PENGAJUAN PUTUSAN BEBAS PADA TINGKAT BANDING DAN KASASI

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PEMBATALAN STATUS TERSANGKA DALAM PUTUSAN PRAPERADILAN

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan dengan asas-asas dan norma-normanya dan juga oleh

Penulisan Hukum (Skripsi)

BAB 1 PENDAHULUAN. Penuntutan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm ), hlm.94.

BAB I PENDAHULUAN. berlakunya Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana

Keywords: Financial loss of countries, corruption, acquittal, policy, prosecutor

KONSEKUENSI HUKUM PENGINGKARAN ISI BERITA ACARA PEMERIKSAAN OLEH TERDAKWA DI PERSIDANGAN Oleh :

NILAI-NILAI POSITIF DAN AKIBAT HUKUM DISSENTING OPINION DALAM PERADILAN PIDANA DI INDONESIA

PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA MELARIKAN WANITA YANG BELUM CUKUP UMUR

FUNGSI MAHKAMAH AGUNG DALAM MENERIMA PENINJAUAN KEMBALI SUATU PERKARA PIDANA 1 Oleh: Eunike Lumi 2

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

KEKUATAN HUKUM DARI HASIL MEDIASI DI PENGADILAN

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERAMPOKAN DIDALAM TAKSI DITINJAU DARI PERSEPEKTIF VIKTIMOLOGI

KASASI PENUNTUT UMUM TERHADAP PUTUSAN BEBAS PERKARA PENADAHAN KARENA JUDEX FACTI SALAH MENERAPKAN HUKUM

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HAMBATAN PENEGAKAN HUKUM PERSAINGAN USAHA OLEH KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU)

Presiden, DPR, dan BPK.

KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI PENGAKUAN YANG DIBERIKAN DI LUAR PERSIDANGAN

BUKTI ELEKTRONIK CLOSED CIRCUIT TELEVISION (CCTV) DALAM SISTEM PEMBUKTIAN PIDANA DI INDONESIA

ANALISIS TERHADAP PUTUSAN BEBAS MURNI OLEH JUDEX JURIST

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana

III. METODE PENELITIAN. penulis akan melakukan pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris.

KEABSAHAN PERNYATAAN MAJELIS HAKIM SIDANG TERBUKA DAN TERBATAS UNTUK UMUM (STUDI KASUS PENISTAAN AGAMA Ir. BASUKI TJAHAJA PURNAMA)

DASAR HUKUM KEWENANGAN PRAPERADILAN DALAM MEMUTUS PENETAPAN TERSANGKA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 23/PUU-XIV/2016 Perselisihan Hubungan Industrial

SUMBER-SUMBER HUKUM dalam TATA HUKUM INDONESIA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA

Pengantar Ilmu Hukum Materi Sumber Hukum. Disampaikan oleh : Fully Handayani Ridwan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang (UU) tehadap Undang-Undang Dasar (UUD). Kewenangan tersebut

Penulisan Hukum (Skripsi)

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan.

DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA PENJARA TERHADAP ANAK

AKIBAT HUKUM PEMBATALAN TERHADAP AKTA PERDAMAIAN (ACTA VAN DADING) OLEH SALAH SATU PIHAK YANG BERPERKARA DI PENGADILAN

I. PENDAHULUAN. formil. Hukum pidana materiil di Indonesia secara umum diatur di dalam Kitab

BAB I PENDAHULUAN. berwenang untuk membuat Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah.

BAB V PENUTUP. Berdasarkan pada deskripsi dan analisis yang telah dilakukan diperoleh

BAB I PENDAHULUAN. 2009, hlm Penjelasan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun

CARA MENGAJUKAN GUGATAN DAN PERUBAHAN GUGATAN DALAM PRAKTEK PERADILAN HUKUM ACARA PERDATA

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

PERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK TERHADAP TERSANGKA DI TINGKAT PENYIDIKAN OLEH KEPOLISIAN

BAB I PENDAHULUAN. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) telah diatur mengenai. tugas dan wewenang serta masing-masing lembaga yang harus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

JURNAL PERTIMBANGAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA

Lex Administratum, Vol. V/No. 3/Mei/2017

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (rechtstaat) seperti

BAB I PENDAHULUAN. Hakim adalah aktor utama penegakan hukum (law enforcement) di

BAB I PENDAHULUAN. setelah melalui proses pemeriksaan dan pemutusan perkaranya, akan merasa

HAK TERSANGKA UNTUK MENDAPATKAN BANTUAN HUKUM DALAM PROSES PENYIDIKAN

PERTENTANGAN SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 7 TAHUN 2014 DENGAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 34/ PUU-XI/ 2013 TERKAIT PENINJAUAN KEMBALI

KEABSAHAN PENETAPAN STATUS TERSANGKA DALAM PROSES PENYELIDIKAN (STUDI KASUS PENISTAAN AGAMA Ir. BASUKI TJAHAJA PURNAMA)

ALAT BUKTI PETUNJUK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA. (Studi Kasus Di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Surakarta)

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 42/PUU-XV/2017 Tafsir Frasa Tidak dapat Dimintakan Banding atas Putusan Praperadilan

PEMBERLAKUAN ASAS RETROAKTIF DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA

PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA

yang tersendiri yang terpisah dari Peradilan umum. 1

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pidana bersyarat merupakan suatu sistem pidana di dalam hukum pidana yang

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 29/PUU-XV/2017 Perintah Penahanan yang Termuat dalam Amar Putusan

BAB I PENDAHULUAN. Hakekatnya hukum mengandung ide atau konsep-konsep yang dapat

JURNAL. ARTIKEL ILMIAH Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Kesarjanaan Dalam Ilmu Hukum

SUMBER HUKUM TATA NEGARA

PEMBERIAN GANTI RUGI SEBAGAI BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PASIEN DALAM TINDAK PIDANA DI BIDANG MEDIS

PELAKSANAAN PERMOHONAN KASASI JAKSA PENUNTUT UMUM TERHADAP AMAR PUTUSAN BEBAS TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. warga negaranya untuk menjunjung hukum itu agar dapat berperilaku, bertindak dan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

I. PENDAHULUAN. jumlah kasus yang terjadi dan jumlah kerugian keuangan negara maupun dari segi

PENTINGNYA KREASI HAKIM DALAM MENGOPTIMALKAN UPAYA PERDAMAIAN BERDASARKAN PERMA NO. 1 TAHUN 2002 TENTANG ACARA GUGATAN PERWAKILAN KELOMPOK

ABSTRAK ABSTRACT. Key Word : , legal evidence, evidence

TINJAUAN TENTANG ADANYA KEKHILAFAN HAKIM ATAU SUATU

PRAPERADILAN SEBAGAI KEWENANGAN TAMBAHAN PENGADILAN NEGERI PRETRIAL COURT AS ADDITIONAL POWERS

FAKTOR PENYEBAB PUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA TIDAK DAPAT DILAKSANAKAN SECARA SEMPURNA (NON EXECUTABLE)

III. METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam pembahasan penulisan penelitian ini adalah

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 48/PUU-XV/2017 Pembubaran Ormas yang bertentangan dengan Pancasila Dan Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum yuridis normatif ( normative legal reserch) yaitu

PERAN PERWIRA PENYERAH PERKARA DALAM TINDAK PIDANA MILITER (STUDI DENPOM IV/ 4 SURAKARTA)

BAB I PENDAHULUAN. Dari putusan Mahkamah Agung Nomor 2365 K/Pdt/2006 yang penulis analisis dapat

III. METODE PENELITIAN. Cara penulisan skripsi ini, penulis menggunakan pendekatan normatif dan empiris

LEGALITAS SHORT MESSAGE SERVICE (SMS)

BAB III PERALIHAN KEWENANGAN MAHKAMAH AGUNG KEPADA MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PEMILUKADA

BAB I PENDAHULUAN. dipersidangan, dan hakim sebagai aparatur penegak hukum hanya akan

BAB II TINJAUAN TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA

Penulisan Hukum (Skripsi)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hukum merupakan penyeimbang masyarakat dalam berperilaku. Dimana

UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI PELAPOR

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 43/PUU-XI/2013 Tentang Pengajuan Kasasi Terhadap Putusan Bebas

Penulisan Hukum. (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk. Melengkapi Sebagian Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam

Oleh I Dewa Ayu Inten Sri Damayanti Suatra Putrawan Bagian Peradilan Fakultas Hukum Universitas Udayana

Toddy Anggasakti dan Amanda Pati Kawa. Abstrak

IMPLEMENTASI HAK TERDAKWA UNTUK MENGAJUKAN UPAYA

I. PENDAHULUAN ), antara lain menggariskan beberapa ciri khas dari negara hukum, yakni :

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan tanpa kecuali. Hukum merupakan kaidah yang berupa perintah

DIVERSI TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada Periode Sebelum dan Sesudah Berlaku Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, (Tesis Fakultas Hukum Indonesia:1999) hal.3.

PENGATURAN HAK MENGAJUKAN UPAYA HUKUM PENINJAUAN KEMBALI OLEH JAKSA PENUNTUT UMUM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian, Kedudukan, serta Tugas dan Wewenang Kejaksaan

BAB I PENDAHULUAN. Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat

BAB III SUMBER HUKUM

Transkripsi:

PENGAJUAN PUTUSAN BEBAS PADA TINGKAT BANDING DAN KASASI Oleh : Putu Giska Ari Kusumadewi Nyoman Satyayudha Dananjaya, S.H., M.Kn Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Acquittal occurs if the evidence at the trial was not sufficient enough to prove guilt of the accused as well as the lack of judge confidence. Acquittal divided into pure acquittal and impure acquittal. Pure acquittal is a final decision that means closing the possibility of an appeal or a cassation against the case, while impure acquittal might be appealed or bring into cassation to the specific requirements. The purpose of this study is to determine whether the acquittal might be appealed or cassation effort. This study used a normative method that utilizes primary and secondary data sources. Keywords: Acquittal, Impure Acquittal, Appealed, Cassation ABSTRAK Putusan bebas terjadi apabila pembuktian di persidangan tidak cukup membuktikan kesalahan terdakwa serta tidak adanya keyakinan hakim. Putusan bebas dibagi atas putusan murni dan tidak murni. Putusan bebas murni merupakan putusan yang bersifat final yang berarti menutup kemungkinan adanya upaya banding maupun kasasi terhadap perkara tersebut, sedangkan putusan bebas tidak murni dapat dilakukan upaya banding maupun kasasi dengan persyaratan tertentu. Tujuan penulisan ini adalah mengetahui apakah putusan bebas dapat dilakukan upaya banding maupun upaya kasasi. Penelitian ini menggunakan metode normatif yang mempergunakan sumber data primer dan sekunder. Kata Kunci : Putusan Bebas, Putusan Bebas Tidak Murni, Upaya Banding, Upaya Kasasi I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara hukum. Hal ini tertuang pada Pasal 1 ayat (3) UUD NRI 1945 yang berarti segala tindak tanduk dari pemerintah Negara Republik Indonesia harus berdasarkan hukum agar tidak terjadinya penyalahgunaan wewenang di dalam tubuh pemerintah 1

itu sendiri. Menurut Azhary ciri khas Negara Hukum Indonesia ialah unsur-unsur utamanya, yang terdiri dari hukumnya bersumber pada Pancasila, berkedaulatan rakyat, pemerintahan berdasarkan atas sistem konstitusi, persamaan kedudukan di dalam hukum dan pemerintahan, kekuasaan kehakiman yang bebas dari pengaruh kekuasaan lainnya, pembentukan undangundang oleh Presiden bersama-sama dengan DPR, dianutnya sistem MPR. 1 Terdapat dua sumber hukum yang digunakan dalam memberikan jaminan perlindungan hukum yakni sumber hukum materiil dan sumber hukum formal (Undang-undang/ statute, kebiasaan/ custom, keputusan hakim/ jurisprudentie, traktat, pendapat sarjana hukum/ doktrin). Dalam peraturan perundangundangan tersebut seharusnya tidak terjadi kekaburan norma maupun konflik norma. Namun, terdapat beberapa kerancuan dari batang tubuh peraturan perundang-undangan tersebut yang mengakibatkan terjadinya konflik norma sehingga ketidakseragaman hukum tersebut tidak dapat terelakan lagi. Sama halnya dengan kaidah mengenai putusan bebas (vrijspraak) yang berdasarkan ketentuan KUHAP tidak dapat dilakukan upaya banding maupun kasasi. Namun, kaidah yurisprudensi memberikan kemungkinan untuk dilakukan upaya bandaing ataupun kasasi. 1.2 TUJUAN PENULISAN Dari permasalahan diatas maka tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui apakah putusan bebas dapat dilakukan upaya banding maupun upaya kasasi. II. ISI MAKALAH 2.1 METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini menggunakan penelitian hukum normative dimana penelitian ini mengkajia dan meneliti peraturan- peraturan tertulis. 2 Sumber bahan hukum yang digunakan yaitu sumber bahan hukum primer dan sekunder. 1 Azhary, 1995, Negara Hukum Indonesia (Analisis Yuridis Normatif tentang Unsur-unsurnya), Universitas Indonesia: UI Press, h. 143 2 Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta, h.15. 2

2.2 HASIL DAN PEMBAHASAN Yurisprudensi berasal dari bahasa lati jurisprudentia yang berarti pengetahuan hukum. Secara teknis, yurisprudensi berarti putusan badan peradilan (hakim) yang diikuti secara berulang-ulang dalam kasus yang sama oleh para hakim lainnya. 2.2.1 Kaidah Umum Sikap atau tindakan yang utama menghadapi pertentangan antara yurisprudensi dengan Undang-Undang sedapat mungkin dipegangi kaidah yurisprudensi menundukkan diri kepada Undang-Undang yang berlaku. 3 Jadi, dalam kaidah umum apabila terjadi pertentangan maka kaidah yurisprudensi harus mengalah terhadap kaidah Undang-Undang yang berlaku. Karena dalam Statute Law System yang dianggap memiliki legitimasi formil hanyalah Undang-Undang sesuai dengan Hierarki Peraturan Perundang-Undangan, meskipun dalam kenyataannya badanbadan peradilan memiliki andil dalam penegakan hukum dengan menjadi Judge Made Law yang melahirkan hukum melalui yurisprudensi sebagai salah satu sumber hukum formil namun, kedudukannya berada di bawah Undang-Undang. Dalam doktrin maupun hierarki peraturan perundang-undangan kedudukan dari kaidah yurisprudensi berada di bawah Undang-Undang. Dari pandangan inilah mewajibkan hakim untuk mendahulukan kaidah Undang-Undang dibandingkan kaidah yurisprudensi. 2.2.3 Kaidah Umum dengan Pengecualian Dalam kaidah umum kedudukan yurisprudensi sudah jelas berada di bawah kedudukan kaidah Undang-Undang. Namun, terdapat beberapa pengecualian terhadap kasus-kasus tertentu guna tercapainya keadilan bagi masyarakat yang berarti adanya kemungkinan kaidah yurisprudensi dianggap lebih menciptakan keadilan bagi para puhak dibandingkan dengan kaidah Undang-Undang. Cara- cara yang dapat ditempuh oleh hakim dapat dilihat dari beberapa sudut, yakni : 3 Ahmad Kamil dan M Fauzan, 2005, Kaidah- Kaidah Hukum Yurisprudensi, Prenada Media, Jakarta, h.42-43 3

1. Didasarkan Pada Alasan Kepatutan dan Kepentingan Umum Suatu tindakan untuk menempatkan kaidah yurisprudensi di atas kaidah Undang-Undang dengan adanya alasan kepatutan serta demi kepentingan umum dimana hakim harus menguji maupun mengkaji kasus tersebut apakah memang benar nilai- nilai hukum yang terkandung di dalam kaidah yurisprudensi tersebut bobot kepatutan dan perlindungan kepentingan umum lebih tinggi dibandingkan yang tertuang di dalam Pasal Undang-Undang tersebut. 2. Melalui Contra Legem Ketika hakim telah dapat merealisasikan bahwa bobot kepatutan dan perlindungan kepentingan umum dari kaidah yurisprudensi tersebut lebih tinggi dibandingkan yang tertuang di dalam Pasal Undang-Undang tersebut maka hakim dibenarkan untuk mempertahankan kaidah yurisprudensi tersebut. Tahap selanjutnya hakim dapat melakukan tindakan contra legem terhadap Pasal-Pasal yang berkaitan di dalam Undang-Undang. 3. Melenturkan Ketentuan dalam Undang-Undang Cara penerapan lain dalam masalah terjadinya pertentangan antara yuriprudensi dengan ketentuan peraturan perudang-undangan: 4 a. Tetap mempertahankan nilai hukum yang terkandung dalam yurisprudensi; dan b. Berbarengan dengan itu, ketentuan pasal undang-undang yang bersangkutan diperlunak dari sifat imperatife menjadi fakultatif. Apabila terjadi pertentangan antara kaidah yurisprudensi dengan kaidah Undang-Undang dapat dilakukan apabila sesuai dengan persyaratan diatas. Sama halnya dengan kasus putusan bebas yang dikeluarkan oleh Pengadilan tingkat pertama dapat dilakukan upaya banding maupun upaya kasasi apabila pembebasan tersebut merupakan putusan bebas tidak murni, hingga saat ini masih mengandung kontroversi. Dimana di dalam Pasal 67 dan Pasal 244 KUHAP telah menutup kemungkinan adanya upaya banding maupun kasasi dalam putusan bebas. Di dalam KUHAP tidak membedakan pengertian dalam putusan bebas baik yang bersifat murni maupun tidak murni. Hingga saat ini sudah terdapat beberapa kasus yang kasus putusan bebas yang dikeluarkan oleh Pengadilan tingkat pertama tersebut dapat dilakukan upaya banding maupun upaya kasasi. Hal ini dapat dilihat dari putusan Mahkamah Agung Nomor 122K/Kr/1979. 4 Ibid, h. 48 4

Tindakan tersebut dilakukan dengan cara contra legem terhadap Pasal 244 KUHAP namun, hal tersebut didasarkan pada perlindungan ketertiban umum yang berarti bobot kaidah yurisprudensi lebih memberikan perlindungan pada ketertiban umum dibandingkan dengan kaidah Undang- Undang. III. KESIMPULAN Kaidah yurisprudensi tidak selalu berada dibawah kaidah Undang-Undang. Hal ini bergantung pada bobot kasus terkait yakni dengan persyaratan tertentu. Persyaratan tersebut yakni harus dibuktikan bahwa kaidah yurisprudensi yang digunakan bobot kepatutan dan demi perlindungan kepentingan umum lebih tinggi dibandingkan kaidah di dalam Pasal Undang- Undang yang berkaitan yang kemudian dilakukan dengan contra legem maupun dengan melenturkan ketentuan dalam Undnag-Undang itu sendiri. IV. DAFTAR PUSTAKA Buku : Azhary, Negara Hukum Indonesia (Analisis Yuridis Normatif tentang Unsur-unsurnya), Universitas Indonesia: UI Press, 1995 Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta Ahmad Kamil dan M Fauzan, 2005, Kaidah- Kaidah Hukum Yurisprudensi, Prenada Media, Jakarta Perundang-Undangan : Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 122K/ Kr/ 1979 5