BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. melakukan berbagai upaya sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang

BAB 1 PENDAHULUAN. kebanyakan masyarakat. Meskipun memiliki beberapa keunggulan, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya sasaran pembangunan pangan adalah menyediakan pangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Makanan merupakan komponen penting bagi kehidupan manusia, karena

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik

PERBEDAAN KADAR FORMALIN PADA TAHU YANG DIJUAL DI PASAR PUSAT KOTA DENGAN PINGGIRAN KOTA PADANG. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Menurut WHO, makanan adalah : Food include all substances, whether in a

BAB I PENDAHULUAN. murah akan mendorong meningkatnya pemakaian bahan tambahan pangan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan merata. Maksudnya bahwa dalam pembangunan kesehatan setiap orang

BAB I PENDAHULUAN. diminati oleh mayoritas masyarakat Indonesia, karena rasanya yang gurih dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Universitas Kristen Maranatha

I. PENDAHULUAN. setiap orang. Menurut Food and Agriculture Organization (FAO) dalam. terbawa hingga dewasa. Kegemaran masyarakat akan jajan atau

BAB I PENDAHULUAN. melakukan berbagai upaya sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang

STUDI KASUS KADAR FORMALIN PADA TAHU DAN KADAR PROTEIN TERLARUT TAHU DI SENTRA INDUSTRI TAHU DUKUH PURWOGONDO KECAMATAN KARTASURA

BAB 1 PENDAHULUAN. aman dapat menimbulkan gangguan kesehatan bahkan keracunan. Penentuan

BAB I PENDAHULUAN. lemak, laktosa, mineral, vitamin, dan enzim-enzim (Djaafar dan Rahayu, 2007).

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi masalah adalah kebiasaan jajan dikantin atau warung di sekitar

BAB I PENDAHULUAN. dengan harga yang murah, menarik dan bervariasi. Menurut FAO (Food

I. PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha di Indonesia pada saat ini kian pesat, terutama di

BAB 1 PENDAHULUAN. Kolang-kaling merupakan hasil produk olahan yang berasal dari perebusan

BAB 1 PENDAHULUAN. kedelai yang tinggi protein, sedikit karbohidrat, mempunyai nilai gizi dan

BAB I PENDAHULUAN. yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi

Kuesioner Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak memenuhi syarat keamanan dan dapat membahayakan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan bahan kimia sebagai bahan tambahan pada makanan (food

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan salah satu hasil kekayaan alam yang banyak digemari oleh masyarakat Indonesia untuk dijadikan

BAB I PENDAHULUAN. gangguan perkembangan ( 2013)

BAB 1 PENDAHULUAN. baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan rancangan cross

BAB I PENDAHULUAN. dan pembinaan dari pemerintah. Akibat kemajuan ilmu teknologi pangan di dunia

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Balai Laboratorium Dinas Kesehatan Daerah Provinsi Sumatera Utara yang

BAB I PENDAHULUAN. tambahan pangan, bahan baku dan bahan lain yang digunakan dalam proses pengolahan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini masyarakat banyak mengonsumsi mi sebagai makanan alternatif

BAB I PENDAHULUAN. minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan

BAB I PENDAHULUAN. makanan makhluk hidup dapat memperoleh zat-zat yang berguna bagi

BAB I PENDAHULUAN. ilmu pengetahuan terpenuhi. Menurut UU No.7 tahun 1996 menyebutkan bahwa

ABSTRAK UJI SEMIKUANTITATIF FORMALIN DALAM MI BASAH DI PASAR X KOTA BANDUNG TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Depy Afiandiningsih, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. oksigen, dan karbon (ACC, 2011). Formalin juga dikenal sebagai formaldehyde,

Jurnal Analis Laboratorium Medik, 30/11 (2016), IDENTIFIKASI FORMALIN PADA IKAN ASIN YANG DIPERJUAL BELKAN DI PUSAT PASAR SAMBU MEDAN TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. Bakso merupakan makanan jajanan yang paling populer di Indonesia.

IDENTIFIKASI KANDUNGAN FORMALIN PADA TAHU YANG DIJUAL DI PASAR SENTRAL KOTA GORONTALO. Sriyanti Dunggio, Herlina Jusuf, Ekawaty Prasetya 1

BAB 1 PENDAHULUAN. Makanan adalah salah satu kebutuhan manusia.dalam kehidupan sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. Makanan atau minuman adalah salah satu kebutuhan dasar manusia.

BAB I PENDAHULUAN. harus aman dalam arti tidak mengandung mikroorganisme dan bahan-bahan kimia

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai usaha dilakukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Misalnya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

memerlukan makanan yang harus dikonsumsi setiap hari, karena makanan merupakan sumber energi dan berbagai zat bergizi untuk mendukung hidup

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Mata pelajaran

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Seluruh masyarakat merupakan konsumen dari makanan sekaligus

CONTOH KARYA TULIS ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. berbagai bahan makanan. Zat gizi yaitu zat-zat yang diperoleh dari bahan makanan

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak memenuhi syarat, dan terhadap kerugian sebagai akibat produksi,

ANALISIS KADAR BIOETANOL DAN GLUKOSA PADA FERMENTASI TEPUNG KETELA KARET (Monihot glaziovii Muell) DENGAN PENAMBAHAN H 2 SO 4

BAB I PENDAHULUAN. Kerupuk karak merupakan produk kering dari proses penggorengan,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang

Dampak Pencemaran Pantai Dan Laut Terhadap Kesehatan Manusia

BAB I PENDAHULUAN. digunakan dalam makanan. Kurangnya perhatian terhadap hal ini telah sering

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU Republik Indonesia No. 18 Tahun 2012 Tentang Pangan, keamanan

BAB I PENDAHULUAN. setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas

BAB I PENDAHULUAN. gizi dan mempunyai bentuk yang menarik, akan tetapi juga harus aman dalam arti

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Perwujudan kualitas lingkungan yang sehat merupakan bagian pokok di

BAB 1 PENDAHULUAN. terpenting bagi umat manusia. Pangan juga tak lepas dari kaitannya sebagai

BAB 1. Di Indonesia, sebagian besar masyarakatnya mempunyai tingkat pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. Faktor-faktor yang menentukan kualitas makanan baik, dapat ditinjau dari

BAB I PENDAHULUAN. teknologi pangan dan bahan kimia yang dibutuhkan agar mutunya baik.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. additive dalam produknya. Zat tambahan makanan adalah suatu senyawa. memperbaiki karakter pangan agar mutunya meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. sebanyak 22%, industri horeka (hotel, restoran dan katering) 27%, dan UKM

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Gambaran Keamanan Pangan di Nusa Tenggara Timur: Pembahasan Penemuan Formalin dalam Ikan yang beredar di Provinsi NTT. Nike Frans

BAB 1 PENDAHULUAN. makhluk hidup, yang berguna bagi kelangsungan hidupnya. Makanan penting

BAB I PENDAHULUAN. Keamanan pangan (food safety) merupakan hal-hal yang membuat

BAB I PENDAHULUAN. akan menimbulkan penyakit bagi yang mengkonsumsinya (Fardiaz, 1993).

BAB 1 PENDAHULUAN. akan dikonsumsi akan semakin besar. Tujuan mengkonsumsi makanan bukan lagi

BAB I PENDAHULUAN. terjangkau oleh berbagai kalangan. Menurut (Rusdi dkk, 2011) tahu memiliki

BAB 1 PENDAHULUAN. makanan dan kosmetik di berbagai negara. Pangan yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. melindungi tubuh dari penyakit (Notoatmodjo, 2003). Sebagai penduduk. untuk makan makanan yang halal dan thayyiban.

PEMBERIAN CHITOSAN SEBAGAI BAHAN PENGAWET ALAMI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK PADA BAKSO UDANG

Zat Kimia Berbahaya Pada Makanan

ANALISIS KADAR NITRIT PADA SOSIS SAPI DI PASAR MODERN KOTA GORONTALO. Nurnaningsi Yalumini, Rama P Hiola, Ramly Abudi 1

BAB 1 PENDAHULUAN. mempertahankan hidup. Tercantum dalam Undang-undang Republik Indonesia

(3) KENALI DENGAN BAIK MANFAAT BAH AN TAMBAHAN PANGAN Ardiansyah PATPI Cabang Jakarta

BAB I PENDAHULUAN. makanan sangat terbatas dan mudah rusak (perishable). Dengan pengawetan,

BAB I PENDAHULUAN. penjual makanan di tempat penjualan dan disajikan sebagai makanan siap santap untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam beberapa tahun belakangan ini, media di Indonesia sangat gencar

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahan pangan mudah mengalami kerusakan yang disebabkan oleh bakteri

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan makanan jajanan. Makanan jajanan (street food) merupakan makanan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Sebanyak 50% dari konsumsi kedelai

KAJIAN KANDUNGAN FORMALIN PADA BAKSO TUSUK YANG DI JUAL DI SD NEGERI WILAYAH KECAMATAN DEPOK SLEMAN YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Makanan merupakan kebutuhan dasar (pokok) yang sangat penting bagi

balado yang beredar di Bukittinggi, dalam Majalah Kedokteran Andalas, (vol.32, No.1, Januari-juni/2008), hlm. 72.

KAJIAN KANDUNGAN FORMALIN PADA BAKSO TUSUK YANG DI JUAL DI SD NEGERI WILAYAH KECAMATAN DEPOK SLEMAN YOGYAKARTA

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan kepadatan penduduk tertinggi. Berdasarkan hasil sensus penduduk Indonesia menurut provinsi tahun 2011 sekitar 241.182.182 juta jiwa (Depkes, 2012). Kebutuhan pangan senantiasa meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk. Di sisi pemenuhannya, tidak semua kebutuhan pangan dapat dipenuhi, karena kapasitas produksi dan distribusi pangan semakin terbatas. Hal ini menyebabkan ketidakstabilan pangan antara kebutuhan dan pemenuhannya secara nasional (Purwaningsih, 2008). Pangan yang aman mutlak harus tersedia untuk masyarakat agar tercipta generasi penerus dengan kondisi kesehatan yang prima serta memiliki mutu yang lebih baik. Peningkatan kualitas sumber daya manusia salah satunya ditentukan oleh kualitas pangan yang dikonsumsi. Keamanan pangan merupakan permasalahan yang sangat kompleks dan akan terus menerus menjadi permasalahan di masyarakat selama belum ditangani secara serius (Zuraidah, 2007). Bahan pangan pokok masyarakat Indonesia adalah beras. Konsumsi yang tadinya berbahan pokok seperti sagu, jagung, ketela, ubi, hampir semua beralih ke beras. Sejak tahun 1990-an, terjadi persaingan bahan pangan pokok. Beras mulai disaingi oleh gandum dan tepung yang permintaannya terus meningkat dan semakin banyak pula rakyat Indonesia yang mengkonsumsi roti dan mi sebagai sumber karbohidrat (Lastinawati, 2010). Saat ini mi digunakan sebagai salah satu pangan alternatif dari nasi. Kehadiran mi sangat diterima oleh seluruh lapisan masyarakat. Bahkan, akhir-akhir ini konsumsi mi semakin meningkat. Hal ini didukung oleh sifatnya yang praktis, mudah dihidangkan, dan rasanya yang enak serta beragam. Penggemar mi tidak hanya terbatas pada orang dewasa, anak-anak pun menyukainya. Namun, ada 1

2 kekhawatiran jika mengonsumsi mi yang beredar di pasaran secara terus-menerus. Salah satu penyebabnya adalah dalam pembuatan mi, terutama mi basah, sering ditambahkan pengawet yang biasa digunakan, misalnya formalin (Suyanti, 2008). Penggunaan senyawa pengawet di dalam makanan dan minuman sering tidak dapat dihindari karena berbagai alasan seperti menjaga kesegaran makanan, menghambat pertumbuhan organisme, memelihara warna bahan makanan, dan untuk menjaga kualitas makanan dan minuman dalam penyimpanan dalam jangka waktu tertentu (Giesova, Chumlachova, dan Plockova, 2004). Bahan pengawet makanan merupakan salah satu bahan tambahan pangan (BTP). BTP menurut Food and Agriculture Organization (FAO) di dalam Furia (1980) adalah senyawa yang sengaja ditambahkan ke dalam makanan dalam jumlah dan ukuran tertentu dan terlibat dalam proses pengolahan, pengemasan, dan atau penyimpanan. Bahan ini berfungsi untuk memperbaiki warna, bentuk, cita rasa, dan tekstur, serta memperpanjang masa simpan, dan bukan merupakan bahan utama (Saparinto dan Hidayati, 2006). Prinsip dasar BTP harus digunakan secara tepat sesuai peruntukannya dan dengan takaran yang tepat serta tidak melebihi batas maksimum yang dipersyaratkan. Bahan ini dapat menghambat atau memperlambat proses degradasi pangan terutama yang disebabkan oleh faktor biologi. Menurut peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 722/Menkes/Per/IX/1988 tentang bahan tambahan pangan yang mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman atau penguraian lain terhadap pangan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, beberapa zat pengawet telah mengalami perkembangan dimulai dari bahan alami hingga bahan kimia bukan untuk pangan hasil teknologi yang ikut berkembang (Adriani dan Wijatmadi, 2012). Salah satu bahan pengawet yang tidak diperbolehkan ditambahkan ke dalam makanan, namun masih dipergunakan secara ilegal adalah bahan pengawet yang berasal dari golongan aldehida yaitu formaldehida. Joint Expert Committee on Food Additives (JECFA) dari WHO yang mengatur dan mengevaluasi standar BTP melarang menggunakan bahan kimia tersebut pada makanan. Hal penting

3 ketika menggunakan bahan pengawet adalah kadar atau dosis bahan pengawet yang ditambahkan ke dalam pangan. Meskipun jumlahnya dalam makanan tersebut sedikit jika dikonsumsi terus-menerus akan menimbulkan efek pada kesehatan masyarakat (Adriani dan Wijatmadi, 2012). Formaldehida yang lebih dikenal dengan nama formalin ini adalah salah satu zat tambahan makanan yang dilarang. Meskipun sebagian banyak orang sudah mengetahui terutama produsen bahwa zat ini berbahaya jika digunakan sebagai pengawet, namun penggunaannya bukannya menurun namun malah semakin meningkat dengan alasan harganya yang relatif murah dibanding pengawet yang tidak dilarang dan kadar yang berlebihan. Dampak yang dapat terjadi tergantung pada berapa banyak kadar formalin yang terakumulasi dalam tubuh. Semakin besar kadar yang terakumulasi, semakin parah akibatnya. Mulai dari terhambatnya fungsi sel hingga menyebabkan kematian sel yang berakibat lanjut berupa kerusakan pada organ tubuh. Di sisi lain dapat pula memicu pertumbuhan sel-sel kanker (Hastuti, 2010). Hasil pengujian Balai Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pada tahun 2011 terhadap uji bahan tambahan pangan yang dilarang yaitu boraks dan formalin yang dilakukan pada 3.206 sampel pangan jajanan anak sekolah yang terdiri dari mi basah, bakso, kudapan dan makanan ringan, diketahui bahwa 94 (2,93%) sampel mengandung boraks dan 43 (1,34%) sampel mengandung formalin (BPOM, 2011). BPOM Jawa Barat menemukan sebuah pabrik di Kabupaten Bandung yang terbukti memproduksi mi mengandung formalin (Tribun, 2012). Berdasarkan uraian di atas, maka penyusun ingin melakukan penelitian terhadap salah satu bahan pangan, yaitu mi basah yang diduga menggunakan formalin.

4 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang pemikiran yang telah diuraikan di atas, maka masalah yang dapat diidentifikasi adalah apakah mi basah yang dijual di Pasar X Kota Bandung mengandung formalin atau tidak. 1.3 Tujuan Penelitian Untuk mengetahui ada tidaknya formalin pada mi basah yang akan diteliti secara semikuantitatif dengan metode asam kromatropat. 1.4 Manfaat Karya Tulis Ilmiah 1.4.1 Manfaat Akademis Menambah wawasan dan pengetahuan mengenai bahan pengawet berbahaya terutama formalin pada salah satu bahan pangan masyarakat yaitu mi basah. 1.4.2 Manfaat Praktis Sebagai sumber informasi mengenai penggunaan formalin pada mi basah yang dijual di pasar sehingga masyarakat akan lebih waspada menghindari efek merugikan dari formalin terhadap kesehatan. 1.5 Landasan Teori Formalin merupakan salah satu bahan pengawet yang berbahaya. Formalin bagi tubuh manusia diketahui sebagai zat yang beracun, karsinogenik yang menyebabkan kanker, mutagen, korosif, dan iritatif. Paparan kronik formalin dapat menyebabkan sakit kepala, radang hidung kronis (rhinitis), mual-mual, gangguan pernapasan baik batuk kronis atau sesak napas kronis. Gangguan pada

5 persyarafan berupa susah tidur, sensitif, mudah lupa, dan sulit berkonsentrasi. Pada perempuan menyebabkan gangguan menstruasi dan infertilitas. Penggunaan formalin pada jangka panjang dapat menyebabkan kanker mulut dan tenggorokan (Adriani dan Wijatmadi, 2012). BPOM menyatakan bahwa formalin merupakan salah satu bahan yang dilarang untuk pangan. Menurut Penelitian WHO, standar kadar formalin baru akan menimbulkan toksifikasi atau pengaruh negatif jika mencapai 6 gram (Setyabudi, Winarti dan Risfaheri, 2008). Dalam jumlah sedikit, formalin akan larut dalam air, serta akan dibuang ke luar bersama cairan tubuh. Itu sebabnya formalin sulit dideteksi keberadaannya di dalam darah. Tetapi, imunitas tubuh sangat berperan dalam berdampak tidaknya formalin di dalam tubuh. Jika imunitas tubuh rendah, sangat mungkin formalin dengan kadar rendah pun bisa berdampak buruk terhadap kesehatan (Hastuti, 2010). 1.6 Metodologi Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian survey deskriptif dengan disain penelitian cross sectional. Penentuan kandungan formalin dalam mi basah diuji secara semikuantitatif dengan metode asam kromatropat. Data yang diukur adalah sampel mi basah yang diambil dari Pasar X Kota Bandung.