BAB I PENDAHULUAN. Kasus-kasus korupsi masih menjadi hiasan di layar kaca televisi kita

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Korupsi merupakan salah satu bentuk fraud yang berarti penyalahgunaan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap profesi yang menyediakan jasanya kepada masyarakat memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. Pada pertengahan April 2016, Gubernur Daerah Khusus Istimewa (DKI)

PERTEMUAN 10: AUDITOR INVESTIGASI

BAB I PENDAHULUAN. dan telah menjadi kebutuhan secara global. Salah satu upaya yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang bersih dan bebas KKN menghendaki adanya. mendukung terciptanya kepemerintahan yang baik (good governance),

BAB 1 PENDAHULUAN. Fraud merupakan topik yang hangat dibicarakan di kalangan praktisi maupun

Setyanta Nugraha Inspektur Utama Sekretariat Jenderal DPR RI. Irtama

BAB I PENDAHULUAN. korupsi yang telah dilakukan oleh institusi kelembagaan pemerintah selama ini

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. perwujudan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Melalui

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada masa demokrasi saat ini, pemerintah dituntut untuk semakin

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan suatu pengawas intern untuk meminimalisir penyimpangan

BAB I PENDAHULUAN. dikuatkan dan diatur oleh perundang-undangan yang berlaku. Dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada saat sekarang ini, keberadaan dan peran profesi auditor mengalami

BAB I PENDAHULUAN. dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu melindungi segenap bangsa

BAB I PENDAHULUAN. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). untuk menjamin bahwa tujuan tercapai secara hemat, efisien, dan efektif.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Fraud di Indonesia sangat berpengaruh bagi masyarakat umumnya, salah

BAB I PENDAHULUAN. meyakini kualitas pekerjaannya. Dalam penyelenggaraanya good governance

BAB I PENDAHULUAN. diketahui karena banyaknya pemberitaan-pemberitaan di media masa mengenai

BAB I PENDAHULUAN. pula praktik kejahatan dalam bentuk kecurangan (fraud) ekonomi. Jenis fraud

BAB I PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi di Indonesia hingga saat ini masih menjadi salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. halnya dengan kejahatan yang terjadi di bidang ekonomi salah satunya adalah

BAB I PENDAHULUAN. keterpurukan karena buruknya pengelolaan keuangan (Ariyantini dkk,2014).

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Ekonomi ASEAN (MEA) pada tahun ini. Menghadapi MEA, keberadaan dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Auditor merupakan profesi yang mendapat kepercayaan dari publik untuk

BAB I PENDAHULUAN. Jenis fraud (kecurangan) yang terjadi di setiap negara ada kemungkinan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam penyelenggaraan pemerintahan. Melalui pengawasan intern dapat diketahui

BAB I PENDAHULUAN. mengatasi masalah tersebut melalui berbagai cara, salah satunya dengan

BAB I PENDAHULUAN. governance dan penyelenggaraan organisasi sektor publik yang efektif, efisien,

BAB I PENDAHULUAN. Tindak kecurangan ini berkembang pesat ditengah-tengah perkembangan

KEWENANGAN PENGHITUNGAN KERUGIAN KEUANGAN NEGARA DALAM KASUS TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Guna menunjang profesionalisme sebagai akuntan publik, maka auditor dalam

PERTEMUAN 6: AUDIT INVESTIGASI

BAB I PENDAHULUAN. Sistematika penulisan menjelaskan mengenai tahapan-tahapan penulisan laporan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar BelakangPenelitian. Munculnya kasus penyimpangan dalam penyusunan laporan keuangan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan alat informasi baik bagi pemerintah sebagai manajemen maupun alat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kecurangan di Indonesia sangat berpengaruh bagi masyarakat pada

BAB 1 PENDAHULUAN. menunjukkan titik terang, untuk mendorong perubahan dalam tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan yang sangat pesat tersebut

BAB I PENDAHULUAN. salah satu contoh kecurangan tersebut adalah tindakan perbuatan korupsi yang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

TINJAUAN UMUM AUDIT KEUANGAN NEGARA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Audit merupakan suatu proses untuk mengurangi ketidakselarasan

BAB I PENDAHULUAN. menyajikan laporan hasil audit. Agar pemerintah puas dengan pekerjaan

PERTEMUAN 15: PENYELESAIAN HUKUM. B. URAIAN MATERI Tujuan Pembelajaran 15: Menjelaskan upaya hukum untuk penyelesaian investigasi

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa. Keuangan pasal 6 ayat (1) menyebutkan bahwa Badan Pemeriksa Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Setiap kali ada protes anti-pemerintah, singkatan KKN ini dapat

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian audit menurut Mulyadi (2002:9) adalah suatu proses. sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara obyektif

BAB VI SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. eksternal perusahaan. (Singgih dan Bawono 2010). sulit untuk diukur, sehingga para pemakai informasi membutuhkan jasa pihak

VISI, MISI, TUJUAN, KEWENANGAN DAN TANGGUNG JAWAB.

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia saat ini sudah banyak perusahaan-perusahaan yang semakin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Merupakan suatu gangguan terhadap pemeriksa, bila sikap kebebasan

TINJAUAN UMUM AUDIT KEUANGAN NEGARA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Auditor pemerintahan merupakan pihak yang sangat berperan dalam pengawasan dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. berkualitas, mewujudkan pemerintahan yang good governance, dan menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pemberian informasi kepada publik dalam rangka pemenuhan hak publik.

BAB I PENDAHULUAN. dan bertanggungjawab dengan taat pada peraturan dan perundang-undangan yang

BAB I PENDAHULUAN. intensitas dan modusnya semakin berkembang dengan penyebab multi factor.

BAB I PENDAHULUAN. semakin terbukanya peluang usaha, maka menyebabkan risiko terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian mengenai kualitas audit penting agar auditor dapat mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. Negara mengelola dana yang sangat besar dalam penyelenggaraan pemerintahannya.

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian audit menurut Mulyadi (2011:9) adalah suatu proses sistematik

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral

5. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82,

BAB I PENDAHULUAN. bebas dan tidak memihak terhadap informasi yang disajikan oleh manajemen

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Audit yang berkualitas dapat membantu mengurangi penyalahgunaan dana

BAB I PENDAHULUAN. segala jenis kejahatan yang semakin merajalela. Tidak hanya kejahatan yang

BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam rangka mewujudkan good governance di lingkungan pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. penelitian yang menjadi dasar perumusan masalah penelitian, berikutnya

BAB I PENDAHULUAN. Laporan keuangan memberikan gambaran dan informasi posisi keuangan

Kerugian Negara. Unsur dan/atau Kriteria sebuah Korporasi Merugikan Negara. Oleh: Dani Sudarsono. KAP Dani Sudarsono dan Rekan.

BAB I PENDAHULUAN. kode etik akuntan. Kode etik akuntan, yaitu norma perilaku yang mengatur

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. karena beberapa penelitian menunjukkan bahwa terjadinya krisis ekonomi di

BAB I PENDAHULUAN. baik di instansi pemerintah maupun di sektor swasta di Indonesia. Auditor di instansi

BAB1 PENDAHULUAN. kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsinya secara efektif dan efisien sesuai

TENTANG KERJASAMA DALAM PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB I PENDAHULUAN. laporan keuangan yang belum atau tidak diaudit. keuangan yang terjadi akhir-akhir ini. Singgih dan Bawono (2010) menyebutkan

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Teknis Daerah Provinsi Sumatera Barat. Diumumkan dalam Lembaran

MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN NOMOR : PER/04/M.PAN/03/2008 TENTANG

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Konsep kinerja auditor dapat dijelaskan dengan menggunakan agency theory.

PERTEMUAN 1: AUDIT DAN STANDAR AUDIT

BAB I PENDAHULUAN. laporan keuangan adalah relevan (relevance) dan dapat diandalkan (reliable). Kedua

BAB I PENDAHULUAN. telah ditetapkan dan disahkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI).

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Menurut DeAngelo (1981) dalam Lauw dan Elyzabeth (2012), kualitas audit adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat terutama dalam bidang audit terhadap laporan keuangan yang dibuat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERTEMUAN 11: BUKTI AUDIT INVESTIGASI

BAB I PENDAHULUAN. Paradigma pengawasan atas penyelenggaran pemerintah daerah di era

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. efisiensi operasional, dan dipatuhinya kebijakan-kebijakan yang digariskan oleh manajemen

BAB I PENDAHULUAN. Kantor Berita Nasional Antara dalam websitenya, sehingga memboroskan anggaran 30 hingga 40 persen.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian dan sistematika penelitian. 1.1 Latar Belakang Masalah Kasus-kasus korupsi masih menjadi hiasan di layar kaca televisi kita dewasa ini. Bahkan layaknya artis infotainment oleh media kita yang akan mudah dihapal di kepala anak-anak kita. Begitu masifnya pemberitaan kasus korupsi namun sepertinya tidak membuat efek jera bagi koruptor. Ada yang salah sepertinya, mungkin hukum yang tumpul, kriminalisasi karena unsur politik, tidak adil dalam memberikan hukuman atau karena mental pejabat kita yang memang korup dan lebih parahnya ada yang merasa bahwa saya ini tertangkap karena kebetulan saja (apes) padahal tuh rekan-rekan saya banyak seperti saya bahkan lebih besar lagi korupsinya atau ungkapan lu kagak korupsi karena kagak punya kesempatan coba kalau punya kesempatan lu pasti korupsi juga seolah-olah korupsi itu adalah budaya dan keniscayaan oleh masyarakat yang mempunyai kesempatan dengan memanfaatkan jabatannya. Kondisi korupsi yang sudah menjadi mental dan karakter masyarakat terutama para pejabat dari tingkat pejabat rendahan sampai dengan pejabat tertinggi negeri ini. Sehingga sangat pesimis dapat merevolusi mental yang terlanjur membudaya ini. Sungguh miris, ketika maling ayam harus digebuki sampai mati tapi naifnya maling negara yang menyengsarakan rakyat malah senyum-senyum di layar televisi tanpa merasa berdosa. 1

Masih dalam catatan sejarah bagaimana kasus-kasus korupsi besar seperti Bank Century yang negara dirugikan 6,7 T tidak jelas penyelesaiannya bahkan sampai saat ini. Masyarakat hanya disuguhi perdebatan antara elit politik yang berujung pada kinerja nihil. Unsur politisasi kasus ini pun sangat kental mewarnai pemberitaan, sangat pesimis kita berharap bahwa kasus ini akan terungkap dengan terang. Sementara masih banyak daerah di indonesia yang tidak tersentuh pembangunan, seperti yang kita saksikan bahwa murid-murid SD Negeri Pasir Tanjung terpaksa bergelantungan melewati jembatan gantung yang rusak berat, saat menyeberangi Sungai Ciberang yang berarus deras mematikan, menuju ke sekolah di Desa Sangiangtanjung, Kecamatan Kalanganyar, Kabupaten Lebak, Banten, sebagaimana yang diberitakan www.jppn.com sabtu (21/1/2012) dengan judul berita Outbond Ala Siswa-Siswa SD Kalanganyar, Lebak, Banten. Miris melihat kondisi yang sangat kontras, seolah-olah kekayaan itu milik segelintir orang saja. Dengan tanpa rasa malu sang koruptor mencuri milyaran uang negara ini untuk kepentingannya dan golongannya karena ia punya wewenang dan kesempatan untuk itu. Korupsi atau Corruption merupakan salah satu bentuk fraud. Sebagaimana disebutkan dalam Fraud Examiners Manual (2006 edition) dengan Fraud Tree yang terdiri dari Corruption, Asset Misappropriation dan Fradulent Statements. Dalam menangani fraud diperlukan upaya khusus agar suatu kasus fraud dapat berakhir litigasi sehingga bukti-bukti akuntansi dapat dijadikan bukti hukum dalam menjerat pelaku fraud. Maka berkembang saat ini meminjam istilah kedokteran dalam bidang akuntansi khusus menangani fraud dengan istilah akuntansi forensik. Tuanakotta (2010:43) menjelaskan mengapa akuntansi 2

forensik? Karena ada fraud, baik berupa potensi fraud maupun nyata-nyata ada fraud. Kalau seorang auditor dapat disebut sebagai akuntan yang berspesialisasi dalam auditing, maka akuntan forensik menjadi spesialis yang lebih khusus lagi (super specialist) dalam bidang fraud. Sementara untuk kepentingan audit investigatif digunakan istilah audit forensik dimana auditornya menurut ACFE adalah Fraud Auditor atau Fraud Examiners dan dalam rangka sertifikasi istilah yang digunakan adalah auditor forensik bukan akuntan forensik dengan pertimbangan anggota profesi ini bukan hanya akuntan (Tuanakotta, 2010:13). Sehingga jelas bahwa apa yang dimaksud dalam penelitian ini istilah akuntansi forensik dan audit forensik itu saling menggantikan dimana lingkup dari akuntansi forensik sendiri menurut Tuanakotta (2010:19) terdiri dari Auditing, Akuntansi dan Hukum. Dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia lembaga yang berperan adalah KPK, BPK, Aparat Pengawas Internal Pemerintah, dan APH. KPK sebagai komisi dibentuk karena lemahnya peran APH dalam pemberantasan korupsi dimana lembaga yang seharusnya memberantas korupsi malah banyak dari oknum-oknumnya terlibat korupsi yang sulit tersentuh. Dalam pelaksanaan secara teknis, peran akuntansi forensik ada pada auditor baik BPK maupun APIP yang diminta oleh APH atau KPK dalam melaksanakan audit investigatif, Audit Penghitungan Kerugian Negara dan Saksi Ahli di persidangan. Salah satu APIP sebagai pengawas internal pemerintah yang sering dimintakan oleh APH adalah Auditor pada Instansi BPKP. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) merupakan lembaga yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden 3

Republik Indonesia untuk melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengawasan keuangan dan pembangunan sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 192 Tahun 2014 sebagai penegasan kembali peran BPKP dan menghapuskan ketentuan-ketentuan sebelumnya mengenai BPKP salah satunya Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2013. Salah satu tugas pemerintahan di bidang pengawasan yang dilaksanakan oleh BPKP adalah penugasan bidang investigasi yang meliputi audit investigatif, audit dalam rangka penghitungan kerugian keuangan negara, pemberian keterangan ahli, evaluasi hambatan kelancaran pembangunan, audit penyesuaian harga, dan audit klaim serta penugasan investigasi lainnya yang berkaitan dengan upaya pencegahan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) di lingkungan Objek Penugasan. Penugasan bidang investigasi dilaksanakan oleh BPKP Pusat maupun Perwakilan BPKP berdasarkan pengembangan hasil audit operasional, laporan/pengaduan masyarakat, permintaan dari instansi penyidik/penetapan pengadilan, dan permintaan dari Objek Penugasan yang memerlukan produk keinvestigasian. Sementara dalam penugasan investigasi terutama audit investigatif, audit dalam rangka penghitungan kerugian keuangan negara dan pemberian keterangan ahli, Perwakilan BPKP dalam menerima penugasannya lebih banyak atas permintaan dari instansi penyidik. Auditor Intern Pemerintah dalam hal ini Auditor BPKP dituntut agar dalam melaksanakan tugasnya memperhatikan standar yang berlaku sebagaimana 4

yang diamanatkan dalam standar audit intern pemerintah indonesia, auditor intern harus menggunakan kemahiran profesionalnya secara cermat dan seksama (due professional care) dan secara hati-hati (prudent) dikarenakan hasil audit investigatif berupa laporan audit investigatif akan menjadi dasar bagi penyidik untuk meningkatkan dari tingkat penyelidikan ke tingkat penyidikan atau hasil audit dalam rangka penghitungan kerugian keuangan negara menjadi bukti tertulis adanya kerugian keuangan negara dan juga menjadi dasar pembebanan kerugian negara kepada tersangka maka laporan auditor harus memenuhi kriteriakriteria yang dipersyaratkan dalam standar. Walaupun penugasan audit investigatif adalah permintaan dari pihak ketiga yaitu penyidik, auditor harus tetap menjaga independensinya dan obyektivitasnya agar apa yang dituangkan dalam laporan tidak bias dan memihak. Untuk itu dalam penugasan audit investigatif ini ada beberapa langkah dimulai dari praperencanaan, perencanaan audit, pelaksanaan dan pelaporan dimana tahap menerima dan menolak penugasan ada pada tahap praperencanaan. Keputusan menerima penugasan audit investigatif menjadi penting karena pada tahap ini menjadi penentu apakah auditor kredibel, sehingga tujuan audit tercapai. Pada pelaksanaan audit keuangan oleh akuntan publik, menurut Boyton, Johnson & Kelly (2001) dalam Leonardo dan Rochmawati (2012) ada enam tahap penerimaan penugasan yaitu: 1. Mengevaluasi integritas manajemen 2. Mengidentifikasi keadaan khusus dan risiko luar biasa 3. Menentukan kompetensi untuk melaksanakan audit 5

4. Menilai independensi 5. Menentukan kemampuan untuk menggunakan kemahiran profesionalnya dengan kecermatan dan keseksamaan 6. Membuat surat penugasan. Tahap-tahap inilah yang dilakukan oleh akuntan publik dalam memutuskan menerima penugasan. Ada beberapa faktor sebagai penentu keputusan auditor yaitu integritas manajemen, risiko audit, kompetensi dan kemampuan. Sedangkan akuntansi forensik yang tujuan utamanya adalah litigasi di persidangan maka tahap menerima penugasan dalam melaksanakan audit investigatif agak berbeda dari audit keuangan. Dimana tujuan audit keuangan sendiri adalah memberi opini laporan keuangan. Menurut Tuanakotta (2010:90) masalah yang timbul dalam penggunaan akuntan forensik atau auditor forensik sebagai Ahli di persidangan, khususnya dalam tindak pidana korupsi, adalah kompetensi dan independensi. Masalah kompetensi dan independensi sering dipertanyakan tim pembela atau pengacara terhadap akuntan forensik yang membantu penuntut umum. Masih menurut Tuanakotta (2010:90) di Amerika Serikat, ada persyaratan yang harus dipenuhi agar pengetahuan tertentu dapat digunakan sebagai dasar untuk keterangan saksi ahli. Saksi ahli yang memenuhi kualifikasi karena memiliki pengetahuan, keterampilan, pengalaman, pelatihan, atau pendidikan ilmiah diperkenankan memberikan keterangan atau pendapat jika: 1. Keterangan atau pendapatnya didasarkan atas fakta atau data yang cukup; 2. Keterangan atau pendapatnya merupakan hasil dari prinsip dan metode yang andal; dan 6

3. Saksi ahli sudah menerapkan prinsip dan metode dengan benar pada fakta dalam kasus yang dihadapi. BPKP (2008:83) keputusan untuk menentukan cukup/tidaknya alasan melakukan audit investigatif tergantung kepada apa yang diinformasikan, dan tidak perlu dipermasalahkan siapa yang menginformasikan sehingga walaupun surat pengaduan tersebut tanpa institusi (surat kaleng) juga dapat dijadikan dasar untuk melakukan audit. Namun satu hal yang perlu disadari bahwa suatu fraud baru dapat dilakukan apabila telah ada suatu predikasi yang valid, yaitu keadaankeadaan yang menunjukkan bahwa fraud telah, sedang dan atau akan terjadi. Hal ini sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Tuanakotta (2010:321) bahwa suatu audit investigatif hanya dimulai apabila ada dasar yang layak, yang dalam investigasi dikenal sebagai predication (predikasi). Dengan landasan atau dasar ini, seorang auditor forensik mereka-reka mengenai apa, bagaimana, siapa dan pertanyaan lain yang diduga relevan dengan pengungkapan kasusnya; ia membangun teori fraud (fraud Theory). Auditor BPKP dituntut agar profesional dalam memutuskan menerima audit investigatif dan berhati-hati sesuai kemahiran profesionalnya agar pendapatnya dapat dipertanggungjawabkan saat kasus atau perkara naik ke pengadilan (litigasi) dan auditor menjadi saksi ahli atas audit yang dilakukannya. Oleh sebab itu penulis termotivasi melakukan penelitian ini untuk mengetahui apakah auditor dalam hal ini APIP di Perwakilan BPKP Sumatera Barat telah selektif dalam menerima penugasan. Berdasarkan hal tersebut, penulis akan melakukan penelitian yang berjudul Analisis Pengaruh Independensi, Kompetensi 7

dan Predikasi terhadap Keputusan Auditor Dalam Menerima Penugasan Audit Investigatif (Studi Pada Perwakilan BPKP Provinsi Sumatera Barat). 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah Independensi, Kompetensi dan Predikasi secara bersama-sama berpengaruh terhadap Keputusan Auditor Menerima Penugasan Audit Investigatif? 2. Apakah Independensi berpengaruh terhadap Keputusan Auditor Menerima Penugasan Audit Investigatif? 3. Apakah Kompetensi berpengaruh terhadap Keputusan Auditor Menerima Penugasan Audit Investigatif? 4. Apakah Predikasi berpengaruh terhadap Keputusan Auditor Menerima Penugasan Audit Investigatif? 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan penelitian dalam perumusan masalah yaitu untuk mengetahui; 1. Pengaruh Independensi, Kompetensi dan Predikasi secara bersama-sama terhadap Keputusan Auditor Menerima Penugasan Audit Investigatif. 2. Pengaruh Independensi terhadap Keputusan Auditor Menerima Penugasan Audit Investigatif. 8

3. Pengaruh Kompetensi terhadap Keputusan Auditor Menerima Penugasan Audit Investigatif. 4. Pengaruh Predikasi terhadap Keputusan Auditor Menerima Penugasan Audit Investigatif. Manfaat penelitian bagi Auditor BPKP diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat memberi masukan kepada auditor investigatif mengenai pentingnya independensi, kompetensi, dan predikasi dalam memutuskan menerima penugasan audit investigatif. Bagi dunia akademis dapat menambah informasi dan bahan kajian dalam penelitian. Dan juga bagi para pembaca dapat digunakan sebagai salah satu bahan bacaan dan menambah wawasan tentang fraud audit dan faktor-faktor yang dijadikan auditor dalam melanjutkan penugasan yang dimintakan kepadanya. Sehingga bisa dijadikan acuan bagi penyidik, masyarakat umum dan media untuk mengawasi para auditor agar apa yang dikerjakannya sesuai standar. Adapun Manfaat bagi peneliti selain merupakan prasyarat tugas akhir studi akademis peneliti, manfaat lain yang dapat diperoleh adalah menambah khazanah pengetahuan peneliti dalam ilmu audit khusus yaitu audit investigatif. 1.4 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian Analisis Pengaruh Independensi, Kompetensi dan Predikasi terhadap Keputusan Auditor Dalam Menerima Penugasan Audit Investigatif pada Perwakilan BPKP Sumatera Barat mencakup: 9

1. Objek penelitian adalah Perwakilan BPKP Sumatera Barat; 2. Fokus penelitian adalah Audit Investigatif oleh Perwakilan BPKP Sumatera Barat melalui permintaan oleh instansi penyidik baik Kejaksaan maupun POLRI; 3. Kriteria yang digunakan adalah SPKN, Standar Audit Intern Pemerintah Indonesia dan peraturan-peraturan yang digunakan terkait penugasan audit investigatif; 4. Responden penelitian terdiri dari Auditor Perwakilan BPKP Sumatera Barat yang sudah memiliki sertifikat auditor baik terampil maupun ahli. 1.5 Sistematika Penulisan Untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai penelitian yang dilakukan, maka disusunlan sistematika penulisan yang terdiri dari lima bab, masing-masing urutan secara garis besar dapat diterangkan sebagaimana berikut ini. Bab I merupakan Bab Pendahuluan yang berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian dan sistematika penulisan. Selanjutnya Bab II yaitu Bab Landasan Teori, Kerangka Berfikir dan Hipotesis yang berisi tentang landasan teori yang digunakan untuk membantu memecahkan masalah penelitian, yang meliputi teori yang digunakan tentang audit investigatif, fraud, independensi, kompetensi, predikasi, tinjauan peneliti terdahulu, kerangka pemikiran teoritis yang dimaksudkan untuk memperjelas maksud penelitian dan membantu dalam merumuskan hipotesis. 10

Bab III adalah Bab Metode Penelitian yang menjelaskan mengenai pendekatan dan metode penelitian yang digunakan meliputi desain penelitian, variabel pengukuran, metode pengumpulan data, populasi dan sampel dan metode analisis. Kemudian Bab IV yaitu Bab Hasil Peneltian dan Pembahasan yang berisi tentang uraian hasil-hasil deskripsi objek penelitian, pengolahan data, analisis data sekaligus pembahasannya. Terakhir Bab V mengenai Bab Kesimpulan dan Saran yang menjelaskan kesimpulan yang dapat ditarik berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data, keterbatasan penelitian serta saran yang berkaitan dengan penelitian sejenis bagi peneliti selanjutnya. 11