BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
Peluang Usaha Budidaya Cabai?

BAB III TATALAKSANA TUGAS AKHIR

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

Cara Sukses Menanam dan Budidaya Cabe Dalam Polybag

Cara Menanam Tomat Dalam Polybag

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung.

Cara Menanam Cabe di Polybag

III. BAHAN DAN METODE

II. TINJAUAN PUSTAKA. Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada

BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

Karakteristik dan Kesesuaian Lahan Tanaman Cabai & Bawang Merah Dr. Dedi Nursyamsi

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung (POLINELA). Waktu

TINJAUAN PUSTAKA. A. Lahan Pasir Pantai. hubungannya dengan tanah dan pembentukkannya.

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan dikebun percobaan Politeknik Negeri Lampung,

PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kelapa Sawit(Elaeis guineensis) tanaman kelapa sawit diantaranya Divisi Embryophyta Siphonagama, Sub-devisio

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukabanjar Kecamatan Gedong Tataan

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukabanjar Kecamatan Gedong Tataan

2013, No.1041 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. TINJAUAN PUSTAKA. bahan induk, relief/ topografi dan waktu. Tanah juga merupakan fenomena alam. pasir, debu dan lempung (Gunawan Budiyanto, 2014).

III. BAHAN DAN METODE

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada di lahan sawah milik warga di Desa Candimas

Lampiran 1. Data curah hujan di desa Sipahutar, Kecamatan Sipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara

Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kacang Tanah di Desa Sampuran, Kecamatan Ranto Baek, Kabupaten Mandailing Natal

MANAJEMEN TANAMAN PAPRIKA

PERSEMAIAN CABAI. Disampaikan Pada Diklat Teknis Budidaya Tanaman Cabai. Djoko Sumianto, SP, M.Agr

Teknik Budidaya Kubis Dataran Rendah. Untuk membudidayakan tanaman kubis diperlukan suatu tinjauan syarat

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

BUDIDAYA CABAI KERITING DALAM POT. Oleh: YULFINA HAYATI

Kesesuian lahan untuk tanaman papaya dan durian dipolitani

III. METODE PENELITIAN. Kecamatan Medan Percut Sei Tuan dengan ketinggian tempat kira-kira 12 m dpl,

III. BAHAN DAN METODE

PENGEMBANGAN PEPAYA SEBAGAI KOMODITAS UNGGULAN DAERAH INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Peluang Usaha Budidaya Cabe Merah

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai Mei 2016

BAB III BAHAN DAN METODE. Medan Area yang berlokasi di Jalan Kolam No. 1 Medan Estate, Kecamatan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca dan laboratorium Ilmu Tanah Fakultas

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di lahan Percobaan dan Laboratorium

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas

BAB III METODOLOGI. Penelitian ini dilakukan dari bulan Oktober 2014 sampai bulan Januari 2015

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung pada titik koordinat LS dan BT

III. BAHAN DAN METODE. laut, dengan topografi datar. Penelitian dilakukan mulai bulan Mei 2015 sampai

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2016 sampai dengan Juli 2016

TINJAUAN PUSTAKA. yang mungkin dikembangkan (FAO, 1976). Vink, 1975 dalam Karim (1993)

BAB III METODE PENELITIAN. dilakukan dengan memberi perlakuan (treatment) terhadap objek. penelitian serta adanya kontrol penelitian.

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 79/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG PEDOMAN KESESUAIAN LAHAN PADA KOMODITAS TANAMAN PANGAN

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili

BUDIDAYA KELAPA SAWIT

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Suka Banjar Kecamatan Gedong Tataan

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tanaman Durian (Durio zibethinus Murr.) dpl. (Nurbani, 2012). Adapun klasifikasi tanaman durian yaitu Kingdom

TINJAUAN PUSTAKA. A. Limbah Cair Industri Tempe. pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karna tidak

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Tanaman ubi jalar tergolong famili Convolvulaceae suku Kangkungkangkungan,

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. pertumbuhan tanaman cabai merah telah dilakukan di kebun percobaan Fakultas. B.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Kesesuaian Lahan Tanaman Kelapa di Lahan Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh

I. TATA CARA PENELITIAN. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

Lampiran 1. Deskripsi Varietas TM 999 F1. mulai panen 90 hari

PENYAKIT PENYAKIT YANG SERING MENYERANG CABAI MERAH (Capsicum annuum L.)

Lampiran 1. Peta/ luas areal statement kebun helvetia. Universitas Sumatera Utara

Budidaya Cabai. Potensi hasil 9 ton/ha. Warna buah merah Panjang buah 10 cm Cocok untuk dataran rendah Toleran terhadap hama pengisap daun

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

BUDIDAYA DAN PEMELIHARAAN TANAMAN STROBERI

Lampiran 1 : Data suhu udara di daerah Kebun Bekala Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang ( 0 C)

III. TATA LAKSANA TUGAS AKHIR

TATA LAKSANA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. Penelitian ini dilakukan di daerah Minggir, Sleman, Yogyakarta dan di

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA KUNYIT. Mono Rahardjo dan Otih Rostiana

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun

Lampiran 1. Kriteria Kelas Kesesuaian Lahan Kelapa sawit

KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.)

TINJAUAN PUSTAKA. A. Material Vulkanik Merapi. gunung api yang berupa padatan dapat disebut sebagai bahan piroklastik (pyro = api,

Lampiran 1. Deskripsi Profil

Kesesuaian Lahan Kayu Manis di Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh

BAHAN DAN METODE. Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, Kelurahan

KESESUAIAN LAHAN DI POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PAYAKUMBUH UNTUK BUDIDAYA KEDELAI

Oleh Administrator Kamis, 07 November :05 - Terakhir Diupdate Kamis, 07 November :09

III. MATERI DAN METODE

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

MODUL BUDIDAYA SEMANGKA

TEKNIK PENYEMAIAN CABAI DALAM KOKER DAUN PISANG Oleh : Elly Sarnis Pukesmawati, SP., MP Widyaiswara Muda Balai Pelatihan Pertanian (BPP) Jambi

III BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukabanjar Kecamatan Gedong Tataan. Kabupaten Pesawaran dari Oktober 2011 sampai April 2012.

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Yogyakarta.

MODUL BUDIDAYA MELON

TUGAS LINGKUNGAN BISNIS

BUDIDAYA BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca Gedung Hortikultura Universitas Lampung

PERBENIHAN BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

III. BAHAN DAN METODE

III. METODOLOGI TUGAS AKHIR (TA)

Lampiran 4. Deskripsi Varietas TM 999 F1. mulai panen 90 HST

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prospek Pengembangan Cabai Potensi pengembangan agribisnis cabai terbuka luas di luar jawa, terutama di Provinsi Gorontalo. sejak ditetapkan sebagai komoditas unggulan kedua di provinsi ini, luas panen cabai sampai 2008 mencapai 1.693 ha dengan produksi 10.891,70 ton (BPS Provinsi Gorontalo 2009). Produksi yang tinggi sering menyebabkan turunnya harga cabai di pasar hingga Rp 5.000/kg, padahal menjelang hari raya keagamaan, harga cabai melonjak mencapai Rp 50.000/kg (Imran 2008). Dari aspek budi daya, usahatani cabai di gorontalo menghadapi berbagai permasalahan, seperti kekeringan, kurangnya ketersediaan benih unggul, terbatasnya tenaga kerja, rendahnya diseminasi teknologi, tingginya biaya transportasi, minimnya infrastruktur, dan rendahnya jaminan harga. hal ini menyebabkan laju peningkatan produksi cabai cenderung fluktuatif (Imran, 2008). Masih banyak petani cabai di gorontalo yang menggunakan faktor - faktor produksi secara tidak efisien, seperti bibit, pupuk SP - 36 dan Kcl, dan fungisida. di samping itu, pengembangan cabai di daerah ini masih pada taraf produksi massal dan wilayah pengembangannya tersebar secara tidak merata. di beberapa tempat, cabai dikembangkan pada lahan dengan kemiringan lebih dari 15%. Kondisi agroklimat daerah Gorontalo yang termasuk zona E (Oldeman dan Darmiyati 1977) menyebabkan pada bulan - bulan tertentu tanaman cabai mengalami defisit air sehingga peluang gagal panen sangat tinggi (Nurdin et al. 2009). Mario (2009) melaporkan cabai varietas lokal Gorontalo (Malita FM) mengandung kalori 75,54 kkal, protein 6,16%, lemak 2,06%, karbohidrat 8,09%, kalsium 0,04%, fosfor 1,96 ppm, besi 0,006%, vitamin c 67,92 mg/100 g, dan air 78,58% (Gambar 1). Cabai juga mengandung minyak atsiri kapsikol yang dapat menggantikan fungsi minyak kayu putih (Setiadi 2001). 2.2 Persyaratan Tumbuh Tanaman Cabai

Tanah berstruktur remah/gembur dan kaya akan bahan organik. Derajat keasaman (PH) tanah antara 5,5 7,0 Tanah tidak becek/ ada genangan air Lahan pertanaman terbuka atau tidak ada naungan dan Iklim dengan Curah hujan 1500 2500 mm pertahun dengan distribusi merata. Suhu udara 16 32 C saat pembungaan sampai dengan saat pemasakan buah, keadaan sinar matahari cukup (10 12 jam) 2.3 Varietas Tanaman Cabai Varietas cabai hibrida maupun non hibrida yang telah dilepas di Indonesia sudah banyak. Berikut beberapa varietas cabai hibrida dan non hibrida dengan ciri dan potensi yang dihasilkan. 1) Cabai Merah Keriting Varietas TM 999 : Cabai ini merupakan cabai jenis hibrida. Potensi hasil mencapai 14 t/ha dan dapat dipanen pertama umur 80-85 hari setelah tanam (hst). Tinggi tanaman ± 65 cm, diameter buah ± 1,3 cm dan panjang buah ± 12 cm. Bentuk buah bulat panjang ramping, kulit buah tidak rata, kadang - kadang melengkung. Ditanam di dataran rendah maupun tinggi, ratarata per batang menghasilkan 0,8-1,2 kg. Secara normal panen dapat dilakukan 12-20 kali. 2) Cabai Merah Teropong Inko hot ; Cabai ini merupakan varietas hibrida yang mempunyai potensi hasil tinggi (15-18 t/ha), penampilan buah menarik, besar dan lurus dengan kulit buah agak tebal. Varietas ini dapat dipanen pertama pada umur 85 hst. Diameter buah ± 2,1 cm dan panjang buah ± 11 cm. Varietas ini mempunyai tinggi tanaman 55 cm, agak toleran terhadap penyakit Antraknose dan dapat ditanam di dataran rendah maupun dataran tinggi. Hasil panen enam kali petik, 75 batang mendapatkan 31, 85 kg, sehingga per batang menghasilkan 0,91 kg. Secara normal panen dilakukan 12-20 kali. 3) Cabai Merah Biola : Cabai ini merupakan varietas hibrida dengan tinggi tanaman 95-100 cm, umur mulai berbunga ± 44 hari hst, umur mulai panen ± 66 hst, ukuran buah panjang ± 14,4 cm, diameter ± 1,5 cm, berat perbuah ± 12 g, hasil cabai segar per ha 20-22 t/ha.

4) Cabai Merah Varietas Hot Beauty : Cabai ini merupakan varietas hibrida dengan tinggi tanaman 87-95 cm, umur mulai berbunga 44-50 hst, umur mulai panen 87-90 hst. Ukuran buah panjang 11,5-14,1 cm, diameter 0,78-0,85 cm, permukaan kulit buah halus, berat per buah 17-18g. Hasil panen mencapai 16-18 t/ha. Beradaptasi dengan baik di dataran rendah - sedang dengan ketinggian 1-600 m dpl. 5) Cabai Merah Varietas Hot Chili : Cabai ini merupakan cabai merah hibrida. Umur mulai berbunga ± 45 hst,mulai panen pada umur ± 10 hst, tinggi tanaman ± 120 cm, berat per buah ± 18 g, rasa buah kurang pedas, hasil buah ± 30 t/ha. Varietas ini dapat beradaptasi dengan baik di dataran rendah sampai tinggi. 6) Cabai Merah Varietas Premium : Cabai ini merupakan varietas hibrida. Tinggi tanaman ± 110 cm, umur mulai berbunga ± 32 hst. Umur mulai panen ± 95 hst, ukuran buah panjang ± 13 cm, berat per buah ± 13 g, rasa pedas, hasil segar ± 13 t/ha. Beradaptasi dengan baik didataran rendah sampai sedang dengan ketingggian 200 500 m dpl. 7) Cabai Merah Keriting Varietas Lembang - 1 : Cabai ini merupakan jenis non hibrida yang dilepas oleh Departemen Pertanian. Potensi hasil 9 t/ha, agak tahan penyakit Antraknose dan cocok ditanam di dataran rendah maupun tinggi. 8) Cabai Merah Keriting Varietas Tanjung - 2 : Cabai ini merupakan jenis non hibrida yang dilepas oleh Departemen Pertanian. Potensi hasil 12 t/ha, toleran antraknose, dan cocok dataran rendah dan tinggi. Tinggi tanaman 55 cm, umur berbunga 40 hst, umur panen 93 hst, berat buah ± 10 g/buah. 2.4 Teknik Budidaya Tanaman Cabai 2.4.1 Persiapan Lahan Penyemaian benih dalam pembibitan cabai diperlukan benih yang berkualitas dan media tumbuh yang baik. Sungkup atau naungan dibuat dengan mempertimbangkan arah sinar matahari bergerak. Prinsipnya pada pagi hari bisa mendapatkan sinar matahari secara optimal. Bila perlu dipersiapkan insect screen untuk menjaga agar

bibit tidak terserang serangga, terutama pada lokasi endemik hama tanaman cabai. Media pembibitan dapat dibuat dengan campuran sebagai berikut. 1) Mencampurkan 1 bagian pupuk kompos + 1 bagian sekam bakar + 1 bagian top soil tanah yang telah diayak halus lalu diaduk rata dan ditambah dengan karbofuran sesuai dosis anjuran. 2) Media dimasukan ke dalam polybag ukuran 8 x 9cm dan disusun di bawah naungan atau sungkup yang telah disiapkan. Susunan harus teratur agar tanaman mudah dihitung dan mudah dalam pemeliharaan. 3) Polybag yang tersusun rapi diberi/disemprot air secukupnya sampai basah. Menyiapkan benih cabai 14.000 batang/ha untuk cabai keriting dan ditambahkan 10% atau lebih populasi tanaman untuk penyulaman. 4) Umur berbunga 40 hst, umur panen 93 hst, berat buah ± 10 g/buah. 2.4.2 Persiapan Pembibitan Persemaian Prosedur penyemaian benih tanaman cabai sebagai berikut ; 1) Merendam benih cabai dengan air hangat secukupnya. 2) Diamkan minimal 3 jam untuk siap ditanam. Benih yang mengambang dalam rendaman jangan digunakan. Setiap benih cabai dimasukkan ke dalam media sedalam 0,5 cm, lalu ditutup dengan kompos yang halus. 3) Menutup polybag yang telah ditanam benih cabai dengan kertas koran, lalu disiram sampai basah agar kelembabannya terjaga, lalu naungan ditutup dengan insect screen atau daun rumbia, bisa juga dengan jerami padi. 4) Menyiram koran yang menutupi polybag dengan air sampai basah pagi dan sore hari. Setelah 3 hari atau setelah terlihat cabai mulai tumbuh, maka kertas koran diangkat. Penyiraman berikutnya dengan sprayer, usahakan media tanaman tetap basah. 5) Bibit cabai dapat ditanam di bedengan setelah umur 21-24 hari atau tumbuh 4 helai daun sejati. 6) Penanaman bibit pada bedengan dilakukan setelah berumur 21-24 hari.

7) Jarak tanam 50 x 60 cm untuk dataran rendah dan 60 x 75cm untuk dataran tinggi. 8) Untuk menanggulangi stress saat pindah tanam, penanaman dilakukan pada sore hari atau pagi hari sekali. Setelah selesaitanam dilakukan penyiraman air secukupnya dengan cara disemprotkan dengan tekanan rendah dan merata sampaikeakarnya. 2.4.3 Pengairan Air sangat diperlukan dalam pertumbuhan tanam. Kekurangan air pada tanaman cabai akan menyebabkan tanaman kerdil, buah cabai menjadi kecil dan mudah gugur. Ada empat cara pengairan yang dapat dilakukan pada tanaman cabai yaitu : 1) pemberian air permukaan tanah meliputi penggenangan (flooding), biasanya dipersawahan dan pemberian air melalui saluran - saluran dan dalam barisan tanaman. 2) Pemberian air di bawah permukaan tanah dilakukan dengan menggunakan pipa yang dibenamkan di dalam tanah. 3) Pemberian air dengan cara Pengairan dengan irigasi tetes penyiraman sangat efisien, misalnya pada tanah bertekstur kasar, efisiensi dengan menyiram dua kali lebih tinggi dari pemberian air permukaan 4) Pemberian air dengan irigasi tetes, air diberikan dalam kecepatan rendah di sekitar tanaman dengan menggunakan emitter. Pada pemberian air dengan menyiramdan irigasi tetes dapat ditambahkan pertisida atau pupuk. 2.4.4 Pemasangan Ajir Pemasangan ajir dilakukan pada tanaman umur 7 hst, ajirdibuat dari bambu dengan tinggi 1-1,5 m. Apabila ajir terlambat dipasang akan menyebabkan kerusakan pada akar yang sedang berkembang. Pengikatan tanaman pada ajir dilakukan mulai umur 3 minggu sampai dengan 1 bulan yaitu mengikatkan batang yang berada di bawah cabang utama dengan tali plastik pada ajir. Pada saat tanaman berumur 30-40 hst, ikat tanaman di atas cabang utama dan ikat juga pada saat

pembesaran buah yaitu pada umur 50-60 hst, agar tanaman tidak rebah dan buah tidak jatuh. 2.4.5 Pewiwilan / Perempelan Tunas yang tumbuh di ketiak daun perlu dihilangkan dengan menggunakan tangan yang bersih. Perempelan dilakukan sampai terbentuk cabang utama yang ditandai dengan munculnya bunga pertama. Tujuan perempelan untuk mengoptimalkan pertumbuhan. Pemasangan Ajir. 2.4.6 Pemupukan Pemeliharaan Pemeliharaan tanaman cabai biasanya memerlukan pupuk tambahan/susulan. Caranya dengan menyiapkan ember atau tong besar ukuran 200 l, masukkan 10 kg kompos, ditambah 5 kg NPK 16-16 - 16, (2 sendok makan untuk 10 l air). Campuran ini diaduk merata untuk 2000 pohon (100 ml perpohon). Pemupukan dilakukan dengan kocor setiap minggu, dimulai pada umur 14 hst sampai dengan minimal 8 kali selama masa pemeliharaan tanaman. Kucuran pupuk diusahakan tidak terkena tanaman secara langsung. 2.4.7 Penyiangan Gulma selain sebagai tanaman kompetitor juga dapat sebagai tempat berkembangnya hama dan penyakit tanaman cabai oleh karenanya penyiangan harus dilakukan untuk membersihkan daerah sekitar tanaman dari gulma. Penyiangan dapat dilakukan secara manual dengan garu atau mencabut gulma secara hati - hati. Pencampuran pupuk dalam ember. 2.4.8 Pengendalian Hama Dan Penyakit Produktivitas yang dicapai petani pada umumnya masih berada pada tingkat di bawah potensi hasil. Salah satu penyebab masih belum dicapainya potensi hasil tersebut adalah gangguan hama dan penyakit tanaman jika tidak mendapat perhatian. Serangan hama dan penyakit dapat menyebabkan tanaman mengalami kerusakan parah, dan berakibat gagal panen. Uraian di bawah ini mengulas beberapa hama dan penyakit utama cabai dan cara - cara pengendaliannya sesuai dengan strategi

pengelolaan hama terpadu (PHT). Hama dan penyakit utama cabai serta pengendaliannya dapat dijelaskan sebagai berikut ; 1) Kutu daun persik (Myzus persicae Sulz.) Kutu daun persik dapa menyebabkan kerugian secara langsung, yaitu mengisap cairan tanaman. Tanaman yang terserang daunnya menjadi keriput dan terpuntir, dan pertumbuhan tanaman menjadi terhambat (kerdil). Cara pengendalian dilakukan dengan pembersihan semua gulma dan sisa tanaman inang kutu daun yang ada di sekitar areal pertanaman cabai 2) Thrips (Thrips parvispinus Karny). Hama Thrips menyukai daun muda. Mula - mula daun yang terserang memperlihatkan gejala noda keperakan yang tidak beraturan, akibat adanya luka dari cara makan hama tersebut. Setelah beberapa waktu, noda keperakan tersebut berubah menjadi kecoklatan terutama pada bagian tepi tulang daun. Daun - daun mengeriting ke arah atas. Pada musim kemarauperkembangannya sangat cepat sehingga populasinya lebih tinggi. Penyebarannya sangat terbantu oleh angin, karena Thrips dewasa tidak bisa terbang dengan sempurna. Cara pengendalian : dilakukan dengan pembersihan semua gulma dan sisa tanaman inang hama Thrips yang ada di sekitar areal pertanaman cabai; 3) Tungau (Polyphagotarsonemus latus Banks). Gejala umum adalah tepi daun keriting menghadap ke bawah seperti bentuk sendok terbalik dan terjadi penyempitan daun. Daun yang terserang berwarna keperakan pada permukaan bawah daun. Daun menjadi menebal dan kaku, pertumbuhan pucuk tanaman terhambat. Cara pengendalian : dilakukan dengan pembersihan semua gulma dan sisa tanaman inang hama tungau. Diusahakan pertanaman cabai tidak berdekatan dengan pertanaman singkong yang merupakan inang potensial hama tungau; 4) Antraknose Penyebab (patogen) dan gajala penyakit Penyakit antraknose disebabkan oleh dua jenis jamur yaitu Colletotrichum capsici dan Colletotrichum gloeosporioides. Gejala pada biji berupa kegagalan berkecambah dan pada kecambah menyebabkan layu semai. Pada tanaman yang sudah dewasa

menyebabkan mati pucuk, pada daun dan batang yang terserang menyebabkan busuk kering. Buah yang terserang C. capsici menjadi busuk dengan warna seperti terekspos sinar matahari (terbakar) yang diikuti busuk basah berwarna hitam, karena penuh dengan rambut hitam (setae), jamur ini pada umumnya menyerang buah cabai menjelang masak (buah berwarna kemerahan). Jamur C. gloeosporioides memiliki dua strain yaitu strain R dan G. Strain R hanya menyerang buah cabai masak yang berwarna merah, sedangkan strain G dapat menyerang semua bagian tanaman, termasuk buah cabai yang masih berwarna hijau maupun buah yang berwarna merah. 2.4.9 Panen Dan Pasca panen Cabai besar dipanen setelah berumur 75-85 hst, dan dapat dipanen beberapa kali Umur panen cabai tergantung varietas yang digunakan, lokasi penanaman dan kombinasi pemupukan yang digunakan serta kesehatan tanaman. Tanaman cabai dapat dipanen setiap 2-5 hari sekali tergantung dari luas tanaman dan kondisi pasar. Pemanenan dilakukan dengan cara memetik buah beserta tangkainya yang bertujuan agar cabai dapat disimpan lebih lama. Buah cabai yang rusak akibat hama atau penyakit harus tetap dipanen agar tidak menjadi sumber penyakit bagi tanaman cabai lain yang sehat. Pisahkan buah cabai yang rusak dari buah cabai yang sehat. Waktu panen sebaiknya dilakukan pada pagi hari karena bobot buah dalam keadaan optimal akibat penimbunan zat pada malam hari dan belum terjadi penguapan antara 12-16 kali dengan selang waktu 3 hari. Buah yang dipetik setelah matang berwarna orange sampai merah. Hasil panen variatif antara 10-14 t dengan potensi hasil sampai dengan 23 t cabai segar. Cabai merah merupakan salah satu jenis sayuran yang mempunyai kadar air yang cukup tinggi (55-85%) pada saat panen. Selain masih mengalami proses respirasi, cabai merah akan mengalami proses kelayuan. Sifat fisiologis ini menyebabkan cabai merah memiliki tingkat kerusakan yang dapat mencapai 40%. Daya tahan cabai merah segar yang rendah ini menyebabkan harga cabai merah di pasaran sangat berfluktuasi. Alternatif teknologi penanganan pascapanen yang tepat dapat

menyelamatkan serta meningkatkan nilai tambah produk cabai merah. Teknologi penanganan pascapanen primer maupun sekunder merupakan alternatif teknologi yang dapat dipilih terkait dengan optimasi nilai tambah produk dari cabai merah. Optimasi penanganan cabai segar sebaiknya dapat dilakukan terlebih dahulu sebelum melangkah pada alternatif pengolahan yang lain. Dengan penanganan segar yang baik, diharapkan cabai merah dapat memenuhi standar mutu produk cabai segar serta memiliki nilai tambah yang lebih baik. Pada saat cabai merah tidak dapat memenuhi standar mutu penjualan produk segar atau harga jual yang rendah, cabai merah dapat diolah menjadi produk lain yaitu tepung cabai kering atau saus cabai (Piay dkk 2010). 2.5 Kesesuain Lahan untuk Pengembangan Cabai Penentuan kesesuaian lahan ada beberapa cara yaitu: perkalian parameter, penjumlahan atau dengan menggunakan hokum minimum yaitu membandingkan (matching) antara kualitas dan karakteristik lahan sebagai parameter dengan kriteria kelas kesesuaian lahan yang telah disusun berdasarkan persyaratan penggunaan atau persyaratan tumbuh yang dievaluasi, FAO (1976). Penilaian kesesuaian lahan terdiri dari 4 kategori yang merupakan tingkatan generalisasi yang bersifat menurun yaitu: a. Ordo (order): menunjukkan jenis/macam kesesuaian atau keadaan secara umum. b. Kelas (class): menunjukkan tingkat kesesuaian lahan dalam ordo. Dalam Ordo S atau sesuai (suitable) terdapat tiga kelas yaitu: S 1 atau sangat sesuai (very suitable) yaitu lahan yang tidak mempunyai pembatas yang berat untuk suatu penggunaan secara lestari atau hanya mempunyai pembatas yang tidak berarti. S 2 atau cukup sesuai (moderately suitable) yaitu lahan yang mempunya pembatas aga berat untuk penggunaan lestari. S 3 atau sesuai majinal (marginally suitable) yaitu lahan yang mempunyai pembatas yang berat untuk menggunakan yang lestari. Dalam Ordo N atau tidak sesuai (not suitable) terdapat dua kelas, yaitu:

N1 atau tidak sesuai saat ini (currently not suitable), yaitu: lahan yang mempunyai pembatas yang sangat besar tetapi masih memungkinkan untuk diatasi, hanya tidak dapat diperbaiki dengan tingkat pengetahuan saat ini dengan biaya operasional. N2 atau tidak sesuai selamanya (permanently not suitable), yaitu lahan yang mempunya pembatas sangat berat sehingga tidak mungkin untuk di gunakan bagi suatu penggunaan lestari. Sub kelas (sub class): menunjukkan jenis pembatas atau macam perbaikan yang diperlukan dalam kelas. Satuan (unit): menunjukkan kesesuaian lahan pada tingkat ordo yang menunjukkan apakah lahan sesuai atau tidak sesuai untuk penggunaan tertentu. Lahan yang termasuk ordo ini mempunyai pembatas sedemikian rupa sehingga mencegah suatu penggunaan secara lestari. Arsyad (1989) menyatakan bahwa lahan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang sangat bervariasi seperti keadaan topografi, iklim, geologi, tanah serta vegetasi yang menutupinya. Evaluasi lahan mempertimbangkan berbagai kemungkinan penggunaan dan pembatasan faktor tersebut serta berusaha menterjemahkan informasi yang cukup banyak dari lahan tersebut kedalam bentuk yang dapat dipergunakan secara praktis. Ada tiga aspek utama dalam evaluasi sumber daya lahan, yaitu: lahan, penggunaan lahan, dan aspek ekonomi. Adapun kerangka dasar dari penilan kesesuaian lahan adalah perbandingan persyaratan yang diperlukan untuk suatu penggunaan tertentu dengan sifat yang ada pada lahan tersebut. Fungsi penilaian kesesuaian lahan adalah memberikan pengertian tentang kondisi lahan dan penggunaanya serta memberikan kepada perencana, berbagai macam perbandingan dan alternative penggunaan yang diharapkan berhasil. Salah satu manfaat dari bagian ilmu geomorfologi yang dimanfaatkan dalam penelitian ini adalah sebagai evaluasi kesesuaian lahan untuk tanaman cabai. Kualitas lahan merupakan sifat - sifat atau karakteristik yang sangat kompleks dari sebidang lahan yang mempengaruhi kesesuaiannya bagi penggunaan tertentu.

Karakteristik lahan adalah sifat lahan yang dapat diukur atau diestimasi. Karaktersitik ini dapat berperan positif maupun negatif terhadap penggunaan lahan tergantung pada sifatnya dan setiap karakteristik sangat mungkin saling mempengaruhi. Sebagai contoh, bahaya erosi dapat disebabkan oleh sifat tanah, terrain (lereng), dan iklim (curah hujan). Ketersediaan air bagi kebutuhan tanaman berkaitan dengan iklim, topografi, drainase, tekstur, struktur dan konsistensi tanah, zona perakaran, dan bahan kasar/batu dan kerikil, dengan tersedianya data dan informasi tersebut, maka pemanfaatan sumberdaya lahan untuk pertanian lebih terarah dan efisien (FAO, 1976). Tabel 1. Kesesuaian Lahan Tanaman Cabai Persyatan Penggunaan Kelas Kesuseaian Karakteristik lahan S1 S2 S3 N Temperatur (tc) Temperatur rata-rata 21-21 27-28 28-30 > 30 Ketersedian air (wa) 16-21 14-16 < 40 Curah hujan (mm) 600-1.200 500-600 400-500 < 400 Ketersediaan Oksigen (oa) Drainase Media perakaran (rc) Tekstur Baik, Agak terhambat 1.200-1.400 > 1.400 Agak Cepat, Sedang Terhambat Sangat terhambat,cepat Halus, Agak halus, sedang - Agak Kasar Kasar Bahan Kasar(%) < 15 15-35 35-55 > 55 Kedalam tanah (cm) >75 50-75 30-50 < 30 Gambut Ketebalan (cm) < 60 60-140 35-55 > 200 Ketebalan (cm) jika ada sisipan < 90 140-200 30-50 > 400 bahan Mineral/Pengkayaan Kematangan Saprik + saprik hemik + Ritensi Hara (nr) KTK liat (cmol) > 16 < 16 Hemik fibrik + Kejenuhan Basah (%) > 35 20-35 < 20 Fibrik

ph H2O 6,0-7,6 5,5-6,0 < 5,5 C - Organik (%) > 0,8 < 0,8 Toksisitas (xc) 7,6-8,0 > 8,0 Salinitas (ds/m) < 3 3-5. 5-7. 7 Sodistas Alkalinitas/ESP (%) < 15 15-20 20-25 > 25 Bahaya Sulfidik (xc) Kedalaman Sulfidik (cm) > 100 75-100 40-75 < 40 Bahaya Erosi (eh) Lereng (%) < 8 8-16. 16-30 > 30 rendah - Bahaya erosi Sangat rendah sedang berat Sangat berat Genangan F0 - F1 F2 Penyiapan Lahan (lp) Batuan di permukaan (%) < 5 5-15. 15-40 > 40 Singkapan Batuan (%) < 5 5-15. 15-25 > 25 Sumber FAO, 1976.