TAHAP TAHAP PERKEMBANGAN TAWON KEMIT (Ropalidia fasciata) YANG MELIBATKAN ULAT GRAYAK (Spodopteraa exigua)

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut:

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Persiapan tanaman uji, tanaman G. pictum (kiri) dan tanaman A. gangetica (kanan)

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA. Serangga Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera : Scolytidae). Penggerek buah kopi (PBKo, Hypothenemus hampei) merupakan serangga

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae)

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo sacchariphagus Bojer (Lepidoptera: Crambidae) diletakkan secara berkelompok dalam 2-3 baris (Gambar 1). Bentuk telur jorong

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus

TINJAUAN PUSTAKA Serangga predator Bioekologi Menochilus sexmaculatus

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo saccharipaghus Bojer (Lepidoptera: Pyralidae) mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam sebelum

Parasitoid Larva dan Pupa Tetrastichus brontispae

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi dan siklus hiduptrichogramma spp. (Hymenoptera : Famili Trichogrammatidae merupakan parasitoid telur yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. berkelompok (Gambar 1). Kebanyakan telur ditemukan di bawah permukaan daun,

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang

TINJAUAN PUSTAKA. antara telur dan tertutup dengan selaput. Telur mempunyai ukuran

Uji Parasitasi Tetrastichus brontispae terhadap Pupa Brontispae Di Laboratorium

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama

METODE PENELITIAN. Penelitian evaluasi ketahanan beberapa aksesi bunga matahari (Halianthus

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae)

BAHAN DAN METODA. Ketinggian kebun Bah Birung Ulu berkisar m dpl pada bulan

Manfaat NPV Mengendalikan Ulat Grayak (Spodoptera litura F.)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Bojer. (Lepidoptera: Crambidae) Imago betina meletakkan telur secara berkelompok pada dua baris secara

TINJAUAN PUSTAKA. (Ostrinia furnacalis) diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan

TINJAUAN PUSTAKA. Berbentuk oval sampai bulat, pada permukaan atasnya agak datar. Jumlah telur

BAHAN DAN METODE. Faktor II (lama penyinaran) : T 0 = 15 menit T 1 = 25 menit T 2 = 35 menit

TINJAUAN PUSTAKA. bawah, biasanya pada pelepah daun ke Satu tumpukan telur terdiri dari

TINJAUAN PUSTAKA. enam instar dan berlangsung selama hari (Prayogo et al., 2005). Gambar 1 : telur Spodoptera litura

BAB III METODE PENELITIAN. kerusakan daun oleh serangan ulat grayak (S. litura F.) dan penelitian eksperimen

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan kerugian pada tanaman hortikultura, baik yang dibudidayakan

TINJAUAN PUSTAKA. Parasitoid

BAB III METODE PENELITIAN. (BALITTAS) Karangploso Malang pada bulan Maret sampai Mei 2014.

EVALUASI TINGKAT PARASITISASI PARASITOID TELUR DAN LARVA TERHADAP PLUTELLA XYLOSTELLA L. (LEPIDOPTERA: YPONOMEUTIDAE) PADA TANAMAN KUBIS-KUBISAN

Gambar 1. Drosophila melanogaster. Tabel 1. Klasifikasi Drosophila

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus hidup S. litura berkisar antara hari (lama stadium telur 2 4

BAB I PENDAHULUAN. ulat grayak merupakan hama penting pada tanaman tembakau (Nicotiana tabacum

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. anthesis (mekar) seperti bunga betina. Tiap tandan bunga memiliki

I. TINJAUAN PUSTAKA. Setothosea asigna, Setora nitens, Setothosea bisura, Darna diducta, dan, Darna

ACARA I PENGGUNAAN LALAT Drosophila SEBAGAI ORGANISME PERCOBAAN GENETIKA

PEMANFAATAN PARASITOID Tetrastichus schoenobii Ferr. (Eulopidae, Hymenoptera) DALAM PENGENDALIAN PENGGEREK BATANG PADA TANAMAN PADI

TINJAUAN PUSTAKA. family : Tephritidae, genus : Bactrocera, spesies : Bactrocera sp.

III. BAHAN DAN METODE. Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ulat kantong Mahasena Corbetti :

BAB I PENDAHULUAN. Aturan karantina di negara-negara tujuan ekspor komoditi buah-buahan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), adapun sistematika dari hama ini adalah

TINJAUAN PUSTAKA. kerusakan daun kelapa sawit. Namun demikian, penggunaan insektisida kimia

BAB IV. Selama proses habituasi dan domestikasi Attacus atlas (F1-F2) dengan pemberian dua

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Metode Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Pemberian Pakan beberapa Aksesi Daun Bunga Matahari. terhadap Mortalitas Ulat Grayak (Spodoptera litura F.

PENYEBAB LUBANG HITAM BUAH KOPI. Oleh : Ayu Endah Anugrahini, SP BBPPTP Surabaya

KEANEKARAGAMAN SERANGGA PARASITOID UNTUK PENGENDALIAN HAMA PADA TANAMAN KEHUTANAN

TINJAUAN PUSTAKA Ulat Sutra ( Bombyx mori L. Ras Ulat Sutera

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan September 2012

TINJAUAN PUSTAKA A. Parasitoid Brachymeria sp.

BAB I PENDAHULUAN. tanaman sayuran, kacang-kacangan, tomat, jagung dan tembakau. Helicoverpa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian Perbanyakan B. tabaci dan M. persicae

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan

Hama penghisap daun Aphis craccivora

SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 11. BAGIAN TUBUH TUMBUHAN/HEWAN DAN FUNGSINYA SERTA DAUR HIDUP HEWAN Latihan soal 11.3

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Jurusan Proteksi Tanaman

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Sebaran Jumlah Telur S. manilae Per Larva Inang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH PERBEDAAN TANAMAN INANG TERHADAP PRODUKTIVITAS DAN DAYA TETAS TELUR Spodoptera litura Fabricius SKRIPSI

II. TINJAUAN PUSTAKA. pada 8000 SM yaitu ke Pulau Solomon, Hebrida Baru dan Kaledonia Baru.

TINJAUAN PUSTAKA. Thrips termasuk ke dalam ordo Thysanoptera yang memiliki ciri khusus, yaitu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Symphylid memiliki bentuk yang menyerupai kelabang, namun lebih kecil,

PENGARUH USIA, LUAS PERMUKAAN, DAN BIOMASSA DAUN PADA TIGA VARIETAS KEDELAI

BAB I PENDAHULUAN. hama. Pertanian jenis sayuran kol, kubis, sawi dan sebagainya, salah satu

AGROTEKNOLOGI TANAMAN LEGUM (AGR62) TEKNOLOGI PENGELOLAAN JASAD PENGGANGGU DALAM BUDIDAYA KEDELAI (LANJUTAN)

HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Daur Hidup Hewan Di Lingkungan Sekitar. 4. Memahami daur hidup berbagai jenis mahluk hidup

PENDAHULUAN. Eli Korlina PENDEKATAN PHT

Gambar 1. Gejala serangan penggerek batang padi pada stadium vegetatif (sundep)

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae)

Transkripsi:

TAHAP TAHAP PERKEMBANGAN TAWON KEMIT (Ropalidia fasciata) YANG MELIBATKAN ULAT GRAYAK (Spodopteraa exigua) SKRIPSI Diajukan Untuk Penulisan Skripsi Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Sarjana Pendidikan (S-1) Program Studi Pendidikan Biologi Pada Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan UNIVERSITAS NUSANTARA PGRI KEDIRI Oleh: EVI DYAH PUSPADINI NPM. 11.1.01.06.0032 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NUSANTARA PGRI KEDIRI 2016 1

2

3

TAHAP TAHAP PERKEMBANGAN TAWON KEMIT (Ropalidia fasciata) YANG MELIBATKAN ULAT GRAYAK (Spodoptera exigua) Evi Dyah Puspadini 11.1.011.06.0032 FKIP Biologi Evi13Biologi@gmail.com Dra. Budhi Utami, M.Pd dan Dr. Sulistiono, M.Si UNIVERSITAS NUSANTARA PGRI KEDIRI ABSTRAK Tawon kemit Ropalidia fasciata merupakan serangga, akan tetapi memiliki siklus reproduksi yang berbeda dari serangga pada umumnya. Perilaku tawon kemit juga berbeda dari serangga pada umumnya yaitu mengumpulkan ulat-ulat seperti ulat grayak Spodoptera exigua yang banyak menyerang tanaman pertanian. Berkaitan dengan hal tersebut memungkinkan tawon kemit Spodoptera exigua tergolong kedalam parasitoid. Sejauh ini penelitian mengenai parasitoid jarang dilakukan, sehingga banyak serangga yang termasuk parasitoid tidak digolongkan kedalam parasitoid. Penelitian mengenai parasitoid selalu menekankan pada kapasitas dan pola persebaran parasitoid saja sedangkan penelitian mengenai siklus reproduksi atau tahap-tahap reproduksi, jenis inang yang sesuai untuk parasitoid belum pernah dilakukan. Padahal hal tersebut merupakan dasar dalam menggolongkan suatu serangga masuk kedalam kelompok parasitoid. Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan penelitian mengenai Tahap-tahap perkembangan tawon kemit yang melibatkan ulat grayak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ulat grayak Spodoptera exigua terlibat dalam tahap-tahap perkembangan tawon kemi Ropalidia fasciata. Penelitiann ini juga merupakan dasar penentuan jenis suatu serangga yang tergolong parasitoid, mengetahui jenis dan tipe inang yang sesuai untuk parasitoid kemudian dengan dasar tersebut juga dapat mengetahui kapasitas dan persebaran yang sesuai untuk melestarikan tawon kemit sebagai pengendali hayati. Pengamatan dilakukan dengan memelihara 2 tawon kemit dalam suatu toples sebagai tahap pra perkawinan dan di infeksikan pada ulat grayak kemudian mengidentifikasi secara langsung dan menyusun hasil pengamatan dalam bentuk gambar yang disertaii keterangan. Hasil pengamatan didapatkan bahwa ulat grayak terlibat dalam tahap-tahap perkembangan tawon kemit Ropalidia fasciata meliputi stadium telur, larva instar 1 sampai larva instar 4, pupa dan imago. Stadium telur sampai larva instar 1 berlangsung di dalam larva ulat grayak, sedangkan larva instar 2, 3, 4, pupa sampai imago berlangsung di luar tubuh ulat grayak. Berdasarkan hal tersebut Ulat grayak merupakan jenis inang terparasit tawon kemit dan dijadikan sebagai media perkembangbiakan tawon kemit serta tawon kemit terbukti tergolongg sebagai parasitoid. Kata Kunci Tahap-tahap Perkembangan, Tawon kemit, Ulat grayak 4

I. Latar Belakang Masalah Ulat merupakan hama yang selalu menjadi masalah dalam bidang pertanian, dari sekian banyak ulat ada beberapa ulat yang bersifat polifag. Salah satu ulat yang bersifat polifag adalah ulat grayak Spodoptera exigua, merupakan ulat yang dapat menyerang berbagai macam tanaman terutama tanaman kacang-kacangan, bawang dan cabai. Ulat jenis ini tidak hanya bersifat polifag akan tetapi juga memiliki kapasitas reproduksi yang tinggi serta memiliki waktu penetasan yang cukup cepat, dalam waktu 2-5 hari menetas kurang lebih 2000-3000 butir telur. Hal tersebut pasti akan sangat meresahkan para petani, untuk menekan hal tersebut dibutuhkan pengendali hayati berupa parasitoid karena parasitoid dapat dijadikan penggunaan sebagai agen hayati yang selektif, resistensi serangga lebih sedikit juga tidak berbahaya bagi manusia. Berdasarkan beberapa penelitian terdapat beberapa serangga terutama serangga dari ordo Hymenoptera yang berfungsi sebagai agen pengendali hayati sebagai penyeimbang ekosistem serta dapat menekan permasalahan di bidang pertanian terutama dalam masalah menekan kapasitas reproduksi hama ulat. Serangga dari ordo Hymenoptera dalam bereproduksi membutuhkan inang sebagai tempat penetasan telur dan akan mengalami penurunan kapasitas reproduksi jika tidak mendapatkan inang yang tepat. Setiap jenis dari serangga tersebut memiliki inang khusus dalam menetaskan telur, karena tidak semua inang dapat dijadikan sebagai inang. Informasi mengenai bioekologi parasitoid masih tergolong sedikit, bukan hanya informasi parasitoid akan tetapi juga informasi mengenai jenis-jenis masih tergolong sedikit sehingga banyak sekali serangga yang seharusnya masuk dalam kelompok parasitoid golongan tersebut bioekologi tidak tersebut. Sebenarnya hal perlu serangga yang tergolong parasitoid dalam bereproduksi, hal tersebut dapat digunakan sebagai penunjuk dalam serangga yang masuk dalam parasitoid. Informasi mengenai bioekologi parasitoid selama ini hanya ditekankan pada jenis inang, tipe parasitoid dan tingkat parasitisasi parasitoid, padahal informasi menegenai tahap-tahap perkembangan parasitoid dalam menetaskan telur yang melibatkan inang perlu dikaji sehingga nantinya membedakan dapat antara serangga yang tergolong parasitoid dan yang bukan parasitoid. mengenai bioekologi dimasukan dikaji dalam mengenai karena pengelompokan tahu dan dapat metmorfosis Ordo Hymenoptera merupakan ordo yang terkenal penting dalam mengendalikan ekosistem karena banyak 2

jenis dari ordo Hymenoptera yang dapat dijadikan agen pengendali hayati, salah satu serangga yang dapat dijadikan agen pengendali hayati adalah tawon kemit Ropalidia fasciata, serangga jenis ini dalam bereproduksi membutuhkan inang untuk menetaskan telurnya sehingga tawon Ropalidia fasciata ini digolongkan ke dalam kelompok serangga parasitoid khususnya ordo Hymenoptera. Hingga saat ini penggolongan tawon kemit Ropalidia fasciata ke dalam serangga parasiotid masih belum ada bukti pendukung yang valid, masih belum ada penelitian yang menyatakan tawon kemit ini sebagai serangga yang tergolong parasitoid. Bukti pendukung bahwa tawon kemit merupakan parasitoid karena tawon kemit bermanfaat bagi ekosistem karena kebiasaannya memburu ulat-ulat yang berada di area pertanian khusunya ulat jenis ulat grayak Spodoptera exigua. Hal yang perlu dikaji adalah bioekologi tawon kemit tepatnya dari dasar terlebih dahulu yaitu tahap-tahap perkembangan tawon kemit yang melibatkan ulat Spodoptera exigua. Hasil penelitian diharapkan dapat diketahui apakah serangga tawon kemit ini dapat digolongkan ke dalam parasioid atau bukan, juga akan didapatkan bukti pendukung yang valid karena ada bukti secara jelas dari mulai awal tahap sampai akhir tahap yang menentukan penggolongan serangga ke dalam parasitoid atau bukan parasitoid sekaligus juga dapat diketahui jenis inang dari tawon kemit serta tipe parasitoid tawon kemit dengan melakukan penelitian ini sehingga dapat mengatasi beberapa permasalahan yang telah dipaparkan di atas. II. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah berjenis diskriptif eksploratif yaitu memaparkan data yang diperoleh kemudian mengeksplorasi data untuk dipetakan sesuai dengan kerangka berfikir penelitian. B. Objek Penelitian Objek penelitian ini tawon kemit Ropalidia fasciata dan ulat Spodoptera exigua pada sawah di Desa Tiripan Kecamatan Berbek, Kabupaten Nganjuk. C. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian tahapan. melakukan ini dilakukan dua Tahapan pertama observasi yang dilaksanakan di wilayah Kecamatan Berbek, Kabupaten Nganjuk dan tahapan kedua pengamatan dilaksanakan di Laboratorium 3

Zoology, Program Studi Biologi. 2. Waktu Penelitian Waktu penelitiann rencananya dilaksanakan 3 bulan, 4 minggu digunakan untuk observasi lapangan yang dilaksanakan November 2014 dan digunakan untuk pada bulan 2 bulan lagi pengamatan penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2014 - Januari 2015. D. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Alat : Toples plastik dan tutup, Tabung reaksi, Kaca pembesar, Mikroskop, Kaca benda dan Kaca penutup, Penjepit, Alat tulis. 2. Bahan : Kapas, Madu, Aquadest, Alkohol, Ulat grayak Spodoptera exigua instar 1-5, Tawon kemit Ropalidia fasciata E. Prosedur Pengumpulan Data Prosedur pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik pengukuran dengan alat pengumpulan data berupa hasil observasi dan metode dokumentasi. Tahapan - tahapan kegiatan ini dilakukan yaitu : 1. Melakukan observasi lapangan guna mengetahui persebaran tawon kemit Ropalidia fasciata dalam pencarian inang. 2. Kemudian melakukan pengumpulan larva tawon kemit Ropalidia fasciata dan pengumpulan ulat Spodoptera exigua instar 1-5 yang ditemukan di lapangan saat melakukan observasi.selanjutnya membawa larva tawon kemit Ropalidia fasciata dan ulat Spodoptera exigua instar 1-5 yang ditemukan di lapangan saat melakukan observasi ke dalam laboratorium untuk dilakukan percobaan Laboratorium Zoology, Program Studi Biologi Universitas Nusantara PGRI kediri. 3. Selanjutnya disiapkan 3 toples yang akan digunakan untuk memelihara sampel. Kalau pada penelitian sebelumnya dilakukan pemeliharaan ulat yang sudah terparasit oleh parasitoid yang diperoleh di lapangan, pada penelitian ini prosesnya sedikit berbeda agar data yang diperoleh lebih valid yaitu dengan parasitoid dipelihara memelihara sepasang tawon kemit yang di laboratorium dimasukan dalam toples bertutup selama 2 hari dan diberi pakan madu. 4. Setelah dipelihara selama 2 hari sepasang parasitoid tersebut dibiarkan sampai terjadinya kopulasi, setelah terjadi kopulasi, 4

setiap imago betina di infestasikan pada 5 ekor larvaa Spodoptera exigua dari instar 1-5, selama 1 hari. 5. Selanjutnya imago parasitoid dikeluarkan dari toplest dan larva Spodoptera exigua (Hubner).dari instar 1-5 tetap dipelihara di dalam toplest dengan pemberian madu sebagai makanan sampai terbentuk pupa. 6. Selanjutnya terus dilakukan pengamatan lebih intensif dalam arti setiap menit dicatat dan didokumentasikan perubahan yang terjadi pada setiap tingkatan pupa Spodoptera exigua yang kemungkinan dari 5 instar tersebut telah terparasit semua, sampai pupa tersebut berubah menjadi imago tawon kemit. 7. Setelah itu dapat dilihat dan dapat diketahui tingkatan instar ulat Spodoptera exigua yang digunakan tawon kemit Ropalidia fasciata dalam bereproduksi, serta dapat didokumentasikan hasil pengamatan tersebut. 8. Setelah mengetahui tingkatan instar ulat grayak Spodoptera exigua yang digunakan tawon kemit Ropalidia fasciata dalam bereproduksi, selanjutnya dilakukan pengamatan terus sampai ulat yang sudah terparasit telur dari tawon kemit berkembang menjadi larva. 9. Setelah mengamati larva ulat yang sudah terparasit menjadi larva tawon kemit dalam bentuk lundi belatung di dokumentasikan dan dicatat waktu yang diperlukan dalam proses perkembangan tersebut. 10. Selanjutnya terus dilakukan pengamatan sampai larva tawon kemit dapat berkembang menjadi kepompong dan sampai tumbuh berkembang menjadi imago tawon Ropalidia fasciata. F. Teknik Analisis Data Teknik dalam menganalisis data, menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif. Data yang diperoleh berupa data dokumentasi, observasi, dan hasil percobaan serta kajian pustaka. Hasil observasi dan percobaan melakukan pengamatan dianalisis secara deskriptif. Hal tersebut digunakan untuk mengetahui tingkatan instar ulat Spodoptera exigua yang digunakan untuk reproduksi tawon kemit Ropalidia fasciata. Selain itu juga menampilkan hasil dokumentasi berupa foto-foto untuk melengkapi hasil penelitian serta mengkaji dari berbagai literatur untuk menjadikan penelitian ini menjadi lebih valid. 5

G. Jadwal Penelitian Tabel Rencana Waktu Penelitian Tahun 2014 Bulan Jenis kegiatan Feb Maret April 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1. Perencanaan 2. Persiapan penlitian 3. Pelaksanaan observasi a. Observasi ke-1 b. Observasi ke-2 4. Pengamatan reproduksi 5. Penyusunan Hasil 6. Pelaporan Hasil Laporan III. HASIL DAN KESIMPULAN A. Tahap-Tahap Perkembangan Tawon Kemit Ropalidia fasciata 1. Pembuatan Rumah untuk Calon Inang Terparasit Tawon kemit Ropalidia fasciata memiliki kebiasaan membuat rumah terlebih dahulu untuk calon inang terparasit sebelum melakukan perkawinan. Rumah untuk inang terparasit dibuat menggunakan gumpalan tanah yang dibuat dan di basahi dengan air liurnya. A C Gambar 4.1. Proses pembuatan sarang di sisi luar (A dan B), dan pembuatan di sisi dalam, tubuh tawon kemit sudah berada di dalam sarang (C dan D). Rumah tawon kemit berbentuk lonjong memanjang bertujuan untuk menyesuaikan bentuk inang terparasit berupa ulat grayak yang berbentuk memanjang. Inang terparasit akan dimasukkan ke dalam rumah tersebut ketika tawon kemit sudah melakukan perkawinan, selanjutnya tawon kemit menginfestasikan telur ke dalam inang yang telah dimasukkan ke dalam rumah. 2. Pra Perkawinan Sepasang Tawon Kemit B B D Perlakuan pra-perkawinan diletakkan 6

1 sepasang Tawon Kemit selama 2 hari didalam toples untuk memacu perkawinan. Setelah perkawinan induk Tawon Kemit Ropalidia fasciata dimasukkan kedalam rumah yg telah di isi larva ulat grayak Spodoptera exigua untuk memberi kesempatan induk betina tawon kemit menginjeksikan telurnya ke dalam ulat grayak (sebagai inang). A B 1 1 2 Gambar 4.2. Penyiapan perkawinan. A. Individu Betina (1) dan Jantan (2), B. Toples untuk proses perkawinan. 3. Penyiapan Inang di dalam Rumah Tawon Kemit Persiapan rumah inang didasarkan pada stadium larva instar ulat grayak (Spodoptera exigua). Diameter badan ulat grayak tepat sama dengan diameter rumah, sehingga 1 rumah hanya cukup untuk 1 ekor ulat grayak. Umur ulat grayak yang paling banyak digunakan sebagai inang adalah instar 2 berumur 4 hari dan instar 3 berumur 7 hari. A B Gambar. 4.3. Penyiapan inang (Ulat Grayak Spodoptera exigua) oleh tawon kemit, di dalam sarang (A) dan di keluarkan dari sarang (B). 4. Penginfeksian Telur Tawon Kemit ke dalam Inang Proses penginfeksian telur tawon kemit ke dalam inang, dilakukan setelah induk Tawon Kemit Ropalidia fasciata dimasukan ke dalam rumah yang telah diisi larva ulat grayak Spodoptera exigua. Induk betina tawon kemit menginjeksikan telurnya menggunakan ovipositor ke dalam ulat grayak (sebagai inang). Pada satu inang diinjeksikan satu telur sehingga di dalam inang hanya ada satu telur yang berkembang. Inang yang telah diinfeksi oleh tawon kemit akan tetap hidup sampai telur tawon kemit menetas menjadi larva instar 1. 5. Perkembangan Larva Tawon Kemit Perkembangan larva tawon kemit setelah peletakan telur tawon ke dalam tubuh inang, memiliki ciri-ciri yang berbeda dalam setiap perkembangannya: a. Stadium Telur Stadium telur akan berlangsung di tubuh inang sampai 3 hari, telur tawon kemit yang berada di dalam tubuh inang tidak dapat terlihat karena berwarna bening menyerupai sitoplasma inang. Stadium telur 7

berlangsung 3 hari kemudian menetas menjadi larva instar 1 (di dalam tubuh inang). Tubuh inang mengalami perubahan selama stadium telur berlangsung. b. Stadium larva instar 1 Perkembangan larva instar 1 setelah menetas tetap berada di dalam tubuh inang dan memakan tubuh inang sampai inang mati. Larva instar 1 memiliki ciri-ciri berwarna kuning kecil seperti bentuk ulat, tidak bergerak, berkembang di dalam tubuh inang sampai 3-4 hari. c. Stadium larva instar 2 Perkembangan larva instar 2 sudah terlepas dari tubuh inang, biasanya tubuh inang (ulat grayak) menunjukkan warna a kehitaman mengering, sedangkan larva instar 2 berwarna kuning cerah dan berukuran lebih besar dari larva instar 1, berbentuk pendek lonjong. d. Stadium larva instar 3 Perkembangan larva instar 3 memiki ciri-ciri berbentuk pendek lonjong dengan ukuran yang jauh lebih besar dari instar ke 2, bagian kulit luarnya tampak garis-garis yang menunjukan adanya penarikan kulit semakin membesar. e. Stadium larva instar 4 Perkembangan larva instar 4 memiliki ciri bentuk tubuh pendek lonjong dengan ukuran sama dengan instar 3 akan tetapi memiliki warna yang sedikit berbeda dengan larva instar sebelumnya. Larva instar ke 4 berwarna kuning kehitam-hitaman dan menunjukkan adanya pergerakan dari tubuhnya, lebih lunak apabila disentuh. f. Stadium pupa Perkembangan stadium pupa, pada hari pertama awal terbentuknya pupa tidak mengeras seperti selubung kapas, sangat rentan rusak apabila tersentuh. Pada hari ke 2 terbentuknya pupa, lapisan pupa masih seperti hari pertama akan tetapi lapisan semakin tebal seperti lapisan lilin. Pada hari ke 3, seluruh bagian pupa sudah terlapisi lilin, pupa lebih keras dan apabila disentuh terjadi pergerakan dari dalam pupa. Akan tetapi pada hari berikutnya yakni hari ke 4 pupa tidak terjadi pergerakan ketika disentuh dan hari ke 5, sama sekali tidak menunjukkan ada pergerakan, pada bagian dalam pupa tampak ada dua garis hitam. Garis hitam tersebut merupakan calon sayap dari imago tawon kemit. g. Stadium imago Stadium imago merupakan peningkatan fase dari stadium pupa. Tampak tubuh imago tawon kemit lengkap dari bagian thorak, mesothorak, abdomen. Pada hari 8

pertama munculnya imago tawon kemit seluruh bagian tubuhnya tampak masih belum siap untuk terbang, masih belum ada pergerakan, pada bagian kaki dan sayap masih terlihat lemas dan belum tampak adanya antena. Pada hari ke 2 tawon kemit mulai mampu melakukan pergerakan, sayap juga tampak sudah dapat digerakan, akan tetapi masih belum bisa digunakan untuk terbang, dan bagian tubuh yang terbentuk belum matang sempurna, sedangkan pada hari ke 3 hanya terjadi perubahan sedikit pada bagian sayap sudah tampak jelas berwarna putih kehitaman. Pada hari ke 4 seluruh tubuh tawon kemit tampak jelas dan matang sempurna. Pada hari ke 4 inilah tawon kemit sudah dapat menggunakan sayapnya untuk terbang. h. Tahap-Tahap Tawon Kemit A Perkembangan B C D E F Gambar 4.4. Tahap-tahatawon kemit. Instar 1 perkembangan berlangsung di dalam tubuh larva ulat grayak (A), sedangkan larva instar 2, instar 3, instar 4, pupa dan imago berlangsung di luar larva ulat grayak (B F). B. Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap tahap-tahap perkembangan tawon kemit Ropalidia fasciata yang melibatkan ulat grayak Spodoptera exigua meliputi stadium telur, larva instar 1 sampai larva instar 4, pupa dan imago. Stadium telur sampai larva instar 1 berlangsung di dalam larva ulat grayak, sedangkan larva instar 2, 3, 4, pupa sampai imago berlangsung di luar tubuh ulat grayak. 9