BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Dunia pariwisata saat ini membawa pengaruh positif bagi masyarakat yaitu meningkatnya taraf

BAB I PENDAHULUAN. setiap kali Kraton melaksanakan perayaan. Sepanjang Jalan Malioboro adalah penutur cerita bagi setiap orang yang

EKOWISATA SEBAGAI JENDELA KEBERHASILAN UMKM DALAM MEMPERKOKOH PEREKONOMIAN MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY 2015

BAB 7. PENCAPAIAN PELAKSANAAN AKSI HINGGA TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Jumlah remaja di Indonesia memiliki potensi yang besar dalam. usia produktif sangat mempengaruhi keberhasilan pembangunan daerah,

I. 1. Latar Belakang I Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB I PENDAHULUAN. Museum Permainan Tradisional di Yogyakarta AM. Titis Rum Kuntari /

BAB I PENDAHULUAN. suku, agama, dan adat istiadat yang tak pernah luput dari Anugerah sang

BAB I Pendahuluan. Pariwisata merupakan sebuah industri yang menjanjikan. Posisi pariwisata

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 6. RENCANA AKSI Manajemen Kota Pusaka

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN

Statistik tabel Pariwisata Yogyakarta dan Perkembangannya

BAB I PENDAHULUAN. fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kota selalu menjadi pusat peradaban dan cermin kemajuan suatu negara.

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK DAN SUBYEK PENELITIAN. lainya berstatus Kabupaten. Kota Yogyakarta terletak antara 110 o 24 I 19 II sampai

Upaya Memahami Sejarah Perkembangan Kota dalam Peradaban Masa Lampau untuk Penerapan Masa Kini di Kota Pusaka Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)

BAB 1. Pendahuluan 1.1. LATAR BELAKANG

BAB III PROFIL DINAS PARIWISATA DAN KEBUDAYAAN KOTA YOGYAKARTA. A. Sejarah Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Yogyakarta

STUDI PARTISIPASI PEDAGANG DAN PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PARTISIPASI DALAM REVITALISASI KAWASAN ALUN-ALUN SURAKARTA TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta merupakan salah satu kota tujuan wisata di Indonesia. Selain

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

MATA KULIAH : ILMU BUDAYA DASAR PERANAN BUDAYA LOKAL MENDUKUNG KETAHANAN BUDAYA NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan kepariwisataan merupakan kegiatan yang bersifat sistematik,

BAB I PENDAHULUAN. sektor perdagangan, sektor perekonomian, dan sektor transportasi. Dari segi. transportasi, sebelum ditemukannya mesin, manusia

PROFIL DINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA ACEH

KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SABRINA SABILA L2D

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) adalah salah satu daerah yang

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG POLA PENGEMBANGAN TRANSPORTASI WILAYAH

BAB I PENDAHULUAN. Kota Semarang terletak LS dan BT, dengan. sebelah selatan : Kabupaten Semarang

PERUBAHAN FASADE DAN FUNGSI BANGUNAN BERSEJARAH (DI RUAS JALAN UTAMA KAWASAN MALIOBORO) TUGAS AKHIR. Oleh: NDARU RISDANTI L2D

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERSEPSI DAN PREFERENSI MASYARAKAT YANG BERAKTIVITAS DI KOTA LAMA SEMARANG DAN SEKITARNYA TERHADAP CITY WALK DI JALAN MERAK SEMARANG TUGAS AKHIR

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN I 1

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2017

PERANSERTA STAKEHOLDER DALAM REVITALISASI KAWASAN KERATON KASUNANAN SURAKARTA TUGAS AKHIR. Oleh: YANTHI LYDIA INDRAWATI L2D

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota Yogyakarta merupakan salah satu kota di Indonesia yang terus

BAB I PENDAHULUAN. baru, maka keberadaan seni dan budaya dari masa ke masa juga mengalami

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. budaya, baik berupa seni tradisional ataupun seni budaya yang timbul karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia

PASAR FESTIVAL INDUSTRI KERAJINAN DAN KULINER JAWA TENGAH

MUSEUM BATIK PEKALONGAN PENEKANAN DESAIN ARSITEKTUR NEO-VERNAKULAR

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi ketika seseorang pengunjung melakukan perjalanan. Pariwisata secara

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

PUSAT INFORMASI BATIK di BANDUNG BAB I PENDAHULUAN

Studi Kelayakan Pengembangan Wisata Kolong Eks Tambang Kabupaten Belitung TA LATAR BELAKANG

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. sebagai salah satu sumber pendapatan daerah.program pengembangan dan

PUSAT BATIK DI PEKALONGAN (Showroom,Penjualan,Pelatihan Desain,dan Information center)

PENGEMBANGAN PARIWISATA BERWAWASAN LINGKUNGAN BUDAYA

PROGRAM JANGKA PENDEK: - Peningkatan kapasitas P3KP - Pengelolaan secara internal

BAB I PENDAHULUAN. untuk perusahaan yang menjual jasa kepada wisatawan. Oleh karena itu,

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi yang memiliki potensi wisata

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR CITY HOTEL DI BENTENG VASTENBURG SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. dapat dijadikan sebagai prioritas utama dalam menunjang pembangunan

I.1 LATAR BELAKANG I.1.1

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Visi Misi Gubernur DIY: Rancangan Cascade RPJMD DIY

1.1 Latar belakang Sebagai daerah istimewa, Yogyakarta mendapat dana keistimewaan yang

MUSEUM BATIK TULIS BAKARAN DI KOTA PATI

SULTAN BACHTIAR NAJAMUDIN MUJIONO

BAB I PENDAHULUAN. Museum Budaya Dayak Di Kota Palangka Raya Page 1

PAPARAN Rancangan Awal RPJMD Tahun Wates, 27 September 2017

PERAN WANITA DALAM AKTIVITAS WISATA BUDAYA (Studi Kasus Obyek Wisata Keraton Yogyakarta) TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. sektor penting dalam pembangunan perekonomian bangsa-bangsa di dunia (Naude

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER

PUSAT INFORMASI DAN PROMOSI HASIL KERAJINAN DI YOGYAKARTA

IV.C.5. Urusan Pilihan Kepariwisataan

2015 PENGARUH PENYAMPAIAN PEOPLE,PHYSICAL EVID ENCE D AN PROCESS TERHAD AP KEPUTUSAN BERKUNJUNG

BAB I PENDAHULUAN. Pendapatan Asli Daerah yang cukup potensial. Pariwisata telah menjadi industri yang

BAB II PERENCANAAN KINERJA

BAB 1 PENDAHULUAN Kondisi Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1. 1 Peta Wisata Kabupaten Sleman Sumber : diakses Maret Diakses tanggal 7 Maret 2013, 15.

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dusun Srowolan adalah salah satu Dusun di Desa Purwobinangun, UKDW

BAB I PENDAHULUAN. yang banyak ini, Indonesia mempunyai potensi kekayaan yang sangat beraneka

IMPLEMENTASI INTEGRATED MARKETING COMMUNICATION

BAB I. Pendahuluan. mengembangkan pariwisata dengan daya tarik wisata alam. Alternatif terbaik untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pariwisata merupakan salah satu langkah strategis dalam menunjang

VISI DAN MISI PEMBANGUNAN KOTA SORONG PERIODE

BAB IV GAMBARAN UMUM. A. Kondisi Geografis Daerah Istimewa Yogyakarta. Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki luas wilayah 3.

1.1.1 KONDISI TEMPAT WISATA DI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. manusia atau masyarakat suatu bangsa, dalam berbagai kegiatan

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. Tua Jakarta dan pengaruhnya terhadap optimalisasi aset tanah dan bangunan milik

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan sosial dan ekonomi. Menurut undang undang kepariwisataan no 10

BAB I PENDAHULUAN. Keadaan geografi sebuah kawasan bukan hanya merupakan. pertimbangan yang esensial pada awal penentuan lokasi, tetapi mempengaruhi

I. PENDAHULUAN. untuk memotivasi berkembangnya pembangunan daerah. Pemerintah daerah harus berupaya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kelayakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kasus Proyek

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini diarahkan untuk mengetahui efektivitas dampak kesejahteraan

Transkripsi:

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Yogyakarta merupakan kota dengan lintasan sejarah yang cukup panjang, dimulai pada tanggal 13 Februari 1755 dengan dilatari oleh Perjanjian Giyanti yang membagi wilayah Kerajaan Mataram menjadi Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta. Raja Kasultanan Yogyakarta yang bergelar Sultan Hamengku Buwono I membangun kompleks kerajaan yang selesai pada tanggal 7 Oktober 1756. Lintasan sejarah ini apabila ditarik ke belakang lagi berasal dari kawasan yang berada di tenggara Yogyakarta yang telah berkembang terlebih dahulu dan merupakan cikal bakal dari Kerajaan Mataram Islam yaitu kawasan Kota Gede, yang didirikan oleh Ki Gede Pemanahan yang kemudian dilanjutkan oleh Panembahan Senopati, sang raja Mataram Islam yang pertama. Sedangkan apabila ditarik maju ternyata banyak sekali peristiwa sejarah yang terjadi di Yogyakarta, mulai dari pemindahan ibu kota Republik Indonesia ke Yogyakarta pada tahun 1947 hingga salah satu tempat terjadinya awal reformasi pemerintahan pada tahun 1998. Kekayaan sejarah ini juga disertai oleh kekayaan pusaka sebagai bentuk peradaban yang tumbuh berkembang seiring dengan waktu baik pusaka ragawi maupun pusaka tidak ragawi. Pusaka ragawi berupa bangunan-bangunan bersejarah mulai dari era Mataram Islam pertama, Mataram Islam pasca Perjanjian Giyanti, bangunan pemerintah kolonial Belanda hingga era perjuangan dan pasca kemerdekaan maupun alat transportasi berupa Andong, kain dan motif batik serta masih banyak lagi. Sedangkan pusaka tidak ragawi berupa bahasa, tarian, seni musik karawitan, tembang hingga nilai-nilai budaya yang melekat erat di masyarakat. Kesemuanya adalah sebuah modal yang sangat berharga dalam kehidupan di Yogyakarta. Kota Yogyakarta secara geografis memiliki luas wilayah 3.250 Hektar dan jumlah penduduk de jure sebesar 388.000 jiwa. Namun demikian jumlah penduduk ini berlipat dua pada siang hari untuk bekerja dan belajar, atau bahkan menembus jumlah satu juta orang pada masa liburan karena aktivitas wisata. Kota Yogyakarta adalah sebuah kota yang ekonominya bergantung kepada sektor ekonomi tersier, terutama pada sektor yang berbasis jasa, yaitu pariwisata dan pendidikan. Kebijakan pembangunan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan khususnya Kota Yogyakarta telah menyadari arti pentingnya pusaka ini sebagai bagian tidak terpisahkan dari pembangunan itu sendiri. Hal ini tercermin dari visi pembangunan jangka panjang Kota Yogyakarta yang Rencana Aksi Kota Pusaka Yogyakarta PENDAHULUAN 1-1

termuat dalam RPJPD tahun 2005-2025 yaitu Mewujudkan Kota Yogyakarta sebagai Kota Pendidikan yang Berkualitas, Kota Pariwisata yang Berbasis Budaya, dan Kota Pusat Perdagangan dan Jasa, yang Berwawasan Lingkungan. Fakta bahwa perekonomian Yogyakarta digerakkan oleh tiga sektor utama yaitu pendidikan, pariwisata dan pelayanan jasa terlihat secara jelas dalam proporsinya pada PDRB Kota Yogyakarta dimana sektor hotel dan restoran memiliki kontribusi sekitar 30% dan sektor jasa memiliki kontribusi 25% juga menjadi faktor penguat kebijakan tersebut. Gb.1.1. Peta wilayah Kota Yogyakarta Pengembangan pariwisata membawa pengaruh positif bagi masyarakat, yaitu meningkatnya taraf perekonomian masyarakat. Namun, pengembangan sektor pariwisata juga membawa pengaruh lain, yaitu terancamnya lingkungan kebudayaan masyarakat. Padahal, kemajuan sektor pariwisata sedikit banyak ditentukan oleh kualitas kebudayaan masyarakat. Lingkungan budaya ini yang menjadi daya tarik terbesar dunia pariwisata. Rencana Aksi Kota Pusaka Yogyakarta PENDAHULUAN 1-2

Salah satu kearifan lokal dalam pariwisata adalah mengembangkan pariwisata yang berwawasan lingkungan budaya. Untuk menciptakan pengembangan pariwisata berwawasan lingkungan ada lima hal yang dapat ditempuh. Pertama, pembangunan fisik memperhatikan kekhasan Yogyakarta. Kedua, menghidupkan wisata budaya tradisional. Ketiga, memberikan pendidikan budaya pada generasi muda. Keempat, penghargaan terhadap warisan nenek moyang. Dan kelima, pengalokasian dana untuk pengembangan kebudayaan. Pembangunan sektor pariwisata sedikit demi sedikit mengancam eksistensi dan kelestarian budaya lokal. Secara perlahan-lahan tetapi pasti masyarakat akan mengadopsi budaya yang lebih modern yang berasal dari luar budayanya sendiri. Hal itu menimbulkan masalah tersendiri. Kebanyakan wisatawan datang ke Yogyakarta bukan pertama-tama untuk menikmati suasana modern, melainkan justru untuk mengenal dan menikmati suasana dan kebudayaan lokal. Jika yang dicari adalah suasana modern, kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Batam menyediakannya. Maka, jika secara perlahan-lahan kebudayaan lokal tergeser, dapat dipastikan bahwa lama kelamaan Yogyakarta akan kehilangan aset untuk ditawarkan pada para wisatawan. Tak ada lagi kekhasan Yogyakarta yang dapat dikedepankan untuk menarik wisatawan. Persoalan tersebut perlu dicari solusinya. Pengembangan pariwisata Yogyakarta perlu diarahkan pada pengembangan pariwisata yang berorientasi pada pelestarian budaya. Kota pariwisata adalah salah satu ikon yang melekat kuat pada kota Yogyakarta. Namun, ada beberapa hal yang perlu ditinjau lebih lanjut seputar dunia kepariwisataan kota Yogyakarta yaitu sebagai berikut : a. Budaya lokal. Wisata kota Yogyakarta yang berbasis budaya lokal merupakan daya tarik utama yang masih dapat dioptimalkan. Urgensi keberadaan pranata hukum pemeliharaan identitas kota menjadi prioritas agar icon-icon budaya lokal tetap terjaga. Beberapa aset PT KA di Yogya yang akan dibenahi untuk kemudian dikembangkan adalah kawasan Stasiun Tugu hingga Malioboro, stasiun-stasiun tua dari zaman Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS) di abad 19 dan 20. b. Kawasan Stasiun Tugu hingga Malioboro menyisakan bangunan-bangunan lama, juga semacam gudang dalam kondisi memprihatinkan. Pengembangan sub kawasan Stasiun Tugu merupakan rencana terpadu dengan pihak Pemprov DIY, Pemkot, dan Kraton Yogyakarta. c. Kegiatan budaya. Permintaan akan adanya kegiatan/event budaya yang bersifat regular dan berkesinambungan semakin meningkat. Beberapa contoh kegiatan budaya, seperti: Jogja Java Carnival dan Sekaten, mampu menarik perhatian wisatawan dalam dan luar kota, bahkan mancanegara. Rencana Aksi Kota Pusaka Yogyakarta PENDAHULUAN 1-3

d. Akses wisata. Akses ke lokasi wisata dan sarana pendukung lainnya perlu ditingkatkan. Penambahan shelter dan route Transjogja, penyediaan rambu-rambu lalu lintas yang jelas, dan penunjuk arah lokasi obyek wisata yang informatif, serta perluasan kawasan parkir merupakan kebutuhan yang harus penuhi untuk menunjang kepariwisataan kota Yogyakarta. e. Promosi wisata. Kegiatan pariwisata melalui promosi dan kekuatan jejaring perlu ditingkatkan. f. Wisata malam. Kegiatan wisata malam yang masih potensial untuk dikembangkan mengingat semakin meningkatnya minat masyarakat baik dari dalam maupun dari luar wilayah Kota Yogyakarta terhadap wisata ini. Namun demikian pengembangannya harus tetap dalam koridor budaya dan nilai-nilai luhur Kota Yogyakarta. Fakta dan kebijakan yang telah ditetapkan tersebut menjadi sebuah landasan utama proses pembangunan Kota Yogyakarta sehingga program P3KP bukanlah sebuah keniscayaan tetapi sudah merupakan bagian suatu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pemerintah daerah. Diharapkan program P3KP menjadi sebuah katalisator yang mendorong atau menjadi ungkitan terhadap berbagai program yang telah, sedang dan akan dilaksanakan oleh pemerintah daerah baik Pemerintah Kota Yogyakarta maupun Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dalam upaya pelestarian kota pusaka. 1.2. Tujuan RAKP Tujuan penyusunan RAKP adalah untuk menyusun sebuah dokumen rencana aksi sebagai basis pelaksanaan dari Program Penataan dan Pelestarian Kota Pusaka yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Yogyakarta bersama dengan stakeholder yang terkait dengannya dalam rangka mencapai predikat Kota Pusaka Indonesia dan Kota Pusaka Dunia. 1.3. Landasan Hukum 1. Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; 2. Undang-undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang; 3. Undang-undang Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya; 4. Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian Kewenangan; Rencana Aksi Kota Pusaka Yogyakarta PENDAHULUAN 1-4

5. Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional; 6. Perda D.I. Yogyakarta Nomor 11 tahun 2005 tentang Pengelolaan Kawasan Cagar Budaya dan Benda Cagar Budaya; 7. SK Gubernur DIY No. 186/KEP/2011 tentang Penetapan Kawasan Cagar Budaya. 1.4. Sistematika RAKP Bab I Pendahuluan Berisikan latar belakang, tujuan penyusunan RAKP serta landasan hukum RAKP; Bab II Profil Kota Pusaka Berisikan sejarah perkembangan kota terkait morfologi kota, aset pusaka yang meliputi aset pusaka ragawi, aset pusaka alam, aset pusaka non ragawi dan aset pusaka saujana; Bab III Signifikansi Kota Pusaka Berisikan pernyataan arti penting yang meliputi nilai sejarah, nilai ilmu pengetahuan dan edukasi, nilai budaya, nilai kelangkaan, nilai fungsional, nilai ekonomi, nilai sosial, nilai integritas, nilai identitas dan nilai ekologis, keunggulan nilai Indonesia, keaslian dan integritas serta upaya perlindungan yang perlu dilakukan; Bab IV Tantangan dan Permasalahan dalam Melestarikan Keunggulan Berisikan tantangan dan permasalahan yang berasal dari desakan pembangunan kota/urbanisasi, tata kelola pemerintahan, ulah manusia dan bencana alam; Bab V Visi Misi Berisikan pernyataan visi dan misi penataan dan pelestarian kota pusaka; Bab VI Rencana Aksi Berisikan manajemen kota pusaka yang meliputi kelembagaan dan peran pemangku kepentingan, inventarisasi, analisis dan penetapan pusaka, informasi, edukasi dan promosi, pengelolaan resiko bencana untuk pusaka serta perencanaan pembangaunan terkait kota pusaka yang meliputi perencanaan dalam dokumen perencanaan pembangunan kota, matriks rencana aksi kota pusaka, perancangan/olah desain kota pusaka, pengembangan karakter dan kehidupan, pengembangan ekonomi pusaka, oleh desain bangunan dan ruang terbuka, dan rencana tata ruang dan lingkungan alam. Rencana Aksi Kota Pusaka Yogyakarta PENDAHULUAN 1-5

Bab VII Pencapaian Pelaksanaan Aksi Hingga Tahun 2012 Berisikan pencapaian pelaksanaan aksi hingga tahun 2012 yang meliputi manajemen kota pusaka yang meliputi kelembagaan dan peran pemangku kepentingan, inventarisasi, analisis dan penetapan pusaka, informasi, edukasi dan promosi, pengelolaan resiko bencana untuk pusaka serta perencanaan pembangaunan terkait kota pusaka yang meliputi perencanaan dalam dokumen perencanaan pembangunan kota, matriks rencana aksi kota pusaka, perancangan/olah desain kota pusaka, pengembangan karakter dan kehidupan, pengembangan ekonomi pusaka, oleh desain bangunan dan ruang terbuka, dan rencana tata ruang dan lingkungan alam. Rencana Aksi Kota Pusaka Yogyakarta PENDAHULUAN 1-6