BERBAGAI MACAM GUNUNGAN DALAM UPACARA GAREBEG (GREBEG) DI KERATON YOGYAKARTA. Theresiana Ani Larasati

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Danandjaja (dalam Maryaeni 2005) mengatakan bahwa kebudayaan daerah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Sejarah Singkat Berdirinya Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat

BAB I PENDAHULUAN. memberikan manfaat bagi masyarakat pada sebuah destinasi. Keberhasilan

Written by Administrator Monday, 14 September :25 - Last Updated Monday, 14 September :28

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan

ANALISIS MATERI SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM MADRASAH TSANAWIYAH KELAS IX

TRADISI NYADRAN DI DESA GROGOLAN, KEC. NOGOSARI, KAB. BOYOLALI

SULAWESI TENGAH. Elly Lasmanawati

Desain Penjor, Keindahan Yang Mewarnai Perayaan Galungan & Kuningan

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

ASPEK PENDIDIKAN NILAI RELIGIUS DALAM PELAKSANAAN TRADISI MERON (Studi Kasus di desa Sukolilo Kecamatan Sukolilo Kabupaten Pati) NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh dan berkembang seiring dengan perkembangan jaman. Kesenian tradisional pada

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

BAB I PENDAHULUAN. fermentasi tercapai, sehingga harus segera dikonsumsi (Hidayat, 2006).

Nilai Estetis Pada Kemasan Makanan Tradisional Yogyakarta

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Kehidupan manusia baik sebagai makhluk individu maupun makhluk sosial

MADURA. Dra. Elly lasmanawati.msi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. budaya sebagai warisan dari nenek moyang. Sebagaimana disebutkan dalam pasal

BAB I PENDAHULUAN. kata songket. Tanjung Pura Langkat merupakan pusat Pemerintahan Kesultanan

MUSEUM KARETA KARATON NGAYOGYAKARTA. Theresiana Ani Larasati

1. Membilang banyaknya benda dari 1 sampai dengan 10

BENTUK, UKURAN, DAN WARNA TANDA PENGHARGAAN BELA NEGARA BERBENTUK MEDALI. Sebuah Medali berbentuk lingkaran dibuat dari tembaga disepuh emas.

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PAKAIAN DINAS PEGAWAI WALIKOTA YOGYAKARTA,

BAB V PENUTUP. ditarik kesimpulan bahwa Pesan Non Verbal dalam Upacara Adat Grebek Sekaten

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat sudah dilanda dengan modernitas. Hal ini menyebabkan kebudayaan

tumbuhan di sekitar pelajaran 8

DAFTAR ISI. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengolahan dan Analisis Data Hasil Penelitian B. Pembahasan Hasil Penelitian...

A : JHONI ILMU PENGETAHUAN ALAM IV IPA SD KELAS IV

MUSEUM AFFANDI YOGYAKARTA

Gambar 6 Gelungan Telek dari Banjar Kawan Foto: Ayu Herliana, 20011

Ombak 16 batang. Patah beras dan tali air. Umpak ayam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tari Putri Asrini, 2013

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DPRD KABUPATEN PANGANDARAN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG LAMBANG DPRD KABUPATEN PANGANDARAN

Untung Besar Modal Kecil. dari Bisnis. Jajanan Tradisional

Written by Anin Rumah Batik Tuesday, 06 November :59 - Last Updated Tuesday, 06 November :10

Bab 5. Ringkasan. Temari adalah simbol perfeksionisme di Jepang. Temari kerap diberikan sebagai

RESEP KUE TALAM BESERTA TIPS dan VARIASINYA

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN DESAIN

BUPATI BENER MERIAH QANUN KABUPATEN BENER MERIAH NOMOR : 15 TAHUN 2005 T E N T A N G LAMBANG DAERAH KABUPATEN BENER MERIAH

Yogyakarta, 18 September LEMBARAN DAERAH TINGKAT II YOGYAKARTA (Berita Resmi Daerah Tingkat II Yogyakarta) Nomor 7 Tahun 1980 Seri C

HARGA BAHAN PANGAN POKOK DI TINGKAT KONSUMEN

BAB 2 DATA DAN ANALISA

KESIMPULAN. Berdasarkan keseluruhan uraian dapat disimpulkan. penemuan penelitian sebagai berikut. Pertama, penulisan atau

NOMOR : 12 TAHUN 2010

BAB IV HASIL KERJA PRAKTEK

Master Menu Rumah Sakit (siklus 10 hari) Hari ke-1 Porsi. Nasi merah Sop kacang merah. Sate jamur Empal genthong. Capcay basah Sate pusut tempe

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

KEPALA BADAN SAR NASIONAL

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 69 TAHUN 2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Makanan tradisional merupakan wujud budaya yang berciri kedaerahan,

Pernahkah kamu mengunjungi Kraton Yogyakarta? Jika sudah, pernahkan kamu melihat bangunan dan benda dibawah ini?

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU

Republik Indonesia. SURVEI HARGA PEDESAAN Subsektor Tanaman Hortikultura (Metode NP)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. adalah salah satu tekstil tradisi yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi

TRADISI THEDAK SITEN JAWA DALAM PENGEMBANGAN KARAKTER. Andi Wete Polili Mahasiswa Program Doktor Linguistik FIB USU

TRADISI NGABEKTEN DI KRATON YOGYAKARTA Oleh: Ernawati Purwaningsih

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kecamatan Teluk Betung Timur. Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 04 Tahun 2012, tentang

PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG PAKAIAN DINAS PEGAWAI NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN TANGERANG

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... ABSTRAK... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... BAB I PENDAHULUAN...

BAB II SENI TARI DAN UNSUR VISUAL

D. Sejarah Pacu Jalur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era modern saat ini sangat jarang terlihat rumah-rumah tradisional

NGOPI SEPULUH EWU. Ide festival ini terinspirasi dari kebiasaan minum kopi warga Kemiren, yakni tradisi ngopi bareng.

Upacara Kelahiran dan Masa Bayi

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 45 Tahun : 2016

BAB II GAMBARAN UMUM MASYARAKAT MELAYU BATANG KUIS. merupakan sebuah kecamatan yang termasuk ke dalam bagian Kabupaten Deli

Kuisioner Penelitian. Hubungan Pola Makan dengan Status Gizi Anak Kelas IV dan V di SDN Panunggangan 1

Pewayangan Pada Desain Undangan. Yulia Ardiani Staff UPT. Teknologi Informasi Dan Komunikasi Institut Seni Indonesia Denpasar.

MODEL, BENTUK, PENGGUNAAN, UKURAN, ATRIBUT, DAN KELENGKAPAN PAKAIAN DINAS PEGAWAI DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS TERNAK JALAK SUREN

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

BAB VI CIREBON SEPENINGGAL SUNAN GUNUNG JATI. pada tahun 1448 M, wafat pada 1568 M dalam usia 120 tahun. 1

BAB I PENDAHULUAN. Tumbuhan merupakan salah satu jenis makhluk hidup yang ada di alam

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang memiliki tradisi dan hasil budaya yang

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA

BAB I PENDAHULUAN. familiar, selain familiar dodol juga terasa enak dan banyak macamnya. Di

RANCANG BANGUN ALAT PENGUPAS KULIT BIJI MELINJO UNTUK PENGEMBANGAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH DI DESA MESOYI KECAMATAN TALUN KABUPATEN PEKALONGAN

Pengaruh Kepemimpinan Keraton pada Arsitektur Masjid Agung Surakarta

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. bujur timur. Wilayahnya sangat strategis karena dilewati Jalur Pantai Utara yang

YAYASAN PAMULANGAN BEKSA SASMINTA MARDAWA. Theresiana Ani Larasati

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN PARADIGMA. Tinjauan pustaka dilakukan untuk menyeleksi masalah-masalah yang akan

A. Struktur Akar dan Fungsinya

PELATIHAN PEMBUATAN HANTARAN PENGANTIN SEBAGAI UPAYA PEMANFAATAN WAKTU LUANG BAGI IBU RUMAH TANGGA DI DUSUN COKROBEDOG

Teknik dasar BATIK TULIS

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, Tempat dan Waktu Penelitian. dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan bernilai gizi tinggi seperti kacang

LAMPIRAN 1. Tanda tangan,

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PEMALANG

Operasi Hitung Pecahan

A. LATIHAN SOAL UNTUK KELAS 9A

BUPATI KEDIRI PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI KEDIRI NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 5 TAHUN 1996

SIMBOL SIMBOL KEBUDAYAAN SUKU ASMAT

BAB VIII JAJANAN SEBAGAI PENDUKUNG STATUS GIZI. A. Jajanan Sebagai Asupan Makanan Balita

1 I Made Bandem, Ensiklopedi Tari Bali, op.cit., p.55.

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA Dan BUPATI KAYONG UTARA MEMUTUSKAN :

BAB IV KONSEP PERANCANGAN

Transkripsi:

BERBAGAI MACAM GUNUNGAN DALAM UPACARA GAREBEG (GREBEG) DI KERATON YOGYAKARTA Theresiana Ani Larasati Keraton Yogyakarta setiap tahun menyelenggarakan tiga kali upacara garebeg, yaitu: Garebeg Maulud, Garebeg Syawal/Grebeg Puasa, dan Garebeg Besar. Garebeg merupakan suatu upacara kerajaan yang melibatkan seisi keraton, segenap aparat kerajaan; dari yang berpangkat tinggi sampai rendah, melibatkan seluruh lapisan masyarakat, dan pada masa dahulu mengharuskan para pembesar kolonial berperan serta (Soelarto, 1982). Kata garebeg berasal dari kata gumrebeg yang memiliki filosofi sifat riuh, ribut, dan ramai (htpp://kotajogja.com/wisata/index/grebeg-sekaten). Pada awalnya, penyelenggaraan upacara garebeg merupakan media dakwah agama Islam, sebagai peringatan terhadap hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Gagasan penyelenggaraan acara tersebut dikemukakan oleh para wali dan disetujui oleh Raja Demak. Cara tersebut ditempuh karena adanya kesadaran akan realita bahwa tradisi lama pada agama Hindu dan Budha tidak dapat serta merta dihapuskan begitu saja. Oleh karena itu, penyiaran agama Islam menyesuaikan dengan kebudayaan yang sudah ada agar dapat diterima. Pada perkembangan selanjutnya, upacara garebeg selalu dilakukan oleh penerus kerajaan Demak, termasuk Keraton Yogyakarta. Upacara garebeg di Keraton Yogyakarta sudah dilaksanakan sejak masa pemerintahan Hamengku Buwono I. Upacara tersebut bersifat keagamaan, sekaligus menunjukkan kemusliman seorang Sultan di Yogyakarta, sesuai dengan gelarnya Ngabdurrahman Sayidin Panotogomo Kalifatullah. Dalam penyelenggaraannya, upacara garebeg telah mengalami banyak perubahan, disebabkan perkembangan posisi keraton serta politik yang terjadi. Upacara Garebeg Maulud diselenggarakan setiap bulan Maulud atau pada tanggal 12 Rabiulawal. Tanggal tersebut merupakan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Tradisi memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW muncul setelah agama Islam berkembang di Pulau Jawa. Upacara Garebeg Maulud tersebut berkaitan dengan Upacara Sekaten. 1

Upacara Sekaten merupakan perayaan yang dilaksanakan 7 hari berturut-turut sebelum garebeg dilaksanakan, dan berakhir pada tanggal 11 Rabiulawal. Upacara Sekaten mempunyai tahapan: 1) membunyikan gamelan pusaka Kyai Gunturmadu dan Kyai Nagawilaga pertama kali, sebagai tanda bahwa upacara Sekaten dimulai, 2) pemindahan gamelan Sekaten dari Keraton ke Masjid Besar, di pagongan sebelah utara dan selatan, 3) Sri Sultan dan pengiringnya hadir di Masjid Besar untuk mendengarkan pembacaan riwayat Maulid Nabi Muhammad SAW, dan 4) dikembalikannya gamelan Sekaten ke Keraton sebagai tanda selesainya upacara Sekaten (Soelarto, 1982). Selanjutnya, pada tanggal 12 Rabiulawal dilaksanakan Upacara Garebeg Maulud. Rangkaian upacara tersebut meliputi beberapa tahapan. Diawali dengan upacara gladi yang dibagi menjadi dua, yaitu gladi reged dan gladi resik. Gladi reged dilaksanakan selama 8 hari (tanggal 1-8 Rabiulawal). Gladi reged dilaksanakan oleh 800 orang prajurit yang berlatih untuk gelar upacara garebeg. Adapun gladi resik dilaksanakan pada tanggal 10 Rabiulawal. Rangkaian atau tahapan yang lain adalah Upacara Numplak Wajik yang diselenggarakan pada tanggal 8 Rabiulawal, bertempat di Pawon Ageng yang terletak di halaman Bangsal Kemagangan. Rangkaian terakhir yang merupakan puncak acara, yaitu Upacara Garebeg Maulud, yang dilaksanakan pada tanggal 12 Rabiulawal. Upacara Garebeg Maulud selalu identik dengan gunungan. Gunungan merupakan sebutan untuk kumpulan makanan atau bahan makanan yang disusun sedemikian rupa hingga menyerupai gunung, dan pada saatnya akan dibawa keluar untuk diperebutkan masyarakat. Kata gunungan memiliki filosofi dan simbol dari kemakmuran yang kemudian dibagikan kepada rakyat. Gunungan merupakan simbol kemakmuran mewakili keberadaan manusia yang terdiri dari laki-laki dan perempuan. Gunungan merupakan representasi dari hasil bumi (sayur dan buah) serta jajanan (rengginan). Ada beberapa macam gunungan, dan setiap gunungan mempunyai ciri tersendiri. Ciri tersebut meliputi bahan makanan dan bentuk yang berlainan antar masing-masing gunungan. Beberapa jenis gunungan meliputi: 1) Gunungan Jaler (Pria), 2) Gunungan Estri (Perempuan), 3) Gunungan Darat, 4) Gunungan Gepak, 5) Gunungan Pawuhan, dan 6) Gunungan Picisan. Gunungan-gunungan tersebut diusung oleh para abdi dalem yang menggunakan pakaian dan peci berwarna merah marun, dan berkain batik biru tua, bermotif lingkaran 2

putih dengan gambar bunga di tengah lingkarannya. Semua abidi dalem tersebut berjalan tanpa menggunakan alas kaki alias nyeker. Gunungan Jaler (laki-laki); gunungan ini dibagi menjadi dua, yaitu bagian atas dan bawah. Pada bagian atas terdiri dari mustaka yang dibuat dari baderan, kemudian di bawahnya merupakan bendul. Baderan adalah makanan yang dibuat dari beras ketan yang dibentuk menyerupai ikan bader. Dalam pembuatannya menggunakan alat bantu yang dibuat dari kayu randu sepanjang 50 centimeter. Adapun bendul adalah makanan yang dibuat dari tepung beras ketan. Sesuai dengan namanya, makanan ini berbentuk bendul atau bulat. Di bagian tengahnya diberi bambu sepanjang 4 centimeter dan tangkai. Baderan dan bendul diikat di bagian paling atas, kemudian di bagian bawahnya dipasang rangkaian telur rebus secara melingkar. Pada bagian tubuh diberi tangkilan kacang sampai ke bawah, dan paling bawah diberi pelokan, yaitu berupa telur dadar. Tangkilan kacang adalah rangkaian yang terdiri dari kacang panjang, cabai merah, cabai hijau, dan kucu, yang semuanya diikat dan diberi tangkai. Gunungan Jaler tersebut berbentuk kerucut yang tingginya mencapai 2 meter, adapun gunungan ini melambangkan diri raja. Gunungan Estri (perempuan); merupakan gunungan yang berbentuk seperti kerucut terbalik, di bagian atasnya dibentuk kerucut yang melebar atau tumpul. Bentuk gunungan estri di bagian atas (mustaka) menyerupai gunungan dalam wayang, yang di sekitarnya dihiasi dengan ilat-ilatan yang berjumlah 60 buah. Di bawah ilat-ilatan diletakkan upil-upilan yang berwarna-warni, kemudian tlapukan beraneka warna pula yang melingkari gunungan. Di bagian bawah tlapukan disusun rengginan sampai memenuhi kerucut bagian atas tersebut. Untuk menambah nilai keindahan pada bagian atas dari gunungan estri tersebut ditambahkan betetan dan ole-ole. Pada bagian tubuh gunungan estri seluruhnya dibalut menggunakan kulit pohon pisang yang disusun melingkar tegak. Kemudian bagian luar dari kulit pohon pisang dihiasi dengan eblek dan tedeng yang disusun menggantung. Di bagian dasar gunungan diletakkan wajik sebakul hingga penuh dan menutupi area tersebut. Gunungan estri tersebut melambangkan diri permaisuri raja. Gunungan Darat; berbentuk seperti gunungan estri hanya bedanya pada gunungan darat tidak diletakkan di jodang, tidak berwarna hitam melainkan merah. Ilat-ilatan juga tidak berwarna hitam melainkan berwarna-warni meliputi lima warna, 3

yaitu: hitam, putih, merah, kuning, dan hijau. Pembuatan gunungan darat dimulai dari mustaka yang dihiasi oleh upil-upilan secara melingkar, makin ke bawah makin besar. Upil-upilan yang dibuat dari beras ketan, dibentuk segiempat dan dikeringkan ini disusun dari atas ke bawah dan diurutkan warnanya. Urutan warnanya mulai dari putih, merah, hijau, kuning, dan hitam. Setelah itu, dilanjutkan susunan tlapukan, yang disusun dari atas ke bawah, semakin ke bawah semakin besar. Tlapukan merupakan makanan yang dibuat dari beras ketan, kemudian dibentuk bintang enam dan dikeringkan. Susunan warna tlapukan sama seperti susunan warna upil-upilan. Di bagian bawah gunungan darat diletakkan rengginan melingkar satu baris. Untuk menghiasi gunungan darat diletakkan pula betetan sejumlah 18 buah, dan ole-ole 8 buah, diletakkan di bagian atas. Betetan merupakan makanan yang dibuat dari beras ketan yang dimasak kemudian ditumbuk sampai halus, dan dibentuk seperti paruh burung betet. Adapun ole-ole merupakan makanan yang terdiri dari jenis makanan kucu dan upil-upil, yang dirangkai pada sujen, panjangnya kurang lebih 60 centimeter. Penyelesaian bagian bawah gunungan darat sama seperti gunungan estri, badannya ditutupi kulit batang pisang yang dihiasi dengan tedeng. Mengingat gunungan ini tidak diletakkan di atas jodang, maka pada bagian tubuh gunungan dipasang tali yang cukup kuat sebagai tempat untuk memikul gunungan tersebut. Gunungan darat melambangkan diri para pangeran dan putra raja. Gunungan Gepak; berwujud seperti jodang yang terbuat dari kayu jati dicat merah tua, lengkap dengan dua batang kayu yang cukup besar dan panjang untuk memikul. Di dalam jodang tersebut diletakkan berbagai jenis makanan dan buah-buahan yang akan dibagikan kepada petugas. Berbagai jenis buah-buahan, seperti jeruk, pisang, nanas, papaya, rambutan, salak, duku, langsep, dan jambu. Disediakan pula beraneka macam pala kependhem antara lain: ubi kayu, ubi jalar, gembili, gadung, kentang, dan suwek. Tidak ketinggalan aneka macam kudapan yang dibuat dari beras, meliputi: jadah, wajik, leganda, lemper, sagon, cucur, apem, serabi, geplak, mendut, rengginan, jenang, dan beraneka ragam roti. Semua makanan tersebut dimasukkan ke dalam jodang dan dibawa ke masjid untuk diberikan kepada para petugas yang terlibat dalam upacara garebeg. Gunungan gepak melambangkan diri para putri raja. Gunungan Pawuhan; berbentuk menyerupai gunungan estri dan gunungan darat, namun ukurannya lebih kecil. Di bagian puncaknya diletakkan bendera kecil 4

berwarna putih sebagai pengganti mustaka. Di sekitarnya disusun upil-upilan melingkar dengan urutan warna mulai dari putih, merah, hijau, kuning, dan hitam. Kemudian dilanjutkan tlapukan dengan urutan warna yang sama. Setelah selesai, pada bagian paling luar diletakkan rengginan satu baris secara melingkar, kemudian dihiasi dengan betetan dan ole-ole. Pada bagian tubuhnya sama dengan gunungan estri maupun darat. Untuk hiasannya ditambahkan buntal yang dibuat dari berbagai daun, yaitu daun udan mas, cowekan, dan kembang merah yang disusun selang-seling. Gunungan Pawuhan tersebut melambangkan diri para cucu raja. Gunungan Picisan; dibentuk dari sebuah batang pisang yang panjangnya kurang lebih 30 centimeter dan garis tengahnya 15 centimeter. Di bagian puncaknya ditancapkan beberapa tangkai picisan yang diikat menjadi satu dengan tiang bendera kecil berwarna putih. Di bagian lain dihias dengan buntal dan samir berwarna kuning. Pada gunungan picisan ini tidak terdapat makanan yang menghiasinya. Sumber Pustaka: Sularto, B 1982 Upacara Tradisional Daerah Istimewa Yogyakarta. Jakarta: IDKD, Depdikbud. Internet : Grebeg Sekaten, Makna Simbolis dan Filosofis dalam Kehidupan, diunduh dari http://kotajogja.com/wisata/index/grebeg-sekaten, diunduh Jumat 22 November 2013 pukul 12.45 WIB. 5