KAJIAN ADSORPSI ZAT PENGATUR TUMBUH NAPHTHALENE ACETIC ACID (NAA) TERHADAP BENTONIT ALAM

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya.

Molekul, Vol. 9. No. 1. Mei, 2014: KAJIAN ADSORPSI HORMON PENGATUR TUMBUH ASAM GIBERELIN DENGAN MENGGUNAKAN BENTONIT ALAM

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Panjang Gelombang Maksimum (λ maks) Larutan Direct Red Teknis

BAB III METODE PENELITIAN

Kajian adsorpsi linear alkyl benzene sulphonate (Miftah Rifai dan Irwan Nugraha)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Uji Fotodegradasi Senyawa Biru Metilena

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol

PURIFIKASI DAN KARAKTERISASI KAOLIN ALAM ASAL TATAKAN, TAPIN, KALIMANTAN SELATAN

4 Hasil dan Pembahasan

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara Keseluruhan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam penelitian ini digunakan TiO2 yang berderajat teknis sebagai katalis.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Metode Penelitian Pembuatan zeolit dari abu terbang batu bara (Musyoka et a l 2009).

Karakterisasi Kaolin Lokal Kalimantan Selatan Hasil Kalsinasi

BAB 3 METODE PENELITIAN. Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Indicator Universal

HASIL DAN PEMBAHASAN y = x R 2 = Absorban

HASIL DAN PEMBAHASAN. Adsorpsi Zat Warna

Bab IV Hasil dan Pembahasan

HASIL DAN PEMBAHASAN. kedua, dan 14 jam untuk Erlenmeyer ketiga. Setelah itu larutan disaring kembali, dan filtrat dianalisis kadar kromium(vi)-nya.

MODIFIKASI DAN KARAKTERISASI BENTONIT ALAM JAMBI YANG DIINTERKALASI ALANIN, SERTA APLIKASINYA SEBAGAI ADSORPSI LOGAM CADMIUM DAN TIMBAL

BABrV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging

Disusun Oleh : Shellyta Ratnafuri M BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

METODE. Penentuan kapasitas adsorpsi dan isoterm adsorpsi zat warna

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2015 di Laboratorium

II. METODOLOGI PENELITIAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. karakterisasi luas permukaan fotokatalis menggunakan SAA (Surface Area

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini akan dibahas tentang sintesis katalis Pt/Zr-MMT dan

DAYA ADSORPSI METANIL YELLOW DENGAN MENGGUNAKAN ZEOLIT ALAM TERAKTIVASI HCl

MODIFIKASI LEMPUNG BENTONIT TERAKTIVASI ASAM DENGAN BENZALKONIUM KLORIDA SEBAGAI ADSORBEN ZAT WARNA RHODAMINE B.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

KAJIAN ADSORPSI ZAT PENGATUR TUMBUH NAPHTHALENE ACETIC ACID (NAA) TERHADAP BENTONIT ALAM. Skripsi. Untuk memenuhi sebagai persyaratan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Uji Kinerja Adsorben Amino-Bentonit Terhadap Polutan Pestisida Dalam Air Minum ABSTRAK

dapat ditemukan dalam tanah bentonit. Montmorillonit kualitas komersial sering juga dinamakan

FOTODEGRADASI METILEN BIRU MENGGUNAKAN KATALIS TiO 2 -MONTMORILONIT DAN SINAR UV

PENINGKATKAN KUALITAS MINYAK GORENG CURAH MENGGUNAKAN ADSORBEN LEMPUNG DESA GEMA TERAKTIVASI

KARAKTERISASI ADSORBEN KOMPOSIT ALUMINIUM OKSIDA PADA LEMPUNG TERAKTIVASI ASAM. P. Suarya. Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana, Bukit Jimbaran

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Untuk sampel

LAMPIRAN 1 Pola Difraksi Sinar-X Pasir Vulkanik Merapi Sebelum Aktivasi

MODIFIKASI LEMPUNG BENTONIT TERAKTIVASI ASAM SULFAT DENGAN BENZALKONIUM KLORIDA DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI ADSORBEN ZAT WARNA RHODAMINE B SKRIPSI

BAB III METODE PENELITIAN. A. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah senyawa zeolit dari abu sekam padi.

Kajian Fotodegradasi Methyl Orange (Afid Aryanto dan Irwan Nugraha) KAJIAN FOTODEGRADASI METHYL ORANGE DENGAN MENGGUNAKAN KOMPOSIT TiO2-MONTMORILLONIT

KAJIAN ph DAN WAKTU KONTAK OPTIMUM ADSORPSI Cd(II) DAN Zn(II) PADA HUMIN. Study of ph and EquilibriumTime on Cd(II) and Zn(II) Adsorption by Humin

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

MAKALAH PENDAMPING : PARALEL A. PEMANFAATAN SERBUK GERGAJI KAYU SENGON SEBAGAI ADSORBEN ION LOGAM Pb 2+

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

SINTESIS DAN KARAKTER SENYAWA KOMPLEKS Cu(II)-EDTA DAN Cu(II)- C 6 H 8 N 2 O 2 S Dian Nurvika 1, Suhartana 2, Pardoyo 3

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab III Metodologi III.1 Waktu dan Tempat Penelitian III.2. Alat dan Bahan III.2.1. Alat III.2.2 Bahan

Ind. J. Chem. Res, 2015, 3, INTERCALATION OF CLAY BY SURFACTANT AND ITS APPLICATION AS ADSORBENT OF LEAD ION (Pb 2+ )

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SENYAWA KOMPLEKS NIKEL(II) DENGAN LIGAN ETILENDIAMINTETRAASETAT (EDTA)

*ÄÂ ¾½ Á!" ÄÂ Â. Okki Novian / Michael Wongso / Jindrayani Nyoo /

Bab IV. Hasil dan Pembahasan

BAB III METODE PENELITIAN

KAPASITAS ADSORPSI BENTONIT TEKNIS SEBAGAI ADSORBEN ION Cd 2+ CAPACITY OF ADSORPTION TECHNICAL BENTONITE AS ADSORBENT Cd 2+ IONS

Lampiran 1 Pembuatan Larutan Methyl Violet = 5

Kajian Termodinamika Adsorpsi Hibrida Merkapto-Silika dari Abu Sekam Padi Terhadap Ion Co(II)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB III METODE PENELITIAN. penelitian Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas

ADSORPSI PEWARNA METHYLENE BLUE MENGGUNAKAN PASIR VULKANIK GUNUNG MERAPI SKRIPSI

ADSORPSI ZAT WARNA CONGO RED MENGGUNAKAN ZEOLIT ALAM TERAKTIVASI

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian mengenai penggunaan aluminium sebagai sacrificial electrode

LAMPIRAN. Lampiran I Langkah kerja percobaan adsorpsi logam Cadmium (Cd 2+ ) Mempersiapkan lumpur PDAM

AKTIVASI ABU LAYANG BATUBARA DAN APLIKASINYA SEBAGAI ADSORBEN TIMBAL DALAM PENGOLAHAN LIMBAH ELEKTROPLATING

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama 4 bulan yaitu pada bulan Februari hingga Mei

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh waktu aging

BAB III METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

3 Metodologi penelitian

KARAKTERISASI BENTONIT TERPILAR Fe 2 O 3 SEBAGAI ADSORBEN

Lampiran 1 Pembuatan Larutan Methylene Blue

BAB III METODE PENELITIAN. Ide Penelitian. Studi Literatur. Persiapan Alat dan Bahan Penelitian. Pelaksanaan Penelitian.

PENGARUH MASSA BENTONIT TERAKTIVASI H 2 SO 4 TERHADAP DAYA ADSORPSI IODIUM

3. Metodologi Penelitian

Indonesian Journal of Chemical Science

HASIL DAN PEMBAHASAN. Preparasi Adsorben

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN

Deskripsi. SINTESIS SENYAWA Mg/Al HYDROTALCITE-LIKE DARI BRINE WATER UNTUK ADSORPSI LIMBAH CAIR

BAB III METODE PENELITIAN

PENINGKATAN KUALITAS MINYAK DAUN CENGKEH DENGAN METODE ADSORBSI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah cincau hijau. Lokasi penelitian

DAFTAR ISI. HALAMAN PENGESAHAN... i. LEMBAR PERSEMBAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR GAMBAR... viii. DAFTAR TABEL... ix. DAFTAR LAMPIRAN...

ADSORPSI LOGAM Pb DAN Fe DENGAN ZEOLIT ALAM TERAKTIVASI ASAM SULFAT

III. BAHAN DAN METODA 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di laboratorium Kimia Analitik Fakultas matematika dan Ilmu

SINTESIS DAN KARAKTERISASI KATALIS CU/ZEOLIT DENGAN METODE PRESIPITASI

PENGARUH KONSENTRASI NaOH DAN Na 2 CO 3 PADA SINTESIS KATALIS CaOMgO DARI SERBUK KAPUR DAN AKTIVITASNYA PADA TRANSESTERIFIKASI MINYAK KEMIRI SUNAN

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. KATA PENGANTAR... ii. DAFTAR ISI... iv. DAFTAR TABEL... vii. DAFTAR GAMBAR... viii. DAFTAR LAMPIRAN... x

Transkripsi:

J. Kaunia Vol. X No. 2, Oktober 2014/1435: 103-116 ISSN 1829-5266 (print) ISSN 2301-8550 (online) KAJIAN ADSORPSI ZAT PENGATUR TUMBUH NAPHTHALENE ACETIC ACID (NAA) TERHADAP BENTONIT ALAM Nura Lailatussoimah, Pedy Artsanti dan Irwan Nugraha Program Studi Kimia, FST, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta Jl. Marsda Adisucipto Yogyakarta 55281 ABSTRACT The study of adsorption of plant growth regulators naphthalene acetic acid (NAA) by using natural bentonite aims to investigate the purification process of bentonite, determine the parameters that affect the ability of optimum adsorption and adsorption interactions of bentonite to NAA. Bentonite purification process is done by adding 30% H2O2 to oxidize organic compounds in the pores of the bentonite. Adsorption parameters in this study include the influence of the mass of adsorbent, contact time and adsorption capacity of bentonite nature of the NAA. Characteristics conducted in this study include analysis using UV-Vis spectrophotometer, infrared spectrophotometry (FTIR) and X-ray Diffraction (XRD). Bentonite adsorption capacity was determined using the model of Langmuir isotherm and Freundlich isotherm models. This study was showed that the amount of NAA more adsorpted by increase the mass of adsorbent in the adsorption process. The optimum contact time between NAA with natural bentonite is 4 hours on the condition of the masses as much as 0.5 grams of bentonite, ph 4.5 and in room temperature (± 29 o C) with adsorption capacity of 1.502 10-6 mol/g. The optimum adsorption capacity of bentonite to the NAA at 1.712 10-6 mol/g. NAA adsorption isotherms with natural bentonite included in the Freundlich adsorption isotherm which assumes the Van der Waals bonds so that the interaction between NAA with bentonite was physically and heterogeneous on the multilayer surface. Keyword : Adsorption, plant growth regulators, Naphthalene Acetic Acid (NAA), Bentonite PENDAHULUAN Pemanfaatan material pembawa yang dipergunakan sebagai matriks pengimobilisasi dalam bidang pertanian dapat meningkatkan efektifitas zat pengatur tumbuh misalnya asam giberelin sebagai alternatif pengganti pupuk kimia sehingga lebih ramah lingkungan 1. Imobilisasi melalui metode adsorpsi fisika sampai saat ini merupakan metode yang paling murah. Dalam metode ini, gaya interaksi yang terjadi antara material pembawa dan senyawa dapat merupakan ikatan hidrogen, gaya Van Der Waals serta interaksi hidrofobik 2. Auksin terlibat dalam banyak proses fisiologi tanaman seperti menginduksi pemanjangan sel, fototropisme, gravitropisme, dominansi

104 J. Kaunia Vol. X No. 2, Oktober 2014/1435: 103-116 apikal, inisiasi akar, produksi etilen, perkembangan buah, ekspresi seks dan pengendalian gulma 3. IBA (Indole-3- Butyric Acid) dan NAA (Naphthalene Acetic Acid) merupakan dua macam auksin sintesis yang mempengaruhi pengakaran dan digunakan secara komersial untuk menstimulasi pengakaran adventif 4. NAA memiliki sifat yang lebih tahan, lebih stabil, tidak mudah teroksidasi oleh enzim, tidak terdegradasi dan lebih murah 5. Pada teknik adsorpsi, material pembawa yang biasa digunakan sebagai adsorben diantaranya adalah arang aktif, bottom ash, zeolite, maupun mineral lempung. Mineral lempung umumnya ditemukan dalam beberapa kelompok besar, seperti kaolinit, mika, montmorilonit (bentonit), klorit, illit dan vermikulit 5. Kelompok montmorilonit paling banyak menarik perhatian karena montmorilonit memiliki kemampuan untuk mengembang (swelling) bila berada dalam air atau larutan organik serta memiliki kapasitas penukar ion yang tinggi sehingga mampu mengakomodasikan kation dalam antarlapisnya dalam jumlah besar 6. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui interaksi antara bentonit alam dengan zat pengatur tumbuh NAA dan merupakan penelitian awal untuk mengkaji penggunaan bentonit alam sebagai slow release material dalam aplikasi pertanian. METODE PENELITIAN Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Na bentonit dengan merk Driling Mud A3 yang diperoleh dari Semarang, kristal NAA (Naphthalene Acetic Acid) (Merk), NaOH (p.a), H2O2 30% (teknis), HCl (teknis), akuabides dan akuades. Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas kimia, magnetic stirrer, kertas ph, kertas saring millipore ukuran 0,4 mikron, ayakan 106 mikron, lumpang dan mortal agat, corong buchner dan pompa vakum, pengaduk listrik,, oven listrik (Heraeus UT 6120), ph meter (Orion 920A), seperangkat alat sentrifuge,. Instrumen analisis yang digunakan antara lain adalah spektrofotometer UV-Vis (Shimadzu 1661), spektrofotometer Fourier Transform Infrared (FTIR) (Shimadzu Prestige-21), dan X-Ray Diffraction (XRD) (Shimadzu 6000).

J. Kaunia Vol. X No. 2, Oktober 2014/1435: 103-116 105 PROSEDUR KERJA Pemurnian Sampel Sebanyak 100 g Na-Bentonit lolos ayakan dengan diameter 106 mikron dimasukkan ke dalam 1000 ml akuades sambil diaduk dengan pengaduk magnet selama kurang lebih 3 jam. Sejumlah ± 700 ml larutan H2O2 30% dimasukkan sedikit demi sedikit ke dalam campuran. Campuran diaduk selama semalam dan didiamkan sehingga bentonit mengendap, lalu bagian atas didekantir. Hasil dekantir ditambahkan kembali akuades dan diaduk selama 1 jam, didiamkan kembali dan kemudian dikeringkan didalam oven pada temperatur 100 0 C hingga kering. Perlakuan tersebut diulang sebanyak 3 kali untuk menghilangkan sisa H2O2. Setelah pengulangan yang ke-3, larutan bagian atas diambil dengan metode sifoning dan kemudian dilakukan sentrifugasi dengan kecepatan 4000 rpm selama 10 menit. Selanjutnya padatan dikeringkan dalam oven pada temperatur 100 0 C selama kurang lebih 4 jam, sehingga diperoleh padatan Na- Bentonit kering. Kemudian padatan Na- Bentonit dianalisis dengan menggunakan FTIR dengan range bilangan gelombang 300-4000 cm-1 dan XRD. Optimasi Adsorpsi NAA dengan Bentonit a. Kajian variasi massa bentonit Kajian variasi massa bentonit dilakukan dengan disiapkannya bentonit dengan variasi massa sebanyak 0,1; 0,2; 0,3; 0,4 dan 0,5 gram yang digunakan untuk mengadsorpsi 25 ml larutan NAA dengan konsentrasi 25 ppm. Selanjutnya, campuran bentonit-naa diaduk dengan menggunakan pengaduk magnet selama waktu 4 jam pada suhu ruang (±29ºC) dan disaring menggunakan kertas saring Millipore dengan ukuran 0,4 mikron. Banyaknya larutan NAA yang tidak teradsorpsi diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang maksimum. b. Kajian Variasi Waktu Kontak Disiapkan sampel bentonit sebanyak masing-masing 0,5 gram digunakan untuk mengadsorpsi 25 ml latutan NAA dengan konsentrasi 25 ppm. Proses adsorpsi dilakukan dengan pengadukan menggunakan pengaduk magnet pada variasi waktu kontak 30; 60; 90; 120; 240; 360; 480; 960 dan 1440 menit. pada suhu ruang (±29ºC) dan disaring menggunakan kertas saring Millipore dengan ukuran 0,4 mikron. Banyaknya larutan NAA yang tidak teradsorpsi diukur absorbansinya

106 J. Kaunia Vol. X No. 2, Oktober 2014/1435: 103-116 menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang maksimum. c. Kajian Kapasitas Adsorpsi Pada Bentonit Terhadap Larutan NAA Kajian kapasitas adsorpsi larutan NAA dilakukan dengan variasi konsentrasi larutan. Dibuat larutan NAA pada konsentrasi 10; 15; 20; 25; 30 dan 35 ppm sebanyak 25 ml, kemudian ditambahkan 0,5 gram bentonit. Selanjutnya diaduk dengan menggunakan pengaduk magnet selama waktu optimum sesuai dengan hasil variasi waktu kontak pada suhu ruang (±29ºC) dan disaring menggunakan kertas saring Millipore dengan ukuran 0,4 mikron. Banyaknya larutan NAA yang tidak teradsorpsi diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang maksimum. Hasil absorbansi dihitung konsentrasinya untuk mengetahui kapasitas adsorpsi bentonit terhadap NAA dan dapat ditentukan isoterm reaksinya. Selanjutnya dilakukan karakterisasi bentonit yang telah dikontakkan dengan NAA menggunakan FTIR dengan range bilangan gelombang 300-4000 cm -1 dan XRD. HASIL DAN PEMBAHASAN Pemurnian sampel Kandungan pada bentonit terdiri dari kuarsa, pirofisit, kaolinit, dengan kandungan utama mineral smektit (montmorilonit) sebanyak 85-95% yang bersifat plastis dan koloidal tinggi. Bentonit dimurnikan dengan cara menambahkan H2O2 30% untuk menghilangkan zat-zat organik yang ditandai tidak adanya gelembung udara yang terbentuk pada bentonit yang telah dilarutkan 7. Metode pemurnian dilakukan dengan metode sedimentasi yang dilanjutkan dengan sifoning yang didasarkan pada hukum Stokes s. Metode siphoning didasarkan pada perbedaan berat jenis dari materialmaterial yang terdapat pada bentonit, dimana material yang memiliki berat jenis yang relatif lebih besar akan mengendap lebih cepat daripada material yang memiliki berat jenis lebih kecil 8. Data spektroskopi FTIR dari sampel bentonit sebelum dan setelah pemurnian memberikan informasi jenis vibrasi gugus fungsional pada lempung dengan mengamati serapan-serapan yang muncul pada daerah bilangan gelombang 4000-400 cm -1. Berdasarkan Gambar 1 dapat dilihat puncak-puncak

J. Kaunia Vol. X No. 2, Oktober 2014/1435: 103-116 107 penting untuk mengidentifikasi gugus fungsional yang terdapat pada bentonit. Bentonit sebelum pemurnian 1041.56 462.92 3626.17 3433.29 918.12 1635.64 1458.18 794.67 2931.80 3626.17 3441.01 2934.09 2337.72 1635.64 1458.18 1381.03 1033.85 918.12 794.67 % Transmitance Bentonit setelah pemurnian 516.92 424.34 4000 3000 2000 1000 Wavenumber (cm-1) Gambar 1. Spektra FTIR Bentonit Alam Sebelum Pemurnian (A) dan Bentonit Setelah Pemurnian (B ) Tabel 1. Puncak Serapan IR Bentonit Alam Sebelum Pemurnian dan Bentonit Alam Setelah Pemurnian Bilangan Gelombang (cm -1 ) Bentonit alam sebelum pemurnian Bentonit alam setelah pemurnian Serapan Gugus fungsi 3626,17 3626,17 Vibrasi ulur OH (Al-OH inter oktahedral) 3441,01 3433,29 Vibrasi regangan OH dari oktahedral dan atau H 2O 2934,09 2931,80 Vibrasi regangan CH alkana 2337,72 - Material organic 1635,64 1635,64 Vibrasi tekuk OH dari H 2O 1458,18 1458,18 Vibrasi tekuk gugus metilen CH 2 1381,03 - Vibrasi tekuk gugus C-H dari CH 3 (material organik) 1033,85 1041,56 Vibrasi regangan Si-O-Si 918,12 918,12 Vibrasi regangan Al-OH-Al 794,67 794,67 Vibrasi simetris Si-O-Si 516,92 - Vibrasi Si-O-Al octahedral 424,34 462,92 Vibrasi ulur Si-O-Si Pada Gambar 1 bahwa pita serapan antara bentonit alam sebelum pemurnian dengan bentonit alam setelah pemurnian mengalami perbedaan. Pada bentonit hasil pemurnian dengan H2O2 dapat dilihat bahwa telah berkurangnya senyawa organik yang terkandung dalam bentonit alam sebelum pemurnian yang ditunjukkan oleh hilangnya bilangan gelombang 2337,72 cm -1. Hal tersebut dikarenakan larutan H2O2 mengoksidasi senyawa organik yang berikatan di sekitar pori-pori pada bentonit. Terjadinya oksidasi senyawa

108 J. Kaunia Vol. X No. 2, Oktober 2014/1435: 103-116 organik pada pori-pori bentonit ditandai dengan keluarnya gelembung yang membawa gas CO2.. Selain itu perbedaan yang terlihat antara bentonit alam sebelum pemurnian dan bentonit alam setelah pemurnian adalah terjadinya dealuminasi (pelepasan Al) pada lapisan oktahedral yang ditandai oleh hilangnya serapan pada bilangan gelombang 516,92 cm -1 yang menyebabkan peningkatan rasio perbandingan antara Si dan Al pada lapisan oktahedral 9. Analisis dengan menggunakan difraksi sinar-x dilakukan untuk mengetahui jenis mineral penyusun lempung bentonit yang ditunjukkan dengan munculnya puncak-puncak pada daerah 2θ. Hasil analisis sampel bentonit alam dengan difraks sinar-x disajikan pada Gambar 2. Gambar 2. Difraktogram XRD Bentonit Alam Sebelum Pemurnian (A) dan Bentonit Setelah Pemurnian (B) Berdasarkan Gambar 2. dapat diamati adanya perubahan harga 2Ө dan 2Ө = 6,400 dengan basal spacing sebesar 13,81 Å, 2Ө = 19,920 dengan basal spacing yang terjadi akibat basal spacing sebesar 4,45 Å, 2Ө = bentonit alam dimurnikan dengan 35,920 dengan basal spacing sebesar penambahan larutan H2O2 30%. 2,50 Å dan 2Ө = 62,01 o dengan basal Difraktogram XRD bentonit alam spacing sebesar 1,50 Å setelah pemurnian menunjukkan puncak mengindikasikan adanya mineral

J. Kaunia Vol. X No. 2, Oktober 2014/1435: 103-116 109 montmorillonit. Selanjutnya pada puncak 2Ө = 21,89 o dengan basal spacing sebesar 4,06 Å menunjukkan adanya mineral kuarsa, sedangkan pada puncak 2Ө = 31,750 dengan basal spacing sebesar 2,82 Å menunjukkan adanya kandungan feldspar 10. Kandungan yang terdapat dalam bentonit alam sebelum pemurnian dan bentonit alam setelah pemurnian dapat dikatakan sama, yang membedakan hanyalah intensitas puncak yang menunjukkan bahwa metode pemurnian dengan menggunakan H2O2 terhadap bentonit dapat dikatakan tidak merusak struktur yang ada di dalam bentonit dan reaksi yang terjadi pada metode pemurnian menggunakan H2O2 hanya menurunkan kadar senyawa organik yang terdapat dalam bentonit 11. Gambar 3. Hubungan Antara Konsentrasi NAA yang Teradsorp dengan Massa Adsorben Optimasi Adsorpsi NAA dengan Bentonit Variasi Massa Bentonit Pengaruh massa (jumlah) adsorben merupakan parameter penting karena dapat menentukan kapasitas adsorben selama penambahan konsentrasi awal adsorbat. Massa bentonit sebagai adsorben berpengaruh terhadap persentasi konsentrasi NAA yang teradsorpsi. Persen konsentrasi NAA yang teradsorpsi semakin meningkat seiring dengan pertambahan massa adsorben yang digunakan. Persen terkecil terjadi pada proses adsorpsi menggunakan bentonit sebanyak 0,1 gram yaitu sebesar 7,48% dan persen terbesar terjadi pada proses adsorpsi menggunakan bentonit sebanyak 0,5 gram yaitu 28,22%. Peningkatan daya adsorpsi dapat terjadi dengan penambahan massa (jumlah) adsorben. Banyaknya NAA yang berinterkasi dengan bentonit, menandakan besarnya luas permukaan atau banyaknya situs aktif pada adsorben. Semakin banyak

110 J. Kaunia Vol. X No. 2, Oktober 2014/1435: 103-116 massa adsorben yang tersedia, maka akan semakin banyak pula situs aktif yang dapat menyerap NAA, sehingga persentasi serapan pun semakin meningkat. Penentuan Waktu Kontak Adsorpsi Bentonit Dengan NAA Adsorpsi merupakan proses penarikan molekul oleh permukaan suatu padatan. Parameter lain yang perlu dipelajari untuk mengkaji adsorpsi adalah penentuan waktu kontak optimum antar adsorbat dengan adsorben. Penentuan lama waktu kontak optimum pada saat adsorpsi ini dimaksudkan untuk menentukan berapa lama NAA teradsorps maksimal oleh bentonit untuk mencapai kesetimbangan dan keadaaan jenuh. Proses penentuan waktu kontak optimum antara NAA dengan bentonit dilakukan pada ph 4,5 dengan konsentrasi NAA adalah 25 ppm pada variasi waktu kontak. Pada kondisi tersebut ion H + yang dihasilkan pada kondisi asam akan berpotensi untuk mendeprotonisasi gugus fungsi bentonit yaitu silanol (Si-OH) dan juga derajat ionisasi dari spesiasi adsorbat. Jika kondisi ph kurang dari 4,5 akan terjadi kompetisi dengan ion H + pada sisi tepi bentonit dan bermuatan negatif pada permukaan silikat. Hal tersebut menyebabkan berkurangnya luas permukaan bentonit yang berakibat berkurangnya kemampuan adsorpsi 12. Selain itu jika kondisi ph lebih dari 4,5 permukaan bentonit menjadi semakin bermuatan negatif baik pada permukaan silikat maupun bagian permukaan bentonit, maka luas permukaan bentonit semakin besar. Namun disisi lain akan terjadi interaksi tolakan yang semakin besar antara muatan negatif pada permukaan bentonit dengan molekul NAA yang pada kondisi basa mulai terdisosiasi menghasilkan gugus COO -, sehingga kemampuan adsorpsi melemah. Penentuan waktu optimum adsorpsi dilakukan berdasarkan perhitung nilai kapasitas adsorpsi (Q). Nilai kapasitas adsorpsi (Q) menyatakan jumlah tertentu adsorbat yang dapat diadsorps oleh suatu adsorben. Nilai kapasitas adsorpsi akan mengalami kenaikan hingga keadaan optimum (kesetimbangan) kemudian sedikit menurun setelah melewati waktu kesetimbangannya. Hal tersebut terjadi karena kondisi kesetimbangan, permukaan situs aktif adsorben sudah penuh berikatan dengan adsorbat sehingga adsorben mengalami titik jenuh. Pengadukan yang lama juga menyebabkan adsorbat terlepas kembali dan meninggalkan permukaan adsorben 13.

J. Kaunia Vol. X No. 2, Oktober 2014/1435: 103-116 111 Gambar 4. menunjukkan bahwa lama waktu kontak sangat berpengaruh terhadap adsorpsi NAA oleh bentonit. Terlihat bahwa waktu kontak selama 30 menit kapasitas adsorpsi bentonit terhadap NAA sebanyak 6,710 10-7 g/l. Jumlah NAA yang teradsorp terus meningkat hingga waktu kontak selama 4 jam dengan kapasitas adsorpsi sebanyak 1,502 10-6 g/l. Kemudian setelah 4 jam pengadukan kapasitas adsorpsi bentonit terhadap NAA menurun, hal ini dikarenakan interaksi antara situs aktif bentonit dengan NAA yang lewat jenuh. Asumsi lain menyebutkan bahwa proses pengadukan juga akan mengakibatkan terjadinya tumbukan antara partikel adsorbat dengan partikel adsorben secara tepat dan kontinyu, sehingga ada kemungkinan adsorbat akan dilepaskan kembali oleh adsorben 14. Berdasarkan hal tersebut waktu kontak optimum antara NAA dengan bentonit berlangsung selama 4 jam. Gambar 4. Hubungan Antara NAA Teradsorp dengan Waktu Penentuan Kapasitas dan Isoterm Adsorpsi Bentonit dengan NAA Proses terjadinya adsorpsi NAA oleh adsorben bentonit, dapat dilihat dari nilai kapasitas adsorpsinya. Kemudian, dapat digambarkan model isoterm adsorpsi untuk mengetahui jenis adsorpsi yang terjadi antara adsorben dengan adsorbat, model pendekatan isotherm adsorpsi yang digunakan adalah isoterm adsorpsi Langmuir dan isoterm adsorpsi Freundlich. Isoterm adsorpsi merupakan adsorpsi yang terjadi pada suhu konstan. Adsorpsi yang terjadi harus dalam keadaan kesetimbangan, dimana adsorpsi dan desorpsi berlangsung dalam laju yang relatif sama.

Ce/Q (g/l) 112 J. Kaunia Vol. X No. 2, Oktober 2014/1435: 103-116 Kesetimbangan adsorpsi biasanya digambarkan dengan persamaan isoterm dimana parameter-parameternya menunjukkan sifat permukaan dan afinitas dari adsorben pada kondisi suhu dan ph yang tetap 13. Penentuan nilai kapasitas adsorpsi dan isotherm adsorpsi dilakukan dengan mereaksikan bentonit sebanyak 0,5 gram dengan variasi konsentrasi NAA selama 4 jam pada kondisi ph 4,5 dan pada suhu ruang (±29ºC). Model adsorpsi isoterm Langmuir merupakan suatu proses adsorpsi satu lapis (monolayer) artinya jumlah situs aktif yang ada dalam adsorben mengadsorpsi adsorbat dengan jumlah yang sama, interaksi antara adsorbat dengan adsorben dapat berupa kemisorpsi maupun fisisorpsi, sedangkan model adsorpsi isotem Freundlich menggambarkan suatu proses adsorpsi multilayer sehingga lebih berinteraksi sacara fisisorpsi 14. Kurva isoterm adsorpsi Langmuir dan Freundlich bentonit dengan NAA disajikan pada Gambar 5 dan Gambar 6. Berdasarkan kurva isoterm Langmuir diperoleh garis lurus y = 191856x + 59,163 dengan R² = 0,5015. Dari persamaan tersebut dapat dihitung kapasitas adsorpsi maksimal sebesar 5,212 10-6 mol/g nilai konstanta Langmuir (KL) sebesar 3,2428 x 103 L/mol. Selanjutnya berdasarkan kurva isoterm Freundlich dapat diperoleh persamaan garis lurus y = 0,8282x 2,5839 dengan R² = 0,9207. Dari persamaan isoterm Freundlich diatas, 120 100 80 y = 191856x + 59.163 R² = 0.5015 60 40 20 0 0 0,00005 0,0001 0,00015 0,0002 Ce (mol/l) Gambar 5. Grafik Isoterm Langmuir Bentonit dengan NAA

log Qe J. Kaunia Vol. X No. 2, Oktober 2014/1435: 103-116 113 log Ce -5,6-4,4-4,3-4,2-4,1-4 -3,9-3,8-3,7-5,7 y = 0.8282x - 2.5839 R² = 0.9207-5,8-5,9-6 -6,1-6,2-6,3 Gambar 6. Grafik Isoterm Freundlich Bentonit dengan NAA Gambar 7. Difraktogram X-Ray Diffraction (XRD) Bentonit Alam Setelah Pemurnian dan Bentonit Alam Setelah Adsorpsi NAA diperoleh nilai n sebesar 1,207 mol/g dan konstanta Freundlich (KF) sebesar 2,6068 x 10-3 mol/g. Penentuan model isoterm adsorpsi yang sesuai dapat diketahui dengan melihat kurva linieritas yang mempunyai harga koefisien determinasi (R²) 0,9 (mendekati angka 1) dari kedua kurva isoterm adsorpsi 15. Berdasarkan koefisien determinasi (R2) dari kedua model isoterm adsorpsi, diketahui bahwa model isoterm adsorpsi NAA terhadap bentonit cenderung mengikuti model isoterm adsorpsi Freundlich daripada model isoterm adsorpsi Langmuir. Isoterm Freundlich menggambarkan interaksi yang terjadi antara adsorbat dengan adsorben didominasi oleh interaksi secara fisik dengan ikatan yang lemah antara adsorbat dengan adsorben dan hanya melibatkan interaksi Van der Waals 16. Proses adsorpsi yang terjadi akan membentuk multilayer yang bersifat heterogen pada lapisan kedua dan seterusnya pada bentonit dengan NAA.

114 J. Kaunia Vol. X No. 2, Oktober 2014/1435: 103-116 Hal ini menunjukkan bahwa tidak semua permukaan pada lapisan bentonit alam terjadi proses adsorpsi 17. Untuk memperkuat bahwa NAA telah masuk ke dalam interlayer bentonit dilakukan analisis dengan difraksi sinar-x. Berdasarkan Gambar 7 dapat dilihat adanya pergeseran puncak, perbedaan intensitas dan terjadinya kenaikan basal spacing antara bentonit alam hasil pemurnian sebelum proses adsorpsi dengan bentonit alam hasil pemurnian setelah proses adsorpsi. Pergeseran puncak 2Ө awalnya sebesar 6,40o menjadi 5,82o, sedangkan nilai basal spacing mengalami pengingkatan yang awalnya sebesar 13,81 Å menjadi 15,18 Å. Peningkatan basal spacing setelah dilakukan proses adsorpsi NAA menunjukkan bahwa molekul NAA yang teradsorp berada di dalam interlayer bentonit alam setelah pemurnian. Keberadaan molekul NAA di dalam interlayer menyebabkan jarak antar lapis menjadi lebih besar. Bukti teradsorpsinya NAA oleh bentonit juga ditunjukkan dari hasil kareakterisasi dengan FTIR, pada Gambar 8 spektra bentonit yang telah mengadsorp NAA muncul puncak serapan pada bilangan gelombang disekitar 2368,59 cm -1 ; 2337,72 cm -1 dan 354,90 cm -1 menunjukkan adanya gugus senyawa organik yang terkandung dalam molekul NAA (berdasarkan bilangan gelombang pada FTIR NAA). 3626.17 3425.58 1041.56 524.64 1697.36 447.49 354.90 1635.64 918.12 794.67 2368.59 2337.72 3 Bentonit pemurnian + NAA 4000 3000 2000 1000 Wavenumber (cm-1) Gambar 8. Spektrum FTIR Bentonit yang telah Dikontakkan dengan NAA Selain itu dapat pula dilihat pada spektra FTIR hasil adsorpsi bentonit dengan NAA tidak terbentuk gugus baru. Hal tersebut memperkuat asumsi bahwa interaksi adsorpsi bentonit dengan NAA hanya melibatkan gaya

J. Kaunia Vol. X No. 2, Oktober 2014/1435: 103-116 115 dipol-dipol yang secara kolektif disebut interaksi Van der Waals dan bersifat adsorpsi fisik. KESIMPULAN Proses pemurnian untuk memperoleh bentonit alam dengan kemurnian tinggi sebagai bahan carrier material untuk hormon auksin NAA (Naphthalene Acetic Acid) dapat dilakukan dengan menambahkan H2O2 30% pada bentonit untuk mengoksidasi senyawa organik pada pori-pori bentonit. Interkasi adsorpsi bentonit terhadap hormon auksin NAA termasuk dalam model isoterm adsorpsi Freundlich yang mengasumsikan terjadinya ikatan Van der Waals pada permukaan multilayer yang bersifat heterogen, sehingga interaksi bentonit dengan NAA yang terjadi adalah adsorpsi fisik. DAFTAR PUSTAKA [1] Sunardi, Arryanto Y., Sutarno. 2009. Adsorption of Gibberellic Acid onto Natural Kaolin from Tatakan, South Kalimantan. Indo. J. Chem. [2] Burn, R.G. 1986. Interraction of Enzymes with Soil Minerals and Organic Colloids, dalam Huang, P.M. and Schnitzer, M. (Ed). Interactoin of Soil Materials with Natural Organics and Microbes. Soil Science Society of America. Madison. [3] Arteca, R. N. 2006. Introduction to Horticultural Science. Thompson Delmar Learning, a part of the Thomson corporation. 514 p. [4] Zaer, J. S. and M. O. Mapes. 1985. Action of growth regulators, dalam Yentina, Ester. 2011. Pengakaran Setek Batang Mawar Mini Menggunakan Kombinasi Konsentrasi Auksin (IBA dan NAA) yang Berbeda. Institut Pertanian Bogor: Bogor. [5] Kim, H. Tan. 1982. Dasar-Dasar Kimia Tanah. Edisi Pertama. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta. [6] Ogawa, M., 1992, Preparation of Clay- Organic Intercalation Compounds by Solid -solid Reaction and Their Application to Photo-Functional Material, dalam Sekewael, Serly Jordan. 2008. Karakterisasi Sifat Fisiokimia Komposit Besi Oksida-Montmorillonit Hasil Interkalasi Silikat Lempung Montmorillonit. Chimica Acta: Indonesia. [7] Ekose, G.E. 2005. Fourier Transform Infrared Spectrophotometry and X-ray Powder Diffractometry as Complementary Technique in Characterizing Clay Size Fraction of Kaolinite, dalam Sunardi, Arryanto Y., Sutarno. 2009. Adsorption of Gibberellic Acid onto Natural Kaolin from Tatakan, South Kalimantan. Indo. J. Chem., 9 (3), 373 379. [8] Svarovsky, L. 2000. Solid-Liquid Separation, Fourth Edition. Butterworth- Heinemann. Oxford. [9] Lisa, Carlson, 2004. Bentonit Mineralogy. Posiva. Finland [10] Morris, M.C., McMurdie, H.F., Evans, E.H et al. 1981. Standar X-ray Diffraction Powder Patterns Section 18 data for 58 Substances. National Bureau of standards: Washington. [11] Ramirez, J.H., Vicente, M.A., and Madeira, L.M. 2010. Heterogeneous photo-fenton oxidation with pillared clay-based catalysts for wastewater treatment: A review. Applied Catalysis B: Environmental 98. 10 26. [12] Gooowin, J.W. 2004. Colloids and Interfaces with Surfactant and Polimer. An Introduction. John Willey & son. Ltd.Sugsex. England. [13] Yuwanti, Riha., Erman N. 2010. Kesetimbangan Adsorpsi Pb (II) Pada Lempung Alam Desa Talania Kabupaten Kampar. Universitas Riau. Riau. [14] Oscik, J. 1982. Adsorption, Edisi 1. Ellis Howard Limited Checister. [15] Atkins, P.W. 1993. Kimia Fisika Jilid 2, Edisi keempat. Terjemahan Kartohadiprojo. Penerbit Erlangga : Jakarta.

116 J. Kaunia Vol. X No. 2, Oktober 2014/1435: 103-116 [16] Thamzil Las, dkk. 2011. Adsorpsi Unsur Pengotor Larutan Natrium Silikat Menggunakan Zeolit Alam Karangnunggal. Valensi Vol. 2 No. 2, Mei 2011 (368-378) ISSN : 1978-8193. [17] Kristin. 2007. Kinetika Adsorpsi Isotermal β-karoten Olein Sawit Kasar Dengan Menggunakan Atapulgit. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor: Bogor.