KERAGAMAN JENIS ANAKAN TINGKAT SEMAI DAN PANCANG DI HUTAN ALAM

dokumen-dokumen yang mirip
KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM

Struktur Dan Komposisi Tegakan Sebelum Dan Sesudah Pemanenan Kayu Di Hutan Alam. Muhdi

DINAMIKA PERMUDAAN ALAM AKIBAT PEMANENAN KAYU DENGAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM INDONESIA (TPTI) MUHDI, S.HUT., M.SI NIP.

DAMPAK PEMANENAN KAYU DENGAN TEKNIK REDUCED IMPACT LOGGING TERHADAP KOMPOSISI TEGAKAN DI HUTAN ALAM TROPIKA MUHDI, S.HUT., M.SI NIP.

KOMPOSISI JENIS SEMAI DAN PANCANG DI HUTAN ALAM TROPIKA SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU

HASIL ANALISA VEGETASI (DAMPAK KEGIATAN OPERASIONAL TERHADAP TEGAKAN HUTAN)

STRUKTUR DAN KOMPOSISI JENIS PERMUDAAN HUTAN ALAM TROPIKA AKIBAT PEMANENAN KAYU DENGAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM INDONESIA (TPTI)


BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Bahan dan Alat 4.3 Metode Pengambilan Data Analisis Vegetasi

III. METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

METODOLOGI PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

PENDAHULUAN. Hutan rawa gambut adalah salah satu komunitas hutan tropika yang terdapat di

Baharinawati W.Hastanti 2

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Bukit Gunung Sulah Kelurahan Gunung Sulah

KEANEKARAGAMAN JENIS MERANTI (SHORE SPP) PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG KABUPATEN KUBU RAYA PROPINSI KALIMANTAN BARAT

E ROUP PUROBli\1 .IURUSAN TEKNOLOGI BASIL HUTAN E C\KULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR. Oleh :

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan juni sampai dengan Juli 2013 di zona pemanfaatan terbatas,

Gambar 2 Peta lokasi penelitian.

IV. METODE PENELITIAN

PEMADATAN TANAH AKIBAT PENYARADAN KAYU DENGAN TEKNIK PEMANENAN KAYU BERDAMPAK RENDAH DI KALIMANTAN BARAT

III. METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukan di areal HPH PT. Kiani. penelitian selama dua bulan yaitu bulan Oktober - November 1994.

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2014.

4 METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Penelitian tentang analisis habitat monyet ekor panjang dilakukan di hutan Desa

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan metode transek belt yaitu dengan menarik garis lurus memanjang

Analisis Vegetasi Hutan Alam

KEANEKARAGAMAN JENIS DAN POTENSI TEGAKAN PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG RAYA KABUPATEN KETAPANG KALIMANTAN BARAT

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dalam Suginingsih (2008), hutan adalah asosiasi tumbuhan dimana pohonpohon

I. PENDAHULUAN. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Hutan alam yang ada di Indonesia banyak diandalkan sebagai hutan produksi

Proses Pemulihan Vegetasi METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

METODOLOGI PENELlTlAN

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan bersifat deskriptif kuantitatif. Pengamatan

PENDAHULUAN. Selama ini pengelolaan hutan alam terutama pemanenan kayunya masih

ANALISIS VEGETASI EKOSISTEM HUTAN MANGROVE KPH BANYUMAS BARAT

BAB III METODE PENELITIAN. Taman Nasional Baluran, Jawa Timur dan dilakasanakan pada 28 September

:!,1G():5kr'W:5. JURnAl EKOlOGI DAn SAlns ISSN : ISSN : VOLUME 01, No: 01. Agustus 2012

DAMPAK PEMANENAN KAYU BERDAMPAK RENDAH DAN KONVENSIONAL TERHADAP KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL DI HUTAN ALAM

EVALUASI PENERAPAN PEMANENAN KAYU DENGAN TEKNIK REDUCED IMPACT LOGGING DALAM PENGELOLAAN HUTAN ALAM MUHDI, S.HUT., M.SI NIP.

KOMPOSISI DAN STRUKTUR VEGETASI HUTAN LOA BEKAS KEBAKARAN 1997/1998 SERTA PERTUMBUHAN ANAKAN MERANTI

BAB IV METODE PENELITIAN

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi

METODE PENELITIAN. A. Materi (Bahan dan Alat), Waktu dan Lokasi Penelitian

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2015 bertempat di kawasan sistem

ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian

KEANEKARAGAMAN JENIS VEGETASI PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG KABUPATEN KUBU RAYA PROVINSI KALIMANTAN BARAT

Paket INFORMASI DAMPAK HUTAN TANAMAN TERHADAP LINGKUNGAN

KEANEKARAGAMAN VEGETASI DI HUTAN LINDUNG GUNUNG SEMAHUNG DESA SAHAM KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK

Pengaruh Penyaradan Kayu Dengan Traktor Terhadap Pemadatan Tanah Di Kalimantan Barat

2 dilakukan adalah redesign manajemen hutan. Redesign manajemen hutan mengarah pada pencapaian kelestarian hutan pada masing-masing fungsi hutan, teru

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Januari sampai Febuari 2015 di kanan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERKEMBANGAN TEGAKAN SETELAH PENEBANGAN DI AREAL IUPHHK-HA PT. BARITO PUTERA, KALIMANTAN TENGAH

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif dengan menggunakan metode

B III METODE PENELITIAN. ada di di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai Denpasar Bali di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai Denpasar Bali.

Sejarah Pengelolaan Tanaman IUPHHK PT. Sukajaya Makmur merupakan salah satu dari enam perusahaan yang pertama kali menjadi tempat percontoha

ABSTRACT PENDAHULUAN. Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. Vlll No. 2 : (2002) Arti kel (Article) Trop. For. Manage. J. V111 (2) : (2002)

DAMPAK PEMANENAN KAYU TERHADAP TERJADINYA KETERBUKAAN LANTAI HUTAN MUHDI. Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian. dalam kawasan wisata alam Trinsing yang secara administratif termasuk ke dalam

III. METODE PENELITIAN

PERANCANGAN JALAN SAARAD UNTUK MEMINIMALKAN KERUSAKAN LINGKUNGAN MUHDI. Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM INDONESIA (TPTI)

III. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan

MONITORING LINGKUNGAN

II. METODOLOGI. A. Metode survei

III. METODE PENELITIAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Kecamatan Anggrek, Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo. Peta lokasi

PENGUKURAN BIODIVERSITAS

Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian USU Medan 2)

PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ)

ANALISIS VEGETASI PADA KAWASAN HUTAN DESA DI DESA NANGA YEN KECAMATAN HULU GURUNG KABUPATEN KAPUAS HULU

III. METODE PENELTTIAN Tempat dan Waktu. Penelitian dilaksanakan di Cagar Biosfer Giam Siak Kecil-Bukit Batu,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januarisampai dengan Februari

PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG RUMPANG (TR)

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN REGENERASI ALAMI DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI SUSI SUSANTI

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Timur. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2016.

Asrianny, Arghatama Djuan. Laboratorium Konservasi Biologi dan Ekowisata Unhas. Abstrak

III. METODE PENELITIAN. Desa Pesawaran Indah ini merupakan salah satu desa yang semua penduduknya

Transkripsi:

KARYA TULIS KERAGAMAN JENIS ANAKAN TINGKAT SEMAI DAN PANCANG DI HUTAN ALAM OLEH : DIANA SOFIA H, SP, MP NIP 132231813 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2007

KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah, kami panjatkan kehadlirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini. Karya tulis ini berjudul : KERAGAMAN JENIS ANAKAN TINGKAT SEMAI DAN PANCANG DI HUTAN ALAM. Semoga karya tulis ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan. Kritik dan saran untuk penyempurnaan karya tulis ini sangat penulis harapkan. Medan, Juli 2007 Penulis 2

DAFTAR ISI Kata Pengantar...... i Daftar Isi...... ii Pendahuluan...... 1 Metode...... 2 Hasil dan Pembahasan...... 3 Kesimpulan...... 8 Daftar Pustaka 3

PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara tropika yang memiliki kawasan hutan yang cukup luas. Keberadaan kawasan hutan ini merupakan aset nasional yang harus terus dikelola dan dikembangkan ke arah yang lebih baik, agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. Untuk pengembangan dan pengelolaan ini dilakukan berbgai penelitian dan pengembangan sekligus penerapan berbagai system silvikultur dengan teknik permudaan alam maupun buatan. Sebab dengan vegetasi hutan Indonesia yang beragam tipenya tidak dapat diterapkan satu system silvikultur saja untuk seluruh areal. Untuk memilih system silvikultur yang dipakai, khususnya pada hutan tropika basah dataran rendah harus mempertimbangkan berbagai aspek, yaitu keadaan hutan (struktur, komposisi, sifat silvik, produktivitas), pengetahuan professional rimbawan, keadaan pasar dan kemampuan pembiayaan. Potensi tegakan tinggal setelah pemanenan kayu perlu dikaji untuk penyelamatan pohon-pohon muda dari jenis komersial agar tidak terjadi penurunan produksi pada siklus tebang berikutnya. Salah satunya adalah dengan melihat struktur dan komposisi tegakan setelah pemanenan kayu. Keterangan yang diperoleh diharapkan dapat menjadi dasar dalam membantu tindakan dan perlakuan silvikultur yang tepat sehingga tujuan pengelolaan hutan yang lestari dapat tercapai. 4

METODE PENELITIAN Petak penelitian ini dibuat 3 (tiga) plot permanen/pengukuran dengan ukuran masing-masing 100 m x 100 m (1 ha). Masing-masing plot permanen/pengukuran ini dibagi menjadi 25 sub petak dengan 5 x 5 m 2 (pancang) dan 2 x 2 m 2 (semai). Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini ada 2 macam yaitu data sekunder dan data primer. Data sekunder diperoleh melalui wawancara dan mengutip dari buku atau laporan-laporan yang ada sebagai sumber data. Pengumpulan data primer dilakukan melalu kegiatan pengamatan dan inventarisasi langsung di hutan pada plot permanen/pengukuran yang telah dibuat. Pada setiap petak pengamatan, data yang diambil untuk tingkat semai dan pancang data yang diambil meliputi : nama jenis dan jumlah tiap jenis per petak pengamatan. Data kerusakan tegakan yang disebabkan oleh pemanenan kayu, dikumpulkan melalui pengamatan sesudah penebangan dan penyaradan kayu. Untuk melihat gambaran struktur dan komposisi dan struktur tegakan dilakukan perhitungan terhadap parameter vegetasi yang meliputi : indeks nilai penting, indeks dominansi, keanekaragaman jenis, dan koefisien komunitas. Indeks nilai penting digunakan untuk menetapkan dominansi suatu jenis terhadap jenis lainnya, dengan kata lain nilai penting menggambarkan kedudukan ekologis suatu jenis dalam komunitas. Indeks 5

nilai pening dihitung berdasarkan jumlah nilai kerapatan relatif (KR), dominansi relatif (DR) dan frekuensi relatif (FR) (Mueller-Dumbois dan Ellenberg, 1974 dalam Soerianegara dan Indrawan, 1988). HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Tegakan Komposisi tegakan pada penelitian ini diartikan sebagai keragaman jenis dalam tegakan hutan. Keanekaragaman jenis dihutan tropika basah sangat besar dan kompleks, keberadaannya saling berpengaruh serta berinteraksi terhadap sifat geneti dan ekosistemnya. Penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah jenis yang menyusun masing-masing petak sebelum dan sesudah pemanenan kayu hampir sama. Pada tingkat semai jenis-jenis yang paling banyak ditemukan menurut peringkat indkes nilai penting (INP) sebelum penebangan antara lain terentang (Compnospera spp), meranti merah (Shorea spp.), medang (Litsea spp), mayau (Shorea palembanicca Mig.) dan ubar (Eugenia spp.). Pada tingkat pancang, jenis-jenis yang paling banyak ditemukan pada kedua petak pemanenan kayu antar lain ubar (Eugenia spp.), medang (Litsea spp.), meranti merah (Shorea spp.), banitan (Polyalthia sp.) dan kumpang. Komposisi masing-masing petak berbeda dengan melakukan seleksi terhadap tumbuhan yang kebetulan mencapai dan mampu hidup di tempat tersebut. Perbedaan ini terlihat dari nilai INP masing-masing petak. Untuk tingkat semai dan pancang merupakan panjumlahan nilai kerapatan relatif dan frekuensi relatif, sedangkan untuk tiang dan pohon INP didapat dengan 6

menjumlahan nilai-nilai kerapatan relatif, frekuensi relati dan dominnasi relatif. Kedua petak pemanenan kayu ini memeiliki jumlah jenis maupun keragamannya tidak banyak berbeda seperti medan (Litsea spp), meranti merah (Shorea spp.) dan ubar (Eugenia spp.) hampir terdapat di setiap petak dan masuk peringkat karena nilai INP tinggi bahkan sebagian besar menduduki peringkat pertama baik sebelum maupun sesudah pemanenan kayu. Indeks nilai penting (INP) merupakan indicator yang sesuai untukmelihat pengaruh perubahan jumlah jenis dalam petak sebelum pemanenan, setelah penebangan dan penyaradan kayu. Berkurangnya individu dalam satu jenis atau hilangnya jumlah jenis dalam pemanenan menyebabkan bergesernya nilai INP jenis tersebut. Pergeseran ini saling mendorong dan merubah tingkat INP suatu jenis secara beraturan. Pada plot II contohnya, jenis medang pada tingkat pohon sebelum penebangan nilai INP-nya sebesar 30,01 %, setelah penebangan INP-nya naik menjadi 37,11 % dan sesudah penyaradan turun menjadi 33,35 %. Pada petak pemanenan kayu konvensional plot II, untuk jenis yang sama nilai INP sebelum penebangan sebesar 33,20 %, setelah penebangan turn menjadi 27,07 % dan setelah penyaradan sebesar 24,62 %. Perubahan nilai INP ini juga mengakibatkan perubahan peringkat nilai INP pada masing-masing jenis. Ada kalanya terdapat jenis yang menduduki peringkat bawah jenis lain, setelah pemanenan kayu peringkat kedua jsnis ini berubah. Sebagai contoh, pada plot I untuk tingkat pohon, sebelum 7

penebangan jenis meranti kuning berada pada peringkat kelima dengan INP 16,16 %, setelah penebangan peringkat kelima diduduki oleh jenis durian dengan INP 19,02 % dan setelah penyaradan durian bergeser ke peringkat keempat dengan INP 23,05 % dan jenis meranti kuning berada pada peringkat kelima dengan INP 20,37 %. Bergesernya kedudukan ini disebabkan terdapat jumlah individu dalam suatu jenis yang berkurang atau beberapa jenis mengalami kehilangan. Perubahan peringkat INP pada sistem silvikultur TPTI tidak mencolok penurunan jumlah individu dalam satu jenis dan hilangnya jenis dalam satu petak tidak banyak, hal ini disebabkan pohon-pohon ditebang berdiameter besar (>60 cm) dan dengan intensitas pemanenan kayu 6 pohon per hektar dan 5,3 pohon per hektar. Berbeda dengan system silvikultur Tebang Jalur Tanam Indonesia (TJTI) dan Tebang habis dengan Permudaan Buatan (THPB) yang bersifat monocyclic (siklus tunggal) dan intensitas penebangan sangat besar menyebabkan pengurangan jumlah jenis besar bahkan terjadi pergantian jenis dengan cara permudaan buatan (Sularso, 1996). Hasil penelitian Amir (1995) dalam Sularso (1996) pada system TJTI terdapat kehilangan jenis setelah penebangan untuk tingkat semai 1-5 jenis, setelah penyaradan berkisar 4-20 jenis. Untuk tingkat pancang berkisar 1-19 jenis dan tingkat tiang dan pohon sebesar 13 jenis atau berkisar 2-24 jenis untuksmua tingkatan dalam tegakan. Kemungkinan pengurangan jenis terlalu sedikit atau jumlah individu awalnya sedikit sehingga tidak cukup untuk menggeser peringkat jenis lain. 8

Keanekaragaman Jenis Untuk mengetahui tingkat keanekaragaman jenis dapat diketahui dengan menghitung keanekaragaman jenis (H ). Makin tinggi nilai H akan maksimal apabila setiap jenis yang ada dalam tegakan mempunyai nilai kelimpahan yang sama besar. Indeks nilai penting (INP) masing-masing jenis berkaitan erat dengan indeks keanekaragaman jensi (H ) dalam petak. Nilai (H ) sebenarnya menggambarkan banyaknya jumlah individu jenis dan jumlah jenis. Perhitungan nilai (H ) menghasilkan nilai yang berbeda-beda. Perubahan yang terjadi pada INP menyebabkan perubahan nilai H dan umumnya perubahan itu menurun. Sebagai contoh pada plot I untuk tingkat pohon bilai H sebelum penebangan sebesar 2,62 setelah penebangan 2,56 dan setelah penyaradan sebesar 2,46 dan pada plot nilai indeks keanekaragaman jenis (H ) sebesar 2,71 setelah penebangan menjadi 2,69 dan setelah penyaradan 2,65. Perhitungan untuk semua tingkatan tegakan (semai,pancang, tiang dan pohon) berkisar 1,85 3,08 lebih kecil dibandingkan dengan hasil Sularso (1996) yang berkisar 2,3 3,5. Hal ini disebabkan jumlah jenis yang ada pada petak penelitian ini berjumlah 37-44 jenis, lebih sedikit bila dibandingkan dengan hasil penelitain yang dilakukan oleh Sularso (1996) sebanyak 75 jenis. Keanekaragaman diantara anggota suatu kelompok terdiri dari dua komponen yaitu kekayaan jenis dan kelimpahan relatif. Keanekaragaman jenis yang terdapat pada petak pemanenan kayu RITH lebih besar 9

dibandingkan dengan petak pemanenan kayu konvensional yang dapat dilihat dari jumlah jenis yang ditemukan dalam masing-masing petak dan indeks nilai penting (INP). Pola Penyebaran Jenis Hilangnya suatu jenis dalam petak selain diakibatkan oleh kegiatan penebangan dan penyaradan, juga disebabkan pola penyebaran jenis dan jumlah masing-masing individu bervariasi. Peluang hilangnya suatu jenis sangat besar bila individu jenis tersebut jumlahnya seikit dan pola penyebaran jenisnya seragam (homogen). Berdasarkan hasil analisis indeks Moroshita (Id) menunjukkan terdapat jenis-jenis dominan yang penyebaran jenisnya di semua tingkatan tegakan dalam petak sebelum pemanenan kayu tidak beraturan (acak). Terdapat jenis dalam tingkatan yang sama, namun kedudukan dalam petak berbeda menunnjukkan pola penyebaran yang tidak sama. Namun demikian dapat dilihat kecenderungan bentuk pola penyebaran dari masing-masing jenis tersebut. Jenis medang (Litsea spp) untuk tingkat pohon mempunyai pola penyebaran acak, hal ini dapat dilihat pada plot I yang mempunyai pola penyebaran acak (nilai Id = 1,00), di plot II mempunyai (Id) sebesar 1,09 atau pola penyebaran acak dan plot III mempunyai pola penyebaran yang seragam (Id=0,83). Untuk jenis meranti merah (Shorea spp) memiliki pola penyebaran yang berkelompok, hal ini dapat dilihat pada nilai indeks Moroshita (Id) > 1. 10

Jenis ubar mempunyai pola penyebaran yang relatif seragam, hal ini dapat dilihat dari nilai (Id) <1, misalnya pada plot I sebesar 0,65, plot II (0,54). Untuk tingkat semai pola penyebaran jenis untuk semua jenis memiliki pola penyebaran berkelompok. KESIMPULAN 1. Jumlah jenis maupun keragamannya tidak banyak berbeda seperti medang (Litsea spp), meranti merah (Shorea spp.) dan ubar (Eugenia spp.) hampir terdapat di setiap petak dan masuk peringkat karena nilai INP tinggi bahkan sebagian besar menduduki peringkat pertama. 2. Hilangnya suatu jenis dalam petak selain diakibatkan oleh kegiatan penebangan dan penyaradan, juga disebabkan pola penyebaran jenis dan jumlah masing-masing individu bervariasi. Peluang hilangnya suatu jenis sangat besar bila individu jenis tersebut jumlahnya seikit dan pola penyebaran jenisnya seragam (homogen). 11

DAFTAR PUSTAKA Direktorat Jenderal Pengusahaan Hutan. 1993. Pedoman dan Petunjuk Teknis Pelaksanaan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI). Direktorat Jenderal Pengusahaan Hutan. Departemen Kehutanan. Jakarta Sularso, H. Analisis Kerusakan Tegakan Tinggal Akibat pemanenan Kayu Terkendali dan Konvensioanl pada Sistem Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI). Tesis Program Pascasarjana IPB Bogor. Bogor Soerianegara, I dan A. Indrawan. 1988. Ekologi Hutan Indonesia. Laboratorium Ekologi Hutan. Fakultas Kehutanan IPB Bogor. Bogor. Suparto, R.S. 1999. Bunga Rampai Pemanenan Kayu. IPB Press. Bogor. 12