PENGGUNAAN METODE PROSES HIRARKI ANALITIK (PHA) DALAM PEMILIHAN LOKASI UNTUK RELOKASI BANDARA RAHADI OESMAN KETAPANG KALIMANTAN BARAT

dokumen-dokumen yang mirip
PENGGUNAAN METODE PROSES HIRARKI ANALITIK DALAM PENENTUAN LOKASI DERMAGA BONGKAR MUAT ANGKUTAN SUNGAI (STUDI KASUS: KOTA PONTIANAK)

Peralihan Moda Transportasi Jasa Pengiriman Menggunakan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP): Studi Kasus PT. XYZ

PENENTUAN URUTAN PRIORITAS USULAN PENANGANAN RUAS-RUAS JALAN DI KOTA SAMARINDA

BAB III TEORI HIERARKI ANALITIK. Proses Hierarki Analitik (PHA) atau Analytical Hierarchy Process (AHP)

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

PENERAPAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) GUNA PEMILIHAN DESAIN PRODUK KURSI SANTAI

III. METODE PENELITIAN. informasi dari kalangan aparat pemerintah dan orang yang berhubungan erat

STUDI ALTERNATIF LOKASI LAHAN TERMINAL BUS KOTA SABANG

Penyebaran Kuisioner

BAB 2 LANDASAN TEORI Analytial Hierarchy Process (AHP) Pengertian Analytical Hierarchy Process (AHP)

Prioritas Pengembangan Jaringan Jalan Pendukung Kawasan Strategis Di Pulau Sumbawa

Penentuan Skala Prioritas Penanganan Jalan Kabupaten di Kabupaten Kudus Dengan Metode Analytical Hierarchy Process

Rekam Jejak Dosen Sebagai Model Pengambilan Keputusan Dalam Pemilihan Dosen Berprestasi

IV METODE PENELITIAN Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan untuk memperkuat dan mendukung analisis penelitian adalah:

IDENTIFIKASI POTENSI PENUMPANG MODA PESAWAT TERBANG RUTE BANDAR LAMPUNG JOGJAKARTA DAN SOLO

Nany Helfira, Manyuk Fauzi, Ari Sandhyavitri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. artian yang lebih spesifik yakni pihak ketiga dalam supply chain istilah dalam

ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Amalia, ST, MT

ANALISA PEMILIHAN LOKASI PEMBANGUNAN PASAR BARU DI KECAMATAN MUARADUA KABUPATEN OKU SELATAN

ANALISIS SISTEM PEMBAYARAN PERKULIAHAN DI UKRIDA MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP)

PRIORITAS PENANGANAN PENINGKATAN JALAN PADA RUAS-RUAS JALAN DI KABUPATEN KAPUAS DENGAN METODE AHP

Penentuan Pemilihan Bentuk Outline Tugas Akhir Dengan Menggunakan Model Analytical Hierarchy Process (AHP)

PEMILIHAN ALTERNATIF LOKASI TERMINAL DI KOTA SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

ANALISIS LOKASI CABANG TERBAIK MENGGUNAKAN METODE ANALYTIC HIERARCHY PROCESS

Spektrum Sipil, ISSN Vol. 3, No. 2 : , September 2016

ANALISIS DAN PERANCANGAN APLIKASI PEMILIHAN JENIS BEASISWA MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (STUDI KASUS: BEASISWA UKRIDA)

ANALISA DAN APLIKASI METODE ZERO ONE DAN ANALITYCAL HIERARCHY PROCESS (AHP) DALAM PERANCANGAN BECAK

PENENTUAN FAKTOR PRIORITAS MAHASISWA DALAM MEMILIH TELEPON SELULER MERK BLACKBERRY DENGAN FUZZY AHP ABSTRAK

PENERAPAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS UNTUK PEMILIHAN TYPE SEPEDA MOTOR YAMAHA

BAB III METODE KAJIAN

PERBANDINGAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN DI KABUPATEN BENGKAYANG ANTARA METODE AHP DENGAN METODE BINA MARGA

BAB II LANDASAN TEORI

PENDEKATAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) UNTUK PENENTUAN NILAI EKONOMI LAHAN

RANCANG BANGUN APLIKASI SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN MENGGUNAKAN MODEL ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS UNTUK PEMBERIAN BONUS KARYAWAN

ANALISA FAKTOR PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN PERGURUAN TINGGI TINGKAT SARJANA MENGGUNAKAN METODE AHP (ANALITICAL HIRARKI PROCESS)

PENENTUAN LOKASI PROGRAM PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN BERKELANJUTAN KABUPATEN BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA

URUTAN PRIORITAS PEMELIHARAAN JALAN KOTA DI KOTA PONTIANAK DENGAN MENGGUNAKAN PROSES HIRARKI ANALITIK

BAB IV METODOLOGI PENGAMBILAN KEPUTUSAN

Pengambilan Keputusan Dengan Metode Analytic Hierarchy Process (AHP)

BAB 3 HASIL DAN PEMBAHASAN. 3.1 Penerapan AHP dalam Menentukan Prioritas Pengembangan Obyek Wisata Di Kabupaten Toba Samosir

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di KUB Hurip Mandiri Kecamatan Cisolok,

IMPLEMENTASI KOMBINASI METODE AHP DAN SAW DALAM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENENTUAN KREDIT PERUMAHAN RAKYAT ABSTRAK

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

ANALISIS PENENTUAN URUTAN PRIORITAS USULAN KEGIATAN PENINGKATAN JALAN KOTA DI KOTA BANDAR LAMPUNG

PEMILIHAN SUPPLIER ALUMINIUM OLEH MAIN KONTRAKTOR DENGAN MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS

METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMILIHAN GALANGAN KAPAL UNTUK PEMBANGUNAN KAPAL TANKER DI PULAU BATAM

METODE PENELITIAN. Kata Kunci analytical hierarchy process, analytic network process, multi criteria decision making, zero one goal programming.

PENGAMBILAN KEPUTUSAN ALTERNATIF ELEMEN FAKTOR TENAGA KERJA GUNA MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS KERJA DENGAN SWOT DAN ANALITYCAL HIERARCHY PROCESS

Sistem Pendukung Keputusan Penentuan Supplier Terbaik dengan Metode AHP Pada AMALIUN FOODCOURT

PEMILIHAN LOKASI PERGURUAN TINGGI SWASTA DI JAWA BARAT BERDASARKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Oleh : RATNA IMANIRA SOFIANI, SSi

PENENTUAN KOMODITAS UNGGULAN PERTANIAN DENGAN METODE ANALY TICAL HIERARCHY P ROCESS (AHP) Jefri Leo, Ester Nababan, Parapat Gultom

APLIKASI AHP UNTUK PENILAIAN KINERJA DOSEN

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MAHASISWA DALAM PEMILIHAN TEMPAT KERJA MELALUI METODE ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Bab II Analytic Hierarchy Process

URUTAN PRIORITAS PEMELIHARAAN JALAN KABUPATEN/KOTA DI KABUPATEN KUBU RAYA PROVINSI KALIMANTAN BARAT DENGAN MENGGUNAKAN PROSES HIRARKI ANALITIK

Jurnal SCRIPT Vol. 3 No. 1 Desember 2015

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN KADER KESEHATAN DI KECAMATAN PEUDAWA KABUPATEN ACEH TIMUR

PENERAPAN FUZZY ANALYTICAL NETWORK PROCESS DALAM MENENTUKAN PRIORITAS PEMELIHARAAN JALAN

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV METODE PENELITIAN. keripik pisang Kondang Jaya binaan koperasi BMT Al-Ikhlaas. yang terletak di

PENENTUAN LOKASI TERMINAL ANGKUTAN BARANG DI KOTA KENDARI DIDASARKAN PADA ANALISIS MULTI KRITERIA

APLIKASI ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) PADA PEMILIHAN SOFTWARE MANAJEMEN PROYEK

STUDI PENGEMBANGAN JARINGAN JALAN DI KECAMATAN KAPUAS KABUPATEN SANGGAU DENGAN MENGGUNAKAN METODE MULTI KRITERIA

SISTEM INFORMASI PENENTUAN LOKASI TPA SAMPAH MENGGUNAKAN METODE AHP Studi Kasus: Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Malang

Kuliah 11. Metode Analytical Hierarchy Process. Dielaborasi dari materi kuliah Sofian Effendi. Sofian Effendi dan Marlan Hutahaean 30/05/2016

BAB I PENDAHULUAN. Sasaran yang ingin dicapai dalam pembangunan perumahan dan

BAB 3 METODE PENELITIAN

4 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Pengumpulan Data

ANALISIS DATA Metode Pembobotan AHP

ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS

METODE PENELITIAN. San Diego Hills. Visi dan Misi. Identifikasi gambaran umum perusahaan dan pasar sasaran

Fasilitas Penempatan Vektor Eigen (yang dinormalkan ) Gaji 0,648 0,571 0,727 0,471 0,604 Jenjang 0,108 0,095 0,061 0,118 0,096

ISSN VOL 15, NO 2, OKTOBER 2014

MODEL ANALITYCAL HIERARCHY PROCESS UNTUK MENENTUKAN TINGKAT PRIORITAS ALOKASI PRODUK

Okta Veza Program Studi Teknik Informatika Sekolah Tinggi Teknik Ibnu Sina 1

PEMILIHAN SUPPLIER BAHAN BAKU DENGAN MENGGUNAKAN METODA ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) (STUDI KASUS DI PT. EWINDO BANDUNG)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI. yang di lakukan oleh Agus Settiyono (2016) dalam penelitiannya menggunakan 7

ANALISIS DAN IMPLEMENTASI PERANGKINGAN PEGAWAI MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS DAN SUPERIORITY INDEX

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

repository.unisba.ac.id DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

ANALISA PENENTUAN PRIORITAS PENGEMBANGAN SUMBERDAYA AIR MENGGUNAKAN METODA ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP) DAN PROMETHEE TESIS MAGISTER

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

IMPLEMENTASI SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENERIMA BERAS UNTUK KELUARGA MISKIN ( RASKIN ) MENGGUNAKAN METODE AHP (ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS) Ilyas

PENENTUAN FAKTOR PRIORITAS MAHASISWA DALAM MEMILIH TELEPON SELULER MERK BLACKBERRY DENGAN FUZZY AHP. Hanien Nia H Shega, Rita Rahmawati, Hasbi Yasin 3

PENDEKATAN ANALITYCAL HIERARCHY PROCESS (AHP) DALAM PENENTUAN URUTAN PENGERJAAN PESANAN PELANGGAN (STUDI KASUS: PT TEMBAGA MULIA SEMANAN)

IMPLEMENTASI ANALYTIC HIERARCHY PROCESS DALAM PENENTUAN PRIORITAS KONSUMEN PENERIMA KREDIT. Sahat Sonang S, M.Kom (Politeknik Bisnis Indonesia)

Sabdo Wicaksono Skripsi, Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Gunadarma, Jakarta

ANALISIS MODEL KEBUTUHAN PERGERAKAN PENUMPANG DAN BARANG BANDARA RAHADI OESMAN KETAPANG

III. METODE PENELITIAN

PENERAPAN AHP SEBAGAI MODEL SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN RUMAH BERSALIN CONTOH KASUS KOTA PANGKALPINANG

PENERAPAN AHP (ANALITYCAL HIERARCHY PROCESS) UNTUK MEMAKSIMALKAN PEMILIHAN VENDOR PELAYANAN TEKNIK DI PT. PLN (PERSERO) AREA BANYUWANGI

BAB III METODE PENELITIAN

Mohammad Agung Saryatmo, Ahmad dan Inge Elsera Kristian Program Studi Teknik Industri Universitas Tarumanagara Jakarta

ANALISIS RANTAI PASOK SEMEN DI PAPUA BARAT

Transkripsi:

PENGGUNAAN METODE PROSES HIRARKI ANALITIK (PHA) DALAM PEMILIHAN LOKASI UNTUK RELOKASI BANDARA RAHADI OESMAN KETAPANG KALIMANTAN BARAT Rudi S. Suyono 1) Abstract Kabupaten Ketapang has an airport that named the Rahadi Oesman Airport. This airport owning location situation which less profit for the development of service activities of air transportation in the future because its location residing in midst of Kabupaten Ketapang and also located reside in the nearby resident settlement. This condition generates the serious problem like noise resulted from aircraft sound whether in its takeoff or landing position that can endanger the resident near the airport location. Therefore it is required to be conducted a study to chosen the other; dissimilar location for the relocation of the airport. This study identify the criterion used in choosing the optimal airport location pursuant to technical aspect, aspect of operational and safety operate for the air transport environmental aspect and. In this study is selected three alternative locations that planned the new airport location, the locations are Desa Tempurukan, Desa Suka Bangun, and Desa Pesaguan. The survey conducted with the respondent amount as much 200 people. Analyze for the decision making of to use the method Process The Analytic Hierarchy (PHA), that is an model capable to coordinate entire problem of decision making to chosen one most optimal location. This assessment done by comparing a number of combinations from element exists in each hierarchy level. Assessment conducted by comparing component of pursuant to assessment scale. From result analyst obtained by pursuant to obtained technical criterion of most optimal alternative location is Desa Tempurukan with the percentage is equal to 35%, Desa Suka Bangun equal to 34% and Desa Pesagunan equal to 30%. Pursuant to criterion of operational and safety operate for the air transport obtained a most optimal alternative location is Desa Tempurukan with the percentage equal to 42%, Desa Suka Bangun equal to 38% and Desa Pesaguan equal to 20%. While pursuant to obtained environmental criterion of most optimal alternative location is Desa Tempurukan with the percentage equal to 58%, Desa Pesaguan equal to 25% and Desa Suka Bangun equal to 17%. So that the conclusion from the result got one most optimal new Ketapang Airport location is Desa Tempurukan. Keywords: AHP, airport location, multi criterion analysis 1. PENDAHULUAN Kabupaten Ketapang saat ini memiliki satu Bandar Udara yaitu Bandar Udara Rahadi Oesman yang terletak di Kota Ketapang. Kabupaten Ketapang merupakan kabupaten yang daerahnya mulai berkembang, ini dibuktikan bahwa pada saat ini Kabupaten Ketapang telah dimekarkan menjadi dua Kabupaten yaitu Kabupaten Ketapang dan Kabupaten Kayong Utara, sehingga keinginan setiap pemerintahan daerah untuk memajukan daerahnya semakin besar. Seperti halnya kebutuhan masyarakat akan transportasi udara saat ini yang menyebabkan sema- 1) Staf pengajar dan peneliti Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura. E-mail: rudi.sugiono@gmail.com 15

JURNAL TEKNIK SIPIL UNTAN / VOLUME 10 NOMOR 1 JUNI 2010 kin meningkatnya kebutuhan akan angkutan udara setiap tahunnya maka Bandar Udara Rahadi Oesman diharapkan harus mampu melayani penumpang yang datang maupun pergi di Kabupaten Ketapang, dan juga lebih dapat meningkatan kualitas, kuantitas dan kapasitas pesawat. Keunggulan menggunakan pesawat terbang adalah efisiensi waktu perjalanan yang dapat dilakukan dalam waktu singkat bila dibandingkan dengan transportasi darat, transportasi laut dan sungai. Untuk pelayanan jasa angkutan udara melalui Bandar Udara Rahadi Oesman yaitu dengan menggunakan pesawat Cassa dan ATR-42 dengan 3 kali penerbangan untuk rute penerbangan Pontianak Ketapang memerlukan waktu tempuh penerbangan ± 55 menit sedangkan untuk rute penerbangan Ketapang Pangkalan Bun Semarang/Surabaya hanya memerlukan waktu tempuh penerbangan ± 40 menit (dari penerbangan Pangkalan Bun) dengan pesawat Cassa setiap hari kecuali hari minggu (1 kali penerbangan). Jika dibandingkan dengan menggunakan transportasi laut untuk rute Pontianak Ketapang yang memerlukan waktu tempuh selama ± 6 jam dengan menggunakan kapal cepat (Exspress) setiap hari, dan untuk rute Semarang Ketapang memerlukan waktu selama ± 24 jam dengan menggunakan kapal Pelni (KM. RORO) dua Minggu sekali. Dengan adanya kondisi seperti ini, tentunya efisien waktu lebih tinggi diberikan oleh transportasi udara melalui pesawat terbang dari pada melalui sarana transportasi laut. Lokasi Bandara Rahadi Oesman Ketapang memiliki letak lokasi yang kurang menguntungkan untuk pengembangan pelayanan jasa transportasi udara di masa yang akan datang. Hal ini dikarenakan lokasi Bandara Rahadi Oesman Ketapang berada di tengah-tengah kawasan kota Ketapang yang berada di dekat pemukiman penduduk, sehingga suara yang diakibatkan dari bunyi pesawat dapat menimbulkan kebisingan bagi penduduk, karena letaknya dekat dengan permukiman penduduk maka bila terjadi kesalahan pada saat take off maupun landing dapat membahayakan penduduk yang berada di sekitar bandara ini. Oleh karena itu, perlu dilakukannya pemindahan lokasi Bandar Udara Rahadi Oesman ke daerah yang lebih memungkinkan Bandara untuk dikembangkan lagi, sehingga Bandar Udara yang baru mampu meningkatkan pelayanan transportasi udara serta mampu melayani kebutuhan akan angkutan udara di Kabupaten Ketapang dan sekitarnya. Maksud pelaksanaan studi ini adalah melakukan kajian alternatif lokasi terpilih sebagai Bandar Udara di Kabupaten Ketapang. Sedangkan tujuan penelitian ini adalah : 1 Mengidentifikasi kriteria-kriteria yang dapat dipakai dalam memilih lokasi bandar udara yang optimal berdasarkan aspek teknis, aspek operasional dan keselamatan operasi penerbangan dan aspek lingkungan. 2 Untuk mendapatkan lokasi bandar udara yang paling efektif dan efisien 16

Penggunaan Metode Proses Hirarki Analitik (PHA) dalam Pemilihan Lokasi untuk Relokasi Bandara Rahadi Oesman Ketapang Kalimantan Barat (Rudi S. Suyono) sehingga bandar udara dapat digunakan secara optimal. Lokasi studi adalah tiga alternatif lokasi rencana pembangunan bandar udara baru di Kabupaten Ketapang, lokasi-lokasi tersebut adalah Desa Tempurukan, Desa Suka Bangun, dan Desa Pesaguan Kabupaten Ketapang. 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proses Hirarki Analitik (PHA) Proses Hirarki Analitik adalah suatu model yang luwes yang memberikan kesempatan bagi perorangan atau kelompok untuk membangun gagasangagasan dan mendefinisikan persoalan dengan cara membuat asumsi mereka masing-masing dan memperoleh pemecahan yang diinginkan darinya. Kelebihan PHA ini adalah kemampuannya jika dihadapkan pada situasi yang kompleks atau berkerangka di mana data informasi statistik dari masalah yang dihadapi sedikit. Data yang ada hanya bersifat kualitatif yang didasarkan pada persepsi, pengalaman atau intuisi. Jadi, masalah tersebut dapat dirasakan dan diamati namun kelengkapan data numerik tidak menunjang untuk dimodelkan secara kuantitatif. Ada tiga prinsip dasar dalam Hirarki Analitik, yaitu : Proses a. Menyusun hirarki ialah memecah persoalan menjadi unsur yang terpisah-pisah. 17 b. Penetapan Prioritas ialah menentukan peringkat elemen-elemen menurut relatif pentingnya. c. Konsistensi Logis ialah menjamin bahwa semua elemen dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara konsistensi sesuai dengan suatu kriteria yang logis. 2.2 Perbandingan Berpasangan Tahap terpenting dari Proses Hirarki Analitik adalah penilaian Perbandingan Pasangan. Penilaian ini dilakukan dengan membandingkan sejumlah kombinasi dari elemen yang ada pada setiap tingkat hirarki. Penialian dilakukan dengan membandingkan komponen-komponen berdasarkan skala penilaian (Saaty, 1993) seperti pada Tabel 1. Untuk perbandingan ini, matrik merupakan bentuk yang disukai sebab disamping sederhana dan biasa dipakai, juga memberikan kerangka untuk pengujian konsistensi dan memberikan jalan untuk membuat segala perbandingan yang mungkin. Contoh bentuk matriks untuk perbandingan berpasangan terlihat pada Tabel 2. Dalam contoh diatas C adalah kriteria yang akan digunakan sebagai dasar perbandingan A 1, A 2,, A n adalah elemen-elemen pada satu tingkat tepat dibawah C. Dalam matrik ini elemen A1 pada kolom paling kiri dibandingkan dengan elemen A 1, A 2,, P n pada baris paling atas Selanjutnya hal yang sama dilakukan terhadap A 2, dan seterusnya. Untuk membandingkan elemen-elemen ini diajukan pertanyaan: seberapa kuat

JURNAL TEKNIK SIPIL UNTAN / VOLUME 10 NOMOR 1 JUNI 2010 Tabel 1. Perbandingan berpasangan antarvariabel Tingkat kepentingan Definisi variabel 1 Kedua elemen sama pentingnya 3 5 7 Elemen yang satu sedikit lebih penting dibanding dengan elemen lainnya Elemen yang satu lebih esensial atau sangat penting dari elemen lainnya Elemen yang satu lebih jelas penting dibandingkan elemen yang lainnya Penjelasan Kedua elemen memberikan pengaruh yang sama pentingnya Pengalaman dan pertimbangan sedikit memihak elemen satu dibanding yang lainnya Pengalaman dan penilaian dengan kuat memihak elemen satu dibanding yang lainnya Elemen yang satu dengan kuat disukai dan didominasinya tampak nyata dalam praktek 9 Satu elemen mutlak lebih penting dibanding elemen yang lainnya Bukti yang memihak elemen yang satu atas yang lain berada pada tingkat persetujuan tertinggi yang mungkin 2,4,6,8 Kebalikan dari nilai diatas Nilai-nilai tengah antara dua penilaian yang berdekatan Diperlukan kompromi antara dua pertimbangan Jika untuk nilai aktivitas i mendapat satu angka bila dibandingkan dengan aktivitas j, maka j mempunyai nilai kebalikannya bila dibandingkan dengan i. Tabel 2. Contoh matriks perbandingan berpasangan C A 1 A 2 A n A 1 1 A 2 1 1 A n 1 elemen atau aktivitas memiliki, mendominasi, mempengaruhi, memenuhi atau menguntungkan sifat tersebut dibandingkan. Untuk mengisi matrik banding berpasangan, digunakan bilangan untuk menggambarkan relative pentingnya suatu elemen atas elemen lainnya, berkenaan dengan suatu sifat atau kriteria. 2.3 Konsistensi Dalam persoalan pengambilan keputusan penting untuk mengetahui betapa baiknya konsistensi pengambil keputusan. Semakin banyak faktor yang harus 18

Penggunaan Metode Proses Hirarki Analitik (PHA) dalam Pemilihan Lokasi untuk Relokasi Bandara Rahadi Oesman Ketapang Kalimantan Barat (Rudi S. Suyono) dipertimbangkan, semakin sukar untuk mempertahankan konsistensi, ditambah lagi adanya intuisi dan faktor-faktor lain yang membuat orang mungkin menyimpang dari kekonsistensian. Meskipun demikian sampai kadar tertentu perlu diperoleh hasil-hasil yang valid dalam dunia nyata. Saaty mengajukan indeks konsistensi untuk mengukur seberapa besar konsistensi pengambil keputusan dalam membandingkan elemen-elemen dalam matrik penilaian. Selanjutnya indeks konsisten ditransfer sesuai dengan orde atau ukuran matrik menjadi suatu rasio konsistensi. Rasio konsistensi harus 10%, jika tidak pertimbangan yang telah dibuat mungkin akan acak dan perlu diperbaiki. Tabel 3. Indeks random untuk orde matriks Ukuran matriks Random indeks 1 0 2 0 3 0,58 4 0,9 5 1,12 6 1,24 7 1,32 8 1,41 9 1,45 10 1,49 11 1,51 12 1,54 2.3.1 Formula Matematis Misalnya matrik banding berpasangan Proses Hirarki Analitik dengan n baris dan n kolom adalah : ai... 1 ai an n... ai n n dengan a ij = 1/a ij dan semua a ij > 0. Kemudian P i adalah prioritas untuk faktor ke-i. Jumlah tiap kolom matriks dan kalikan tiap jumlah dengan P i yang bersesuaian. Jumlahkan n perkalian ini dan nyatakan hasilnya dengan maks. Rumus selengkapnya adalah : maks n i 1 P1 ai1 P ai2... P n 2 i 1 n n i 1 ai n (1) Jika matrik konsisten maka λ maks = n. Indeks konsistensi (Consistenscy Indeks, CI) adalah CI maks n 1 n (2) Dari rumus ini berarti harus diperoleh λ maks n untuk matriks banding berpasangan. Selanjutnya, CI dibandingkan dengan indeks konsistensi random (Random Index, RI) yang bersesuaian dengan Tabel 3. Random Indeks (RI) merupakan indeks konsistensi matrik random dengan skala penilaian 1 sampai 9 bersama entri-entri kebalikannya. Perlu diperhatikan bahwa matrik berorde 1 dan 2 adalah konistensi sehingga rumus CI (RI) tidak berlaku. 19

Tidak Tidak JURNAL TEKNIK SIPIL UNTAN / VOLUME 10 NOMOR 1 JUNI 2010 Perbandingan antara CI dan RI untuk suatu matriks didefinisikan sebagai Rasio Konsistensi (CR). CR = CI / RI (3) Menurut Saaty hasil penilaian yang diterima matrik yang mempunyai perbandingan konsistensi 0,10 maka hasil penilaian dapat diterima atau dipertanggungjawabkan. Jika tidak maka pengambilan keputusan harus meninjau ulang masalah dan merevisi matriks banding berpasangan. 2.3.2 Pengujian Konsistensi Hirarki Setelah dilakukan perhitungan untuk matriks, selanjutnya perlu diuji apakah yang telah dibuat konsistensi. Total CI dari suatu hirarki diperoleh dengan jalan melakukan pembobotan tiap CI dengan prioritas elemen yang berkaitan dengan faktor-faktor yang sedang dibandingkan, dan kemudian menjumlahkan seluruh hasilnya. Dasar untuk menguji konsistensi dari suatu level hirarki adalah mengetahui hasil konsistensi indeks dan vektor eigen dari suatu matriks banding berpasangan pada tingkat hirarki tertentu. Rumus lengkapnya adalah sebagai berikut : CH = CI 1 + (EV 1 ) (CI 2 ) (4) CH = RI 1 + (EV 1 ) (RI 2 ) (5) CRH = CH / CH (6) di mana CRH: rasio konsistensi hirarki CH : konsistensi hirarki terhadap indeks konsistensi dari matrik banding berpasangan CH : konsistensi hirarki terhadap indeks Mulai Model Keputusan Penilaian Elemen Model Data Matriks Berbanding Berpasangan Perhitungan Bobot Parsial Pengujian Konsistensi Penilaian 0,1 Sintesis Model Pengujian Konsistensi Hirarki 0,1 Ya Ya Selesai Gambar 1. Diagram alir analisis data 20

Penggunaan Metode Proses Hirarki Analitik (PHA) dalam Pemilihan Lokasi untuk Relokasi Bandara Rahadi Oesman Ketapang Kalimantan Barat (Rudi S. Suyono) random dari matrik banding berpasangan CI 1 : indeks konsistensi dari matrik banding berpsangan dari hirarki level kedua, dalam bentuk vektor kolom CI 2 : indeks konsistensi dari matrik banding berpasangan dari hirarki level kedua, dalam bentuk vektor kolom EV 1 : vektor eigen dari matrik banding berpasangan dari hirarki level RI 1 : indeks random dari orde matrik banding berpasangan pada level 1 RI 2 : indeks random dari orde matrik banding berpasangan pada level 2 dalam bentuk vektor kolom. 3. METODOLOGI 3.1 Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini pada dasarnya merupakan perpaduan dua dasar, yaitu survey kuisioner (questionaire survey) dan survey wawancara (interview survey). Dimana lembar kuisioner langsung dibawa oleh tenaga survey (surveyor) kepada setiap responden sehingga diharapkan dapat lebih memperjelas maksud yang dikandung dalam kuisioner tersebut, selain itu surveyor juga bertindak sebagai pewawancara. Pelaksanaan survey di Kota Ketapang dilakukan wawancara pada masyarakat setempat dan juga pada instansi terkait yaitu pada Kantor Bappeda Ketapang, Dinas Perhubungan Ketapang dan Departemen Perhubungan Bandar Udara Rahadi Oesman. Para responden yang 21 menjadi target wawancara dalam pelaksanaan survey ini terdiri dari berbagai golongan masyarakat yaitu pelajar, mahasiswa, pegawai negeri maupun pegawai swasta, pedagang dan masyarakat umum. Hal ini didasarkan bahwa jika nantinya dibangun Bandar Udara Ketapang para responden maupun masyarakat Kabupaten Ketapang sendiri adalah sebagai pengguna bandar udara tersebut. 3.2 Jumlah Sampel Jumlah sampel yang diperlukan untuk penelitian ditentukan oleh tiga hal, yaitu pertama seberapa besar tingkat kepercayaan terhadap hasil yang akan diperoleh (confidence level), kedua nilai standar deviasi yang diperoleh melalui penaksiran rataan sampel, dan ketiga dipengaruhi oleh beberapa penyimpangan (galat) yang diperkenankan, yaitu kesalahan atau perbedaan antara rataan yang diperoleh dari sampel dan rataan sesungguhnya (populasi). Menurut (Wapole, 1974), besarnya jumlah sampel minimum dapat diperoleh dari persamaan: zs n x di mana 2 n : jumlah sampel z : standar kesalahan yang dapat diterima (Acceptable Standard Error) s : standar devisiasi (deviation standard)

JURNAL TEKNIK SIPIL UNTAN / VOLUME 10 NOMOR 1 JUNI 2010 Tabel 4. Rekapitulasi pendapatan per bulan responden hasil survey pendahuluan Pendapatan per bulan X i F i F i X i (X i X rata-rata ) 2 (X i X) 2 F i < 500.000 375.000 2 750.000 708.402.777.777,778 1.416.805.555.555,560 500.000 750.000 625.000 3 1.875.000 350.069.444.444,445 1.050.208.333.333,330 750.000 1.000.000 875.000 3 2.625.000 116.736.111.111,111 350.208.333.333,333 1.000.000 1.250.000 1.125.000 6 6.750.000 8.402.777.777,778 50.416.666.666,667 1.250.000 1.500.000 1.375.000 6 8.250.000 25.069.444.444,444 150.416.666.666,667 > 1.500.000 1.625.000 10 16.250.000 166.736.111.111,111 1.667.361.111.111,110 Jumlah 30 36.500.000 1.375.416.666.666,670 4.685.416.666.666,670 x - : Acceptable Sampling Error = 0,05 nilai rata-rata sampel. Untuk mengetahui jumlah sampel minimum ini telah dilakukan survey pendahuluan (pilot survey) dengan jumlah sampel minimal sebanyak 30 buah sampel (responden). Rekapitulasi hasil survey pendahuluan untuk mencari jumlah sampel minimum terlihat pada Tabel 4. Selanjutnya perhitungan jumlah sampel minimum adalah sebagai berikut: X rata-rata = Fi.Xi Fi = = 1.216.666,667 36.500.000 30 1 2 s = (( X i X ratarata) Fi ) n 1 1 = (4.685.416.666.666,670) 30 1 = 401.952,848 Standar kesalahan yang dapat diterima (acceptable standard error) atau z dapat ditentukan dengan asumsi tingkat kepercayaan (level of convidence) sebesar 95% sehingga dengan menggunakan tabel diperoleh nilai z = 1,96. Standar kesalahan yang dapat diterima : (x ) = 0,05 rata-rata = 0,05 1.216.666,667 = 60.833,333. Sehingga didapat jumlah sampel minimum: n = = zs x 2 1,96 x 401.952,848 60.833,333 2 = 167,72. Berdasarkan perhitungan diatas diperoleh jumlah sampel minimum sebanyak 168 responden oleh karena itu dalam studi ini akan menggunakan sampel sebanyak 200 responden. 22

Penggunaan Metode Proses Hirarki Analitik (PHA) dalam Pemilihan Lokasi untuk Relokasi Bandara Rahadi Oesman Ketapang Kalimantan Barat (Rudi S. Suyono) 3.3 Variabel Kriteria dan Sub Kriteria dalam PHA Variabel yang digunakan dalam penyusunan kuesioner pemilihan lokasi bandara terbaik dengan metode PHA ini menggunakan tiga kriteria yaitu kriteria teknis, kriteria operasional dan keselamatan operasi penerbangan dan kriteria lingkungan. Masing-masing kriteria ini memiliki beberapa subkriteria. Kriteria teknis memiliki subkriteria (a) kondisi topografi, struktur tanah, hidrologi dan geologi, (b) jarak bandar udara dengan pusat kota, (c) Aksesibilitas dari dan ke bandar udara, (d) tersedianya infrastruktur penunjang ke bandar udara, (e) ketersediaan lahan untuk pengembangan bandar udara, (f) kesesuaian dengan RTRW. Kriteria operasional dan keselamatan operasi penerbangan memiliki subkriteria (a) jarak dengan bandara terdekat, (b) kawasan keselamatan operasi penerbangan, (c) kondisi meteorologi. Kriteria lingkungan memiliki subkriteria (a) kondisi tingkat perubahan alam yang akan terjadi, (b) kawasan perairan di sekitar bandar udara, (c) kawasan pariwisata di sekitar lokasi bandar udara, (d) dampak terhadap penduduk sekitar lokasi. 4. PAPARAN DATA HASIL SURVEY 4.1 Rekapitulasi Karakteristik Responden Dari rekapitulasi hasil survey terhadap responden berdasarkan jenis pekerjaan diperoleh hasil persentase terbesar adalah 23 pegawai negeri sipil dan urutan kedua adalah swasta. Tabel 5 adalah hasil lengkap rekapitulasi responden berdasarkan jenis perkerjaan. Rekapitulasi hasil survey terhadap responden berdasarkan tingkat pendapatan diperoleh hasil persentase terbesar adalah responden yang memiliki pendapatan lebih besar dari Rp. 1.500.000,-. Tabel 6 adalah hasil lengkap rekapitulasi responden berdasarkan tingkat pendapatan. Tabel 5. Rekapitulasi berdasarkan jenis pekerjaan Jenis Pekerjaan Jumlah (Orang) responden Presentase (%) PNS 106 53 Swasta 56 28 ABRI 4 2 Pelajar/ mahasiswa 6 3 Pedagang 18 9 Lain-lain 10 5 Jumlah 200 100 Tabel 6. Rekapitulasi responden berdasarkan tingkat pendapatan Penghasilan/ bulan Jumlah Presentase (Orang) (%) < Rp. 500.000 16 8 < Rp 500.000 Rp 750.000 4 2 < Rp750.000 Rp1.000.000 14 7 < Rp1.000.000 Rp1.250.000 14 7 < Rp1.250.000 Rp1.500.000 18 9 < Rp 1.500.000 134 67 Jumlah 200 100

JURNAL TEKNIK SIPIL UNTAN / VOLUME 10 NOMOR 1 JUNI 2010 Tabel 7. Rekapitulasi responden terhadap lokasi bandara baru Letak Lokasi Bandara Jumlah (Orang) Presentase (%) Kecamatan Muara Pawan (Desa Tempurukan) 134 67 Kecamatan Delta Pawan (Desa Suka Bangun) 46 23 Kecamatan Matan Hilir Selatan (Desa Pesaguan) 20 10 Jumlah 200 100 Berdasarkan hasil survey terhadap letak lokasi badara baru, Desa Tempurukan memperoleh persentase terbesar diikuti oleh Desa Sukabangun dan Desa Pesaguan. Hasil lengkap rekapitulasi responden terhadap lokasi bandara baru dapat dilihat pada Tabel 7. 4.2 Alternatif Lokasi Bandara Baru Adapun alternatif lokasi bandara baru adalah Kecamatan Muara Pawan Desa Tempurukan, Kecamatan Delta Pawan Desa Suka Bangun, dan Kecamatan Matan Hilir Selatan Desa Pesaguan. Alternatif-alternatif lokasi ini diperoleh dengan memperhatikan aspek teknis, aspek operasional dan keselamatan operasi penerbangan, aspek lingkungan dan dengan mempertimbangkan bahwa kecamatan-kecamatan tersebut merupakan daerah yang berdekatan dan memiliki aksesibilitas yang baik dengan Kota Ketapang. Adapun lokasi ketiga alternatif tersebut dapat dilihat pada Gambar 2. Muara Pawan sebagai salah satu alternatif lokasi pengembangan bandar udara di Kabupaten Ketapang antara lain dikarenakan: 1. Kecamatan Muara Pawan merupakan daerah yang dekat dengan pusat kota sehingga memiliki akses yang cukup baik dari dan ke Kota Ketapang. 2. Kecamatan Muara Pawan sangat strategis karena memiliki akses yang menghubungkan kabupaten lainnya yaitu Kabupaten Kayong Utara. 3. Ditinjau dari ketersediaan lahan untuk pengembangan bandar udara, daerah 4.2.1 Lokasi Alternatif I Lokasi alternatif I (Gambar 3) ini adalah Kecamatan Muara Pawan Desa Tempurukan. Dipilihnya Kecamatan Gambar 2. Alternatif lokasi bandar udara baru 24

Penggunaan Metode Proses Hirarki Analitik (PHA) dalam Pemilihan Lokasi untuk Relokasi Bandara Rahadi Oesman Ketapang Kalimantan Barat (Rudi S. Suyono) Gambar 3. Lokasi Alternatif I : Kecamatan Muara Pawan (Desa Tempurukan) Muara Pawan memungkinkan untuk berkembang, dimana lokasi bandar udara tersebut tidak berdekatan dengan pemukiman penduduk sehingga terjadinya pengembangan bandar udara tidak mengganggu pemukiman penduduk. 4. Kondisi struktur tanah tergolong baik dan layak untuk digunakan sebagai lokasi bandar udara. 5. Aksesibilitas jalan akses untuk keluar masuk ke daerah tersebut juga tersedia. 6. Ketebalan kabut didaerah ini tergolong rendah sehingga sangat logis untuk pembangunan suatu bandar udara di Ketapang. Kecamatan Muara Pawan memiliki luas daerah 61.060 Ha atau sekitar 1,93% dari luas Kabupaten Ketapang sehingga sangat memungkinkan adanya lahan pembangunan serta lahan pengembangan bandar udara. Kecamatan Muara Pawan terletak ± 25 Km dari kota Ketapang. Jalan utama ruas Ketapang Muara Pawan berupa jalan Kabupaten dengan fungsi arteri primer dan memiliki kondisi jalan sedang sampai baik dengan perkerasan aspal. Kondisi topografi pada Kecamatan Muara Pawan adalah relatif datar sampai berbukit-bukit. Luas wilayah datar sebesar 49.850 Ha sedangkan luas wilayah berbukitnya hanya sebesar 2.800 Ha. Struktur tanah Kecamatan Muara Pawan mempunyai daya dukung tanah dasar (nilai CBR) lapangan rata-rata adalah 3,45% sehingga dapat dikatakan kondisi struktur tanah adalah tanah keras dan layak untuk dibangun bandar udara. 4.2.2 Lokasi Alternatif II Lokasi alternatif II (Gambar 4) ini berada pada wilayah Kecamatan Delta Pawan Desa Suka Bangun. Secara fungsional, identifikasi alternatif lokasi bandara nantinya tidak saja akan memberikan dampak terhadap wilayah desa tersebut tetapi juga akan mempengaruhi sistem pergerakan kota secara umum. Kecamatan Delta Pawan memiliki struktur tanah 25

JURNAL TEKNIK SIPIL UNTAN / VOLUME 10 NOMOR 1 JUNI 2010 Gambar 4. Lokasi Alternatif II : Kecamatan Delta Pawan (Desa Suka Bangun) yang baik dan cukup layak untuk dipilih sebagai salah satu alternatif lokasi bandar udara di Ketapang. Disamping itu aksesibilitas keluar masuk daerah ini juga tersedia berikut infrastrukturnya. Kendala yang ada di Kecamatan Delta Pawan yaitu daerah pemukiman yang cukup besar, karena dilihat dari kawasan keselamatan operasi penerbangan daerah pemukiman merupakan termasuk obstacle. Kecamatan Delta Pawan dengan luas daerah 7.400 Ha atau persentasenya terhadap Luas Kabupaten Ketapang sebesar 0,23%. Kecamatan Delta Pawan sendiri terletak ± 7,1 Km dari Kota Ketapang. Kondisi topografi pada Kecamatan Delta Pawan yaitu mempunyai struktur tanah dengan nilai CBR lapangan rata-rata adalah 7,76%. Hal ini berarti struktur tanah di Kecamatan Delta Pawan termasuk tanah keras. 4.2.3 Lokasi Alternatif III Lokasi alternatif III (Gambar 5) berada pada Kecamatan Matan Hilir Selatan Desa Pesaguan. Dengan melihat pola aliran barang dari atau menuju Kecamatan Matan Hilir Selatan, dapat dipahami bahwa pengembangan kegiatan ekonomi tidak terlepas dari adanya keterkaitan dengan potensi dan kepentingan pengembangan wilayah yang lebih luas termasuk pedesaan sekitar kota, oleh karena itu kemajuan dan perkembangan daerah ini perlu ditingkatkan. Salah satu cara untuk menunjang kemajuan perkembangan daerah adalah adanya sarana transportasi seperti dibangunnya bandar udara. Bila ditinjau dari ketersediaan lahan, lokasi ini memungkinkan untuk berkembang karena memiliki lahan yang relatif luas untuk dibangunnya sebagai suatu bandar udara. Dari segi struktur tanah, kondisi tanahnya baik dan layak untuk dibangun suatu bandar udara. Kecamatan Matan Hilir Selatan dengan luas daerah 1.813 km 2 atau sebesar 5,74% dari keseluruhan luas Kabupaten Ketapang dan terletak ± 30 km dari kota Ketapang. Kecamatan Matan Hilir 26

Penggunaan Metode Proses Hirarki Analitik (PHA) dalam Pemilihan Lokasi untuk Relokasi Bandara Rahadi Oesman Ketapang Kalimantan Barat (Rudi S. Suyono) Gambar 5. Lokasi Alternatif III: Kecamatan Matan Hilir Selatan (Desa Pesaguan) Selatan mempunyai nilai CBR lapangan rata-rata adalah 9,05%, yang berarti kondisi struktur tanah merupakan tanah keras. 5. ANALISIS DATA Analisis metode PHA dilakukan terhadap hasil jawaban responden dari kuesioner yang telah diberikan, pembahasan terhadap hasil analisis dapat dilihat berikut ini. 5.1 Analisis Bobot terhadap Subkriteria Hasil analisa bobot untuk untuk masingmasing sub kriteria pada kriteria Teknis, kriteria Operasional dan Keselamatan Operasi Penerbangan dan kriteria Lingkungan dengan metode Proses Hirarki Analitik (PHA) dapat dilihat pada Tabel 8. Berdasarkan hasil perhitungan dengan metode PHA untuk kriteria teknis, untuk kondisi topografi, struktur tanah, hidrologi dan geologi mendapat persentase yang paling besar yaitu sebesar 41%. Untuk jarak bandar udara dengan pusat kota yaitu sebesar 18%. Untuk aksesibilitas dari dan ke bandar udara persentasenya sebesar 21%. Kemudian tersedianya infrastruktur penunjang bandar udara persentasenya sebesar 7%. Serta ketersedian lahan untuk pengembangan bandar udara memiliki persentase sebesar 10%. Sedangkan untuk kesesuaian dengan RTRW persentasenya sebesar 4%. Hal ini berarti kondisi topografi, struktur tanah, hidrologi dan geologi merupakan aspek yang paling penting dalam pemilihan lokasi bandar udara karena kriteria ini sangat berpengaruh dalam pembangunan kontruksi bandar udara serta keselamatan penerbangan. Berdasarkan hasil perhitungan dengan metode PHA untuk kriteria operasional dan keselamatan operasi penerbangan, didapat jarak dengan bandara terdekat hanya berpersentase 10%. Kemudian kawasan keselamatan operasi penerbang- 27

JURNAL TEKNIK SIPIL UNTAN / VOLUME 10 NOMOR 1 JUNI 2010 Tabel 8. Hasil analisis bobot untuk setiap kriteria No Kriteria Subkriteria Bobot 1 Teknis 2 Operasional dan Keselamatan Operasi Penerbangan 3 Lingkungan Kondisi Topografi, Struktur Tanah, Hidrologi dan Geologi 0,41 Jarak Bandar Udara dengan Pusat Kota 0,18 Aksesibilitas dari dan ke Bandar Udara 0,21 Tersedianya Infrastruktur Penunjang ke Bandar Udara 0,07 Ketersediaan Lahan untuk Pengembangan Bandar Udara 0,10 Kesesuaian dengan RTRW 0,04 Jarak dengan Bandara Terdekat 0,10 Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan 0,51 Kondisi Meteorologi 0,39 Kondisi Tingkat Perubahan Alam yang Terjadi 0,26 Kondisi Perairan di Sekitar Kawasan Bandar Udara 0,12 Kawasan Pariwisata di Sekitar Lokasi Bandar Udara 0,07 Dampak Terhadap Penduduk Sekitar Lokasi 0,56 an memiliki persentase terbesar yaitu 51%, sedangkan kondisi meteorologi mendapat persentase sebesar 39%. Dengan demikian kriteria kawasan keselamatan operasi penerbangan merupakan aspek terpenting, hal ini dikarenakan kriteria ini sangat menyangkut tentang keamanan maupun kelancaran operasi penerbangan pada bandar udara. Hasil perhitungan dengan metode PHA untuk kriteria lingkungan adalah untuk tingkat perubahan alam yang terjadi persentasenya sebesar 26%, untuk kondisi perairan di sekitar kawasan bandar udara berpersentase sebesar 12%. Kriteria yang lainnya yaitu kawasan pariwisata di sekitar lokasi bandar udara memiliki persentase sebesar 7%. Sedangkan persentase terbesar didapat pada dampak terhadap penduduk sekitar lokasi bandara yaitu sebesar 56%. Dengan demikian dalam pemilihan lokasi bandar udara sangat penting untuk memperhatikan kriteria ini, karena suatu lokasi bandar udara harus mempunyai dampak yang sangat kecil atau bahkan tidak mempunyai dampak terhadap penduduk sekitarnya terutama dampak negatif. Dampak yang sering terjadi adalah kebisingan serta polusi lingkungan. 5.2 Analisis Bobot terhadap Alternatif Lokasi Hasil analisis bobot untuk masing-masing alternatif lokasi bandara terhadap subkriteria dapat dijelaskan pada Tabel 9-11. 28

Penggunaan Metode Proses Hirarki Analitik (PHA) dalam Pemilihan Lokasi untuk Relokasi Bandara Rahadi Oesman Ketapang Kalimantan Barat (Rudi S. Suyono) Tabel 9. Hasil analisis bobot pada subkriteria teknis No Subkriteria Alternatif lokasi Bobot 1 Kondisi Topografi, Struktur Tanah, Hidrologi dan Geologi 2 Jarak Bandar Udara dengan Pusat Kota 3 Aksesibilitas dari dan ke Bandar Udara 4 5 Tersedianya Infrastruktur Penunjang ke Bandar Udara Ketersediaan Lahan untuk Pengembangan Bandar Udara 6 Kesesuaian dengan RTRW Tempurukan 0,09 Suka Bangun 0,24 Pesaguan 0,67 Tempurukan 0,39 Suka Bangun 0,51 Pesaguan 0,10 Tempurukan 0,44 Suka Bangun 0,49 Pesaguan 0,08 Tempurukan 0,26 Suka Bangun 0,63 Pesaguan 0,11 Tempurukan 0,48 Suka Bangun 0,11 Pesaguan 0,41 Tempurukan 0,47 Suka Bangun 0,07 Pesaguan 0,47 5.3 Nilai Pembobotan Masing- Masing Alternatif Lokasi Bandar Udara Untuk mendapatkan lokasi optimal bandar udara dari ketiga alternatif lokasi bandar udara, maka perlu dicari persentase rata-rata dari ketiga alternatif lokasi tersebut dengan cara menjumlahkan bobot setiap kriteria pada masing-masing alternatif lokasi kemudian dirata-ratakan. Sebagai contoh perhitungan untuk subkriteria teknis lokasi Tempurukan adalah sebagai berikut: 1. Kondisi Topografi, struktur tanah, hidologi dan geologi = 0,09. 2. Jarak bandar udara dengan pusat kota = 0,39. 3. Aksesibilitas dari dan ke bandar udara = 0,44. 4. Tersedianya infrastruktur penunjang ke bandar udara = 0,26. 29

JURNAL TEKNIK SIPIL UNTAN / VOLUME 10 NOMOR 1 JUNI 2010 Tabel 10. Hasil analisis bobot pada subkriteria operasional dan keselamatan operasi penerbangan No Subkriteria Alternatif Lokasi Bobot 1 Jarak dengan Bandara Terdekat 2 Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan 3 Kondisi Meteorologi Tempurukan 0,27 Suka Bangun 0,67 Pesaguan 0,06 Tempurukan 0,49 Suka Bangun 0,08 Pesaguan 0,44 Tempurukan 0,51 Suka Bangun 0,39 Pesaguan 0,10 Tabel 11. Hasil analisis bobot pada subkriteria lingkungan No Sub Kriteria Alternatif Lokasi Bobot 1 Kondisi Tingkat Perubahan Alam yang Akan Terjadi 2 Kawasan Perairan di Sekitar Bandar Udara 3 Kawasan Pariwisata di Sekitar Lokasi Bandar Udara 4 Dampak Terhadap Penduduk Sekitar Lokasi Tempurukan 0,66 Suka Bangun 0,19 Pesaguan 0,16 Tempurukan 0,33 Suka Bangun 0,33 Pesaguan 0,33 Tempurukan 0,67 Suka Bangun 0,09 Pesaguan 0,24 Tempurukan 0,64 Suka Bangun 0,07 Pesaguan 0,28 5. Ketersediaan lahan untuk pengembangan bandar udara = 0,48. 6. Kesesuaian dengan RTRW = 0,47 Jumlah = 0,09+0,39+0,44+0,26+0,48+0,47 = 2,13. Rata-rata = 2,13 / 6 = 0,35. Persentase = 0,35 100% = 35%. 30

Penggunaan Metode Proses Hirarki Analitik (PHA) dalam Pemilihan Lokasi untuk Relokasi Bandara Rahadi Oesman Ketapang Kalimantan Barat (Rudi S. Suyono) Tabel 12. Rekapitulasi pembobotan maing-masing alternatif lokasi bandar udara No Kriteria Alternatif lokasi Bobot 1 Teknis 2 Operasional dan Keselamatan Operasi Penerbangan 3 Lingkungan Tempurukan 0,35 Suka Bangun 0,34 Pesaguan 0,30 Tempurukan 0,42 Suka Bangun 0,38 Pesaguan 0,20 Tempurukan 0,58 Suka Bangun 0,17 Pesaguan 0,25 Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 12. Berdasarkan hasil análisis pada tabel tersebut diperoleh bahwa alternatif lokasi Desa Tempurukan memiliki bobot tertinggi untuk setiap kriteria análisis yaitu dengan bobot 0,35 untuk kriteria teknis, 0,42 untuk kriteria operasional dan KKOP serta 0,58 untuk kriteria lingkungan. 6. SIMPULAN Dari hasil analisis yang telah dilakukan diperoleh simpulan, bahwa: a) Berdasarkan Kriteria Teknis diperoleh alternatif lokasi yang paling optimal adalah Desa Tempurkan dengan persentase sebesar 35%. Kemudian Desa Suka Bangun mendapat persentase sebesar 34% dan Desa Pesaguan persentasenya sebesar 30%. b) Berdasarkan Kriteria Operasional dan Keselamatan Operasi Penerbangan diperoleh alternatif lokasi yang paling optimal adalah Desa Tempurukan dengan persentase sebesar 42%. Kemudian Desa Suka Bangun mendapat persentase sebesar 38% dan Desa Pesaguan persentasenya sebesar 20%. c) Berdasarkan Kriteria Lingkungandiperoleh alternatif lokasi yang paling optimal adalah Desa Tempurukan dengan persentase sebesar 58%. Kemudian Desa Pesaguan mendapat persentase sebesar 25% dan Desa Suka Bangun persentasenya sebesar 17%. d) Berdasarkan nilai pembobotan dari ketiga kriteria yang digunakan sebagai variabel dalam metode PHA untuk menentukan lokasi bandara terbaik diperoleh bahwa lokasi Desa Tempurukan memiliki bobot/persentase pemilihan yang tertinggi, sehingga dapat dikatakan bahwa lokasi Desa Tempurukan merupakan lokasi terbaik dari ketiga alternatif lokasi bandara baru yang dianalisa dalam studi ini. 31

JURNAL TEKNIK SIPIL UNTAN / VOLUME 10 NOMOR 1 JUNI 2010 Daftar Pustaka Badan Perencanaan dan Pengendalian Pembangunan Daerah. 2005. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Ketapang Tahun 2006-2016. Pemerintah Kabupaten Ketapang. Ben-Akiva, M. & Steven L. R. 1985. Discrete Choice Analysis : Theory and Application To Travel Demand. Cambridge, MA: MIT Press. Saaty, Thomas L. 1993. Proses Hirarki Analitik Untuk Pengambilan Keputusan Dalam Situasi Yang Kompleks. PT. Pustaka Binaman Pressindo. Saaty, Thomas L. 1994. Fundamentals Of Decision Making and Priority Theory With The Analytic Hierarchy Process. Pittsburgh, USA. 32