BAB I PENDAHULUAN. sebelumnya diatur dalam undang-undang (UU) No. 22 Tahun 1999 menjadi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. rancangan APBD yang hanya bisa diimplementasikan apabila sudah disahkan

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA KEUANGAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO APBD

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap nasib suatu daerah karena daerah dapat menjadi daerah

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan desentraliasasi fiskal, Indonesia menganut sistem pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Awal diterapkannya otonomi daerah di Indonesia ditandai dengan

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tersebut mengatur pelimpahan kewenangan yang semakin luas kepada

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. perubahan regulasi dari waktu ke waktu. Perubahan tersebut dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Desentralisasi merupakan salah satu perwujudan dari pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Dampak yang dialami oleh

BAB I PENDAHULUAN. baik dapat mewujudkan pertanggungjawaban yang semakin baik. Sejalan dengan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus urusan. pemerintahan dan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dengan dikeluarkannya undang-undang (UU) No.32 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. diamanatkan dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kewenangan daerah dalam menjalankan pemerintahannya pada masa

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi. menjadi suatu fenomena yang umumnya sering terjadi.

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI SETELAH DIBERLAKUKANYA OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN SUKOHARJO

BAB 1 PENDAHULUAN. transparansi publik. Kedua aspek tersebut menjadi hal yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi sektor publik yang disertai adanya demokratisasi menjadi

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Perubahan di bidang ekonomi, sosial dan politik dalam era reformasi ini,

BAB 1 PENDAHULUAN. antarsusunan pemerintahan. Otonomi daerah pada hakekatnya adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. adanya akuntabilitas dari para pemangku kekuasaan. Para pemangku. penunjang demi terwujudnya pembangunan nasional.

BAB V PENUTUP. dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: tertinggi adalah Kabupaten Sleman yaitu sebesar Rp ,

ANALISIS PERKEMBANGAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH. (Studi Kasus Kabupaten Klaten Tahun Anggaran )

BAB I PENDAHULUAN. memberikan proses pemberdayaan dan kemampuan suatu daerah dalam. perekonomian dan partisipasi masyarakat sendiri dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. oleh rakyat (Halim dan Mujib 2009, 25). Pelimpahan wewenang dan tanggung jawab

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

BAB I PENDAHULUAN. oleh krisis ekonomi yang menyebabkan kualitas pelayanan publik terganggu dan

BAB I PENDAHULUAN. melalui penyerahan pengelolaan wilayahnya sendiri. Undang-Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada awal tahun 1996 dan

BAB I PENDAHULUAN. 22 Tahun 1999 yang diubah dalam Undang-Undang No. 32 Tahun tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 yang

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah ditandai dengan dikeluarkan Undang-Undang (UU No.22 Tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. ekonomi juga merupakan indikator pencapaian pembangunan nasional. akan memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. satu indikator baik buruknya tata kelola keuangan serta pelaporan keuangan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang. antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah/Kota.

BAB I PENDAHULUAN. dan aspirasi masyarakat yang sejalan dengan semangat demokrasi.

BAB I PENDAHULUAN. berbagai hal, salah satunya pengelolaan keuangan daerah. Sesuai dengan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan untuk lebih

BAB I PENDAHULUAN. bagi bangsa ini. Tuntutan demokratisasi yang diinginkan oleh bangsa ini yaitu

DAFTAR ISI. Halaman Sampul Depan Halaman Judul... Halaman Pengesahan Skripsi... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Lampiran...

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

I. PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia adalah adanya

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan kebijakan yang. daerahnya masing-masing atau yang lebih dikenal dengan sebutan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya Undang-Undang (UU) No. 32 Tahun 2004 tentang. Pemerintah Daerah (Pemda) dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan baru dari pemerintah Republik Indonesia yang mereformasi

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dengan meningkatkan pemerataan dan keadilan. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. daerah, maka semakin besar pula diskreasi daerah untuk menggunakan

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, yang diukur melalui elemen Pendapatan Asli Daerah (PAD). Diharapkan

ANALISIS KINERJA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA (APBD) DITINJAU DARI RASIO KEUANGAN (Studi Kasus di Kabupaten Sragen Periode )

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH KOTA SURAKARTA DAN PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA DILIHAT DARI RASIO PENDAPATAN DAERAH APBD TAHUN

BAB 1 PENDAHULUAN. upaya-upaya secara maksimal untuk menciptakan rerangka kebijakan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara. Pemerintah Pusat dan Daerah yang menyebabkan perubahan mendasar

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan atas pertimbangan

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah menegaskan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia ini adalah suatu negara yang menganut daerah otonom.

BAB VI PENUTUP. Berdasarkan hasil kesimpulan dapat disimpulkan bahwa : 2. Pengeluaran (belanja) Kabupaten Manggarai tahun anggaran 2010-

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PADA PEMERINTAH KOTA SURAKARTA TAHUN ANGGARAN

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini Negara Indonesia sedang berada dalam sistem pemerintahan yang

BAB I PENDAHULUAN. pencapaian tujuan-tujuan. Kinerja terbagi dua jenis yaitu kinerja tugas merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Otonomi daerah adalah suatu konsekuensi reformasi yang harus. dihadapi oleh setiap daerah di Indonesia, terutama kabupaten dan kota

INUNG ISMI SETYOWATI B

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. kepada daerah disertai pengalihan personil, peralatan, pembiayaan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. era baru dengan dijalankannya otonomi daerah. Otonomi daerah ini ditandai

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. baik (Good Governance) menuntut negara-negara di dunia untuk terus

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Mahi (2001)

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN ANGGARAN

BAB I PENDAHULUAN. penunjang dari terwujudnya pembangunan nasional. Sejak tanggal 1 Januari 2001

BAB I PENDAHULUAN. dicapai biasanya bersifat kualitatif, bukan laba yang diukur dalam rupiah. Baldric

Selly Paat, Perbandingan Kinerja Pengelolaan. PERBANDINGAN KINERJA PENGELOLAAN APBD ANTARA PEMERINTAH KOTA TOMOHON DENGAN PEMERINTAH KOTA MANADO

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PADA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN WONOGIRI DAN KABUPATEN KARANGANYAR DALAM PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal. daerah, yang dikenal sebagai era otonomi daerah.

BAB I PENDAHULUAN. kepada daerah. Di samping sebagai strategi untuk menghadapi era globalisasi,

BAB I PENDAHULUAN. dan kemandirian. Berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 Pasal 1 Angka 5 memberikan

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KOTA MALANG

1 UNIVERSITAS INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. tetapi untuk menyediakan layanan dan kemampuan meningkatkan pelayanan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dengan adanya pembaharuan peraturan tentang Pemerintah Daerah yang sebelumnya diatur dalam undang-undang (UU) No. 22 Tahun 1999 menjadi undang-undang (UU) No. 32 Tahun 2004 dan yang mengatur tentang Perimbamgan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang sebelumnya diatur undang-undang (UU) No. 25 Tahun 1999 menjadi undang - undang (UU) No. 33 Tahun 2004, memberikan peluang lebih besar kepada pemerintah daerah untuk mengoptimalkan potensi yang ada, baik menyangkut sumber daya manusia, sumber daya alam, dana maupun sumber daya lain yang merupakan kekayaan daerah. Perubahan tersebut diimplementasikan dengan memberikan otonomi kepada pemerintah daerah yakni pemberian wewenang yang lebih luas kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengelola pembangunan dan keuangan di daerah masing-masing. Namun dipihak lain otonomi daerah menghadirkan kekhawatiran munculnya desentralisasi masalah dan desentralisasi kemiskinan. Artinya pelimpahan masalah dan kemiskinan yang selama ini tidak mampu ditangani dan diselesaikan oleh pemerintah pusat. Salah satu aspek penting dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi adalah masalah keuangan daerah dan anggaran daerah. Untuk mewujudkan otonomi daerah dan desentralisasi yang luas, nyata, dan bertanggungjawab diperlukan manajemen keuangan daerah yang mampu 1

2 mengontrol kebijakan keuangan daerah secara ekonomis, efisien, efektif, transparan dan akuntabel. Akuntabilitas publik adalah kewajiban pihak pemegang amanah ( agent) untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan, dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya kepada pihak pemberi amanah ( principal) yang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban tersebut (Mardiasmo, 2009:20). Dengan adanya otonomi daerah maka pemerintah daerah dituntut untuk mengelola rumah tangganya sendiri, hal ini mengimplikasikan setiap daerah harus mampu mengelola dana dari masyarakat semaksimal mungkin dalam upaya meningkatkan pendapatan daerah karena sumber utama Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD) itu sendiri. Sesuai undang-undang (UU) No. 33 tahun 2004 bab VI pasal 10 bahwa yang menjadi sumber-sumber pembiayaan pembangunan daerah (capital investment), antara lain berasal dari Dana Perimbangan yang terdiri dari Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Kusus (DAK). Disamping dana perimbangan yang berasal dari pemerintah pusat, pemerintah daerah juga dapat membiayai pelaksanaan pembangunan daerah melalui Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pendapatan Asli Daerah (PAD) sendiri berasal dari pajak daerah, retribusi daerah, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan pendapatan lain asli daerah yang sah. Salah satu upaya untuk mengelola dana dari masyarakat semaksimal mungkin adalah dengan menyusun anggaran ( budget) sebagai acuan dalam melaksanakan setiap kegiatan. Anggaran merupakan bagian penting dalam sistem

3 pengendalian manajemen yang disusun organisasi dalam mencapai tujuan. Pada sektor publik, anggaran merupakan dokumen publik yang bisa diakses oleh publik untuk diketahui, diberi masukan, dikritisi dan diperdebatkan. Anggaran sektor publik merupakan blue print organisasi tentang rencana program dan kegiatan yang akan dilaksanakan (Mahmudi, 2011:59). Anggaran pada sektor publik dinyatakan dalam bentuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Berdasarkan Peraturan Mentri Dalam Negeri No 37 tahun 2011 tentang pedoman penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dapat didefinisikan sebagai rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah. Tahap setelah operasional anggaran adalah pengukuran kinerja untuk menilai prestasi manajer dan unit organisasi yang dipimpinya. Kinerja anggaran pemerintah daerah selalu dikaitkan dengan bagaimana sebuah unit kerja pemerintah daerah dapat mencapai tujuan kerja dengan alokasi anggaran yang tersedia. Pengukuran kinerja sangat penting untuk menilai akuntabilitas organisasi dan manajer dalam menghasilkan pelayanan publik yang lebih baik. Akuntabilitas bukan sekedar kemampuan menunjukan bagaimana uang publik dibelanjakan, akan tetapi meliputi kemampuan menunjukan bahwa uang publik tersebut telah dibelanjakan secara efektif, efisien, dan ekonomis (Mardiasmo, 2009:121). Pengukuran kinerja digunakan sebagai dasar untuk melakukan penilaian kinerja, yaitu untuk menilai sukses atau tidaknya suatu organisasi program atau

4 kegiatan. Pengukuran kinerja sektor publik dilakukan untuk memenuhi tiga maksud. Pertama, pengukuran sektor publik dimaksudkan untuk memperbaiki kinerja pemerintah. Kedua, ukuran kinerja sektor publik digunakan untuk pengalokasian sumber daya dan keputusan. Ketiga, ukuran kinerja sektor publik dimaksudkan untuk mewujudkan pertanggungjawaban publik dan memperbaiki kelembagaan (Mardiasmo, 2009:121). Dalam melakukan pengukuran kinerja pada pemerintah daerah sudah selayaknya meninggalkan pandangan tradisional dan beralih pada pandangan modern. Pengukuran kinerja anggaran dapat dilakukan dengan berbagai metode, antara lain dengan menggunakan metode Rasio Keuangan ( financial ratio), metode Economic Value Added/ EVA (Di Indonesia metode tersebut dikenal dengan metode NITAM/Nilai Tambah Ekonomi), Balanced Scorecard, Value For Money, analisis selisih anggaran dan lain-lain. Munawir (2002:64) menjelaskan bahwa rasio menggambarkan suatu hubungan atau perimbangan ( mathematical Relation Ship). Antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah yang lain dan dengan menggunakan alat analisis yang berupa rasio ini akan dapat menjelaskan atau memberi gambaran kepada penganalisis tentang baik atau buruknya keadaan atau posisi keuangan atau kinerja terutama apabila angka rasio tersebut dibandingkan dengan angka rasio pembanding yang digunakan sebagai standar. Analisis rasio, adalah suatu metode analisis untuk mengetahui hubungan dari pos-pos tertentu dalam neraca atau laporan laba rugi secara individu atau kombinasi dari kedua laporan tersebut. Pengukuran kinerja di organisasi sektor

5 publik bukanlah hal yang mudah, namun pengukuran kinerja dapat dilakukan dengan baik dengan menggunakan metode rasio keuangan ( Financial Ratio). Pengukuran kinerja digunakan sebagai dasar untuk melakukan penilaian kinerja, yaitu untuk menilai sukses atau tidaknya suatu organisasi, program, atau kegiatan (Nordiawan, 2010:157). Pemberlakuan Undang Undang tentang Pemerintah Daerah memunculkan perhatian yang besar untuk diteliti lebih lanjut, terutama yang berkaitan dengan kinerja pemerintah daerah. Shita Unjaswati Ekawarna, Iskandar Sam, dan Sri Rahayu (2009 ) melakukan penelitian tentang pengukuran kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Daerah Muaro Jambi. Penelitian ini menggunakan beberapa rasio keuangan, yaitu: rasio kemandirian, rasio efektivitas dan efisiensi, rasio aktivitas, dan rasio pertumbuhan. Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah berdasarkan rasio kemandirian keuangan daerah menunjukan bahwa kemandirianya masih sangat rendah; dari penghitungan rasio efektivitas bahwa realisasi penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) semakin mendekati jumlah target penerimaan; dari penghitungan rasio efisiensi dapat diketahui bahwa trend rasio efisiensi cenderung menurun dari tahun ketahun; berdasarkan rasio aktivitas menunjukan bahwa aktivitas yang masih rendah yang dikarenakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) masih digunakan untyuk kegiatan operasional yang bersifat rutin, sedangkan belanja pembangunan relatif kecil; dan berdasarkan analisis rasio pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah ( PAD) menunjukan pemerintah daerah sudah mampu mempertahankan dan meningkatkan keberhasilan yang telah

6 dicapai dari satu periode keperiode lainya, dari rasio pendapatan menujukan angka yang positif, dan pertumbuhan belanja pembangunan menunjukan bahwa alokasi dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ( APBD) untuk belanja pembangunan pada tahun 2005 dan 2006 telah mengalami peningkatan. Andreas Ronald dan Dwi Sarmiyatiningsih (2010) melakukan penelitian mengenai analisis kinerja keuangan dan pertumbuhan ekonomi sebelum dan sesudah diberlakukanya otonomi daerah di Kabupaten Kulon Progo. Penelitian ini enggunakan beberapa rasio keuangan antara lain: Rasio efisiensi belanja, rasio efektivitas Pendapatan Asli Daerah ( PAD), rasio kemandirian keuangan daerah, pertumbuhan ekonomi. Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah sebelum otonomi daerah rasio efisiensi belanja cenderung menurun akan tetapi perekonomian tidak tumbuh. Hal ini dimungkinkan dalam penelitian ini tidak mengidentifikasi penyebab terjadinya varians dalam analisis efisiensi belanja, sehingga terdapat kemungkinan memang terjadi efisiensi yang tinggi. Akan tetapi dapat juga karena adanya sebagian kegiatan yang tidak dilaksanakan atau dikarenakan penyusunan anggaran yang masih menggunakan sistem tradisional, sehingga terdapat kemungkinan penentuan anggaran yang kurang tepat dan berakibat pada hasil pengukuran kinerja menggunakan ukuran efisiensi belanja menjadi tinggi. I Dewa Gde Bisma dan Hery Susanto (2010) melakukan penelitian tentang evaluasi kinerja keuangan Pemerintah Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat tahun anggaran 2003-2007. Untuk mengetahui kinerja keuangan penelitian ini menggunakan beberapa rasio keuangan antara lain: rasio kemandirian keuangan

7 daerah, rasio ketergantungan keuangan daerah, rasio desentralisasi fiskal, rasio efektivitas, rasio efisiensi, dan analisis kemampuan keuangan daerah. Hasilnya menunjukan bahwa secara umum Provinsi NTB pada tahun anggaran 2003-2007 menggambarkan kinerja yang kurang optimal dalam pelaksanaan otonomi daerah. Hal ini ditunjukan oleh indikator kinerja keuangan yang antara lain: ketergantungan keuangan daerah sangat tinggi terhadap pemerintah pusat sehingga tingkat kemandirian keuangan daerah sangat kurang. Desentralisasi fiskal cukup rendah mengingat ketergantungan keuangan terhadap pemerintah pusat sangat tinggi. Efektivitas pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sangat efektif, namun efisiensi belanja daerah menunjukan hasil tidak efisien. Penelitian sebelumya yang telah dilakukan oleh Andy Prasetyo (2011) tentang kinerja Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar dilihat dari Rasio Pendapatan Daerah pada APBD 2006-2008. Alat analisis yang digunakan adalah rasio kemandirian keuangan daerah, rasio efektivitas pendapatan asli daerah, rasio belanja operasi dan modal, dan rasio pertumbuhan. Hasilnya menunjukan bahwa kemandirian keuangan daerah Kabupaten Karanganyar memiliki pola hubungan instruktif, kemampuan Pemerintah Kabupaten Karanganyar dalam memenuhi kebutuhan penyelenggaraan tugas-tugas pemerintah masih rendah. Perbandingan tingkat ketergantungan pemerintah daerah dengan pemerintah pusat Kabupaten Karanganyar besar, hal ini dapat dilihat dari sumber pendapatan dari pihak eksternnya lebih besar dari Pendapatan Asli Daerah (PAD). Kinerja keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar dalam kategori efektif karena telah

8 mencapai target penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD), secara keseluruhan perkembangan kinerja keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar baik, meskipun tingkat ketergantungan pada pemerintah pusat masih tinggi. Penelitian ini mengacu pada penelitian yang telah dilakukan oleh Andy Prasetyo (2011). Akan tetapi penelitian ini menganalisis kinerja pada Pemerintah Daerah Kabupaten Boyolali untuk tahun anggaran 2008-2012, sehingga berbeda dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan di Kabupaten Karanganyar untuk tahun anggaran 2006-2008. Penelitian ini juga menambahkan rasio ketergantungan keuangan daerah sebagai alat untuk pengukur kinerja. Dengan memperhatikan pentingnya kegiatan pengukuran kinerja dan hasil penelitian sebelumnya, yang juga mengisyaratkan bahwa pengukuran kinerja sektor publik sangatlah penting karena bertujuan untuk membantu pemerintah daerah dalam menilai pencapaian suatu strategi melalui alat ukur finansial. Oleh karena itu penelitian ini mengambil judul ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BOYOLALI DILIHAT DARI RASIO KEUANGAN PADA APBD 2008-2012 B. Rumusan Masalah Dari latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, maka pokok permasalahan yang akan diteliti adalah: Bagaimana kinerja Pemerintah Daerah Kabupaten Boyolali dilihat dari Rasio Keuangan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2008-2012?

9 C. Pembatasan Masalah Penelitian ini dibatasi untuk menganalisis kinerja Pemerintah Daerah Kabupaten Boyolali dilihat dari Rasio Keuangan pada APBD 2008-2012, dengan menggunakan metode Rasio Keuangan ( financial ratio). Rasio Keuangan yang digunakan yaitu: rasio kemandirian keuangan daerah, rasio ketergantungan keuangan daerah, rasio efektivitas pendapatan asli daerah, rasio belanja operasi dan modal, dan rasio pertumbuhan. D. Tujuan Penelitian Pada penelitian pengukuran kinerja ini, penulis memiliki tujuan penelitian: untuk mengukur kinerja Pemerintah Daerah Kabupaten Boyalali dari sisi Rasio Keuangan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2008-2012. E. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian pengukuran kinerja ini, diantaranya adalah: 1. Manfaat bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Boyolali adalah: a. Dari hasil penelitian diharapkan agar dapat memberikan kontribusi yang positif berupa masukan dan informasi dalam pengelolaan keuangan daerah guna perkembangan otonomi daerah dan desentralisasi yang baik. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Boyolali dalam rangka untuk lebih meningkatkan kinerjanya.

10 2. Manfaat untuk akademik Hasil penelitian ini diharapkan akan menjadi dokumentasi yang kelak akan mendukung kegiatan akademik. 3. Manfaat bagi penelitian selanjutnya. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi utama maupun tambahan bagi rekan-rekan yang tertarik untuk melakukan penelitian yang permasalahannya sejenis seperti penelitian tentang kinerja pemerintah daerah, atau pengembangan lain yang sejenis. F. Sistematika Penulisan Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas, maka pembahasan pada skripsi ini akan disajikan dengan sistematika sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini berisi tentang uraian mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini berisi tentang uraian mengenai otonomi daerah, anggaran, kinerja pemerintah, pengertian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), akuntabilitas, analisis rasio keuangan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), penelitian terdahulu, dan kerangka pemikiran.

11 BAB III METODE PENELITIAN Dalam bab ini berisi tentang uraian mengenai jenis penelitian, obyek penelitian, data dan sumber data, metode pengumpulan data, dan teknik analisis data. BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini membahas tentang hasil penelitian yang telah dilakukan dengan menjelaskan keadaan umum Pemerintah Daerah Kabupaten Boyolali, keadaan umum Dinas Pendapatan, Pengelolaan, Keuangan, dan Aset Daerah, hasil analisis data, dan pembahasanya. BAB V PENUTUP Sebagai bab terakhir dalam penelitian ini akan diuraikan tentang kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan. Dalam bab ini juga akan dimuat keterbatasan penelitian, saran-saran yang diharapkan akan berguna pemerintah daerah dan pihak-pihak lain yang terkait.