BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi dan perdagangan bebas sekarang ini, manusia

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Pengaruh posisi persaingan..., Rahmitha, FE UI, 2009

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang disebut perdagangan internasional. Hal ini dilakukan guna memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. pesat sesuai dengan kemajuan teknologi. Dalam era globalisasi peran transportasi

BAB I PENDAHULUAN. Industri pertekstilan merupakan industri yang cukup banyak. menghasilkan devisa bagi negara. Tahun 2003 devisa ekspor yang berhasil

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik. financial openness). Keuntungan dari keterbukaan

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. sektor nonmigas lain dan migas, yaitu sebesar 63,53 % dari total ekspor. Indonesia, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.1.

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian, Semester I 2014 Ekspor Impor Neraca

I. PENDAHULUAN. (BPS 2012), dari pertanian yang terdiri dari subsektor tanaman. bahan makanan, perkebunan, perternakan, kehutanan dan perikanan.

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian

MENCERMATI KINERJA TEKSTIL INDONESIA : ANTARA POTENSI DAN PELUANG

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan

I. PENDAHULUAN. Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa

BAB I PENDAHULUAN. diinginkan tersebut atau lebih dikenal dengan perdagangan internasional.

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Kemampuan sektor pertanian dalam

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi

I. PENDAHULUAN. secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003)

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

I. PENDAHULUAN. komoditas utama penghasil serat alam untuk bahan baku industri Tekstil dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

Kinerja Ekspor Nonmigas Januari-April Lampui Target *Sinyal bahwa FTA/EPA Semakin Efektif dan Pentingnya Diversifikasi Pasar

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk

I. PENDAHULUAN. Industri tekstil bukanlah merupakan sebuah hal baru dalam sektor

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan atas sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan perdagangan internasional berawal dari adanya perbedaan

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat

BAB I PENDAHULUAN. negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian internasional, diantaranya yaitu impor. Kegiatan impor yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

I. PENDAHULUAN. Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Proses globalisasi yang bergulir dengan cepat dan didukung oleh kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya hubungan saling ketergantungan (interdependence) antara

BAB I PENDAHULUAN. Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia,

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh suatu

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. banyak kebutuhan lainnya yang menghabiskan biaya tidak sedikit. Guna. sendiri sesuai dengan keahlian masing-masing individu.

BAB I PENDAHULUAN. angka tersebut adalah empat kali dari luas daratannya. Dengan luas daerah

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan tidak sekedar di tunjukan oleh prestasi pertumbuhan ekonomi. perekonomian kearah yang lebih baik. (Mudrajad,2006:45)

1. PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari beberapa peranan sektor pertanian

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Ekspor, Impor, dan Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian Menurut Sub Sektor, 2014 Ekspor Impor Neraca

HUBUNGAN KAUSALITAS ANTARA EKSPOR NON MIGAS TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TAHUN SKRIPSI

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA PEMBUKAAN PELATIHAN SDM INDUSTRI GARMEN

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian dan perkebunan memegang peranan penting dan

BAB I PENDAHULUAN. dikatakan berhasil dalam strategi pengembangan pembangunan jika laju

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

Ekspor Nonmigas Agustus 2010 Mencapai US$ 11,8 Miliar, Tertinggi Sepanjang Sejarah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

VIII. DAYA SAING EKSPOR KARET ALAM. hanya merujuk pada ketidakmampuan individu dalam menghasilkan setiap barang

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi bukanlah merupakan hal yang baru bagi kita. Globalisasi

I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bakat, dan IPTEK beserta barang dan jasa yang dihasilkannya dapat dengan mudah

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

1. PENDAHULUAN. Tragedi serangan teroris ke gedung World Trade Center (WTC) Amerika

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu subsektor pertanian yang berpotensi untuk dijadikan andalan

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan pangan di Indonesia sangat tinggi. Menurut Amang

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya alam nabati maupun sumber daya alam mineral yang tersebar luas di

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Setiap negara di dunia ini pasti akan melakukan interaksi dengan negaranegara

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

Kondisi Perekonomian Indonesia

I. PENDAHULUAN. penyumbang devisa, kakao (Theobroma cacao) juga merupakan salah satu

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN. di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal masa pembangunan Indonesia dimulai, perdagangan luar negeri

I. PENDAHULUAN. kantong-kantong kemiskinan sebagian besar berada di sektor pertanian.

dan kelembagaan yang kegiatannya saling terkait dan saling mendukung dalam peningkatan efisiensi, sehingga terwujudnya daya saing yang kuat.

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan sangat berarti dalam upaya pemeliharaan dan kestabilan harga bahan pokok,

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting dalam

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. beras/padi. Komoditas yang memiliki nama lain Zea mays merupakan sumber

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu

Analisis Perkembangan Industri

BAB I PENDAHULUAN. hutang. Aktivitas pasar modal yang merupakan salah satu potensi perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor potensial yang memiliki peranan

BAB I PENDAHULUAN. sebelum krisis bukan tanpa hambatan. Indonesia mengalami beberapa kelemahan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan sebuah negara. Hal ini serupa dengan pendapat yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka pengembangan ekonomi daerah yang bertujuan. meningkatkan kesejahteraan masyarakat, maka pengembangan ekonomi lokal

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi dan perdagangan bebas sekarang ini, manusia dengan ide, bakat, IPTEK, beserta barang dan jasa yang dihasilkannya dapat dengan mudah melewati batas Negara. Pergerakan yang relatif bebas dari manusia, barang dan jasa yang dihasilkannya ternyata bukan hanya telah menimbulkan saling keterkaitan dan ketergantungan, tetapi juga telah menimbulkan persaingan global yang semakin ketat (Hady, 2004: 17). Analisis tentang sektor perdagangan luar negeri Indonesia selama ini terlalu didominasi oleh analisis tentang ekspor. Di satu sisi hal ini dapat dipahami karena ekspor merupakan satu-satunya andalan penghasil devisa yang berasal dari kekuatan sendiri, sehingga negara berkembang berkepentingan untuk menguasai pengetahuan tentang penghasil devisanya ini. Akan tetapi analisis impor selayaknya mendapat porsi yang seimbang dengan analisis ekspor, karena impor adalah cerminan kedaulatan ekonomi suatu negara, apakah barang dan jasa hasil dalam negeri masih menjadi tuan di negeri sendiri atau tidak (Atmadji et. al., 2004). Impor menurut golongan penggunaan barang ekonomi dibedakan atas tiga kelompok yaitu barang konsumsi, bahan baku dan barang penolong serta barang modal. Di Indonesia impor berkembang sejalan dengan perkembangan ekspor. Nilai impor Indonesia didominasi oleh impor non migas, karena impor non migas

2 sangat berkaitan dengan pertumbuhan investasi dan kegiatan industri di dalam negeri, terutama untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri yang belum dapat diproduksi dalam negeri. Impor dapat mempunyai peranan yang positif terhadap perkembangan industri di dalam negeri khususnya dan terhadap perkembangan ekonomi pada umumnya. Peranan positif impor dapat dilihat dari fungsi impor tersebut dalam perekonomian suatu negara. Fungsi impor adalah untuk pengadaan bahan kebutuhan pokok (barang konsumsi), pengadaan bahan baku bagi industri di dalam negeri, dan untuk pengadaan barang modal yang belum bisa dihasilkan sendiri di dalam negeri. Fungsi lainnya adalah untuk merintis pasaran di dalam negeri, merangsang pertumbuhan industri baru, dan perluasan industri yang sudah ada. Impor tersebut akan digunakan untuk proses industri dalam negeri dan industri yang berorientasi ekspor (Kesumajaya et. al., 2008). Berbagai masalah yang dihadapi oleh pemerintah Indonesia berkaitan dengan kegiatan impor merupakan dampak dari globalisasi yang menuntut adanya keterbukaan ekonomi suatu Negara terhadap kegiatan perdagangan antar Negara. Usaha pemerintah selama ini dalam meningkatkan industrialisasi belum berhasil mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap impor bahan baku dan penolong. Menurut Tambunan (2006), ketergantungan yang besar terhadap bahan baku dan penolong mencerminkan bahwa industri pendukung (middlestream) di Indonesia belum berkembang. Berdasarkan data, nilai impor Indonesia yang paling besar menurut penggunaannya adalah impor bahan baku/penolong kemudian diikuti oleh barang

3 modal dan barang konsumsi. Dominasi impor bahan baku/penolong selama tahun 2000-2010 terhadap impor Indonesia sebesar 76% terhadap total impor Indonesia, sedangkan impor barang konsumsi dan barang modal masing-masing sebesar 8% dan 16% dari total impor Indonesia. Keadaan ekonomi yang mulai stabil mendorong kegiatan industri di dalam negeri mulai bergairah kembali sehingga kebutuhan bahan baku/penolong semakin meningkat ditandai dengan lonjakan pada tahun 2004 hingga akhir tahun 2008. Dari total impor Indonesia selama bulan Desember tahun 2010 sebesar US$13.089,5 juta, impor bahan baku/penolong memberikan peranan terbesar 73,34% dengan nilai US$9.599,4 juta, diikuti oleh impor barang modal sebesar 19,06% dengan nilai sebesar US$2.494,8 juta, dan impor barang konsumsi sebesar 7,60% dengan nilai sebesar US$995,3 juta. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 1.1. Tabel 1.1. Perkembangan Nilai Impor Non-Migas Menurut Golongan Penggunaan Barang di Indonesia Tahun 2000-2010 Barang Bahan Baku & Barang Total Tahun Konsumsi Barang Penolong Modal Nilai Impor Pertumbuhan (Juta US$) (Juta US$) (Juta US$) (Juta US$) (%) 2000 2.719 26.019 4.777 33.515-2001 2.251 23.879 4.832 30.962-0,1 2002 2.651 24.228 4.411 31.289 1,1 2003 2.863 25.496 4.192 32.551 4,0 2004 3.787 36.204 6.534 46.525 42,9 2005 4.621 44.792 8.288 57.701 24,0 2006 4.738 47.171 9.156 61.066 5,8 2007 6.539 56.485 11.445 74.473 22,0 2008 8.304 99.493 21.401 129.197 73,5 2009 6.753 69.638 20.439 96.829-25,1 2010 9.992 98.698 26.916 135.606 40,0 Sumber: BPS

4 Sektor industri manufaktur memiliki peranan cukup vital dalam perekonomian Indonesia. Selain dapat mendorong pertumbuhan ekonomi juga mampu menjadi sumber devisa yang dapat diandalkan, memperluas kesempatan berusaha dan memberikan lapangan pekerjaan baru, menjamin kesinambungan terhadap pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat serta dapat memperbaiki keseimbangan neraca pembayaran Indonesia yang defisit akibat nilai ekspor migas yang menurun. Oleh karena itu, pemerintah terus melakukan upaya mendorong pertumbuhan industri manufaktur, tidak hanya memperhatikan kondisi dalam negeri saja tetapi juga dalam konteks perdagangan internasional. Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) di Indonesia merupakan satu dari sepuluh klaster industri yang menjadi prioritas perkembangan dalam jangka panjang. Hal tersebut tertuang pada Peraturan Presiden No. 7 tahun 2005 mengenai Rencana Pembagunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2004-2009. Perkembangan sepuluh klaster industri inti tersebut secara komprehensif dan intergratif, akan didukung oleh industri terkait (related industries) dan industri penunjang (supporting industries). Wajar jika industri TPT menjadi salah satu prioritas perkembangan industri jangka panjang karena selama ini industri TPT memainkan peran yang cukup besar terhadap perekonomian nasional. Dalam hal daya serap tenaga kerja, industri TPT menyerap tenaga kerja sebanyak 1,33 juta orang pekerja pada tahun 2009. Jumlah tersebut merupakan 10,6% dari jumlah tenaga kerja yang terserap oleh industri menufaktur yang sebanyak 12,62 juta orang.(kontan, 2011)

5 Dari sisi ekspor, komoditas TPT memiliki peran penting dalam pembentukan nilai total ekspor komoditas. Bahkan, pada saat krisis ekonomi global di tahun 2008 ekspor industri TPT masih mampu meraih surplus 5 miliar dollar AS. Kinerja ekspor Indonesia ini masih mengukuhkan Indonesia di peringkat ke-11 sebagai negara pengekspor tekstil dunia dan peringkat ke-9 sebagai Negara pengekspor pakaian jadi (garmen). Sedangkan dalam hal produksi Indonesia merupakan negara penghasil produk TPT No. 13 terbesar di dunia, nomor lima di Asia dan terbesar di Asia Tenggara. Sampai saat ini sektor industri pengolahan masih tetap menjadi kontributor tertinggi pada perekonomian (PDB) nasional. Tiga sektor utama yaitu sektor industri pengolahan, pertanian, dan perdagangan mempunyai peran sebesar 54% terhadap PDB tahun 2010. Sektor industri pengolahan memberi kontribusi sekitar 24,8%, sektor perdagangan, hotel dan restoran 13,7% dan sektor pertanian 15,3%. Untuk lebih jelasnya kontribusi nilai tambah sektor industri pengolahan dan industri TPT terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dapat dilihat pada tabel 1.2.

6 Tahun Tabel 1.2 Kontribusi Nilai Tambah Sektor Industri Pengolahan dan Industri TPT Terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Tahun 2005-2010 PDB V.A Sektor Industri V.A Industri TPT Share V.A Sektor Industri Thd PDB Share V.A Industri TPT Thd Sektor Industri Share V.A Industri TPT Thd PDB (Miliar Rp) (Miliar Rp) (Miliar Rp) (%) (%) (%) 2005 1.749.546,9 491.699,5 45.724 28,1 9,3 2,6 2006 1.847.126,7 514.100,3 67.277 27,8 13,1 3,6 2007 1.963.091,8 538.084,6 69.866 27,4 13,0 3,6 2008 2.082.103,7 557.765,6 88.692 26,8 15,9 4,3 2009 2.177.741,70 569.550,80 100.597 26% 18% 5% 2010 2.310.700,00 595.300,00 106.633 26% 18% 5% Sumber: BPS (diolah) keterangan: V.A = Value Added = Nilai Tambah Dari tabel terlihat bahwa nilai tambah Industri TPT semakin meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2005 sampai dengan tahun 2010 industri ini memberikan kontribusi terhadap PDB dengan angka rata-rata sebesar 3,1% sedangkan rata-rata kontribusi terhadap sektor industri adalah sebesar 11,5%. Industri TPT merupakan industri berbasis ekspor yang sebagian besar hasil industrinya untuk tujuan pasar luar negeri. Dari sisi ekspor, komoditas TPT memiliki peran penting dalam pembentukan nilai total ekspor komoditas. Perkembangan ekspor TPT selama tahun 2000-2010 dapat dilihat dalam tabel 1.3.

7 Tabel 1.3 Perkembangan Nilai Ekspor TPT Tahun 2000-2010 Tahun Ekspor Pertumbuhan (Juta US$) (%) 2000 8.377-2001 7.678-8,3 2002 6.889-10,3 2003 7.051 2,4 2004 7.647 8,5 2005 8.604 12,5 2006 9.446 9,8 2007 9.814 3,9 2008 11.339 15,5 2009 10.421-8,1 2010 11.190 7,4 Sumber:BPS Dilihat dari perkembangan ekspor, industri TPT menunjukkan peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2000 total ekspor Indonesia atas tekstil dan produk tekstil adalah sebesar 8.377 juta US$ atau berkontribusi sebesar 17,5% dari ekspor nonmigas. Nilai ekspor TPT cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya hingga mencapai 11.190 juta US$ pada tahun 2010. Seiring dengan perkembangan jumlah penduduk, maka kebutuhan TPT untuk berbagai keperluan terus meningkat yang diikuti oleh semakin berkembangnya industri dibidang itu. Struktur industri terintegrasi dari hulu sampai hilir, yang meliputi pembuatan serat (fiber making), pembuatan benang (spinning), pembuatan kain lembaran (weaving), pencelupan atau pencetakan dan penyempurnaan (dyeing/printing/finishing), serta pakaian jadi dan barang jadi lainnya (garment and others). Perkembangan industri TPT yang pesat tersebut tentunya memerlukan dukungan ketersediaan bahan baku dalam jumlah banyak. Bahan-baku industri

8 tekstil dan produk tekstil yang paling hulu adalah serat. Serat merupakan bahan baku yang paling utama untuk tekstil. Serat adalah benda padat yang mempunyai ciri atau bentuk khusus yaitu ukuran panjangnya relatif lebih besar dari ukuran lebarnya. Jenis serat terbagi mnejadi dua yaitu serat alam dan serat buatan. Serat alam (natural fibers), adalah serat nabati (seperti kapas, linen, ramie, kapok, rosela, jute, sisal, manila, coconut, daun/sisal, sabut) dan serat hewani (seperti wool, sutera, cashmere, llama, unta, alpaca, vicuna). Sedangkan serat buatan (man made fibers), adalah artificial fiber (seperti rayon, acetate), synthetics fiber (seperti polyester/tetoron, acrylic, nylon/poliamida), dan mineral (seperti asbes, gelas, logam). Diantara berbagai jenis serat, kapas menjadi salah satu bahan baku tekstil dengan kontribusi 48% pada tahun 2008 dan selebihnya sebesar 52% adalah serat buatan dan serat lainnya. Kapas adalah serat yang diperoleh dari biji tanaman kapas, yaitu sejenis tanaman perdu dan banyak digunakan untuk pakaian karena sifatnya yang menyerap keringat, sehingga nyaman dipakai dan stabilitas dimensi yang baik. Meskipun serat buatan seperti polyster, rayon dan sebagainya telah mengalami perkembangan dan kemajuan yang begitu pesat sejalan dengan perkembangan di bidang teknologi, namun sampai sekarang serat kapas masih merupakan serat tekstil yang terpenting. Dalam hal perdagangan kapas dunia, Asia mendominasi pasar impor kapas dunia. Adapun negara importir kapas terbesar di dunia dapat dilihat dalam tabel 1.4.

9 Tabel 1.4 Negara Importir Kapas Terbesar di Dunia Tahun 2006-2010 (000 ton) Negara Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 Rata-rata China 2.308 2.514 1.525 2.377 3270 2.399 Bangladesh 687 763 828 828 861 793 Turkey 878 712 636 958 676 772 Pakistan 502 852 418 305 327 481 Indonesia 480 501 436 458 420 459 Lainnya 3.435 3.151 2.702 2.899 2.873 3.012 Total 8.290 8.493 6.545 7.825 8.427 Sumber : USDA (diolah) Jumlah Negara importir kapas dunia sebanyak 153 negara dengan total volume impor rata-rata sekitar 7.78 juta ton per tahun selama lima tahun terakhir. China merupakan Negara importir terbesar dengan rata-rata impor 2,4 juta ton per tahun atau 30% dari total impor dunia. Kedua dan Ketiga terbesar adalah Bangladesh dan Turki dengan rata-rata impor 0,8 juta ton. Urutan keempat adalah Pakistan dengan rata-rata impor sebesar 0,5 juta ton. Indonesia menempati urutan kelima dengan rata-rata impor sebesar 0.5 juta ton atau 6 % dari total impor dunia. Keadaan ini jauh lebih baik dibandingkan pada tahun 2001 dimana pada saat itu Indonesia menjdi importir kapas terbesar di dunia dengan volume impor sebesar 7,6 juta ton atau 13% dari total impor kapas dunia. Sedangkan dalam hal konsumsi, Indonesia menempati urutan ke-8 terbesar di dunia dimana konsumen terbesar adalah China yang sekaligus menjadi produsen kapas terbesar (USDA, 2010).

10 Besarnya persentase kontribusi serat kapas dalam industri TPT tidak terlepas dari karakteristik yang dimiliki oleh serat kapas sebagai salah satu serat alam, yaitu mempunyai daya serap air yang lebih tinggi dibanding dengan serat sintetis, sehingga sandang yang dibuat dari serat kapas lebih nyaman dipakai terutama di daerah tropis seperti Indonesia. Disamping itu serat kapas memiliki kekuatan yang cukup tinggi terutama dalam keadaan basah, karena tahan terhadap pencucian dan tekukan yang berulang-ulang. Kebutuhan bahan baku industri TPT terus meningkat dari tahun ke tahun sejalan dengan perkembangan jumlah penduduk, kebutuhan tersebut telah mencapai sekitar 500 ribu ton serat kapas yang setara dengan 1,5 juta ton kapas berbiji per tahun. Namun perkembangan industri TPT belum didukung oleh kemampuan penyediaan bahan baku serat kapas sehingga sekitar 99,5% kebutuhan bahan baku tersebut masih dipenuhi dari impor. Perkembangan kebutuhan, produksi dan pengadaan serat kapas yang berasal dari impor selama sepuluh tahun terakhir dapat dilihat dalam tabel 1.5.

11 Tabel 1.5 Perkembangan Kebutuhan dan Pengadaan Kapas Indonesia Tahun 2001 2010 Kontribusi Tahun Kebutuhan Produksi Impor Impor terhadap kebutuhan (ton) (ton) (ton) (%) 2001 761.930 2.354 759.576 99,7% 2002 632.543 2.152 630.391 99,7% 2003 526.872 1.147 525.725 99,8% 2004 452.383 1.052 451.331 99,8% 2005 469.368 1.233 468.135 99,7% 2006 469.805 1.386 468.419 99,7% 2007 589.183 4.310 584.873 99,3% 2008 734.185 1.286 732.899 99,8% 2009 688.440 1.048 687.392 99,8% 2010 615.559 1.259 614.300 99,8% Sumber : Ditjen Perkebunan (diolah) Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa kenaikan permintaan atau kebutuhan terhadap kapas ternyata tidak diimbangi dengan peningkatan kemampuan produksi dalam negeri. Produksi dalam negeri selama sepuluh tahun terakhir (2001-2010) cenderung mengalami penurunan. Pada tahun 2001 terjadi kenaikan sebesar 87% dari tahun sebelumnya menjadi 2.354 ton tetapi pada tahun 2002 produksi mengalami penurunan setiap tahunnya sampai dengan tahun 2006. Produksi tahun 2007 menunjukkan peningkatan sangat besar dan merupakan produksi terbesar selama sepuluh tahun ini yaitu sebesar 4.310 ton. Tahun 2008 produksi kembali mengalami penurunan drastis sebesar 70% menjadi 1.286 ton. Besarnya rata-rata kontribusi produksi dalam negeri terhadap kebutuhan kapas nasional setiap tahunnya yaitu hanya sebesar 0,3%. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa produksi kapas Indonesia berada pada kondisi yang

12 memprihatinkan. Oleh karena itu Indonesia sangat tergantung pada impor untuk memenuhi kebutuhan kapas nasional. Untuk lebih lengkapnya perkembangan kebutuhan dan pengadaan kapas dapat dilihat pada grafik 1.1. Grafik 1.1 Perkembangan Kebutuhan dan Pengadaan Kapas Indonesia Tahun 2000 2010 Sumber: Ditjen Perkebunan (diolah) Negara yang mempunyai kontribusi paling besar dalam impor kapas Indonesia adalah Amerika yaitu sebesar 39% dari total impor kapas Indonesia pada tahun 2009. Negara pemasok lainnya yaitu, Brazil, Australia, India, Pakistan dan Negara lainnya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 1.1.

13 Gambar 1.1 Persentase Impor Kapas Indonesia Menurut Negara Asal Tahun 2009 Sumber : Statistik Perdagangan (diolah) Laju impor serat kapas Indonesia dalam memenuhi kebutuhan bahan baku industri TPT dari tahun ke tahun semakin meningkat. Hal ini memperjelas persoalan bahwa industri TPT Indonesia tidak hanya berkaitan dengan tenaga kerja, restrukturisasi mesin dan teknologi, tetapi juga menyangkut bahan baku. Tingkat produksi kapas sampai saat ini masih sangat rendah, yaitu sekitar 1% berasal dari produksi petani kecil. Hal ini disebabkan berbagai faktor teknis dan nonteknis, antara lain kondisi lahan dan iklim yang kurang sesuai untuk mendapatkan produksi yang memadai, keterbatasan modal yang dimiliki oleh petani serta transfer dan adopsi teknologi oleh petani masih rendah menyebabkan pengusahaan kurang intensif, produktivitas dan mutu serat kapas relatif rendah (Sahid et al., 2007). Rendahnya produksi kapas juga disebabkan karena area penanaman kapas menurun. Penurunan areal pengembangan ini karena terdesak tanaman pangan yang mempunyai nilai ekonomis lebih tinggi, serta adanya sistem pewarisan dan alih fungsi lahan pertanian ke sektor lain. Sampai saat ini, petani masih

14 mengutamakan penggunaan lahannya untuk ditanami tanaman pangan baik secara monokultur maupun tumpang sari dengan alasan food security. Kapas hanya diusahakan secara tumpang sari atau tumpang sisip sebagai tanaman pelengkap bukan tanaman utama. Pengusahaan kapas secara intensif dilakukan setelah tanaman utama dipanen, dimana intensitas hujan sudah berkurang. Kondisi ini mengakibatkan diperlukannya pengairan ekstra untuk mempertahankan produktivitas (Sahid et al., 2007). Jadi dapat dikatakan bahwa masalah utama yang dihadapi oleh perkapasan nasional adalah rendahnya produksi nasional yang antara lain disebabkan areal pengembangan kapas yang didominasi oleh lahan-lahan marginal, belum tersedia varietas kapas unggul dengan produktivitas tinggi pada lahan marginal, dan rendahnya tingkat adopsi paket teknologi oleh petani. Sedangkan masalah yang dikeluhkan oleh industri adalah rendahnya mutu serat kapas lokal. Dengan teknik budidaya yang apa adanya, input saprodi yang sangat minim, serta ketersediaan air yang terbatas dari curah hujan yang rendah, bisa dipastikan bahwa produktivitas optimal tidak tercapai dan serat yang dihasilkan dari kapas lokal berkualitas rendah. Hal ini sama sekali tidak menggambarkan potensi genetik dari varietas yang ditanam (Syakir, 2010). Upaya pengembangan kapas nasional sudah dilakukan sejak tahun 1979 melalui program Intensifikasi Kapas Rakyat (IKR) bertujuan untuk mengurangi ketergantungan pada impor serat. Akan tetapi ketergantungan tersebut tidak pernah berkurang, bahkan semakin meningkat seiring dengan makin pesatnya pertumbuhan industri tekstil dan produk tekstil. Sejak tahub 1990-an stok kapas

15 dunia meningkat yang mengakibatkan harga kapas jatuh menyebabkan kapas lokal sulit bersaing dengan kapas impor. Harga kapas impor lebih rendah dari kapas lokal karena produktivitasnya lebih tinggi dibandingkan kapas lokal. Selain itu kalangan petani menilai pengusahaan komoditas kapas kurang menarik karena tidak adanya dukungan kredit lunak (Widiyanti, 2003). Di sisi lain sejak tahun 1993 yang lalu Indonesia mulai mengalami kesulitan untuk mendapatkan kapas karena berkurangnya persediaan kapas di pasar internasional akibat kenaikan dan perubahan kebijaksanaan Negara-negara produsen untuk mengurangi ekspor kapas mentah serta meningkatkan ekspor benang tenun dan tekstil. Dari sisi pengadaan bahan baku kapas ini, dapat dikatakan bahwa industri tekstil dan produk tekstil Indonesia sangat rawan. Apalagi bila harga serat kapas impor menjadi mahal, akan menyebabkan produk tekstil Indonesia kurang dapat bersaing di pasaran internasional (Balittas, 1993) Jika harga kapas dunia mengalami kenaikan maka ini akan sangat mempengaruhi industri tekstil. Pasalnya kapas merupakan menyumbang kontribusi terbesar di struktur biaya karena untuk memproduksi benang kapas menyumbang 75-80% dari total biaya sedangkan dari benang ke kain kontribusi biayanya mecapai 70-80%. Dan kain menyumbang kontribusi biaya sekitar 70-80%. Oleh karena itu harga kapas sangat berpengaruh sekali (Neraca, 2010). Selain itu kesepakatan penghapusan subsidi ekspor kapas dari negara maju mulai tahun 2006 akan berdampak meningkatnya harga kapas dunia karena stok terbatas dan secara langsung mempengaruhi produksi tekstil nasional yang 99% bahan bakunya dari serat impor. Di sisi lain, kesepakatan ini berdampak positif

16 untuk mendorong produksi kapas dalam negeri, sehingga menghemat devisa Negara dalam impor serat kapas. Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian yang berjudul Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Impor Kapas Sebagai Bahan Baku Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Indonesia Periode 1990-2010. 1.2 Perumusan Masalah 1. Bagaimana pengaruh nilai tambah industri TPT terhadap impor kapas Indonesia periode 1990-2010. 2. Bagaimana pengaruh harga relatif impor terhadap impor kapas Indonesia periode 1990-2010. 3. Bagaimana pengaruh impor kapas tahun sebelumnya terhadap impor kapas Indonesia periode 1990-2010. 1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.3.1 Tujuan penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui bagaimana pengaruh nilai tambah industri TPT terhadap impor kapas Indonesia periode 1990-2010. 2. Mengetahui bagaimana pengaruh harga relatif impor terhadap impor kapas Indonesia periode 1990-2010.

17 3. Mengetahui bagaimana pengaruh impor kapas tahun sebelumnya terhadap impor kapas Indonesia periode 1990-2010. 1.3.2 Kegunaan penelitian Adapun yang menjadi kegunaan dalam penelitian ini adalah: 1) Kegunaan Teoritis Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pada pengembangan ilmu ekonomi internasional juga diharapkan dapat memberikan informasi tambahan untuk pengembangan penelitian dalam perdagangan luar negeri khususnya di bidang impor. 2) Kegunaan Praktis Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat dapat bermanfaat bagi pemerintah dalam merumuskan kebijakan perdagangan luar negeri pada masa yang akan datang.