BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2007

BAB 34 KERANGKA EKONOMI MAKRO

BAB II PROSES PEMULIHAN EKONOMI TAHUN 2003

BAB 3 KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

PEREKONOMIAN INDONESIA TAHUN 2007: PROSPEK DAN KEBIJAKAN

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN

BAB I KONDISI EKONOMI MAKRO TAHUN 2004

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

1. Tinjauan Umum

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN SEPTEMBER 2001

Kondisi Perekonomian Indonesia

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A

BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2005

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN II/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN JANUARI 2002

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 31 AGUSTUS 2009

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SEMESTER I 2009

BAB 3 KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN III/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER

Analisis Perkembangan Industri

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran

DAFTAR ISI... HALAMAN DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR BOKS... KATA PENGANTAR...

BAB I PENDAHULUAN. dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan

Mengobati Penyakit Ekonomi Oleh: Mudrajad Kuncoro

ANALISIS KEBIJAKAN FISKAL/KEUANGAN DAN EKONOMI MAKRO TAHUN 2010

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

Perekonomian Suatu Negara

BAB III PROSPEK EKONOMI TAHUN 2004

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun memberikan dampak pada

BAB I KONDISI EKONOMI MAKRO TAHUN 2006

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang

BAB II PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO TAHUN

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mengambil langkah meningkatkan BI-rate dengan tujuan menarik minat

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3

BAB III KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

Policy Brief Outlook Penurunan BI Rate & Ekspektasi Dunia Usaha No. 01/01/2016

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2007

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 30 SEPTEMBER 2009

Kinerja Perekonomian Indonesia dan Amanat Pasal 44 RUU APBN 2012

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar kontribusi perdagangan internasional yang telah dilakukan bangsa

Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBNP 2015

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH

BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2006

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2008

BAB I PENDAHULUAN. untuk menciptakan kemandirian dalam pembiayaan pembangunan dengan. mengurangi ketergantungan pada sumber dana luar negeri.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada tahun 2007, keadaan ekonomi di Indonesia dapat dikatakan baik

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2008

TABEL 1 NERACA PEMBAYARAN INDONESIA RINGKASAN (Juta USD) 2014*

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah)

PERPERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA 2001

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2002 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2002

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perbankan berperan dalam mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi dan

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi Pendahuluan Ekonomi Global...

SEBERAPA JAUH RUPIAH MELEMAH?

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

TABEL 1 NERACA PEMBAYARAN INDONESIA RINGKASAN (Juta USD)

TABEL 1 NERACA PEMBAYARAN INDONESIA RINGKASAN (Juta USD) 2014*

BAB I PENDAHULUAN. rakyat (Yunan, 2009:2). Pertumbuhan ekonomi juga berhubungan dengan proses

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang

BAB I PENDAHULUAN. 2. untuk mencapai tingkat kestabilan harga secara mantap. 3. untuk mengatasi masalah pengangguran.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014

Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat

International Monetary Fund UNTUK SEGERA th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C USA

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011

Tabel 1a APBN 2004 dan APBN-P 2004 (miliar rupiah)

I. PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TAHUN 2008

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010

Analisis Perkembangan Industri

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2008

Kinerja CARLISYA PRO SAFE

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2011

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN I- 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 20

NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2014 REPUBLIK INDONESIA

Transkripsi:

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Sejak pertengahan tahun 2006, kondisi ekonomi membaik dari ketidakstabilan ekonomi tahun 2005 dan penyesuaian kebijakan fiskal dan moneter yang ditempuh untuk mengatasinya. Stabilitas ekonomi terjaga, tercermin dari laju inflasi yang terkendali, pergerakan nilai tukar rupiah yang relatif terjaga, dan cadangan devisa yang meningkat. Terjaganya stabilitas ekonomi telah membantu meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap prospek ekonomi yang lebih baik. Momentum pertumbuhan ekonomi kembali terjaga dengan investasi yang meningkat, daya beli masyarakat yang lebih baik, dan daya saing ekspor yang terjaga. Dalam semester II/2006, perekonomian tumbuh 6,0 persen, lebih tinggi dari semester I/2006 yang tumbuh 5,0 persen. Selanjutnya dalam triwulan I dan II/2007,

ekonomi tumbuh 6,0 persen dan 6,3 persen sehingga dalam keseluruhan semester I/2007, ekonomi tumbuh 6,1 persen. Stabilitas ekonomi yang terjaga dan kegiatan ekonomi yang meningkat mendorong perbaikan kesejahteraan masyarakat. Dalam bulan Februari 2007, pengangguran terbuka menurun menjadi 10,55 juta (9,75 persen dari angkatan kerja). Pada bulan Maret 2007, jumlah penduduk miskin menurun sebesar 2,1 juta orang menjadi 37,2 juta orang (16,6 persen). Dalam keseluruhan tahun 2007, kebijakan ekonomi makro diarahkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dengan tetap menjaga stabilitas ekonomi serta meningkatkan kemampuannya dalam menciptakan lapangan kerja dan mengurangi jumlah penduduk miskin. Perhatian juga diberikan dalam menjaga stabilitas ekonomi dari meningkatnya resiko eksternal dengan harga minyak mentah dunia yang kembali tinggi, inflasi global yang meningkat, serta sentimen negatif bursa saham global yang kemungkinan timbul. I. Ekonomi Dunia Perekonomian Indonesia tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia secara menyeluruh. Dalam tahun 2006, perekonomian dunia tumbuh 5,4 persen, lebih tinggi dibandingkan tahun 2005 (4,9 persen) didorong oleh pertumbuhan ekonomi negara maju dan negara berkembang. Perekonomian AS tumbuh 3,3 persen dengan kecenderungan yang melambat antara lain karena melemahnya sektor perumahan. Perekonomian Jepang dan Eropah tumbuh relatif tinggi yaitu berturut-turut 2,2 persen dan 2,6 persen. Asia tetap merupakan penggerak ekonomi dunia terutama didorong oleh China, India, dan negara-negara emerging market lainnya. Pada tahun 2006 perekonomian China dan India tumbuh berturut-turut 10,7 persen dan 9,2 persen. Dalam tahun 2006, pertumbuhan ekonomi Asia mencapai 9,4 persen, tertinggi dibandingkan kawasan-kawasan lainnya. Pertumbuhan ekonomi dunia yang tinggi juga didorong oleh pertumbuhan ekonomi di kawasan lainnya. Kawasan Amerika Latin, Timur Tengah, dan Afrika dalam tahun 2006 tumbuh lebih tinggi atau paling tidak sama 35-2

dengan tahun 2005, yaitu berturut-turut sebesar 5,5 persen, 5,7 persen, dan 5,5 persen. Ekonomi dunia yang tumbuh tinggi didukung oleh kegiatan perdagangan dunia dan harga komoditi yang meningkat. Dalam tahun 2006, volume perdagangan dunia meningkat 8,9 persen; lebih besar dari peningkatan tahun 2005 (7,4 persen). Tingginya pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun 2006 juga meningkatkan harga komoditi di pasar internasional. Harga ekspor komoditi nonmigas pada tahun 2006 meningkat sebesar 28,4 persen; jauh lebih tinggi dibandingkan peningkatan tahun 2005 (10,3 persen). Tingginya pertumbuhan ekonomi dunia meningkatkan permintaan akan minyak mentah dunia. Harga spot harian West Texas Intermediate (WTI) sempat mencapai lebih dari USD 75 per barel pada bulan Agustus 2006. Memasuki tahun 2007, harga minyak mentah dunia sempat menurun dan meningkat kembali antara lain karena permintaan yang tetap tinggi, komitmen OPEC yang cukup kuat untuk mengendalikan produksi, gangguan produksi di Nigeria, menurunnya cadangan minyak di beberapa negara maju, dan kekuatiran adanya badai di kawasan Amerika. Rata-rata harian harga spot WTI pada bulan Juli 2007 mencapai USD 74,2 per barel dan dalam tujuh bulan pertama tahun 2007 mencapai USD 63,3 per barel. Meskipun masih lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun 2006, harga minyak mentah dunia menunjukkan kecenderungan yang tetap tinggi. Dalam pada itu kesenjangan global masih lebar. Pertumbuhan ekonomi AS yang didorong oleh kebijakan moneter dan fiskal yang longgar selama beberapa tahun terakhir telah meningkatkan defisit neraca transaksi berjalan AS. Sejak tahun 2001, defisit transaksi berjalan AS meningkat masing-masing dari 3,8 persen PDB pada tahun 2001 menjadi 6,5 persen PDB pada tahun 2005. Dalam tahun 2006, defisit transaksi berjalannya mencapai USD 856,7 miliar (6,5 persen PDB). Upaya untuk mengurangi defisit transaksi berjalan AS dilakukan dengan mengendalikan defisit anggarannya. Pada tahun 2005 dan 2006 defisit anggaran AS menurun menjadi 2,6 persen dan 1,6 persen PDB; lebih rendah dibandingkan tahun 2003 (3,6 persen PDB). 35-3

Perekonomian dunia yang tumbuh tinggi berpengaruh terhadap bursa saham global. Pada akhir Juni 2007, Indeks Dow Jones di New York, Indeks Nikkei di Jepang, Indeks Strait Times di Singapura, dan Indeks Hang Seng di Hongkong meningkat masingmasing sebesar 22,4 persen, 19,9 persen, 50,2 persen dan 37,0 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2006. Dorongan terhadap bursa saham global juga disertai dengan resiko munculnya sentimen negatif. Pada pertengahan Mei 2006 terjadi gejolak pada bursa saham global dan nilai tukar mata uang di beberapa negara, termasuk Indonesia yang didorong oleh gejolak modal jangka pendek yang terjadi di Turki dan Brasil. Memasuki tahun 2007, terjadi beberapa sentimen negatif regional antara lain rencana pemberlakuan pengendalian modal jangka pendek di Thailand menjelang akhir tahun 2006, gejolak bursa saham di China pada bulan Maret 2007, dan meningkatnya kekuatiran kredit macet di AS menjelang akhir Juli 2007. Kebijakan moneter AS tetap netral dan negara-negara lainnya mulai berhati-hati dengan meningkatnya inflasi global. Sejak pertengahan tahun 2004, suku bunga Fed Funds dinaikkan secara bertahap sebanyak 17 kali hingga menjadi 5,25 persen pada akhir Juni 2006. Sampai dengan Juli 2007, kebijakan suku bunga AS dipertahankan tetap netral. Tingginya harga minyak mentah dunia dan harga komoditi dunia memberi tekanan inflasi pada berbagai negara dan mendorong bank sentral di beberapa negara berhati-hati dan meningkatkan suku bunganya. Dalam keseluruhan tahun 2007, pertumbuhan ekonomi dunia diperkirakan tetap tinggi didorong oleh perekonomian Asia yang digerakkan oleh China, India, dan negara-negara emerging market lainnya. Disamping pengaruhnya yang positif bagi perekonomian nasional, pertumbuhan ekonomi dunia yang tinggi tersebut tetap membutuhkan kehati-hatian dengan resiko ketidakstabilan yang kemungkinan timbul. II. Moneter, Perbankan, dan Pasar Modal Upaya untuk meningkatkan stabilitas ekonomi yang bergejolak pada tahun 2005 antara lain melalui penyesuaian kebijakan moneter dan fiskal, telah memulihkan kembali 35-4

kepercayaan terhadap rupiah dan menjaga stabilitas harga barang dan jasa. Stabilitas ekonomi yang membaik selanjutnya memberi ruang bagi penurunan suku bunga, mendorong kembali penyaluran kredit perbankan, dan meningkatkan kinerja bursa saham Indonesia. Setelah sempat melemah pada pertengahan bulan Mei 2006 oleh pengaruh regional, nilai tukar rupiah kembali menguat dan stabil pada rentang Rp9.000 Rp9.200 per USD hingga akhir tahun 2006. Surplus neraca transaksi berjalan, masuknya arus masuk modal jangka pendek, dan masih menariknya nilai imbal hasil rupiah menguatkan kembali nilai tukar rupiah. Dalam keseluruhan tahun 2006, rata-rata nilai tukar rupiah harian tercatat Rp9.168 per USD. Memasuki tahun 2007, nilai tukar rupiah tetap terjaga. Dalam tujuh bulan pertama tahun 2007, rata-rata nilai tukar rupiah sebesar Rp9.041 per USD. Menjelang akhir bulan Juli 2007, nilai tukar rupiah melemah disebabkan oleh gejolak global yang dipicu oleh kekuatiran meluasnya kredit macet di AS. Pelemahan nilai tukar rupiah ini tetap berada dalam batas yang wajar dan bersifat sementara. Dengan kebijakan moneter yang terarah didukung oleh fundamental ekonomi yang lebih baik, kepercayaan terhadap rupiah tetap terjaga. Pergerakan nilai tukar rupiah yang terjaga turut berperan dalam mengendalikan laju inflasi. Sejak bulan Oktober 2006, laju inflasi tahunan menurun menjadi satu digit dengan tidak lagi mencakup bulan kenaikan BBM (Oktober 2005). Dalam keseluruhan tahun 2006, laju inflasi mencapai 6,6 persen. Upaya-upaya untuk mengendalikan laju inflasi dalam tahun 2007 terus dilanjutkan. Pada bulan Juli 2007, laju inflasi tahun kalender (Januari Juli) 2007 terjaga sebesar 2,8 persen atau 6,1 persen dibandingkan bulan yang sama tahun sebelumnya. Terkendalinya laju inflasi serta terjaganya pergerakan nilai tukar rupiah memberi ruang bagi penurunan suku bunga untuk mendorong perkonomian. Sejak bulan Mei 2006, BI rate diturunkan sebesar 450 bps secara bertahap (13 kali) dari 12,75 persen menjadi 9,75 persen pada akhir tahun 2006 dan kemudian menjadi 8,25 persen pada bulan Juli 2007. 35-5

Suku bunga simpanan dan kredit menurun sejalan dengan penurunan suku bunga acuan. Suku bunga deposito 1 bulan dan 3 bulan turun dari 12,0 persen dan 11,8 persen pada akhir tahun 2005 menjadi 9,0 persen dan 9,7 persen pada akhir tahun 2006 serta menjadi 7,5 persen dan 7,9 persen pada bulan Juni 2007. Suku bunga kredit investasi, modal kerja masing-masing turun dari 15,7 persen dan 16,2 persen pada akhir tahun 2005 menjadi 15,1 persen dan 15,1 persen pada akhir tahun 2006 kemudian menjadi 14,0 persen dan 13,1 persen pada bulan Juni 2007. Membaiknya kepercayaan masyarakat terhadap prospek ekonomi nasional telah meningkatkan kinerja pasar modal. Pada akhir tahun 2006 Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Jakarta (BEJ) ditutup pada tingkat 1.805,5 atau meningkat 55,3 persen dibandingkan akhir tahun 2005. Peningkatan terus berlanjut hingga tujuh bulan pertama tahun 2007. Pada akhir Juli 2007, IHSG di BEJ meningkat menjadi 2.348,7 atau naik 30,1 persen dibandingkan akhir tahun 2006. Pada awal-awal bulan Agustus 2007, IHSG melemah dipicu oleh kekuatiran meluasnya pengaruh kredit perumahan AS. Pelemahan ini bersifat sementara dan secara keseluruhan kinerja bursa saham Indonesia menunjukkan peningkatan yang baik. Kepercayaan masyarakat terhadap perbankan nasional tetap terjaga. Penghimpunan dana masyarakat hingga bulan Desember 2006 meningkat menjadi Rp1.298,8 triliun atau naik 14,5 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Pada bulan Juni 2007, dana masyarakat yang dihimpun oleh perbankan mencapai Rp1.363,8 triliun atau naik 15,6 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Permodalan (capital adequacy ratio/car) perbankan nasional tetap terjaga dengan baik. Pada bulan Mei 2007, CAR terjaga pada tingkat 21,9 persen, relatif sama dengan akhir tahun 2006 (21,3 persen). Menurunnya suku bunga dan membaiknya ekspektasi terhadap perekonomian mendorong kembali penyaluran kredit perbankan. Pada bulan Juni 2007, kredit perbankan mencapai Rp855,0 triliun, atau meningkat 20,4 persen dibandingkan bulan yang sama tahun 2006. Meningkatnya penyaluran kredit perbankan ini didorong secara berimbang oleh kredit investasi, modal kerja, dan konsumsi. 35-6

III. Neraca Pembayaran Kondisi neraca pembayaran tetap terjaga didukung oleh lingkungan eksternal yang kondusif. Dengan kondisi neraca pembayaran yang baik tersebut, Pemerintah mempercepat pembayaran sisa utang kepada IMF. Dengan tetap menjaga kecukupan cadangan devisa, keseluruhan sisa utang yang seharusnya jatuh tempo tahun 2010 dilunasi pada bulan Juni dan Oktober 2006. Langkah Pemerintah dan Bank Indonesia tersebut memperoleh tanggapan positif dari masyarakat, lembaga internasional, dan pasar keuangan. Dalam keseluruhan tahun 2006, neraca transaksi berjalan serta neraca modal dan finansial mencatat surplus sebesar USD 10,0 miliar dan USD 2,6 miliar. Pada akhir bulan Desember 2006, cadangan devisa mencapai USD 42,6 miliar atau cukup untuk membiayai 4,5 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Pada neraca transaksi berjalan, penerimaan ekspor dalam tahun 2006 meningkat menjadi USD 103,5 miliar, terdiri dari ekspor migas sebesar USD 22,9 miliar dan ekspor nonmigas sebesar USD 80,6 miliar. Meningkatnya penerimaan ekspor nonmigas didorong oleh kenaikan harga dunia serta volume komoditi ekspor nasional. Sementara itu pengeluaran impor mencapai USD 73,9 miliar, terdiri impor migas dan impor nonmigas masing-masing sebesar USD 16,2 miliar dan USD 57,7 miliar. Dengan defisit neraca jasa-jasa (termasuk pendapatan dan transfer) yang mencapai USD 19,7 miliar, surplus neraca transaksi berjalan mencapai USD 10,0 miliar. Sementara itu surplus neraca modal dan finansial terutama didorong oleh investasi langsung asing dan portofolio. Investasi langsung asing di Indonesia dalam tahun 2006 berjumlah USD 5,6 miliar terutama disumbang oleh tambahan modal dan pendapatan yang ditanamkan kembali sebesar USD 5,3 miliar. Adapun investasi portofolio mengalami surplus sebesar USD 4,1 miliar terutama disumbang oleh penerbitan obligasi/surat berharga antara lain Surat Berharga Negara (SBN) internasional sebesar nominal USD 2,0 miliar. Defisit investasi lainnya mengalami penurunan yang cukup besar menjadi USD 4,8 miliar dengan menurunnya penempatan aset 35-7

di luar negeri. Dengan perkembangan ini, pada tahun 2006 neraca modal dan finansial mengalami surplus USD 2,6 miliar. Pada semester I/2007, kinerja ekspor tetap terjaga dengan penerimaan ekspor sebesar USD 55,9 miliar, terdiri dari ekspor migas sebesar USD 10,6 miliar dan ekspor nonmigas sebesar USD 45,3 miliar. Sementara itu pengeluaran impor mencapai USD 39,9 miliar, terdiri dari impor migas dan impor nonmigas masing-masing sebesar USD 8,2 miliar dan USD 31,7 miliar. Dengan defisit neraca jasa-jasa (termasuk pendapatan dan transfer) mencapai USD 10,9 miliar, surplus neraca transaksi berjalan mencapai USD 5,1 miliar. Kondisi neraca modal dan finansial dalam semester I/2007 ditandai dengan masih tingginya arus investasi jangka pendek (portofolio) dan terbatasnya investasi jangka panjang (FDI). Investasi portfolio mengalami surplus USD 7,9 miliar; sedangkan investasi langsung asing (neto) mengalami surplus USD 0,9 miliar. Investasi lainnya mengalami defisit sebesar USD 4,9 miliar antara lain oleh pembayaran utang luar negeri swasta dan pemerintah yang jatuh tempo masing-masing sebesar USD 3,7 miliar dan USD 2,9 miliar. Dalam semester I/2007, neraca modal dan finansial mencatat surplus sebesar USD 4,0 miliar. Surplus neraca transaksi berjalan serta transaksi modal dan finansial dalam semester I/2007 memperkuat kondisi neraca pembayaran. Surplus neraca pembayaran mencapai USD 8,0 miliar sehingga cadangan devisa pada akhir semester I/2007 meningkat menjadi USD 50,9 miliar atau atau cukup untuk membiayai 5,2 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Pada akhir bulan Juli 2007, cadangan devisa meningkat hingga mencapai USD 51,9 miliar. IV. Keuangan Negara Dalam tahun 2006, kebijakan keuangan negara diarahkan untuk memberi stimulus pada pertumbuhan ekonomi bagi perluasan penciptaan lapangan kerja dan penurunan kemiskinan dengan tetap mempertimbangkan kesinambungan fiskal. Konsolidasi fiskal 35-8

dilakukan melalui peningkatan penerimaan negara terutama penerimaan perpajakan, peningkatan efektivitas pengeluaran negara melalui penajaman alokasi belanja negara, serta pengurangan ketergantungan terhadap pembiayaan luar negeri. Di sisi penerimaan negara, langkah-langkah untuk meningkatkan penerimaan pajak terus dilakukan. Pada tahun 2006, keseluruhan penerimaan negara dan hibah mencapai Rp638,0 triliun, meningkat dibandingkan tahun 2005 (Rp495,2 triliun). Peningkatan tersebut terutama bersumber dari penerimaan pajak yang mencapai Rp409,2 triliun dan penerimaan bukan pajak yang mencapai Rp 227,0 triliun. Di sisi belanja negara, kebijakan diarahkan untuk memperbaiki pelayanan umum melalui belanja ke daerah, kesejahteraan pegawai, dan membiayai pembangunan. Dalam tahun 2006, pengeluaran negara mencapai Rp667,1 triliun atau meningkat dibandingkan tahun 2005 (Rp509,6 triliun). Peningkatan tersebut terutama berupa belanja ke daerah yang naik menjadi Rp226,2 triliun dari Rp150,5 triliun pada tahun sebelumnya. Adapun pengeluaran pemerintah pusat mencapai Rp440,0 triliun, meningkat dibandingkan tahun 2005 (Rp361,2 triliun). Peningkatan belanja pemerintah pusat terutama diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan aparatur negara dan investasi pemerintah. Belanja modal yang merupakan investasi pemerintah ditingkatkan menjadi Rp55,0 triliun, lebih tinggi dibandingkan tahun 2005 (Rp32,9 triliun). Dengan perkembangan tersebut, defisit anggaran pada tahun 2006 tetap terjaga pada batas yang aman yaitu 0,9 persen PDB. Dalam tahun 2007, kebijakan keuangan negara tetap ditekankan pada upaya mendorong pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, dan menurunkan kemiskinan dengan tetap menjaga kesinambungan fiskal. Sampai dengan semester I/2007 (per 15 Juni 2007), penerimaan perpajakan mencapai Rp188,0 triliun atau sekitar 36,9 persen dari target APBN dan penerimaan negara bukan pajak mencapai Rp72,3 triliun atau sekitar 34,3 persen dari target APBN. Sementara itu, pengeluaran negara mencapai Rp237,0 triliun yang terdiri dari belanja pemerintah pusat sebesar Rp149,6 triliun atau 29,6 persen dari target APBN dan belanja ke daerah sebesar Rp87,4 triliun atau 33,8 persen dari target APBN. 35-9

V. Pertumbuhan Ekonomi Ketidakstabilan ekonomi pada tahun 2005 yang menuntut dilakukannya penyesuaian kebijakan fiskal dan moneter berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi hingga semester I/2006. Dengan langkah-langkah yang terarah untuk mendorong perekonomian antara lain dengan pemberian stimulus fiskal, penurunan suku bunga, dan upaya-upaya untuk meningkatkan iklim investasi, sejak triwulan III/2006 kepercayaan masyarakat termasuk dunia usaha meningkat kembali. Dalam triwulan III dan IV/2006, perekonomian berturutturut tumbuh sebesar 5,9 persen dan 6,1 persen dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya. Dalam keseluruhan tahun 2006, perekonomian tumbuh 5,5 persen, sedikit lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya (5,7 persen). Pertumbuhan ekonomi tahun 2006 lebih didorong oleh konsumsi pemerintah yang tumbuh 9,6 persen dan ekspor barang dan jasa terjaga dengan peningkatan 9,2 persen untuk mengimbangi pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan investasi (pembentukan modal tetap bruto) yang melambat masing-masing menjadi 3,2 persen dan 2,9 persen. Di sisi produksi, PDB nonmigas tumbuh sebesar 6,1 persen. Sektor pertanian, industri pengolahan, serta pertambangan dan penggalian masing-masing tumbuh sebesar 3,0 persen dan 4,6 persen, dan 2,2 persen. Adapun sektor lainnya, antara lain sektor perdagangan, hotel dan restoran; keuangan; bangunan; serta pengangkutan dan komunikasi yang masing-masing tumbuh sebesar 6,1 persen; 5,6 persen; 9,0 persen; serta 13,6 persen. Upaya-upaya untuk lebih meningkatkan investasi didukung oleh suku bunga yang menurun telah meningkatkan kepercayaan masyarakat. Dalam triwulan I/2007 dan triwulan II/2007, perekonomian tumbuh berturut-turut 6,0 persen dan 6,3 persen dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya sehingga dalam semester I/2007, ekonomi tumbuh sebesar 6,1 persen dibandingkan semester yang sama tahun 2006. Dalam keseluruhan semester I/2007, selain oleh kemampuan ekspor yang meningkat, perekonomian juga didorong oleh permintaan domestik yang lebih baik dengan sumbangan investasi yang terjaga dan daya beli masyarakat yang menguat. Pada semester 35-10

I/2007, ekspor barang dan jasa tumbuh sebesar 9,4 persen, pembentukan modal tetap bruto meningkat sebesar 7,3 persen, konsumsi masyarakat naik sebesar 4,7 persen, konsumsi pemerintah tumbuh sebesar 3,9 persen; sedangkan impor barang dan jasa meningkat sebesar 7,8 persen dibandingkan semester yang sama tahun 2006. Dari sisi produksi, pertumbuhan ekonomi semester I/2007 didorong oleh sektor pertanian, pertambangan, dan industri pengolahan yang tumbuh berturut-turut sebesar 0,7 persen, 4,9 persen, dan 5,4 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2006. Adapun sektor-sektor lainnya antara lain bangunan, serta pengangkutan dan komunikasi tumbuh berturut-turut sebesar 8,6 persen, dan 11,6 persen. VI. Pengangguran dan Kemiskinan Dalam bulan Februari 2007, penurunan pengangguran terbuka terus berlanjut. Pada bulan Februari 2007, angkatan kerja berjumlah 108,13 juta, bertambah 1,74 juta orang dibandingkan bulan Agustus 2006 atau meningkat 1,85 juta orang dibandingkan bulan Februari 2006. Sementara itu, lapangan kerja baru yang tercipta bertambah sekitar 2,12 juta dibandingkan bulan Agustus 2006 atau bertambah 2,40 juta dibandingkan Februari 2006. Dengan perkembangan ini, pengangguran terbuka pada bulan Februari 2007 menurun menjadi 10,55 (9,75 persen) dari 10,93 juta orang (10,28 persen) pada bulan Agustus 2006 dan 11,10 juta (10,40 persen) pada bulan Februari 2006. Penciptaan lapangan kerja pada bulan Februari 2007 dibandingkan bulan Agustus 2006 terutama didorong oleh kegiatan musim tanam yang menyerap tenaga kerja sebesar 2,47 juta orang. Sementara itu, sektor industri pengolahan serta sektor perdagangan, hotel dan restoran menyerap tenaga kerja baru masing-masing sekitar 0,2 juta. Dalam bulan Maret 2007, jumlah penduduk miskin berkurang sebesar 2,1 juta orang. Dalam bulan Februari 2007, jumlah penduduk miskin menurun dari 39,3 juta orang (17,7 persen) pada bulan Maret 2006 menjadi 37,2 juta orang (16,6 persen) dengan garis kemiskinan 35-11

sebesar Rp166,7 ribu atau meningkat 9,7 persen dibandingkan Maret 2006. Penurunan terbesar terjadi di daerah pedesaan yaitu sebesar 1,2 juta; sedangkan di perkotaan sebesar 0,9 juta. Menurunnya jumlah penduduk miskin antara lain didukung oleh stabilitas ekonomi yang terjaga, lapangan kerja yang meningkat, serta berbagai program pembangunan yang diarahkan untuk membantu golongan masyarakat yang masih berada di bawah garis kemiskinan. 35-12

Tabel 35.1. PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO 2005 2006 2007 Trwl I Trwl II Trwl III Trwl IV Total Trwl I Trwl II Kualitas Pertumbuhan Pengangguran Terbuka Jumlah (juta orang) 11,9 11,1 - - 10,9-10,6 (% thd angkatan kerja) 11,2 10,4 - - 10,3-9,8 Kemiskinan Jumlah (juta orang) 35,1 - - - - 39,3 37,2 (% thd total penduduk) 16,0 - - - - 17,7 16,6 Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan PDB (%) 5,7 5,0 5,0 5,9 6,1 5,5 6,0 6,3 PDB per Kapita Harga Konstan 2000 (Rp ribu) 7.986 - - - - 8.316 - - Stabilitas Ekonomi Laju Inflasi (%, y-o-y) 17,1 15,7 15,3 14,6 6,6 6,6 6,5 6,1*) Nilai Tukar Nominal (Rp/USD) **) 9706 9304 9099 9121 9136 9168 9098 8972 Neraca Pembayaran Transaksi Berjalan/PDB (%) 0,1 - - - - 2,7 - - Pertumb.Ekspor Nonmigas 22,5 - - - - 20,7 22,2 20,4 (%, y-o-y) Cadangan Devisa (USD miliar) 34,7 40,1 40,1 42,4 42,6 42,6 47,2 51,9*) Keuangan Negara Keseimbangan Primer/PDB 1,8 - - - - 1,5 - - (%) Surplus/Defisit APBN/PDB -0,5 - - - - -0,9 - - (%) Penerimaan Pajak/PDB (%) 12,5 - - - - 12,3 - - *) Akhir Juli 2007 **) Rata-rata harian 35-13

Tabel 35.2 STRUKTUR EKONOMI 2005 2006 2007 Trwl I Trwl II Trwl III Trwl IV Total Trwl I Trwl II Pertumbuhan Ekonomi 5,7 5,0 5,0 5,9 6,1 5,5 6,0 6,3 Pertumbuhan PDB Sisi Pengeluaran (%) Konsumsi Masyarakat 4,0 2,9 3,0 3,0 3,8 3,2 4,7 4,7 Konsumsi Pemerintah 6,6 11,5 28,8 1,7 2,2 9,6 3,7 3,8 Investasi (PMTB) 10,8 1,1 1,1 1,3 8,2 2,9 7,7 6,9 Ekspor Barang dan Jasa 16,4 11,6 11,3 8,2 6,1 9,2 8,9 9,8 Impor Barang dan Jasa 17,1 2,8 7,5 10,1 9,7 7,6 8,4 7,2 Pertumbuhan PDB Sisi Produksi (%) Pertanian 2,7 6,4 1,5 2,2 1,8 3,0-1,1 2,4 Pertambangan dan 3,1 2,7 4,0 1,6 0,7 2,2 6,5 3,4 Penggalian Industri Pengolahan 4,6 2,9 3,7 5,9 5,9 4,6 5,3 5,5 Nonmigas 5,9 4,0 4,3 6,9 5,8 5,3 5,8 6,0 Listrik, Gas, dan Air Bersih 6,3 5,1 4,5 5,8 8,1 5,9 8,5 10,5 Konstruksi 7,4 7,4 8,7 9,3 10,4 9,0 9,4 7,8 Perdagangan, Hotel, dan 8,4 4,4 5,5 7,5 7,0 6,1 8,1 8,3 Restoran Pengangkutan dan 13,0 11,5 13,3 13,6 15,9 13,6 11,1 11,9 Komunikasi Keuangan, Real Estat, dan 6,8 5,7 5,3 4,7 6,8 5,6 7,9 7,7 Jasa Keuangan Jasa-jasa 5,0 5,8 6,1 6,8 6,0 6,2 6,8 7,1 Peranan terhadap PDB (%) Pertanian 13,1 13,6 13,0 13,6 11,5 12,9 13,7 13,7 Industri Pengolahan 27,7 28,0 28,1 27,7 28,4 28,1 27,7 27,7 Nonmigas 22,7 22,7 22,7 22,7 23,2 22,8 23,2 23,1 Lainnya 59,2 58,4 58,9 58,6 60,1 59,1 58,6 58,6 Tenaga Kerja Kesempatan Kerja (juta org) 94,0 95,2 - - 95,5-97,6 Pertanian 41,3 42,3 - - 40,1-42,6 Industri Pengolahan 11,9 11,6 - - 11,9-12,1 Lainnya 40,7 41,3 - - 43,4-42,9 Pengangguran Terbuka Jumlah (juta orang) 11,9 11,1 - - 10,9-10,6 % thd angkatan kerja 11,2 10,4 - - 10,3-9,8 Setengah Menganggur Jumlah (juta orang) 28,9 29,9 - - 29,1-30,2 % thd penduduk bekerja 30,8 31,4 - - 30,5-31,0 35-14

35-15

Tabel 35.3 NERACA PEMBAYARAN (USD Miliar) 2005 2006 2007*) Trwl I Trwl II Trwl III Trwl IV Total Trwl I Trwl II Ekspor 87,0 23,3 25,5 27,6 27,2 103,5 26,8 29,1 Migas 20,2 5,5 5,9 6,0 5,5 22,9 5,1 5,5 Nonmigas 66,8 17,8 19,6 21,6 21,6 80,6 21,7 23,6 Impor -69,5-16,6-18,5-19,0-19,8-73,9-18,8-21,1 Migas -16,0-3,0-4,7-4,7-3,8-16,2-3,7-4,5 Nonmigas -53,4-13,6-13,8-14,4-16,0-57,7-15,1-16,6 Jasa-jasa -17,3-3,9-5,3-5,1-5,4-19,7-4,9-6,0 Pmbyrn Bunga Pinj. -2,3-0,4-0,8-0,3-0,8-2,2-0,4-0,8 Pemerintah Transaksi Berjalan 0,3 2,8 1,7 3,5 1,9 10,0 3,1 2,0 Neraca Modal dan Finansial 0,3 2,3 0,0-1,2 1,5 2,6 1,9 2,1 Neraca Modal 0,3 0,1 0,0 0,1 0,1 0,4 0,0 0,1 Neraca Finansial 0,0 2,2-0,0-1,3 1,3 2,2 1,9 1,9 Investasi Langsung Asing 5,3 0,7 0,6-0,0 1,6 2,9 0,1 0,8 Abroad -3,1-0,7-0,5-1,3-0,2-2,7-1,0-0,9 In Indonesia 8,3 1,3 1,1 1,3 1,8 5,6 1,2 1,7 Portofolio 4,2 3,7-1,1 0,2 1,3 4,1 2,8 5,1 Aset swasta -1,1-0,4-0,4-0,3-0,8-1,9-0,3-0,4 Liabilities 5,3 4,1-0,7 0,5 2,1 6,1 3,1 5,5 Pemerintah dan BI 4,8 4,0-1,1 0,5 1,1 4,5 2,5 4,2 Swasta 0,4 0,1 0,4 0,1 1,0 1,6 0,5 1,4 Lainnya -9,5-2,2 0,5-1,5-1,6-4,8-1,0-3,9 Aset swasta -8,6-1,6 1,5-0,5-2,0-2,6-0,6-3,0 Liabilities -0,8-0,6-0,9-1,0 0,3-2,2-0,4-0,9 Pemerintah dan BI -0,8-0,9-0,9-0,8 0,1-2,5-0,6-1,5 Swasta 0,0 0,3-0,1-0,2 0,2 0,3 0,2 0,5 Total 0,6 5,1 1,7 2,3 3,4 12,5 5,0 4,1 Selisih Perhitungan -0,2 0,7 1,6 0,3-0,7 2,0-0,6-0,5 Neraca Keseluruhan 0,4 5,8 3,4 2,6 2,7 14,5 4,4 3,6 Memorandum Item Penjadwalan Hutang 2,7 - - - - - - - Cadangan Devisa 34,7 40,1 40,1 42,4 42,6 42,6 47,2 50,9 (bulan impor & pemb. utang L.N) 4,0 4,2 4,2 4,4 4,5 4,5 4,8 5,2 Keterangan: *) Angka perkiraan sementara Bank Indonesia 35-16

Tabel 35.4 ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA Rp. Triliun 2005 2006 2007 LKPP APBN-P LKPP Rancangan APBN-P 1) % Rp. % Rp. % Rp. PDB Triliun PDB Triliun PDB Triliun Sem. I 2) % PDB Rp. Trliun A. Pendapatan Negara 495,2 17,8 659,1 21,1 638,0 19,1 684,5 18,0 260,6 dan Hibah I. Penerimaan Dalam 493,9 17,7 654,9 21,0 636,2 19,1 681,8 17,9 260,3 Negeri 1. Penerimaan 347,0 12,5 425,1 13,6 409,2 12,3 489,9 12,9 188,0 Perpajakan 2. Penerimaan 146,9 5,3 229,8 7,4 227,0 6,8 191,9 5,0 72,3 Bukan Pajak II. Hibah 1,3 0,0 4,2 0,1 1,8 0,1 2,7 0,1 0,3 B. Belanja Negara 509,6 18,3 699,1 22,4 667,1 20,0 746,4 19,6 237,0 I. Belanja Pemerintah Pusat - o/w Subsidi BBM II. Belanja Pemerintah Daerah 361,2 13,0 478,2 15,3 440,0 13,2 493,9 13,0 149,6 104,8 3,8 62,7 2,0 64,2 1,9 56,4 1,5 26,3 150,5 5,4 220,8 7,1 226,2 6,8 252,5 6,6 87,4 C. Keseimbangan Primer 50,8 1,8 42,5 1,4 49,9 1,5 24,3 0,6 60,7 D. Surplus/Defisit Angggaran -14,4-0,5-39,9-1,3-29,1-0,9-62,0-1,6 23,6 E. Pembiayaan 11,1 0,4 39,9 1,3 29,4 0,9 62,0 1,6 8,6 I. Pembiayaan Dalam Negeri II. Pembiayaan Luar Negeri 21,4 0,8 55,3 1,8 56,0 1,7 74,6 2,0 29,8-10,3-0,4-15,3-0,5-26,6-0,8-12,6-0,3-21,2 Kelebihan/Kekurangan Anggaran -3,3-0,1 0,0 0,0 0,3 0,0 0,0 0,0 32,2 1) Menggunakan PDB dengan basis perhitungan realisasi PDB tahun 2006 2) Realiasi sampai dengan 15 Juni 2007 35-17