BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. 1. Struktur Organisasi Unit PPA (Penyidik Perempuan dan Anak) Reskrim

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. cara yang diatur dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana untuk mencari serta

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

BAB II PENAHANAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TERHADAP TERSANGKA ANAK DIBAWAH UMUR. penyelidikan yang merupakan tahapan permulaan mencari ada atau tidaknya

I. PENDAHULUAN. kebebasan, baik yang bersifat fisik maupun pikiran. Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar

II. TINJAUAN PUSTAKA. penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur menurut Undang-Undang ini.

BAB IV PENUTUP. 1. Pelaksanaan penyidikan terhadap anak tersangka tindak pidana Narkotika di

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INDONESIA CORRUPTION WATCH 1 Oktober 2013

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan,

Lex Crimen Vol. V/No. 4/Apr-Jun/2016

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN

Pemeriksaan Sebelum Persidangan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MEKANISME PENYELESAIAN KASUS KEJAHATAN KEHUTANAN

NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

jahat tersebut tentunya berusaha untuk menghindar dari hukuman pidana, yaitu dengan cara

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penulisan skripsi ini dilakukan dengan menggunakan penelitian lapangan dengan

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan pembahasan diatas dan dari hasil penelitian yang dilakukan, maka

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA

WAWANCARA. Pewawancara : Dame Hutapea (Mahasiswa Fak. Hukum Universitas Esa Unggul)

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

TINJAUAN TERHADAP LANGKAH JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM MEMBUKTIKAN PERKARA TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA YANG MENGGUNAKAN RACUN

PENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

Undang Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang : Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 28, Pasal 28A-J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

NOMOR : M.HH-11.HM th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Modul E-Learning 3 PENEGAKAN HUKUM

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR ( SOP ) Tentang

TUGAS MATA KULIAH ANALISIS KASUS DAN PRAKTEK BERACARA

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 8 TAHUN 1981 (8/1981) Tanggal: 31 DESEMBER 1981 (JAKARTA)

KEKUATAN VISUM ET REPERTUM SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM MENGUNGKAP TERJADINYA TINDAK PIDANA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN REGISTER PERKARA ANAK DAN ANAK KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor : 273/Pid/2013/PT.Bdg.

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyidik Polri diberi kewenangan yang bersifat personal, berdasarkan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu

PEDOMAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) INISIATIF. Tentang SISTEM PENGUNGKAPAN KASUS SAT RESKRIM DENGAN TEAM ELITE SAT SABHARA POLRES LOMBOK TIMUR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Intelijen dalam bahasa Indonesia merupakan terjemahan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB V PENUTUP. 1. Mekanisme Mediasi Penal Pada Tahap Penyidikan : mediasi penal dikenal dengan Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS).

BAB II KEWENANGAN PENYIDIK DALAM PROSES PENYIDIKAN PIDANA ANAK. 2.1 Prosedur Penyidikan dalam Hukum Acara Pidana

KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA (KUHAP) NOMOR 8 TAHUN 1981

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

MANTAN KEPALA DINAS SOSIAL KABUPATEN KARIMUN MASUK BUI

Prinsip-Prinsip Hukum Acara Pidana. 2. Prinsip penggabungan pidana dg tuntutan ganti rugi.

MENTER! HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 18 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJAR,

II. TINJAUAN PUSTAKA

STANDAR PELAYANAN KEPANITERAAN PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. berhak mendapatkan perlindungan fisik, mental dan spiritual maupun sosial

BAB I PENDAHULUAN. Hukum materiil seperti yang terjelma dalam undang undang atau yang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyeles

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG

BAB II HUBUNGAN KUHP DENGAN UU NO. 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BARESKRIM POLRI STANDARD OPERASIONAL PROSEDUR PENAHANAN MARKAS BESAR KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN RESERSE KRIMINAL

- 2 - BAB I KETENTUAN UMUM

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol.16 No.3 Tahun 2016

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia

HUKUM ACARA PIDANA. Welin Kusuma

-1- QANUN ACEH NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG HUKUM ACARA JINAYAT BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN ANAK MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE DI TINGKAT PENYIDIKAN DI TINJAU DARI UU

HUKUM ACARA PIDANA Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tanggal 31 Desember 1981 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 8 TAHUN 1981 (8/1981) Tanggal: 31 DESEMBER 1981 (JAKARTA)

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

IMPLEMENTASI PASAL 31 KUHAP TENTANG PENANGGUHAN PENAHANAN DENGAN ATAU TANPA JAMINAN (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Boyolali)

ALUR PERADILAN PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kelima, Penyidikan Oleh Badan Narkotika Nasional (BNN)

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id P U T U S A N

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat.kelompok ini memang kehilangan hak-hak kebebasannya khususnya hak

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap yang dilakukan oleh pelakunya. Dalam realita sehari - hari, ada

BAB I PENDAHULUAN. sering terjadi penyimpangan-penyimpangan terhadap norma-norma pergaulan. tingkat kejahatan atau tindak pidana pembunuhan.

Transkripsi:

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. Hasil Penelitian 1. Struktur Organisasi Unit PPA (Penyidik Perempuan dan Anak) Reskrim Polres Salatiga. 1 Penulis akan memberikan gambaran tentang struktur organisasi unit PPA Polres Salatiga. KAPOLRES WAKAPOLRES KASAT RESKRIM KAURBINOPS KAUR MINTU BANMIN/BANUM KANIT I KANIT II KANIT III KANIT IV KANIT RESMOB KANIT IDENT KANIT PPA 1.1 Kanit PPA 2 1 Gambar Struktur Organisasi diambil dari Kantor RESKRIM Polres Salatiga, Tanggal 27 Agustus 2013. 2 Wawancara dengan Kanit PPA, AIPTU Kusyono di Polres Salatiga, Pada Tanggal 27 Agustus 2013 58

Tugas Pokok Menyelenggarakan dan mengkoordinasi pelaksanaan penyidikan laporan polisi yang dibebankan kepadanya Melaksanakan, pemeriksaan, pemberkasan, sampai dengan perkara ke JPU, Bapas, Psikiater, instansi terkait seijin Kasat Reskrim Menyususn rengiat dan hasil giat serta membuat rencana penyidikan Tugas Tambahan Melaksanakan Apel Pagi dan Siang Melaksanakan piket fungsi dengan kegiatan melaksanakan pemeriksaan tersangka saksi, pelapor dan saksi lainnya serta mendatangi TKP Melaksanakan tugas lain yang dibebankan kepadanya oleh pimpinana Melaksanakan ajangsana kepada korban KDRT 1.1 Anggota Unit PPA Tugas Pokok Melaksanakan tugas-tugas penyidikan yang dibebankan kepadanya oleh Kanit PPA Melaksanakan pemeriksaan, pemberkasan sampai dengan penyerahan perkara ke JPU Menyusun Rengiat dan Hasil giat, serta membuat rencana penyidikan 59

Tugas Tambahan Melaksanakan Apel Pagi dan Siang Melaksanakan piket fungsi dan kegiatan melaksanakan pemeriksaan tersangka saksi, pelapor dan tersangka lainnya Menyusun dan membuat Renbut, Rensidik, serta Wabku yang berkaitan dengan DIPA Melaksanakan operasi rutin/khusus yang diperintahkan oleh pemimpin sesuai Sprin Melaksanakan tugas lain yang dibebankan kepadanya oleh pemimpin. 60

2. Perkara tindak pidana yang dilakukan anak dan disidik oleh Polres Salatiga Tabel 1 : Perkara Tindak Pidana Yang Dilakukan Tersangka Anak di Polres Salatiga. No No Berkas Perkara Perkara Pasal yang dikenakan Nama Tersangka Umur 1 BP/66/V/2012/Reskrim/ Tanggal 22 Mei 2012 Pencurian (mencuri gelang, uang, HP) Pasal 363 KUHP Nur Arifin 14 tahun 2 BP/50/IV/2012/Reskrim/ Tanggal 27 April 2012 Melakukan kekerasan terhadap orang 170 KUHP Fauzi 17 tahun 3 BP/III/2011/Reskrim Pencurian (1 (satu) kardus ciki) 363 KUHP Andreas Agus W 14 tahun 4 BP/07/III/2011/Sat Kecelakaan Lalu 310 ayat (4) jo 310 Zuzev Ervando 17 tahun Lantas lintas (3) UU No 22 Tahun 2009 5 BP/27/VII/2011/Sek Penadahan 480 jo 55 jo 56 Bagus Santoso 17 tahun Sidorejo (1 buah handphone) KUHP Pid dan Rudi K LP/253/VII/2011/Jateng/ Res Sltg/24 Juli 2011 Sumber: Data sekunder pada Pengadilan Negri Salatiga dan sudah dikonfirmasi ke Polres Salatiga. 61

Selama tahun 2011 dan 2012 di Polres Salatiga menunjukan ada 5 anak yang diduga melakukan tindak pidana dan semua tersangka masih dibawah umur. Umur tersangka masing-masing Nur Arifin 14 Tahun, Fauzi 17 Tahun, Andreas Agus W 14 Tahun, Zuzev Ervando 17 Tahun, Bagus Santoso dan Rudi 17 Tahun. Jenis tindak pidana yang dilakukan oleh tersangka yaitu : Nur Arifin kasus mencuri gelang emas, uang, dan handphone, pasal yang dikenakan yaitu Pasal 363 KUHP. Fauzi dengan kasus melakukan kekerasan terhadap orang yang menyebabkan korban mengalami luka-luka pasal yang dikenakan yaitu Pasal 170 KUHP Ayat (2). Andreas Agus W dengan kasus pencurian, mencuri 1 (kardus) ciki pasal yang dikenakan yaitu Pasal 363 KUHP, Zuzev Ervando kasus kecelakaan lalu lintas pasal yang dikenakan Pasal 310 ayat (4) jo 310 (3) UU No 22 Tahun 2009. Bagus Santoso dan Rudi Kriesman dengan kasus penadahan 1 buah handphone pasal yang dikenakan yaitu Pasal 480 jo 55 jo 56 KUHP. 3. Kasus Posisi Dalam perkara kasus yang dialami oleh masing-masing tersangka anak di Wilayah Polres Salatiga ini merupakan kasus dengan tindak pidana pencurian, penadahan dan kecelakaan lalu lintas. Pada hakekatnya ketika anak masih dibawah umur kecenderungnya ialah ingin melakukan apa yang dia inginkan, karena didasari dengan kemauan yang tinggi dan faktor pergaulan yang tidak baik. Jadi ketika anak diperhadapkan dengan sebuah pilihan yang sang anak belum mampu mengendalikan emosinya maka anak akan nekat melakukan apa yang diinginkannya untuk memenuhi kemauannya. 62

Dalam perkara ini anak yang melakukan tindak pidana telah melanggar hukum karena anak tersebut telah melakukan pencurian, penadahan yang sejatinya bukan miliknya, serta kecelakaan lalu lintas akibat dari kecerobohan sang anak sehingga mengakibatkan kerugian pada para korban. Untuk mempertanggungjawabkan semua perbuatannya maka anak tersebut harus berurusan dengan polisi dan mempertanggungjawabkan setiap perbuatan yang telah dilakukan serta harus menjalani proses penyidikan yang dilakukan oleh polisi dan penahanan oleh polisi. 4. Proses Penyidikan Terhadap Tersangka Anak 3 Berikut proses penyidikan terhadap tersangka anak yang dilakukan oleh Penyidik PPA Polres Salatiga: a) Penangkapan Sebelum dilakukan pemeriksaan penyidikan, polisi melakukan tindakan penangkapan yang berdasarkan laporan atau pengaduan dari masyarakat. Surat perintah yang dikeluarkan oleh penyidik Polres Salatiga berisi tentang identitas tersangka, yang menyebutkan alasan penangkapan, uraian perkara kejahatan, dan tempat tersangka diperiksa. Setelah itu dilakukan proses penyidikan terhadap tersangka. b) Penahanan Data yang penulis peroleh ada enam anak yang ditahan. Hal itu untuk kepentingan pemeriksaan penyidikan terhadap anak yang diduga 3 Wawancara Dengan Kanit PPA, AIPTU Kusyono. Tanggal 12 Oktober 2012 di Kantor PPA Polres Salatiga 63

melakukan tindak pidana. Jangka waktu penahanan yaitu 20 hari sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku (Undang-undang Pengadilan Anak). c) Pemeriksaan Penyidikan Tersangka Anak Pemeriksaan penyidikan dilaksanakan berdasarkan laporan atau pengaduan dari masyarakat kemudian dari penyidik membuat Surat Perintah Penyidikan, berdasarkan surat perintah tersebut kemudian dari Kasat Reskrim atau Kepala Unit (KANIT) Penyidik menunjuk petugas penyidik untuk melakukan pemeriksaan yang diterbitkan melalui SPDP (Surat Perintah Dimulainya Penyidikan), jika tidak ada bukti yang cukup maka penyidik dapat menghentikan penyidikannya melalui SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan). Tersangka anak yang diperiksa oleh penyidik Polri dilakukan secara terbuka, ditempat biasa untuk pemeriksaan, tetapi tetap dengan suasana kekeluargaan. Pemeriksaan penyidikan terhadap tersangka anak seperti cara interogasi atau Tanya jawab sewaktu BAP (Berita Acara Pemeriksaan) dilakukan dengan 4 : a. Perlakuan tidak disamakan dengan orang dewasa. b. Melakukan wawancara dengan suasana kekeluargaan supaya anak tidak takut. 4 Wawancana dengan AIPTU. Kusyono Kanit PPA, Tanggal 12 Oktober 2012. Di Kantor PPA Polres Salatiga. 64

c. Melakukan wawancara kepada anak untuk mengetahui karakter anak, latar belakang anak, serta lingkungan masyarakat anak tersebut. d. Dalam memeriksa tersangka anak, orang tua/wali dipanggil dan dari kepolisian menawarkan penasehat hokum baik dari tersangka sendiri maupun dari kepolisian untuk mendampinginya. e. Tidak melakukan kekerasan atau bentakan-bentakan dalam proses pemeriksaan. f. Jika berdasarkan pertimbangan penyidik bahwa kasus tersebut tidak perlu dilanjutkan ke tingkat pengadilan, maka tersangka dan orang tuanya diwajibkan membuat surat pernyataan atau mengganti kerugian terhadap pihak korban. Selama pemeriksaan penyidik terhadap tersangka anak, petugas BAPAS wajib dipanggil untuk mendampingi anak selama pemeriksaan penyidik berlangsung untuk dimintai pertimbangan apakah tersangka anak tersebut ditahan atau tidak dan juga penyidik menawarkan penasehat hukum baik dari polisi maupun tersangka sendiri, akan tetapi tindakan-tindakan itu tidak dilakukan oleh penyidik. 65

Tabel 2: Penahanan Yang Dilakukan Oleh Penyidik Dalam Perkara Tindak Pidana Anak di Polres Salatiga No Nama Tersangka Anak Lama Penahanan 1 Nur Arifin 13 Mei 2012-1 Juni 2012 2 Fauzi 18April 2012-7 Mei 2012 3 Andrea Agus W 25 Maret 2011-13 April 2012 4 Zuzev Ervando Ditahan oleh Penyidik selama 20 hari 5 Bagus Santoso dan Rudi K 25 Juli 2011-13 Agustus 2011 Sumber: Data sekunder pada Pengadilan Negri Salatiga dan sudah dikonfirmasi ke Polres Salatiga. Tabel 3: Pertimbangan Penyidik Dalam Melakukan Penahanan Pertimbangan Penyidik Subyektif Dikhawatirkan melarikan diri Dikhawatirkan mengulangi perbuatannya Dikhawatirkan menghilangkan barang bukti Obyektif Ancaman Pasal 363 KUHP Pid, 7 Tahun Penjara Ancaman 170 KUHP Pid 5 Tahun Penjara Ancaman 363 KUHP Pid 7 Tahun 310 ayat (4) jo 310 (3) UU No 22 Tahun 2009, 6 Bulan Penjara Ancaman 480 jo 55 jo 56 KUHP Pid, 4 Tahun Penjara Sumber: Data sekunder pada Pengadilan Negri Salatiga dan sudah dikonfirmasi ke Polres Salatiga. 66

5. Pertimbangan BAPAS Rekomendasi BAPAS dalam melakukan pertimbangan untuk mengajukan permohonan penangguhan penahanan terhadap penyidik. Perkara anak dari kasus yang penulis teliti adalah bahwa tersangka anak tersebut ditahan semua oleh penyidik, keenam tersangka yaitu Nur Arifin, Fauzi, Andreas Agus W, Zuzev Ervando, Bagus Santoso dan Rudi K. mereka ditahan semua guna menjalani proses hukum dan untuk dimintai keterangan saat menjalani pemeriksaan. BAPAS meminta supaya penyidik tidak melakukan penahanan, bagi BAPAS penahanan adalah alternatif terakhir yang diambil. Pertimbangan BAPAS bagi para tersangka yaitu 5 : a. Nur Arifin kasus pencurian supaya mendapat penangguhan penahanan, sebab anak tersebut masih sekolah. b. Fauzi kasus kekerasan terrhadap orang, penahanannya dapat ditangguhkan, dan dikembalikan kepada orang tuanya. c. Zuzev Ervando kasus kecelakaan lalu lintas supaya tidak ditahan, sebab kerugian yang diderita korban tidak parah. Sehingga tersangka dapat melanjutkan sekolahnya. d. Bagus Santoso dan Rudi K kasus penadahan, supaya mendapat penangguhan penahanan dan dikembalikan oleh orang tuanya. e. Andreas Agus W kasus mencuri 1 kardus ciki, supaya mendapat penangguhan penahanan dan mengganti kerugian untuk korban. 5 Sumber: Buku Sekunder, Putusan Pengadilan. Diambil Pada Tanggal 27 Agustus di Pengadilan Negri Salatiga 67

B. Analisis Pertimbangan Penyidik Polres Salatiga Dalam Melakukan Penahanan Kepada Tersangka Anak 1. Dari segi pasal yang dipersangkakan (Pertimbangan Obyektif) Dalam proses untuk melakukan penahanan yang dilakukan oleh penyidik terhadap tersangka anak yang melakukan tindak pidana kejahatan di wilayah Polres Salatiga, penyidik menggunakan pasal untuk menahan para tersangka anak tersebut dengan berdasarkan pada: KUHAP yang mengatur khususnya dalam Bab V bagian kedua tentang penahanan, disana dikatakan untuk kepentingan penyidikan, penyidik atau penyidik pembantu atas perintah penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 berwenang melakukan penahanan. Akan tetapi penyidik harus memperhatikan KUHAP Pasal 21 ayat (4) a dan b yang mengatakan: Tindakan penahanan yang dapat dikenakan terhadap tersangka/terdakwa yang melakukan tindak pidana dan atau percobaan maupun pemberian bantuan dalam: lebih a. tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau b.tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 282 ayat (3), Pasal 296, Pasal 335 ayat (1), Pasal 351 ayat (1), Pasal 353 ayat (1), Pasal 372, Pasal 378, Pasal 379 a, Pasal 453, Pasal 454, Pasal 455, Pasal 459, Pasal 480 dan Pasal 506 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Pasal 25 dan Pasal 26 Rechtenordonnantie (pelanggaran terhadap ordonansi Bea dan Cukai, terakhir 68

diubah dengan Staatsblad Tahun 1931 Nomor 471), Pasal 1, Pasal 2 dan Pasal 4 Undang-undang Tindak Pidana Imigrasi (Undang-undang Nomor 8 Drt. Tahun 1955, Lembaran Negara Tahun 1955 Nomor 8), Pasal 36 ayat (7), Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 47, dan Pasal 48 Undangundang Nomor 9 Tahun 1976 tentang Narkotika (Lembaran Negara Tahun 1976 Nomor 37, Tambähan Lembaran Negara Nomor 3086). Dalam kasus yang penulis kaji bahwa penyidik Polres Salatiga hanya berdasarkan KUHAP khususnya Bab V sebagai dasar dalam melakukan penahanan kepada tersangka anak. Padahal perkara-perkara yang penulis kaji, para tersangka tersebut dikenakan Pasal 363 untuk perkara Nur Arifin dan Andreas Agus W yaitu mencuri, Pasal 170 perkara Fauzi yaitu melakukan kekerasan terhadap orang, Pasal 310 ayat (4) jo 310 (3) UU No 22 Tahun 2009, dan Pasal 480 jo 55 56 KUHP. Pasal-pasal yang dikenakan oleh para tersangka itu sangat berbeda dengan Pasal 21 ayat (4) huruf a dan b yang seharusnya menjadi dasar untuk penyidik dapat melakukan penahanan kepada tersangka anak tersebut. Bahkan dalam Pasal 21 ayat (4) huruf b tidak ada pasal yang tercantum yaitu Pasal 363, 170, Pasal 310 ayat (4) jo 310 (3) UU No 22 Tahun 2009, dan Pasal 480 jo 55 56 KUHP. Pasalpasal yang ada dalam Pasal 21 ayat (4) huruf b merupakan pasal yang bisa dilakukan penahanan apabila pidana tersebut diancam dengan pidana 5 tahun atau lebih. Sedangkan dalam Undang-undang Pengadilan Anak juga mengatakan dalam Pasal 26 Ayat (1) UU Pengadilan Anak, bahwa Pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 69

huruf a, paling lama ½ (satu per dua) dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa. Jadi apabila tersangka anak nakal tersebut diancam dengan pidana lima tahun penjara, maka pengecualian bagi anak nakal itu belum memenuhi syarat dilakukannya penahanan. Berdasarkan ketentuan tersebut maka tidak setiap tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak pidana dapat dikenakan penahanan, apabila tindak pidana yang dilakukan tersebut diluar ketentuan Pasal 21 ayat (4) a dan b KUHAP. 2. Dari Segi Pertimbangan Subyektif Penyidik Dasar kepentingan (dasar subjektif), selain didasarkan ketentuan hukum yang berlaku sebagai dasar obyektif, maka tindakan penahanan kepada tersangka atau terdakwa juga didasarkan kepada kepentingan (keperluan), yaitu untuk kepentingan penyidikan, untuk kepentingan penuntutan dan untuk kepentingan pemeriksaan disidang pengadilan (Pasal 20 KUHAP), serta didasarkan pula pada keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka/terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana (Pasal 21 ayat (1) KUHAP). Dari pertimbangan subyektif tersebut terkesan bahwa pertimbangan itu masih abstrak atau kurang jelas, contoh ketika penyidik menggunakan parameter bahwa anak akan melarikan diri, bagaimana mungkin anak tersebut akan melarikan diri padahal tersangka masih bersekolah, masih memiliki orang tua, menurut penulis penyidik tidak bias menjelaskan lebih lanjut tentang pertimbangan subyektif yang ada dalam undang-undang. Selain itu, pada kenyataanya penyidik tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan yaitu meminta pertimbangan atau rekomendasi dari 70

BAPAS, jadi ini tidak relevan ketika penyidik pertimbangannya hanya berdasarkan unsur-unsur subyektif yang memang sudah ditetapkan dalam pasal tersebut. Seharusnya penyidik meminta pertimbangan rekomendasi dari BAPAS sebelum menahan tersangka anak, pertimbangan dari BAPAS tersebut apakah anak nantinya akan tetap dilakukan penahanan atau tersangka anak tersebut penahanannya dapat ditangguhkan. 3. Dari Segi Pertimbangan BAPAS Penyidik hanya menggunakan pertimbangnya untuk menahan para tersangka anak tersebut dengan berdasarkan KUHAP, ketika pasal yang dipersangkakan oleh tersangka tersebut sudah memenuhi unsur-unsur dalam penahanan maka penyidik melakukan tindakan menahan. Seharusnya penyidik bisa memperhatikan rekomendasi BAPAS dalam menahan tersangka anak dengan meminta bantuan oleh pertimbangan BAPAS dalam tindakan untuk menahan anak, apakah anak penahananya akan ditangguhkan atau bahkan tidak perlu dikenakan penahanan. Jadi para tersangka tidak harus ditahan tetapi anak tersebut bisa dikembalikan kepada orang tuanya atau wali supaya para orang tua/wali dapat dipertanggungjawabkan untuk dapat kembali membimbing dan membina anak dengan benar, atau langkah alternatif lain selain menahan adalah anak bisa diserahkan oleh Departemen Sosial supaya anak bisa dibina dan diberi pengertian supaya anak tersebut tidak mengulangi kejahatannya lagi. 71

Jadi tersangka anak tersebut tidak merasakan trauma atau mentalnya terganggu ketika anak tersebut diperhadapkan dengan penahanan yang sejatinya penahanan merupakan tempat yang kurang layak untuk dihuni oleh anak-anak. Dan anak bisa melanjutkan sekolahnya dan meraih cita-cita untuk masa depannya. Pelanggaran pidana oleh anak lebih merupakan kegagalan proses sosialisasi dan lemahnya pengendalian sosial terhadap anak. Oleh karena itu keputusan penyidik dalam menahan seorang anak dalam perkara anak harus mempertimbangkan keadaan anak yang sesungguhnya atau realitas seorang anak tersebut, bukan hanya melihat aspek pidananya saja. Dikaitkan UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pada Pasal 16 dirumuskan bahwa setiap anak berhak memperoleh perlindungan antara lain penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi dan penangkapan, penahanan atau penjatuhan pidana hanya dapat dilakukan sebagai upaya akhir. Dari ketiga analisis mengenai, pertimbangan penyidik dari segi pasal yang dipersangkakan, dari segi alasan subyektif dan obyektif penyidik serta petimbangan BAPAS, ternyata semua anak yang melakukan tindak pidana ditahan oleh penyidik. Menurut penulis, seharusnya tindakan yang harus digunakan oleh penyidik dalam melakukan penahanan yaitu bahwa penyidik harus mengerti syarat-syarat penahanan yakni dalam Undang-undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan juga penyidik harus mempertimbangkan hak-hak khusus pada para tersangka anak supaya, anak yang melakukan tindak pidana itu dapat diberlakukan perlakuan secara khusus oleh penyidik dalam melakukan penahanan oleh 72

tersangka anak. Penyidik harus mengetahui dan mempelajari betul syarat-syarat penahanan yang ada dalam Undang-Undang Perlindungan Anak, Undang-undang Pengadilan Anak, dan Konvensi Hak-Hak Ank. 73