BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perbankan) Pasal 1 angka 11, menyebutkan : uang agar pengembalian kredit kepada debitur dapat dilunasi salah satunya

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. pelunasan dari debitor sebagai pihak yang meminjam uang. Definisi utang

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut

BAB I PENDAHULUAN. utama sekaligus menentukan maju mundurnya bank yang bersangkutan

I. PENDAHULUAN. perusahaan harus dijalankan dan dikelola dengan baik. Pengelolaan perusahaan

B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN

KEDUDUKAN KREDITUR SEPARATIS DALAM HUKUM KEPAILITAN

BAB I PENDAHULUAN. fungsi intermediary yaitu menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya

BAB I PENDAHULUAN. piutang ini dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut

BAB I PENDAHULUAN. oleh gabungan orang yang bukan badan hukum sekalipun. Tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa sehingga mengakibatkan banyak sekali debitor tidak mampu membayar utangutangnya.

PENAGIHAN SEKETIKA SEKALIGUS

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian pinjam meminjam uang. Akibat dari perjanjian pinjam meminjam uang

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang

Kedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain

PENANGGUHAN EKSEKUSI OBJEK HAK JAMINAN KREDIT DI BANK DARI PERUSAHAAN YANG PAILIT 1 Oleh : Timothy Jano Sajow 2

BAB I PENDAHULUAN. Bank selaku lembaga penyedia jasa keuangan memiliki peran penting

I. PENDAHULUAN. kebutuhannya begitu juga dengan perusahaan, untuk menjalankan suatu perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. permodalan bagi suatu perusahaan dapat dilakukan dengan menarik dana dari

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Krisis ekonomi yang telah berlangsung mulai dari tahun 1997, cukup

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan

BAB I PENDAHULUAN. melakukan penyediaan dana secara cepat ketika harus segera dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga tersebut dimaksudkan sebagai perantara pihak-pihak yang. pembayaran bagi semua sektor perekonomian. 1

BAB I PENDAHULUAN. efisien. Tujuan kegiatan bank tersebut sesuai dengan Pasal 1 butir 2. UndangUndang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang

BAB I PENDAHULUAN. Beserta Benda Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. Undang undang Hak

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, kegiatan ini memegang peranan penting bagi kehidupan bank. umum di Indonesia khususnya dan di negara lain pada umumnya.

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang TUJUAN KEPAILITAN TUJUAN KEPAILITAN. 22-Nov-17

BAB I PENDAHULUAN. nasabah merupakan kegiatan utama bagi perbankan selain usaha jasa-jasa

BAB I PENDAHULUAN. menyalurkan dana dari masyarakat secara efektif dan efisien. Salah satu

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN FIDUSIA

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Dalam rangka. merata di segala bidang, salah satunya adalah bidang ekonomi.

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 1, Nomor 2, Tahun 2013Online di

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya, maka berbagai macam upaya perlu dilakukan oleh pemerintah. lembaga keuangan yang diharapkan dapat membantu meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi bangsa Indonesia. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan sekarang tidak terlepas dari suatu krisis moneter yang melanda hampir

PENGURUSAN HARTA PAILIT PEMBERESAN HARTA PAILIT TUGAS KURATOR. Heri Hartanto, Hukum Acara Peradilan Niaga (FH-UNS)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dasar hukum bagi suatu kepailitan (Munir Fuady, 2004: a. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU;

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Istilah Kepailitan 9/4/2014

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem

BAB II PENGANGKATAN PENGURUS DALAM PKPU. Ada dua cara yang disediakan oleh UU Kepailitan dan PKPU agar debitur

BAB IV PEMBAHASAN. A. Kedudukan Hukum Karyawan Pada Perusahaan Pailit. perusahaan. Hal ini dikarenakan peran dan fungsi karyawan dalam menghasilkan

BAB VIII KEPAILITAN. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III PEMBAHASAN. A. Akibat Hukum terhadap Jabatan Notaris yang Dinyatakan Pailit Menurut UUJN DAN UU Kepailitan.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Peran koperasi

AKIBAT HUKUM PUTUSAN PAILIT TERHADAP KREDITOR PREFEREN DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIJAMINKAN DENGAN HAK TANGGUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2007 tentang waralaba (selanjutnya disebut PP No. 42 Tahun 2007) dalam

BAB I PENDAHULUAN. bidang ekonomi termasuk sektor keuangan dan perbankan harus segera

BAB 1 PENDAHULUAN. yang sangat mendukung pertumbuhan ekonomi. Pengertian kredit menurutundang-undang

BAB I PENDAHULUAN. penyalur dana masyarakat yang bertujuan melaksanakan pembangunan

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

PENDAHULUAN. mempengaruhi tingkat kesehatan dunia perbankan. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 7 tahun 1992

KEDUDUKAN HAK KREDITUR PEMEGANG JAMINAN KEBENDAAN TERHADAP KREDIT MACET AKIBAT KEPAILITAN TERHADAP ADANYA PENANGGUHAN EKSEKUSI OBJEK JAMINAN.

BAB I PENDAHULUAN. Gejolak ekonomi di Negara Republik Indonesia yang ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. melakukan transaksi dalam kehidupan sehari-hari. Pada awalnya manusia

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Proses Penyelesaian Kepailitan Melalui Upaya Perdamaian Berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat penting dan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia

I. PENDAHULUAN. melahirkan perkembangan usaha yang dapat menunjang perekonomian suatu

BAB I. Pendahuluan. dan makmur dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. pembangunan di bidang ekonomi. Berbagai usaha dilakukan dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. utang-utangnya pada umumnya dapat dilakukan dengan cara dua hal, yaitu:

BAB V PENUTUP. 1. Beberapa Kendala yang dihadapi Bank BRI yaitu: a. Kendala Terkait dengan Peraturan Perundang-Undangan. Undang-Undang Hak Tanggungan.

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang semakin berkembang di Indonesia juga. Dalam rangka memelihara dan meneruskan pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut pihak-pihak sebaiknya dituangkan dalam suatu surat yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. adalah dengan menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali

BAB 1 PENDAHULUAN. Kapal laut merupakan salah satu transportasi perairan yang sangat. Indonesia, baik dalam pengangkutan umum maupun

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. ini jasa perbankan melalui kredit sangat membantu. jarang mengandung risiko yang sangat tinggi, karena itu bank dalam memberikannya

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan dan kecanggihan teknologi dan sumber informasi semakin menunjang

BAB I PENDAHULUAN. menerapkan prinsip kehati-hatian. Penerapan prinsip kehati-hatian tersebut ada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masyarakat yang sejahtera adil dan makmur berdasarkan Pancasila

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB III HAK KREDITOR ATAS EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA BILAMANA DEBITOR PAILIT

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN. diakses pada tanggal 11 Agustus 2009 pukul WIB.

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perekonomian. Pasal 33 Undang-Undang dasar 1945 menempatkan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai orang perseorangan dan badan hukum 3, dibutuhkan penyediaan dana yang. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.

Bab 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, salah satu

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan sehari-hari, di mana pemenuhan kebutuhan tersebut sangatlah

I. PENDAHULUAN. Sipil. Ada juga beberapa orang yang bekerja di perusahaan-perusahaan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945,

BAB III UPAYA PENYELESAIAN SENGKETA WANPRESTASI ATAS OBJEK FIDUSIA BERUPA BENDA PERSEDIAAN YANG DIALIHKAN DENGAN JUAL BELI

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing

BAB I PENDAHULUAN. Pinjam meminjam merupakan salah satu bagian dari perjanjian pada

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan di bidang ekonomi merupakan bagian dari

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDITUR DAN DEBITUR. Dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

HJ-3 MACAM-MACAM JAMINAN. Oleh Herlindah, SH, M.Kn

BAB I PENDAHULUAN. sebagai tempat tinggal, tetapi juga sebagai investasi, mengingat nilainya yang

BAB I PENDAHULUAN. bank. Kebijaksanaan tersebut tertuang dalam Undang-Undang No.7 Tahun

PENYELESAIAN SECARA HUKUM PERJANJIAN KREDIT PADA LEMBAGA PERBANKAN APABILA PIHAK DEBITUR MENINGGAL DUNIA

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman penduduk. Inovasi yang berkembang akhir-akhir ini adalah. dikenal dengan istilah rumah susun.

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ekonomi menyebabkan meningkatnya usaha dalam sektor Perbankan. Fungsi perbankan yang paling utama adalah sebagai lembaga intermediary, yakni menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan dana tersebut kepada masyarakat. Kontribusi Perbankan sebagai lembaga intermediary dalam mengembangkan perekonomian masyarakat adalah dengan menyalurkan dana atau kredit kepada masyarakat. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan (selanjutnya disebut Undang-Undang Perbankan) Pasal 1 angka 11, menyebutkan : Kredit adalah penyedia uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Arti penting yang terkandung dari Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Perbankan adalah kepercayaan dari penyedia uang (kreditur) kepada pihak yang diberikan uang (debitur) untuk dapat melunasi hutangnya dalam jangka waktu yang telah disepakati. Cara yang digunakan bank sebagai penyedia uang agar pengembalian kredit kepada debitur dapat dilunasi salah satunya adalah dengan menganalisa collateral atau jaminan kredit yang diberikan. 1

2 Jaminan secara umum diatur dalam Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUHPerdata) menyebutkan : Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatannya perseorangan. Arti penting dari Pasal 1131 KUHPerdata adalah segala harta kekayaan debitur secara otomatis menjadi jaminan manakala orang tersebut membuat perjanjian utang meskipun tidak dinyatakan secara tegas sebagai jaminan. Jaminan yang disebutkan pada Pasal 1131 KUHPerdata akan menimbulkan suatu masalah manakala seorang debitur memiliki lebih dari seorang kreditur dimana masing-masing kreditur menginginkan haknya didahulukan. Hukum mengantisipasi keadaan demikian dengan membuat jaminan yang secara khusus diperjanjikan dengan hak-hak istimewa seperti misalnya fidusia. Kreditur yang memegang hak tersebut memiliki hak utama untuk mendapatkan pembayaran kredit dari hasil penjualan benda jaminan. Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No.42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia (selanjutnya disebut Undang-Undang Jaminan Fidusia) menyebutkan : Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya. 2

3 Arti penting dari Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Jaminan Fidusia adalah jaminan fidusia yang memberikan hak mendahului atau hak diutamankan terhadap kreditur lainnya menjadi sangat penting, misalnya apabila seorang debitur wanprestasi sehingga menyebabkan kreditur harus mengajukan permohonan pailit ke Pengadilan Niaga. Penyelesaian utang debitur kepada kreditur pemegang jaminan fidusia akan didahulukan penyelesaianya dari kreditur-kreditur lainnya dalam kepailitan. Pengajuan permohonan pailit terhadap debitur merupakan salah satu alternatif penyelesaian tagihan oleh pihak kreditur. Seluruh harta kekayaan debitur akan dinyatakan sebagai harta pailit, hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 21 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (selanjutnya disebut Undang- Undang Kepailitan dan PKPU) menyebutkan : kepailitan meliputi seluruh kekayaan debitur pada saat pernyataan pailit itu dilakukan, beserta semua kekayaan yang diperoleh selama kepailitan itu. Kepailitan berarti suatu sitaan secara menyeluruh (algemeen beslag) atas segala harta benda dari pihak pailit. Sitaan secara umum dilakukan atas semua harta benda dari pihak pailit 1. Kepailitan dimaksudkan untuk menghindari terjadinya dan untuk menghentikan sitaan terpisah dan/atau eksekusi terpisah oleh para kreditur dan menggantikannya dengan mengadakan sitaan bersama sehingga kekayaan debitur dapat dibagikan kepada semua kreditur, sesuai dengan hak masingmasing. Upaya penyelesaian kewajiban pembayaran utang melalui proses 1 Kartini Mulyadi, 1998, Hakim Pengawas dalam Kepailitan (Makalah Seminar Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Kepailititan, Pusat Pengkajian Hukum, Jakarta, Hlm.10 3

4 pailit mempunyai tujuan melakukan pembagian antara para kreditur dari kekayaan debitur Permohonan kepailitan yang dikabulkan oleh Pengadilan Niaga memberikan dampak tidak hanya terhadap pihak yang dinyatakan palit, tetapi juga terhadap pihak lain. Pihak yang terkena dampak dikabulkannya permohonan pailit adalah kreditur. Pernyataan pailit terhadap debitur pailit menimbulkan permasalahan mengenai pengembalian utang dari debitur kepada kreditur. Pengembalian utang debitur kepada kreditur dalam hal pailit akan sangat tergantung pada kedudukan dari kreditur tersebut terhadap debitur pailit 2. Undang-Undang Kepailitan dan PKPU memberikan pengecualian terhadap kreditur yang mempunyai hak kebendaan, diantaranya Penerima Jaminan Fidusia. Pengecualian tersebut dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 55 ayat (1) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan PKPU menyebutkan : Setiap kreditur Pemegang Gadai, Jaminan Fidusia, Hak Tanggungan, Hipotik, atau Hak Agunan atas kebendaan lainnya, dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan. Ketentuan tersebut memberikan kedudukan yang kuat kepada kreditur pemegang hak kebendaan terhadap asset debitur yang menjadi jaminan utangnay yang tidak terpengaruh oleh kepailitan yang menimpa debitur. Kasus disebut BRI) yang terjadi pada PT. Bank Rakyat Indonesia (selanjutnya Kanwil Yogyakarta bahwa pada tahun 2009 BRI Kanwil 2 Munir Fuady, 1998, Hukum Pailit Dalam Teori dan Praktek, Citra Aditya Bhakti, Jakarta, Hlm.105 4

5 Yogyakarta memberikan kredit kepada PT. JRE (nama perusahaan disamarkan) salah satu jaminanya adalah kendaraan Truck. Perjanjian kredit antara BRI Kanwil Yogyakarta dengan PT.JRE mensyaratkan bahwa kendaraan truck tersebut diikat dengan fidusia. Jaminan fidusia tidak dilakukan pendaftaran oleh Notaris ke Kantor Fidusia dikarenakan PT.JRE tidak menyerahkan bukti kepemilikan kendaraan bermotor (BPKB) kepada BRI Kanwil Yogyakarta. Pada tahun 2010 sampai dengan tahun 2012 terdapat tunggakan atas pembayararan utang yang diberikan oleh BRI Kanwil Yogyakarta. Alternatif pengajuan penyelesaian pembayaran utang PT.JRE kepada BRI Kanwil Yogyakarta adalah dengan cara mengajukan pailit. Setelah diputuskan permohonan pailit oleh Pengadilan Niaga, salah satu agunan yang berupa kendaraan truck belum diikat secara sempurna. Hal ini tentunya sangat menarik untuk dijadikan bahan kajian karena adanya pihak yang dirugikan yakni BRI Kanwil Yogyakarta, sehingga penulis bermaksud menulis tesis yang berjudul Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Atas Debitur Pailit Dalam Hal Pengikatan Jaminan Kredit Belum Dilakukan Pengikatan Fidusia (Studi Kasus Pada PT. Bank Rakyat Indonesia Kanwil Yogyakarta). B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah yang akan diteliti adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap kreditur dalam hal pengikatan jaminan kredit belum dilakukan pengikatan Fidusia? 5

6 2. Bagaimanakah akibat hukum terhadap kreditur yang belum melakukan pengikatan jaminan fidusia pada saat debitur dinyatakan pailit? C. Keaslian Penelitian Setelah peneliti melakukan penelusuran kepustakaan terdapat beberapa penelitian berkaitan pelaksanaan kepailitan : 1. Kedudukan hukum bank sebagai jaminan pemegang kebendaan pada perjanjian kredit dalam keadaan debitur pailit, yang ditulis oleh Inggrid Kusuma Dewi, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara Tahun 2007, dengan rumusan masalah sebagai berikut : 3 a. Bagaimanakah usaha bank sebagai kreditur dalam usaha pelunasan utang debitur pailit? b. Bagaimanakah kedudukan bank sebagai pemegang jaminan kebendaaan apabila objek jaminan yang dieksekusi tersebut ternyata tidak memenuhi utang? Dengan hasil penelitian adalah sebagai berikut : a. Dalam memberikan kredit bank wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya sesuai dengan perjanjian. Bank harus berhati-hati dalam memberikan kredit kepada calon nasabahnya dan bank harus memastikan kelayakan dari jaminan yang diberikan untuk dapat mengcover fasilitas kredit yang diberikan kepada debitur. 3 Inggrid Kusuma Dewi, 2007, Kedudukan Hukum Bank Sebagai Jaminan Pemegang Kebendaan Pada Perjanjian Kredit Dalam Keadaan Debitur Pailit, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara, Medan 6

7 b. Kedudukan bank sebagai pemegang jaminan kebendaan dalam pelunasan piutangnya memilii kedudukan yang lebih terjamin dimana kedudukannya lebih tinggi dibanding kreditur lainnya, kecuali undangundang menentukan sebaliknya. Hasil dari penjualan objek jaminan yang dilakukan oleh kreditur pemegang jaminan maupun kurator, kelebihannya dimasukan dalam harta pailit, sedangakan jika ternyata tidak mencukupi jumlah utang tapi tidak termasuk bunga, maka sisanya berlaku bagi kreditur konkuren apabila telah diajukan dalam rapat verifikasi. 2. Akibat hukum putusan pernyataan pailit bagi debitur terhadap kreditur pemegang hak tanggungan, yang ditulis oleh Artomo Rooseno, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Tahun 2008, dengan rumusan masalah sebagai berikut: 4 a. Bagaimanakah akibat hukum bagi kreditur pemegang hak tanggungan dalam hal ditetapkannya putusan pernyataan hak pailit debitur pemegang hak tanggungan? b. Bagaimanakah penyeleasian hukum yang dapat ditempuh oleh kreditur pemegang hak tanggungan sehubungan dengan adanya putusan pailit? Dengan hasil penelitian adalah sebagai berikut : a. Hakim dalam memeriksa dan memutus perkara kepailitan semata-mata hanya berdasarkan pada ketentuan yang tertuang dalam Undang-Undang Kepailitan dan PKPU tanpa memperhatikan ketentuan lain seperti 4 Artomo Rooseno, 2008, Akibat Hukum Putusan Pernyataan Pailit Bagi Debitur Terhadap Kreditur Pemegang Hak Tanggunga, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang 7

8 Undang-Undang Hak Tanggungan. Pemegang hak tanggungan yang mempunyai kedudukan sebagai kreditur yang diutamakan hanya dapat melaksanakan hak eksekusinya atas benda yang dibebani hak tanggungan untuk dua bulan setelah menjalani masa penangguhan selama 90 (sembilan puluh) hari sejak putusan pailit diucapkan. b. Dengan berlandaskan pada aspek hukum lex posteriory derogate legi priori, sebagai kriteria dalam melakukan pilihan hukum, hakim telah mengeluarkan suatu putusan yang tidak memberikan rasa keadilan, serta kepastian hukum bagi kreditur, bahkan lebih jauh lagi putusan tersebut tidak memberikan manfaat bagi kreditur, karena putusan hakim tersebut telah mengabaikan asas serta mengaburkan filosifi yang terkandung didalam hak tanggungan. 3. Akibat hukum putusan pernyataan pailit terhadap kreditur pemegang hak tanggungan, yang ditulis oleh Belinda, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara, Tahun 2009, dengan rumusan masalah sebagai berikut: 5 a. Bagaimanakah ketentuan hukum pelaksanaan kepailitas debitur terhadap kreditur? b. Bagaimanakah kedudukan kreditur pemegang hak tanggungan dalam keputusan kepailitan? c. Bagaimakah akibat hukum kepailitan debitur terhadap kreditur pemengang hak tanggungan dalam eksekusi hak tanggungan? 5 Belinda, 2009, Akibat Hukum Putusan Pernyataan Pailit Terhadap Kreditur Pemegang Hak Tanggungan, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara, Medan 8

9 Dengan hasil penelitian adalah sebagai berikut : a. Pelaksanaan kepailitan kreditur terhadap debitur adalah mengajukan permohonan pailit debitur ke pengadilan niaga, dengan persyaratan debitur mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang sudah jatuh waktu yang dapat ditagih. b. Kedudukan kreditur pemegang hak tanggungan dalam putusan kepailitan sebagai kreditur preferen hanyalah kreditur yang menurut undang-undang didahulukan pembayaran utangnya, seperti pemegang hak previlege, pemegang hak retensi, sedangkan kreditur pemegang hak tanggungan diklasifikasinya sebagai kreditur separatis. c. Akibat kepailitas terhadap kreditur pemegang hak tanggungan dalam eksekusi hak tanggungan adalah pelaksanaan hak preferensi dari kreditur pemegang hak tanggungan ini berbeda dengan pelaksanaan hak preverensi dari debitur pemegang hak tanggungan ketika tidak dalam keadaan pailit, yaitu adanya ketentuan mengenai masa tangguh selama 90 (sembilan puluh) hari sejak tanggal putusan pernyataan pailit untuk mengeksekusi benda jaminan hak tanggungan yang dipegangnya. 4. Tinjauan yuridis terhadap eksekusi jaminan fidusia yang ditulis oleh Yatika Rukama, Program Studi Magister Hukum Bisnis Universitas Gajah Mada, Tahun 2011, dengan masalah sebagai berikut: 6 a. Mengapa kreditur separatis harus menunggu waktu penagguhan dalam melakukan eksekusi objek jaminan fidusia? b. Bagaimanakah akibat kepailitan terhadap eksekusi jaminan fidusia? 6 Yatika Rukama, 2011, Tinjauan Yuridis Terhadap Eksekusi Jaminan Fidusia, Tesis, Program Studi Magister Hukum Bisnis Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. 9

10 Dengan hasil penelitian adalah sebagai berikut : a. Penangguhan hak eksekusi selama 90 (Sembilan puluh) hari terhadap eksekusi jaminan fidusia jika dilihat dari kepentingan masyarakat tidak bias dikatakan bertentangan dengan Undang-Undang Jaminan Fidusia serta sangat merugikan bagi kreditur pemegang jaminan fidusia. Jika dilihat dari karakteristik Undang-Undang Kepailitan dan PKPU dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yang bersifat publik yaitu untuk kepentingan bersama sesuai dengan tujuan hukum kepailitan yang secara umum adalah untuk terciptanya keadilan bagi semua pemegang jaminan fidusia pada kasus kepailitan. b. Dengan adanya pernyataan pailit, kreditur pemegang jaminan fidusia tetap tidak bisa secara langsung mengeksekusi benda yang menjadi jaminan meskipun pemegang jaminan fidusia adalah kreditur yang mempunyai hak untuk didahulukan seperti yang dinyatakan dalam Pasal 55 Undang- Undang No.37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang serta Undang-Undang No.42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia karena Pemegang Jaminan Fidusia harus tetap tunduk pada ketentuan Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang No.37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yang menyatakan bahwa hak eksekusi kreditur sebagaimana dimaksud pada Pasal 55 ayat (1) dan hak pihak ketiga untuk menuntut hartanya yang berada dalam penguasaan debitur pailit atau kurator ditangguhkan untuk jangka waktu paling lambat 90 (Sembilan puluh) hari sejak tanggal putusan pernyataan pailit. 10

11 5. Kedudukan benda jaminan yang dibebani Hak Tanggungan Apabila Terjadi Eksekusi Dalam Hal Debitur Pailit Dari Perpektif Hukum Jaminan, yang ditulis oleh Lily Marheni, Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Udayana, Tahun 2012, dengan perumusan masalah sebagai berikut : 7 a. Bagaimanakah kedudukan benda jaminan yang telah dibebani dengan hak tanggungan apabila debitur pailit? b. Bagaimanakah pengaturan hukum tentang eksekusi terhadap benda jaminan dalam hal debitur pailit? Dengan hasil penelitian adalah sebagai berikut : a. Kedudukan benda jaminan yang dibebani hak tanggungan baik yang telah ada pada saat pailit ditetapkan maupun kekayaan debitur yang akan ada, menjadi harta boedel pailit (Pasal 21 Undang-Undang No.37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang) kecuali harta debitur yang secara liitatif tidak termasuk sebagai harta pailit (Pasal 22 Undang-Undang No.37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang). b. Pengaturan hukum tentang eksekusi terhadap benda jaminan dalam hal debitur wanprestasi prosesnya dilakukan melalui parate eksekusi berdasarkan kekuatan eksekutorial hak tanggungan, sedangkan dalam hal debitur telah dinyatakan pailit, proses hukumnya dilaksanakan oleh kurator di bawah kekuasaan hakim pengawas melalui tahapan proses 7 Lily Marhen, 2012, Kedudukan benda jaminan yang dibebani Hak Tanggungan Apabila Terjadi Eksekusi Dalam Hal Debitur Pailit Dari Perpektif Hukum Jaminan, Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Udayana, Denpasar 11

12 hukum yatu pengamanan dan penyegelan harta pailit oleh kurator dibawah kuasa hakim pengawas, pencocokan dan kegiatan verifikasi piutang, penawaran damai terhadap terhadap kreditur, dan terakhir penyelesaian dan pembagian hasil eksekusi harta pailit. Khusus dalam hal debitur pailit pemegang hak tanggungan tetap berwenang melakukan segala hak yang diperolehnya yaitu dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan (Pasal 55 Undang-Undang No.37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang). 6. Akibat hukum terhadap benda jaminan milik pihak ketiga dalam kepailitan (studi kasus pada PT. BNI (Persero), Tbk, Denpasar yang ditulis oleh Ni Kadek Wiwien Udi Sumertha Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, Tahun 2012, dengan rumusan masalah sebagai berikut : 8 a. Apakah pemasukan benda jaminan milik pihak ketiga kedalam harta boedel pailit secara hukum positif dapat dibenarkan? b. Apakah akibat hukum dari benda jaminan milik pihak ketiga yang dimasukan kedalam boedel pailit? Dengan hasil penelitian adalah sebagai berikut : a. Pemasukan benda jaminan milik pihak ketiga ke dalam boedel pailit tidak dapat dibenarkanmenurut hukum positif dikarenakan bertentangan dengan teori dan ajaran badan hukum Perseroan Terbatas yang secara 8 Ni Kadek Wiwien Udi Sumertha, 2012, Akibat Hukum Terhadap B enda Jaminan Milik Pihak Ketiga Dalam Kepailitan (Studi Kasus Pada PT.BNI (Persero) TBK, Tesis, Program studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, Yogyakarta 12

13 tegas memisahkan harta yang dimiliki sendiri dan dipisahkan dari kekayaan para pemilik dan pengurus perseroan, dan juga bertentangan dengan teori hukum jaminan dimana pemberian benda jaminan berupa hak tanggungan oleh pihak ketiga adalah pelunasan utang. b. Kepailitan mebawa konsekuensi yuridis hanya terhadap harta kekayaan debitur yang dapat dibuktikan secara yuridis formal merupakan harta milik debitur. Penelitian yang penulis lakukan ini, tentunya berbeda dengan penelitian-penelitian terdahulu diatas. Penelitian ini mengenai Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Atas Debitur Pailit Dalam Hal Pengikatan Jaminan Kredit Belum Dilakukan Pengikatan Fidusia (Studi Kasus Pada PT. Bank Rakyat Indonesia Kanwil Yogyakarta) lebih menitikberatkan pada bagaimanakah perlindungan hukum terhadap Kreditur atas Debitur dinyatakan pailit dalam hal pengikatan jaminan fidusia belum dilakukan serta akibat hukum terhadap kreditur yang belum melakukan pengikatan jaminan fidusia pada saat debitur dinyatakan pailit. Lokasi penelitian yang penulis lakukan berbeda dengan penelitianpenelitian sebelumnya. Penelitian yang akan diteliti ini jelas berbeda dengan hasil penelitian yang dibuat oleh peneliti sebelumnya, oleh karena itu peneliti menyatakan bahwa karya ilmiah dalam penelitian ini asli. D. Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui, identifikasi, dan menganalisis mengenai: 13

14 a. Mengetahui perlindungan hukum kreditur dalam hal pengikatan jaminan kredit belum dilakukan pengikatan fidusia. b. Mengetahui akibat hukum terhadap kreditur yang belum melakukan pengikatan fidusia pada saat debitur dinyatakan pailit. E. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Manfaat teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi pemikiran bagi pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya, khususnya bidang hukum perbankan apabila terkena masalah kepailitan, sehingga dapat dijadikan referensi yang bermanfaat bagi peneliti bidang hukum selanjutnya. 2. Manfaat praktis Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat, para praktisi, dan kalangan perbankan dalam menghadapi permasalahan kepailitan. 14

15 15