperoleh pada analisis. 35

Gambar 2.6 Blok Diagram Alat Piknometer Quantacrome 1200e Prinsip kerja dan teknik pengukuran sampel dapat dilihat pada Gambar 2.6 dan penjabaran rumus hukum gas ideal adalah sebagai berikut: Kondisi awal wadah sampel ketika valve dibuka pada kondisi linggkungan setelah pembersihan dengan gas helium adalah P a V c = n R T a (2.2) Kondisi wadah sampel bila sejumlah sampel dengan volume sebesar V dimasukkan maka, p Pa (V c - V p ) = n 1 R T a (2.3) Saat tekanan diposisikan di atas tekanan lingkungan dengan membuka valve gas helium, maka P 2 (V c -V p ) = n 2 R T a (2.4) 36

Kondisi ketika valve penghubung wadah sampel dan volume added dibuka, maka tekanan akan turun menjadi P 3 P3 (V c -V p + V a ) = n 2 R T a + n a R T a (2.5) Selanjutnya P a V a dapat digunakan untuk menggantikan n a RT a sehingga P3 (V c - V p + V A ) = n 2 R T a + P a V A (2.6) Substitusi Persamaan (2.5) ke persamaan (2.7) maka P 3 (V c - V p + V A ) = P 2 (V c - V p ) + P a V A (2.7) Sehingga rumus yang berlaku untuk Ultrapycnometer 1200e adalah VA Vp = Vc + 1 ( p2 / p3) (2.8) (Aminhar,2009) 2.10 Kekerasan Kekerasan merupakan ukuran ketahanan material terhadap deformasi tekan. Deformasi yang terjadi dapat berupa deformasi plastis. Pada permukaan dari dua komponen yang saling bersinggungan dan bergerak satu terhadap lainnya akan terjadi deformasi plastis. Deformasi plastis terjadi pada permukaan yang lebih keras. Efek deformasi tergantung pada kekerasan permukaan material. Berdasarkan sifat pengujinya, pengujian kekerasan dibagi atas 3 yaitu 1. Metode Goresan Pengujian kekerasan dengan metode goresan dilakukan dengan cara mengukur kemampuan suatu material dengan menggoreskan material uji kepada spesimen. Skala uji yang digunakan adalah skala Mohs, yang terdiri dari 10 nilai 37

material standar sesuai dengan kemampuannya untuk menggores material. Berikut ini skala dari 1 yang paling lunak sampai dengan 10 paling keras; 1. Talk / gips 2. Gypsum 3. Calcite 4. Fluorite 5. Apatite 6. Orthoclase 7. Quartz 8. Topas 9. Corundum 10. Diamond Namun kelemahan dari skala Mohs adalah jarak antar intervalnya kurang spesifik yaitu nilai kekerasan tiap benda kurang akurat. 2. Metode Dinamik Pengujian kekerasan dengan metode dinamik (kekerasan pantul) dilakukan dengan cara menghitung energi impak yang dihasilkan oleh indentor yang dijatuhkan pada permukaan spesimen. Alat yang digunakan dalam pengujian ini adalah Shore Scleroscope. Prissip alat pengujian ini yaitu Indentor dijatuhkan pada permukaan material, kemudian diamati tinggi pantulan indentor yang terjadi. Perbedaan ketinggian saat dijatuhkan dan pantulannya menunjukkan besarnya energi yang diserap material. Pada metode dinamik, indentor yang digunakan berupa bola. 38

3. Metode Indentasi Pengujian kekerasan dengan metode indentasi (metode penekanan) adalah dengan cara mengukur ketahanan suatu material terhadap gaya yang diberikan oleh identor dengan memperhatikan besar beban yang diberikan dan besar indentasi. Uji kekerasan ini yang paling sering digunakan dalam material teknik. Adapun jenis uji kekerasan dengan metode indentasi yaitu; a. Uji Kekerasan Brinell Uji kekerasan ini paling pertama diterima secara meluas dan standar, ditemukan oleh J.A Brinell pada tahun 1900. Mengujinya dengan cara melakukan indentasi pada permukaan spesimen, indentor berupa bola baja yang memiliki beban bervariasi dari 500 kg hingga 3000 kg dengan diameter 10 mm. Untuk soft material digunakan beban sebesar 500 kg, untuk intermediate hardness digunakan beban sebesar 1500 kg, dan untuk hard material digunakan beban sebesar 3000 kg. Prinsip dari pengujian kekerasan ini adalah dengan menekan identor selama 30 detik, lalu diameter hasil indentasi diukur dengan menggunakan mikroskop. Diameter harus dihitung dua kali pada sudut tegak lurus yang berbeda, kemudian dirata-ratakan. Kekerasan brinell adalah besar beban indentor per luas permukaan indentasi. Dapat dirumuskan sebagai berikut nilai kekerasan Brinell (BHN): BHN = πd( D 2P D 2 d 2 ) P = πdt (2.9) Keterangan; P = besar beban indentor (kg) D = diameter indentor (mm) d = diameter indentasi (mm) t = kedalaman indentasi (mm) 39

Kelemahan dari uji kekerasan Brinell adalah uji kekerasan ini tidak dapat digunakan pada benda yang tipis dan kecil. Selain itu juga tidak berlaku untuk material yang sangat lunak maupun material yang sangat keras. Kelebihan dari uji kekerasan Brinell adalah uji kekerasan ini tidak dipengaruhi oleh permukaan material yang kasar dan bekas penekan yang cukup besar, sehingga bekas penekan mudah diamati. b. Uji Kekerasan Meyer Uji kekerasan ini merupakan perbaikan dari uji kekerasan Brinell, Meyer berpendapat bahwa tekanan rata-rata pada permukaan indentasi harus diperhitungkan dalam nilai kekerasan, hal ini tidak terdapat pada uji kekerasan Brinell. Nilai rata-rata tersebut dapat dirumuskan; 4P MHN = 2 πd (2.10) Keterangan; P = besar beban indentor (kg) d = diameter indentasi (mm) Kelemahan dari uji kekerasan Meyer adalah kurang sensitif terhadap beban indentor daripada uji kekerasan Brinell, serta pengukuran kurang akurat karena deformasi material di sekitar penekanan tidak sepenuhnya plastis. Kelebihan dari uji kekerasan Meyer yaitu harga kekerasan tidak bergantung pada besar beban. 40

c. Uji Kekerasan Vickers Uji kekerasan ini meggunakan indentor yang berbentuk piramida intan. Besar beban indentor yang digunakan bervariasi antara 1 kg - 120 kg yang disesuaikan dengan tingkat kekasaran material spesimen. Prinsip dari uji kekerasan Vickers adalah besar beban dibagi dengan luas daerah indentasi atau dapat dirumuskan sebagai berikut: VHN = 2PSin φ 2 l ( / 2) (2.11) Keterangan; P = besar beban indentor (kg) l = panjang rata-rata diagonal (mm) Kelemahan dari uji kekerasan Vickers adalah waktu yang cukup lama untuk menentukan nilai kekerasan. Kelebihan dari uji kekerasan Vickers adalah berat indentor tidak perlu diubah karena nilai kekerasan tidak bergantung terhadap berat indentor. Selain itu, pada uji kekerasan Vickers dapat dilakukan pada benda-benda dengan ketebalan yang tipis. d. Uji Kekerasan Rockwell Uji kekerasan Rockwell memperhitungkan kedalaman indentasi dalam keadaan beban konstan sebagai penentu nilai kekerasan. Sebelum dilakukan pengukuran, spesimen diberi beban minor sebesar 10 kg untuk mengurangi kecenderungan ridging dan sinking akibat beban indentor. Sesudah beban minor diberikan, spesimen langsung dikenakan beban mayor. 41

Kedalaman indentasi yang terkonversi dalam skala langsung dapat diketahui nilainya dengan membaca dial gage pada alat. Disesuaikan dial sehingga nilai kekerasan yang tinggi berkorelasi dengan kecilnya pentrasi. Berdasarkan kombinasi jenis indentor yang digunakan dengan beban yang diberikan, kekerasan Rockwell dapat dibagi menjadi 3 jenis yaitu: a. Rockwell A Indentor berupa kerucut intan dengan beban 60 kg. Umumnya digunakan pada jenis logam yang sangat keras. b. Rockwell B Indentor berupa bola baja dengan diameter 1,6 mm dengan beban 100 kg. Umumnya digunakan pada material yang lunak. c. Rockwell C Indentor berupa kerucut intan dengan beban 150 kg. Umumnya digunakan untuk logam-logam yang diperkeras dengan pemanasan. e. Uji Kekerasan Microhardness Metalurgi jaman sekarang yang berkembang membutuhkan penentuan kekerasan pada permukaan yang sangat kecil. Untuk pengujian spesimen ini, metode yang paling tepat digunakan adalah indentor knoop. Metode ini merupakan pengembangan dari uji Vickers namun pada uji ini digunakan beban yang lebih kecil. Indentor knoop adalah piramida intan yang membentuk indentasi berbentuk layang-layang dengan perbandingan diagonal 7:1 yang menyebabkan kondisi regangan pada daerah terdeformasi. Nilai kekerasan knoop (KHN) dapat didefenisikan besar beban dibagi dengan luas daerah proyeksi indentasi tersebut sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut: 42

KHN = P (2.12) 2 L C Keterangan; P = L = C = besar beban indentor (kg) panjang rata-rata diagonal (mm) konstanta indentor Kelebihan dari indentor knoop adalah kedalaman dan luas daerah indentasi knoop hanya sekitar 15% dari luas daerah Vickers. Oleh karena itu, metode ini cocok untuk spesimen yang tipis dan kecil. (Dieter,1987) 2.11 Mikrostruktur Tampilan gambar kontras yang diamati melalui mikroskop akan sangat membantu interpretasi kualitatif maupun kuantitatif yang berkaitan dengan keberhasilan dalam penganalisaan bahan. Sampel yang akan diamati dengan Optical Microscopy, lalu dilakukan pemotretan. Pengamatan pada foto mikrostruktur secara umum memperlihatkan adanya grain size (ukuran butir) dan grain boundary (batas butir) yang merupakan identitas dari sifat mekanis suatu bahan. Keadaan mikrostruktur dalam hal ini, ukuran butir (grain size) sangat berpengaruh terhadap sifat mekanis logam. Namun pada saat dilakukan pengamatan struktur mikro pada suatu spesimen maka perlu dilakukan penyiapan spesimen yang meliputi: pemilihan sampel, penggerindaan, pemolesan dan pengetsaan yaitu dengan mencelupkan spesimen ke dalam larutan etsa. Pada pengamatan struktur mikro, umumnya yang diamati adalah ukuran butiran, bentuk butiran dan larutan padat yang terbentuk. Semakin halus dan kecil bentuk butiran, maka kekuatan mekanis akan bertambah baik. Larutan padat yang tersebar merata, maka kekuatan tariknya akan bertambah baik. (Bailin,2011) 43