BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan sebuah bangsa dalam memajukan pembangunan di segala bidang adalah salah satu wujud dari tercapainya bangsa yang maju dan mandiri. Salah satu faktor yang mendasari tercapainya bangsa yang maju adalah kesuksesan pemerintah dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam bidang kesehatan. Dengan adanya sumber daya manusia yang sehat, produktivitas dan daya saing manusia akan meningkat yang berpengaruh terhadap kelanjutan serta kemajuan bangsa di masa mendatang. Pada 1 Maret 1999, pemerintah Republik Indonesia telah mencanangkan kebijaksanaan dan strategi baru dalam suatu Gerakan Pembangunan Berwawasan Kesehatan sebagai Strategi Nasional menuju Indonesia Sehat 2010 (Depkes, 2008). Program ini bertujuan untuk menciptakan masyarakat Indonesia yang sadar dan peduli untuk menjalankan pola hidup sehat sehingga dapat tercapainya derajat kesehatan yang optimal guna meningkatkan kualitas sumber daya manusia di Indonesia. Salah satu program yang telah ditetapkan untuk mencapai visi pembangunan Indonesia Sehat 2010 adalah program Usaha Kesehatan Sekolah. UU 1
2 No. 23 tahun 1992 pasal 45 tentang Kesehatan menyebutkan bahwa Usaha Kesehatan Sekolah wajib diselenggarakan di sekolah. Sebagai sebuah institusi pendidikan, sekolah memiliki peranan penting dalam upaya promosi kesehatan. Hal ini disebabkan karena sebagian besar anak usia 5-19 tahun sedang berada pada jenjang pendidikan dalam jangka waktu cukup lama. Jumlah usia 7-12 tahun berjumlah 25.409.200 jiwa dan sebanyak 25.267.914 anak (99.4%) aktif dalam proses belajar. Untuk kelompok umur 13-15 tahun berjumlah 12.070.200 jiwa dan sebanyak 10.438.667 anak (86,5%) aktif dalam sekolah (Depdiknas, 2007). Berdasarkan data tersebut, upaya promosi kesehatan di sekolah memang sangat efektif untuk dilakukan secara berkala. Informasi yang disampaikan melalui sekolah kepada murid, kemudian secara langsung akan disampaikan kepada orang tua mereka sehingga proses penyebarluasan informasi tentang kesehatan ini dapat menjangkau dua jenis populasi secara bersamaan yaitu populasi anak sekolah dan populasi orang tua. Disamping itu, pendidikan tentang pola hidup sehat yang telah ditanamkan sejak dini tentu akan mendasari terciptanya budaya pola hidup sehat bagi masyarakat Indonesia untuk kedepannya. Pada lingkungan sekolah, salah satu komponen utama dalam mewujudkan usaha kesehatan sekolah adalah melalui pengelolaan dan pembinaan kantin sekolah. Layanan kantin atau kafetaria merupakan salah satu bentuk layanan khusus di sekolah yang berusaha menyediakan makanan dan minuman yang dibutuhkan siswa atau personil sekolah yang pada umumnya dilayani oleh petugas kantin.
3 Melihat fungsi dan manfaat dari kantin sekolah yang memiliki peran penting dalam menunjang kebutuhan pangan warga sekolah terutama para murid, Tentunya pengelolaan kantin sekolah tersebut perlu mendapat perhatian dari pengelola sekolah dan pemerintah daerah setempat. Namun di Indonesia faktanya tidak semua sekolah memiliki kantin. Penelitian tentang sekolah sehat yang dilakukan Pusat Pengembangan Kualitas Jasmani Departemen Pendidikan Nasional tahun 2007 menyebutkan, 40% dari 640 sekolah dasar di 20 provinsi yang diteliti belum memiliki kantin, lebih menyedihkan lagi, 84.3% diantara sekolah yang mempunyai kantin tersebut belum memenuhi syarat kesehatan. Kondisi tersebut ternyata juga diperburuk dengan tingkat keamanan pangan jajanan yang kurang berkualitas. Penyalahgunaan bahan kimia berbahaya seperti formalin dan rhodamin B oleh penjual pangan jajanan adalah salah satu contoh dari rendahnya tingkat pengetahuan penjual makanan mengenai keamanan pangan jajanan dan juga pemantauan dari pengelola kantin sekolah sendiri tentang jenis dan kualitas pangan jajanan yang diperjualbelikan disekitar lingkungan sekolah. Pada tahun 2007, laporan food watch yang dilakukan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dalam memantau Jajanan Anak Sekolah (JAS) memberikan hasil yang Tidak Memenuhi Syarat (TMS) terhadap pengunaan bahan tambahan yang melebihi batas yang seharusnya tidak boleh digunakan terhadap jajanan yang dijual kepada anak sekolah. Hasil pemantauan tersebut juga ditemukan cemaran mikroba
4 yang menunjukkan kualitas jajanan yang buruk dan tidak layak dikonsumsi bagi anak sekolah. Metodologi yang dipergunakan dalam pengujian JAS adalah dengan melakukan pengambilan sampel pada 6 jenis pangan jajanan yaitu minuman berwarna merah seperti sirup, jeli dan agar-agar; es; mie yang siap dikonsumsi; bakso; dan makanan kudapan seperti bakwan dan tahu isi. Pada pangan jajanan minuman, dilakukan pengujian terhadap rhodimin B, pengawet, pemanis, dan cemaran mikroba. Sedangkan sampel mie dan bakso dilakukan pengujian terhadap formalin, borkas, dan cemaran mikroba. Sampel yang digunakan dalam pengujian akan dinyatakan TMS jika nilai parameter yang diuji melebihi batas maksimum yang dipersyaratkan atau mengandung bahan berbahaya. Dalam pengambilan sampel tersebut, pengujian dilakukan di 478 sekolah dasar dengan jumlah sampel sebanyak 2903 sampel di 26 ibukota propinsi di Indonesia (BPOM RI, 2007). Berdasarkan penelitian JAS tersebut, proporsi sampel JAS yang memenuhi persyaratan adalah sebesar 50.57% dan sebanyak 49.43% sampel JAS tidak memenuhi persyaratan terhadap satu atau lebih dari beberapa parameter yang diuji (Gambar 1). Sedangkan untuk uraian dari sampel yang termasuk kategori TMS (Gambar 1) dapat dilihat pada (Gambar 2) dan (Gambar 3).
5 Gambar I.1 - Proporsi sampel JAS tahun 2006 berdasarkan pemenuhan kriteria uji (BPOM RI, 2007) Untuk kategori minuman, pada umumnya hasil dari pengujian terhadap pangan jajanan terhadap bahan pengawet (benzoat) tidak melebihi batas (kurang dari 1%). Untuk minuman sirup dan es yang masing-masing memiliki persentase sebanyak 20%, 7%, dan 13% disebabkan oleh penambahan rhodimin B. Sedangkan pengujian terhadap penggunaan siklamat terbukti melebihi batas maksimum, pada es lebih tinggi dibandingkan penggunaan siklamat yang terdapat pada minuman merah seperti sirup, jeli, dan agar-agar yaitu lebih dari 50% (Gambar 2).
6 (210 sampel per parameter) (582 sampel per parameter) (277 sampel per parameter) Gambar I.2 - Persentase sampel minuman merah, sirup, jeli dan es yang TMS terhadap parameter rhodamin B, sakarin, siklamat, dan cemaran mikroba (BPOM RI, 2007) Pada kategori makanan, untuk ketiga makanan yang diuji yaitu mie, bakso, dan kudapan menunjukkan hasil 39% sampel tidak memenuhi syarat untuk mutu mikrobiologinya. Untuk pengujian terhadap formalin dan borkas menunjukkan kurang dari 6% terdapat pada sampel mie dan 3% penggunaan formalin serta 8% penggunaan borkas terdapat pada sampel bakso (Gambar 3). Berdasarkan hasil pengujian terhadap keenam jenis pangan jajanan yang termasuk kedalam kategori TMS dapat disimpulkan bahwa cemaran mikroba merupakan parameter pengujian
7 yang paling tinggi dibandingkan dengan parameter lainnya (pemanis, pengawet dan bahan berbahaya lainnya). Gambar I.3 - Persentase sampel mie, bakso, dan kudapan yang TMS terhadap parameter formalin, borkas, dan cemaran mikroba (BPOM RI, 2007) Masih banyak beredarnya pangan jajanan yang tidak sehat tersebut mengindikasikan praktek higienitas dan sanitasi pengolahan pangan dari penjual pangan jajanan tergolong rendah ditambah dengan kurangnya pengetahuan bagi para murid untuk membedakan antara jenis makanan yang berbahaya bagi kesehatan dan yang tidak. Umumnya anak-anak lebih memilih untuk mengkonsumsi makanan yang mereka sukai walaupun tanpa mereka sadari makanan yang dikonsumsi mengandung zat-zat berbahaya. Hal ini tentu saja membuat para orang tua menjadi khawatir, dan
8 mereka seringkali memberi anak mereka bekal makanan untuk di sekolah. Namun dengan cara tersebut tentu tidak menutup kemungkinan bagi anak-anak untuk tetap membeli jajanan di sekolah. Pada akhirnya, untuk menangani permasalahan pengawasan pangan jajanan anak sekolah perlu melibatkan berbagai pihak terkait, seperti pemerintah, guru, orang tua, siswa, dan penjual pangan. Kesadaran dan keterlibatan berbagai pihak tersebut dalam meningkatkan keamanan pangan jajanan harus diupayakan secara terus menerus dan terpadu agar hasil yang dicapai dapat maksimal. 1.2 Ide Bisnis Melihat kondisi pangan jajanan sekolah yang masih memprihatinkan tersebut memunculkan ide bagi kami untuk membuat sebuah bisnis kantin khusus yang bekerjasama dengan sekolah-sekolah disekitar area kota Jakarta. Konsep yang akan digunakan pada model bisnis ini adalah sehat, higienis, modern dan menyenangkan. Inovasi dan diferensiasi dari ide bisnis ini terhadap kompetitor lain adalah terletak pada produk serta jasa yang diberikan. Makanan dan jajanan yang akan disajikan adalah makanan yang terbuat dari bahan berkualitas. Kantin ini juga akan bekerjasama dengan ahli gizi untuk merekomendasikan dan menyusun menu makanan sehat dan seimbang agar kesehatan dan kesejahteraan gizi para murid dapat tercapai, selain itu penyajian makanan juga akan dibuat unik dan menarik untuk
9 meningkatkan minat konsumen dalam mengkonsumsi makanan yang sehat dan bergizi. Jika dilihat dari sisi konsumen, value-added yang akan didapatkan adalah makanan serta jajanan yang lebih sehat dan bergizi, keseimbangan gizi yang dibutuhkan oleh tubuh mereka juga dapat tercapai karena menu makanan yang diberikan adalah hasil dari rekomendasi ahli gizi. Pada pihak lain, bagi sekolahsekolah yang bekerjasama dengan kantin ini, orang tua murid tidak perlu khawatir terhadap makanan dan jajanan yang dikonsumsi oleh anaknya saat mereka berada disekolah. Dilihat dari sisi lain, dengan adanya model bisnis ini, dapat membantu mensukseskan program pemerintah dalam mengatasi masalah kesehatan. 1.3 Ruang Lingkup Pada dasarnya bidang usaha makanan (salah satunya seperti kantin) memiliki prospek yang baik untuk jangka panjang dikarenakan makanan merupakan kebutuhan dasar manusia yang selalu dikonsumsi setiap hari. Outlet dari kantin kami hanya tersedia pada sekolah-sekolah negeri dan swasta SD, SMP, dan SMA bertaraf menengah keatas. Untuk jangkauan area, sekolah yang di tetapkan yaitu sekolah-sekolah negeri dan swasta yang terletak di daerah Jakarta Selatan. Pemilihan ini didasarkan karena banyaknya sekolah bertaraf menengah ke atas di kedua wilayah tersebut, dan tentunya siswa-siswanya juga
10 memiliki tingkat daya beli yang lebih tinggi dibandingkan dengan sekolah di wilayah lain. 1.4 Tujuan Tujuan dari penyusunan rencana bisnis ini adalah: 1. Menciptakan model bisnis dengan pertimbangan-pertimbangan baik dari faktor internal maupun eksternal, untuk memenangkan persaingan di masa mendatang serta mengembangkan usaha dalam horison investasi jangka panjang. 2. Menciptakan pola dan menu makanan sehat dan seimbang yang sesuai untuk dikonsumsi oleh para konsumen sesuai kebutuhan gizi yang diperlukan oleh mereka. 3. Mengetahui lebih detail jenis-jenis dan kualitas pangan jajanan yang beredar di beberapa sekolah di Jakarta Selatan. 4. Mengetahui seberapa jauh pengetahuan dan pendapat para orang tua murid yang berada di wilayah Jakarta Selatan, tentang manfaat dari makanan sehat dan bergizi serta dampak negatif yang ditimbulkan dari makanan yang mengandung zat berbahaya. 1.5 Manfaat Manfaat yang didapat dari model bisnis ini adalah: 1. Menciptakan peluang usaha baru dan lapangan kerja di bidang kuliner.
11 2. Membantu meningkatkan asupan gizi bagi anak-anak di sekolah. 3. Sebagai bahan referensi dalam memilih menu makanan yang sehat dan mengandung kandungan gizi yang cukup bagi tubuh.