BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah k ti e g n e m r a d e k es na k u b M, O ZC LI

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsinya secara efektif dan efisien

BAB I PENDAHULUAN. persaingan bisnis dituntut untuk lebih produktif dan memiliki kinerja yang baik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai acuan dari penelitian ini dapat disebutkan salah satu hasil penelitian

BAB1 PENDAHULUAN. kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsinya secara efektif dan efisien sesuai

BAB I PENDAHULUAN. bersifat kuantitatif dan diperlukan sebagai sarana pengambilan keputusan baik

BAB I PENDAHULUAN. manajemen perusahaan dituntut untuk dapat mengelola perusahaannya secara lebih

BAB I PENDAHULUAN. kepatuhan dan audit laporan keuangan (Arens dan Loebbecke, 2003). Akuntan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS PENGARUH INDEPENDENSI AUDITOR, ETIKA AUDITOR, DAN KOMITMEN ORGANISASI TERHADAP KINERJA AUDITOR DI KANTOR AKUNTAN PUBLIK KOTA SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. kepercayaan masyarakat. Dari profesi akuntan publik, masyarakat. yang disajikan oleh manajemen perusahaan dalam laporan keuangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan berbagai pihak, meliputi kepentingan perusahaan (klien) dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menghimpun dan mengevaluasi bukti-bukti secara obyektif mengenai asersi-asersi

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. yang disajikan oleh manajemen perusahaan dalam laporan keuangan (Mulyadi

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Profesi akuntan publik merupakan profesi yang dipercaya oleh masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Profesi akuntan publik merupakan profesi kepercayaan masyarakat. Dari

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan dalam melakukan audit (Mulyadi dan Puradiredja, (1998)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut De Angelo (1981) dalam Watkins et al (2004) mendefinisikan

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia saat ini sudah banyak perusahaan-perusahaan yang semakin

BABl PENDAHULUAN. Auditing internal adalah sebuah fungsi penilaian independen yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dibutuhkan suatu alat. Laporan keuangan yang diterbitkan perusahaan

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. dunia usaha yang semakin kompetitif (Nirmala dan Cahyonowati, 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. variabel kompetensi, independensi, dan profesionalisme memiliki pengaruh

BAB I PENDAHULUAN. Auditor dalam Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) Tahun 2008 disebut

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya krisis ekonomi di Indonesia ternyata disebabkan oleh buruknya

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Konsep kinerja auditor dapat dijelaskan dengan menggunakan agency theory.

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. menjelaskan independensi. Teori tersebut menyatakan bahwa perilaku ditentukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. yang digunakan oleh para pemakainya dalam proses pengambilan keputusan

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Teori Keagenan (Agency Theory) menjelaskan adanya konflik antara manajer

BAB I PENDAHULUAN. keterpurukan karena buruknya pengelolaan keuangan (Ariyantini dkk,2014).

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan Profesi auditor tidak terlepas dari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. suatu perusahaan digunakan untuk menjamin kelangsungan hidup perusahaan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seorang akuntan publik harus memperhatikan kualitas auditnya.

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan suatu pengawas intern untuk meminimalisir penyimpangan

BAB I PENDAHULUAN. akuntan publik kewajarannya lebih dapat dipercaya dibandingkan laporan keuangan yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Profesi akuntan publik adalah profesi yang bertanggung jawab

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan penugasan pemeriksaan (examination) secara obyektif atas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik kewajarannya lebih dapat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang masalah. untuk mengaudit laporan keuangan perusahaan. Selain digunakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik, atau biasa disebut good governance. Untuk mencapainya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. sebagai dasar untuk memberi jawaban sementara terhadap rumusan masalah yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Profesi auditor telah menjadi sorotan masyarakat dalam beberapa tahun

BAB I PENDAHULUAN. Sistematika penulisan menjelaskan mengenai tahapan-tahapan penulisan laporan

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengaudit laporan keuangan perusahaannya. pihak internal maupun eksternal. Sudah menjadi kewajiban perusahaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. budaya organisasi, etos kerja, independensi auditor serta kinerja auditor.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, profesi akuntan publik menjadi sorotan dan perhatian di masyarakat. Profesi ini memang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. jasa audit di Indonesia pun meningkat. Faktor-faktor yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. menanggapi informasi laporan keuangan yang diperoleh, ditambah dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. teoritis dalam penelitian ini terdiri dari grand theory dan supporting theori.grand

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bersertifikat atau kantor akuntan publik yang melakukan audit atas entitas

BAB I PENDAHULUAN. dan audit laporan keuangan (Arens dan Loebbecke, 2003). Akuntan publik dalam

BAB I PENDAHULUAN. dan probabilitas melaporkan pelanggaran tergantung pada independensi auditor. Ikatan Akuntan

BAB I PENDAHULUAN. Bab pendahuluan ini akan menguraikan mengenai hal-hal yang melatar

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu entitas usaha berdasarkan standar yang telah ditentukan.

BAB I PENDAHULUAN. saat ini adalah menghadapi tantangan kompetensi global. Dengan begitu,

BAB I PENDAHULUAN. dikelolanya. Berbagai cara digunakan manajemen perusahaan, tidak hanya dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. perusahaan (principal) dan manajer (agent). Menurut Einsenhardt (1989) teori

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kepuasan kerja merupakan salah satu studi yang secara luas dipelajari

BAB I PENDAHULUAN. tugas dan fungsinya secara efektif dan efisien, serta sesuai dengan rencana,

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah; 3. Memelihara dan meningkatkan kualitas tata kelola. penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. kinerja aparat birokrasi menurun. Terungkapnya banyak kasus-kasus korupsi baik

BAB I PENDAHULUAN. Setiap awal dan pertengahan tahun halaman-halaman surat kabar sering

BAB I PENDAHULUAN. di dalam bidang bisnis. Ada dua tanggung jawab akuntan publik dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Akuntansi Keuangan (SAK) atau Prinsip Akuntansi Berterima Umum (PABU).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Bagi para pengguna laporan keuangan, profesi akuntan publik

BAB 1 PENDAHULUAN. sedangkan pengauditan biasanya tidak menghasilkan data akuntansi, melainkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. untuk membahas permasalahan yang diteliti, teori-teori tersebut antara lain teori

BAB I PENDAHULUAN. atas kinerja perusahaan melalui pemeriksaan laporan keuangan. Laporan

PENGARUH KOMPETENSI DAN INDEPENDENSI TERHADAP KUALITAS AUDIT DENGAN ETIKA AUDITOR SEBAGAI VARIABEL MODERASI

BAB I PENDAHULUAN. Di era persaingan bisnis yang makin ketat seperti dewasa ini, sumber daya

PENDAHULUAN BAB I. A. Latar Belakang

KOMITMEN ORGANISASI SEBAGAI MEDIASI PENGARUH PEMAHAMAN GAYA KEPEMIMPINAN DAN BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KINERJA AUDITOR

BAB 1 PENDAHULUAN. mempengaruhi pandangan masyarakat terhadap kualitas audit yang dihasilkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. perubahan baik di pusat maupun di daerah dengan berbasis kinerja. Tentunya dengan

BAB I PENDAHULUAN. Profesi akuntan publik merupakan salah satu profesi yang dipercayai oleh

BAB I PENDAHULUAN. profesi akuntan publik, masyarakat mengharapkan penilaian bebas dan tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam suatu perusahaan, pihak manajemen diberikan

BAB 1 PENDAHULUAN. akan dapat bertahan dalam proses seleksi alam ini. non keuangan, bagi para stockholder (pemegang saham) dan stakeholder

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pemerintah dalam menyelenggarakan sistem pemerintahannya telah bergeser

BAB I PENDAHULUAN. kemudian mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak yang. berkepentingan (Boynton et al.,2001) dalam (Junaidi, 2016).

BAB I PENDAHULUAN. kode etik akuntan. Kode etik akuntan, yaitu norma perilaku yang mengatur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. teoritis dalam penelitian ini terdiri dari grand theory dan supporting theori. Grand

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menemukan dan melaporkan pelanggaran yang ada dalam system akuntansi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Fenomena mengenai kualifikasi personel pemeriksaan ini memang

BAB I PENDAHULUAN. Untuk auditor, kualitas kerja dilihat dari kualitas yang dihasilkan yang dinilai

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan tentang pentingnya penelitian dilakukan. Bab ini meliputi

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A. Landasan Teori 1. Teori Harapan (Expectancy theory) Menurut Cokroaminoto (2007) teori pengharapan (expectancy theory) pada dasarnya merupakan fungsi dari tiga karakteristik: (1) persepsi pegawai bahwa upayanya mengarah pada suatu kinerja (2) persepsi pegawai bahwa kinerjanya dihargai (misalnya dengan gaji atau pujian) (3) nilai yang diberikan pegawai terhadap imbalan yang diberikan. Sedangkan menurut Roen (2012) Teori harapan atau biasa disebut expectancy theory of motivation lebih menekankan pada faktor hasil (outcomes), ketimbang kebutuhan (needs). Teori ini menyatakan bahwa intensitas kecenderungan untuk melakukan dengan cara tertentu tergantung pada intensitas harapan bahwa kinerja akan diikuti dengan hasil yang pasti dan pada daya tarik dari hasil kepada individu. Menurut Hendry (2010) Expectancy theory dikemukakan oleh Victor H. Vroom pada tahun 1964, yang menyatakan bahwa kekuatan yang memotivasi seseorang untuk bekerja giat dalam mengerjakan pekerjaannya tergantung dari hubungan timbal balik antara apa yang diinginkan dan dibutuhkan dari hasil pekerjaan itu. Motivasi menurut Vroom, mengarah kepada keputusan mengenai berapa banyak usaha yang akan dikeluarkan dalam suatu tugas tertentu. Pilihan ini didasarkan pada suatu urutan harapan dua tahap (usaha - prestasi dan prestasi - hasil). Vroom mengintegrasikan konsep-konsep kekuatan atau kemampuan 9

10 motivasi menjadi model yang dapat diprediksi yaitu harapan (expectancy), nilai (valence), dan pertautan (instrumentality). Harapan (expectancy) adalah suatu kesempatan yang diberikan terjadi karena perilaku. Harapan mengacu pada persepsi individu bahwa jasa akan menghasilkan kinerja. Nilai (Valence) adalah akibat dari perilaku tertentu mempunyai nilai/martabat tertentu (daya atau nilai memotivasi) bagi setiap individu. Valensi mengacu pada nilai individu yang melekat pada reward yang diterima seseorang. Pertautan (instrumentality) mengacu pada persepsi individu bahwa kinerja bisa menghasilkan hal positif seperti kenaikan gaji atau hal negatif seperti kelelahan fisik. Teori harapan ini kemudian disempurnakan oleh Lawler pada tahun 1968, dengan mendesain sebuah model sebagai berikut: Gambar 2.1 Model Expectancy Theory Kemampuan Motivasi Usaha Kinerja Hasil Kerja Model Lawler ini bergerak dari kiri ke kanan, motivasi sebagai kekuatan dalam diri individu untuk mengerahkan usaha. Motivasi mengarahkan ke suatu tingkatan upaya yang dilakukan individu. Namun, usaha saja tidak cukup sehingga diperlukan kemampuan, kinerja merupakan hasil perkalian antara motivasi dengan kemampuan pegawai.

11 Teori harapan sangat tepat untuk mendefinisikan variabel yang diteliti yaitu kualitas audit auditor Inspektorat, dimana kualitas audit dapat dikatakan sebagai kinerja auditornya, semakin bagus kualitas audit auditor Inspektorat maka akan semakin dinilai berkinerja tinggi. Selain itu ada variabel yang lain yaitu motivasi, dimana Auditor Inspektorat akan mengeluarkan seluruh kemampuan terbaiknya untuk memperoleh penghargaan atas kinerja yang telah mereka tunjukkan. Motivasi juga harus didukung oleh kemampuan dalam arti pengetahuan, ketrampilan, dan pengalaman. Selain itu terdapat unsur lain yang dapat mempengaruhi motivasi yaitu komitmen artinya karyawan yang mempunyai komitmen tinggi terhadap organisasinya secara otomatis akan menambah keterlibatannya dalam bekerja dan tidak mempunyai keinginan untuk keluar dari organisasi sehingga hal ini merupakan modal dasar untuk mendorong motivasi untuk mencapai produktivitas yang tinggi. Satu lagi faktor yang dapat mempengaruhi kinerja auditor Inspektorat yaitu sikap independen, karena independensi merupakan minimum requirement yang harus dimiliki oleh auditor, dengan adanya sikap tersebut maka kualitas kinerja Auditor Inspektorat menjadi tidak diragukan lagi. a. Kualitas Audit De Angelo (1981) mendefinisikan kualitas audit sebagai kemungkinan bahwa auditor akan mampu menemukan dan melaporkan kesalahan dan pelanggaran pada sistem akuntansi auditee. Kemampuan menemukan kesalahan dan pelanggaran merupakan wujud dari kompetensi auditor, sedangkan melaporkan kesalahan dan pelanggaran tersebut merupakan wujud dari independensi.

12 Palmrose (1988) mendefinisikan kualitas audit dalam hal tingkat jaminan, karena tujuan dari audit adalah untuk memberikan jaminan terhadap laporan keuangan, kualitas audit adalah probabilitas bahwa laporan keuangan tidak mengandung salah saji material. Lowenshon dkk. (2005, dalam Efendy 2010) Mendefinisikan kualitas audit sebagai ketaatan terhadap standar profesi dan ikatan kontrak selama melakdisanakan audit. Christiawan (2005, dalam Kurnia 2014) mengungkapkan bahwa kualitas audit ditentukan oleh dua hal yaitu independensi dan kompetensi. Berdasarkan definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa seorang auditor dalam menemukan pelanggaran atau salah saji harus memiliki kompetensi serta sikap kecermatan dan kehati-hatian profesional. Seorang auditor harus mempunyai kemampuan pemahaman dan keahlian teknis. Sementara itu, melaporkan pelanggaran klien merupakan sikap independensi yang harus dimiliki oleh auditor. Meskipun definisi kualitas audit adalah kompleks dan masih menjadi perdebatan berbagai kalangan, namun IFAC (2014) melalui a framework for audit quality berusaha menyederhanakan berbagai pandangan bahwa kualitas audit melibatkan audit yang efektif yang dilakukan secara efisien, tepat waktu, dan dengan biaya yang wajar. Makna kata efektif, efisien, tepat waktu, dan biaya yang wajar sifatnya subyektif, maksudnya tergantung dari pandangan masing-masing. IFAC melalui International Standard Audits (ISA) telah menyusun rerangka untuk kualitas audit dimana kualitas audit memiliki 3 unsur yaitu input, output, dan proses. Dari ketiga unsur tersebut menunjukkan bahwa pada intinya kualitas

13 audit bukan tentang standar audit namun tentang kualitas dari personal/ auditor, jadi kualitas audit berbeda dengan kualitas hasil audit. b. Kompetensi Arens (2012) mengatakan dalam bukunya, standar umum seorang auditor adalah harus memiliki pelatihan, keahlian dan kecakapan teknis yang memadai. Hal ini berarti kompetensi merupakan hal pokok yang harus dimiliki bagi seorang auditor. De Angelo (1981) menjabarkan bahwa kompetensi terdiri dari dua komponen yaitu pengetahuan dan pengalaman. Pengetahuan diukur dari seberapa tinggi pendidikan seorang auditor karena dengan demikian auditor akan mempunyai semakin banyak pengetahuan atau pandangan mengenai bidang yang digelutinya sehingga dapat mengetahui berbagai masalah secara lebih mendalam. Sedangkan pengalaman merupakan akumulasi gabungan dari semua yang diperoleh melalui interaksi secara berulang-ulang atau dengan kompleksitas tugas. Kusharyanti (2003, dalam Kurnia dkk. 2014) menjabarkan bahwa secara umum ada lima jenis pengetahuan yang harus dimiliki oleh seorang auditor, yaitu: (1) Pengetahuan pengauditan umum, (2) Pengetahuan area fungsional, (3) Pengetahuan mengenai isu-isu akuntansi yang paling baru, (4) Pengetahuan mengenai industri khusus, dan (5) Pengetahuan mengenai bisnis umum serta penyelesaian masalah. Dalam standar audit APIP sesuai dengan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Auditorur Negara nomor PER/05/M.PAN/03/2008 tentang Standar Audit Auditor Pengawasan Intern Pemerintah disebutkan bahwa audit harus dilaksanakan oleh orang yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang

14 cukup sebagai auditor. Dengan demikian, auditor yang tidak memiliki pendidikan dan keterampilan yang memadai dalam bidang audit maka belum bisa dikatakan memenuhi persyaratan. Dalam audit pemerintahan, auditor dituntut untuk memiliki dan meningkatkan kemampuan atau keahlian bukan hanya dalam metode dan teknik audit, akan tetapi segala hal yang menyangkut pengetahuan umum tentang pemerintahan seperti organisasi, fungsi, program, dan kegiatan pemerintah. Dalam Standar Audit Intern Pemerintah Indonesia yang dikeluarkan oleh Asosiasi Auditor Intern Pemerintah Indonesia (AAIPI) dijelaskan bahwa auditor harus memiliki pendidikan, pengetahuan, keahlian dan keterampilan, pengalaman, serta kompetensi lain yang dibutuhkan untuk melaksanakan tanggung jawabnya. Pendidikan, pengetahuan, keahlian dan keterampilan, pengalaman, serta kompetensi lain adalah bersifat kolektif yang mengacu pada kemampuan profesional yang diperlukan auditor untuk secara efektif melaksanakan tanggung jawab profesionalnya c. Motivasi Menurut Suwandi (2005, dalam Efendy 2010) motivasi adalah pemaduan antara kebutuhan organisasi dengan kebutuhan personil, hal ini akan mencegah terjadinya ketegangan atau konflik sehingga akan membawa pada pencapaian tujuan organisasi secara efektif. Tansuhaj (1998, dalam Devi 2009) mendefinisikan motivasi sebagai keadaan kejiwaan dan sikap mental manusia yang memberi tenaga, mengarahkan, menyalurkan, mempertahankan, dan melanjutkan tindakan dan perilaku karyawan

15 atau tenaga kerja. Fuad Mas ud (2004, dalam Devi 2009) mendefinisikan motivasi sebagai pendorong /penggerak yang ada dalam diri seseorang untuk bertindak. Amabile (1994, dalam Devi 2009) menjabarkan konsep motivasi yang ditekankan pada rangsangan yang muncul dari seseorang baik dari dalam dirinya (motivasi intrinsik), maupun dari luar dirinya (motivasi ekstrinsik). Faktor intrinsik adalah faktor faktor dari dalam yang berhubungan dengan kepuasan, antara lain keberhasilan mencapai sesuatu dalam karir, pengakuan yang diperoleh dari institusi, sifat pekerjaan yang dilakukan, kemajuan dalam berkarir, serta pertumbuhan profesional dan intelektual yang dialami oleh seseorang. Sebaliknya, apabila para pekerja tidak merasa puas dengan pekerjaannya, munculnya ketidakpuasan itu pada umumnya dikaitkan dengan faktor-faktor yang sifatnya ekstrinsik atau bersumber dari luar seperti kebijakan organisasi, pelayanan administrasi, supervisi dari atasan, hubungan dengan teman sekerja, kondisi kerja, gaji yang diperoleh, dan ketenangan kerja. Iklim kerja yang sehat dapat mendorong sikap keterbukaan baik dari pihak karyawan maupun pihak pengusaha sehingga mampu menumbuhkan motivasi kerja yang searah antara karyawan dengan pengusaha dalam rangka menciptakan ketentraman kerja dan kelangsungan usaha kearah peningkatan produksi dan produktivitas kerja. 2. Independensi Arens (2012) dalam bukunya mendefinisikan independensi dalam pengauditan sebagai penggunaan cara pandang yang tidak bias dalam pelaksanaan pengujian audit, evaluasi hasil pengujian tersebut, dan pelaporan hasil temuan audit. Menurut Ahson dan Asokan (2004, dalam Kurnia dkk. 2014) independensi

16 adalah kemampuan auditor untuk melawan tekanan dan mempertahankan sikap yang tidak memihak ketika ia dihadapkan dengan tekanan pada pekerjaan. De Angelo (1981) menyatakan bahwa independensi terkait dengan keberanian seorang auditor dalam mengungkapkan temuan audit. Mulyadi (1992, dalam Efendy 2010) mendefinisikan independensi sebagai keadaan bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain dan akuntan publik yang independen haruslah akuntan publik yang tidak terpengaruh dan tidak dipengaruhi oleh berbagai kekuatan yang berasal dari luar diri akuntan dalam mempertimbangkan fakta yang dijumpainya dalam pemeriksaan. Dalam Standar Audit Intern Pemerintah Indonesia yang dikeluarkan oleh Asosiasi Auditor Intern Pemerintah Indonesia (AAIPI), Independensi adalah kebebasan dari kondisi yang mengancam kemampuan aktivitas audit intern untuk melaksanakan tanggung jawab audit intern secara objektif. Untuk mencapai tingkat independensi yang diperlukan dalam melaksanakan tanggung jawab aktivitas audit intern secara efektif, pimpinan APIP memiliki akses langsung dan tak terbatas kepada atasan pimpinan APIP. Ancaman terhadap independensi harus dikelola pada tingkat individu auditor, penugasan audit intern, fungsional, dan organisasi. Gangguan independensi auditor dapat meliputi, tetapi tidak terbatas pada, konflik kepentingan pribadi, pembatasan ruang lingkup, pembatasan akses ke catatan, personel, dan prasarana, serta pembatasan sumber daya, seperti pendanaan. Auditor harus melaporkan kepada pimpinan APIP mengenai situasi adanya dan/atau interpretasi adanya konflik kepentingan, ketidakindependenan, atau bias. Pimpinan APIP harus mengganti auditor yang menyampaikan situasinya

17 dengan auditor lainnya yang bebas dari situasi tersebut 3. Komitmen Komitmen yang dimaksud dalam hal ini adalah komitmen organisasional, keberhasilan pengelolaan organisasi sangatlah ditentukan oleh keberhasilan dalam mengelola sumber dayanya terutama sumber daya manusia, komitmen anggota organisasi sangat dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Luthans (1995, dalam Utami 2009) mendefinisikan komitmen organisasional sebagai sikap yang merefleksikan loyalitas karyawan pada organisasi dan proses keberlanjutan di mana organisasi mengekspresikan perhatiannya terhadap organisasi dan keberhasilan serta kemajuan yang berkelanjutan. Allen dan Meyer (1993, dalam Devi 2009) mengajukan tiga model komitmen organisasional dan direfleksikan dalam tiga pokok utama yaitu: a. Affective commitment adalah keinginan untuk bekerja pada perusahaan karena sepakat terhadap tujuan organisasi dan ada keinginan untuk menjalankannya. Komponen affective berkaitan dengan emosional, identifikasi, dan keterlibatan karyawan di dalam suatu organisasi b. Continuance commitment adalah keinginan untuk tetap bekerja pada perusahaan karena tidak ingin kehilangan sesuatu yang terkait dengan pekerjaannya. Komponen continuance berarti komponen berdasarkan persepsi karyawan tentang kerugian yang akan dihadapi jika meninggalkan organisasi. c. Normative commitment adalah keinginan untuk bekerja pada perusahaan karena adanya tekanan dari pihak lain. Komponen normative merupakan

18 perasaan perasaan karyawan tentang kewajiban yang harus diberikan kepada organisasi. Setiap karyawan memiliki dasar dan perilaku yang berbeda tergantung pada komitmen yang dimilikinya. Karyawan yang memiliki komitmen dengan dasar affective memiliki tingkah laku yang berbeda dengan karyawan yang berdasarkan continuance. Karyawan yang ingin menjadi anggota akan memiliki keinginan untuk menggunakan usaha yang sesuai dengan tujuan organisasi. Sebaliknya mereka yang terpaksa menjadi anggota akan menghindari kerugian finansial dan kerugian lain, sehingga mungkin hanya melakukan usaha yang tidak maksimal. Sementara itu, komponen normative yang berkembang sebagai hasil dari pengalaman sosialisasi, tergantung dari sejauh apa perasaan kewajiban yang dimiliki pegawai. Komponen normative menimbulkan perasaan kewajiban pada pegawai untuk memberi balasan atas apa yang telah diterimanya dari organisasi. B. Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai kualitas audit dengan menggunakan variabel bebas komitmen dan independensi telah banyak dilakukan. D Angelo (1981) melakukan penelitian pada the big eight firm audit di Amerika Serikat dengan memandang kualitas audit pada dua sisi yaitu karakteristik firm audit dan karakteristik individu, karakteristik individu mengacu pada kompetensi dan independensi, dan menemukan bahwa kompetensi dan independensi berpengaruh terhadap positif terhadap kualitas audit. Kurnia dkk. (2014) menemukan bahwa kompetensi dan independensi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas audit. Bolang dkk. (2013) menemukan bahwa kompetensi berpengaruh positif namun tidak

19 signifikan hal ini dikarenakan responden kurang memiliki pendidikan formal terkait dengan akuntansi dan auditing, independensi secara parsial berpengaruh positif terhadap kualitas audit, artinya kualitas audit dapat dicapai jika auditor memiliki independesi yang baik, sedangkan Efendy (2010) menemukan bahwa kompetensi berpengaruh positif terhadap kualitas audit, independensi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas audit, sehingga independensi yang dimiliki auditor inspektorat tidak menjamin apakah yang bersangkutan akan melakukan audit secara berkualitas, sedangkan untuk motivasi berpengaruh positif terhadap kualitas audit. Tjun dkk. (2012) menemukan bahwa kompetensi auditor berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas audit, sedangkan independensi berpengaruh positif namun tidak signifikan. Zeyn (2014), menemukan bahwa independensi dan kompetensi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas audit. Ningsih dkk. (2013) menemukan bahwa kompetensi dan independensi berpengaruh positif terhadap kualitas audit. C. Pengembangan Hipotesis Penelitian Berdasarkan landasan teori, hasil penelitian terdahulu, serta skema konseptual penelitian tentang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kualitas audit yang dilaksanakan oleh auditor inspektorat, maka dikembangkan hipotesis dengan penjelasan sebagai berikut : 1. Pengaruh kompetensi terhadap kualitas audit auditor inspektorat De Angelo (1981) mendefinisikan kualitas audit sebagai kemungkinan bahwa auditor akan mampu menemukan dan melaporkan kesalahan dan pelanggaran pada sistem akuntansi auditee. Kemampuan menemukan kesalahan dan

20 pelanggaran merupakan wujud dari kompetensi auditor, sedangkan melaporkan kesalahan dan pelanggaran tersebut merupakan wujud dari independensi. Kompetensi auditor adalah kemampuan auditor untuk mengaplikasikan pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya dalam melakukan audit sehingga auditor dapat melakukan audit dengan teliti, cermat, dan obyektif. Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa audit harus dilaksanakan oleh orang yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis cukup sebagai auditor. Tingginya pendidikan yang dimiliki oleh seorang auditor, maka akan semakin luas juga pengetahuan yang dimiliki oleh auditor. Selain itu pengalaman yang banyak akan membuat auditor lebih mudah dalam mendeteksi kesalah yang terjadi dalam melakukan audit. Arens (2012) dalam bukunya mengatakan bahwa standar umum yang harus dimiliki seorang auditor adalah harus memiliki pelatihan, keahlian dan kecakapan teknis yang memadai. Dengan demikian, auditor belum memenuhi persyaratan jika ia tidak memiliki kompetensi di bidangnya. Hasil penelitian Kurnia dkk. (2014) menunjukkan bahwa kompetensi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas audit, hal ini berarti bahwa kualitas audit dapat dicapai oleh auditor apabila auditor memiliki kompetensi yang baik, dimana kompetensi tersebut dilihat dari dua dimensi yaitu pengetahuan dan pengalaman. Hasil yang sama juga diperoleh Tjun dkk. (2012) bahwa kompetensi berpengaruh positif terhadap kualitas audit sehingga auditor sebagai ujung tombak pelaksanaan tugas audit harus senantiasa meningkatkan pengetahuan yang telah dimiliki agar penerapan pengetahuan dapat maksimal dalam praktiknya. Hasil penelitian Zeyn (2014) menunjukkan bahwa kompetensi

21 berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas audit. Belum berkualitasnya audit internal inspektorat disebabkan oleh auditor internal belum semuanya memiliki pendidikan yang sesuai dengan tupoksinya sebagai auditor internal pemda, keahlian dibidang SIKD dan sampling statistik, ketrampilan dan pengalaman. Selain itu penelitian Bolang dkk. (2013), Efendy (2010), Ningsih dkk. (2013) menemukan bahwa kompetensi berpengaruh positif terhadap kualitas audit. Hal ini dapat dipahami sebab auditor inspektorat banyak yang tidak memiliki latar belakang pendidikan formal di bidang akuntansi ataupun auditing (Bolang dkk,2013) Dengan demikian, dapat dikemukakan hipotesis sebagai berikut: H1: Kompetensi berpengaruh positif terhadap kualitas audit auditor Inspektorat dalam pengawasan keuangan daerah 2. Pengaruh independensi terhadap kualitas audit auditor inspektorat Independensi berarti sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain dan tidak tergantung pada orang lain. Independensi juga berarti adanya kejujuran dalam diri auditor dalam mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang objektif tidak memihak dalam diri auditor dalam merumuskan dan menyatakan pendapatnya. Arens (2012) mendefinisikan independensi dalam pengauditan sebagai "Penggunaan cara pandang yang tidak bias dalam pelaksanaan pengujian audit, evaluasi hasil pengujian tersebut, dan pelaporan hasil temuan audit". Independensi seorang auditor diantaranya mencakup independence in fact artinya auditor harus mempunyai kejujuran yang

22 tinggi yang terkait dengan obyektifitas dan independence in appearance artinya pandangan pihak lain terhadap diri auditor sehubungan dengan tugas audit. Independensi auditor merupakan salah satu faktor yang penting untuk menghasilkan audit yang berkualitas, karena jika auditor kehilangan independensinya, maka laporan audit yang dihasilkan tidak sesuai dengan kenyataan yang ada sehingga tidak dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan Hasil penelitian Bolang dkk. (2013) menunjukkan bahwa independensi secara parsial berpengaruh positif terhadap kualitas audit auditor inspektorat. Hal ini berarti bahwa semakin meningkatnya independensi seorang auditor akan meningkatkan kualitas audit, artinya kualitas audit dapat dicapai jika auditor memiliki independensi yang baik. Kurnia dkk. (2014) mengungkapkan bahwa independensi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas audit artinya bahwa apabila auditor benar-benar independen dalam melakukan audit, maka kualitas audit yang dihasilkan pun tidak akan dipengaruhi oleh klien sehingga dapat dikatakan berkualitas. Zeyn (2014) menunjukkan bahwa independensi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas audit, dalam penelitiannya juga diungkap bahwa belum berkualitasnya audit internal inspektorat disebabkan oleh keterbatasan jumlah auditor inspektorat, terbatasnya waktu pemeriksaan dan banyaknya SKPD sebagai objek audit menjadi kendala dalam mengkomunikasikan dan membahas konsep temuan audit dengan kepala daerah dan kepala SKPD.

23 Dengan demikian, dapat dikemukakan hipotesis sebagai berikut: H2: Independensi berpengaruh positif terhadap kualitas audit auditor inspektorat dalam pengawasan keuangan daerah 3. Pengaruh motivasi terhadap kualitas audit auditor inspektorat Dalam konteks organisasi, motivasi adalah pemaduan antara kebutuhan organisasi dengan kebutuhan personil. Hal ini akan mencegah terjadinya ketegangan / konflik sehingga akan membawa pada pencapaian tujuan organisasi secara efektif. Motivasi merupakan salah satu faktor yang akan membuat seseorang mempunyai semangat juang yang tinggi untuk meraih tujuan dan memenuhi standar yang ada. Dengan kata lain, motivasi akan mendorong seseorang, termasuk auditor, untuk berprestasi, komitmen terhadap kelompok serta memiliki inisiatif dan optimisme yang tinggi. Respon atau tindak lanjut yang tidak tepat terhadap laporan audit dan rekomendasi yang dihasilkan akan dapat menurunkan motivasi auditor untuk menjaga kualitas audit. Efendy (2010) dan Devi (2009) menemukan bahwa motivasi berpengaruh positif terhadap kualitas audit, artinya bahwa motivasi akan membuat seseorang mempunyai semangat juang yang tinggi untuk meraih tujuan dan memenuhi standar yang ada. Respon atau tindak lanjut yang tidak tepat terhadap laporan audit dan rekomendasi yang dihasilkan akan dapat menurunkan motivasi auditor untuk menjaga kualitas audit. Dengan demikian, dapat dikemukakan hipotesis sebagai berikut: H3: Motivasi berpengaruh positif terhadap kualitas audit auditor inspektorat dalam pengawasan keuangan daerah

24 4. Pengaruh komitmen terhadap kualitas audit auditor inspektorat Komitmen merupakan bentuk kesetiaan dan loyalitas terhadap organisasi, yang mencerminkan kesanggupan untuk bertanggungjawab tentang tugas dan kewajiban yang dibebankan kepadanya. Allen dan Meyer (1993) mengajukan tiga model komitmen organisasional dan direfleksikan dalam tiga pokok utama yaitu: 1. Affective commitment adalah keinginan untuk bekerja pada perusahaan karena sepakat terhadap tujuan organisasi dan ada keinginan untuk menjalankannya. 2. Continuance commitment adalah keinginan untuk tetap bekerja pada perusahaan karena tidak ingin kehilangan sesuatu. 3. Normative commitment adalah keinginan untuk bekerja dan setia pada perusahaan karena memang itu yang seharusnya. Dalam lingkup audit internal, komitmen auditor sangat dibutuhkan, karena komitmen tersebut dapat mempengaruhi kinerja yang dalam hal ini kualitas audit, artinya auditor inspektorat yang mempunyai komitmen tinggi terhadap organisasinya secara otomatis akan menambah keterlibatannya dalam bekerja dan tidak mempunyai keinginan untuk keluar dari organisasi sehingga hal ini merupakan modal dasar untuk mendorong motivasi untuk mencapai kinerja yang tinggi. Hasil penelitian Devi (2009) menunjukkan bahwa komitmen berpengaruh positif terhadap kinerja. Wulandari dan Tjahjono (2011) menemukan bahwa secara parsial komitmen berpengaruh positif terhadap kinerja auditor, dalam penelitiannya diungkapkan bahwa hambatan yang ada dalam pencapaian komitmen organisasi adalah kurangnya kemauan dari dalam dirinya sendiri untuk

25 mencapai tujuan organisasi sehingga perlu dukungan dari semua pihak agar setiap individu terus memupuk kemauannnya untuk mencapai tujuan organisasi, selain itu perlu juga diberikan reward bagi auditor yang berprestasi. Utami dan Bonusyyeani (2009) menyatakan bahwa komitmen yang tinggi dalam bekerja akan dapat berkembang searah dan seiring pewujudan tujuan organisasi, dengan tidak adanya perasaan cemas atas pekerjaannya, maka staf akan bekerja dengan baik dalam rangka mewujudkan tujuan organisasinya sehingga menyebabkan tingkat komitmen organisasionalnya tinggi. Dengan demikian, dapat dikemukakan hipotesis sebagai berikut: H4: komitmen berpengaruh positif terhadap kualitas audit auditor Inspektorat dalam pengawasan keuangan daerah D. Skema Konseptual Penelitian Berdasarkan dari uraian latar belakang, tinjauan pustaka dengan teori-teori yang telah dijelaskan pada bab terdahulu terhadap penelitian ini, maka kerangka pemikiran dari penelitian ini adalah sebagai berikut : Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran Kompetensi Independensi Motivasi + + + + Kualitas Audit Auditor Inspektorat Komitmen