BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengendalian Internal 2.1.1 Pengertian Pengendalian Internal Peranan pengendalian internal dalam perusahaan sangat penting, hal ini berguna untuk menilai aktivitas perusahaan apakah berjalan dengan semestinya, kemungkinan risiko-risiko yang akan dihadapi, hingga pemantauan dan evaluasi pencapaian tujuan perusahaan. Menurut pendapat Setyadi (1986 : 29 ), Peranan adalah suatu aspek dinamika berupa pola tindakan baik yang abstrak maupun yang kongkrit dan setiap status yang ada dalam organisasi. Untuk lebih memberikan pemahaman, berikut ini penulis jabarkan beberapa pengertian pengendalian internal: Pengertian pengendalian intern dalam Standar Profesional Akuntan Publik yang diterbitkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (2001:319.2) adalah Sebagai suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen dan prosenel lain yang didesain untuk memberikan keyakinan memadai tentang pencapain tentang tiga golongan tujuan berikut : (1) keandalan pelaporan keuangan (2) kesesuaian dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku (3) efektivitas dan efisiensi operasi. Defenisi yang diberikan American Institute of Certified Public Accountants (AICPA) dalam Sugiri (2000:3) mengartikan bahwa:
Pengendalian Internal meliputi koordinasian struktur organisasi dan semua cara serta alat yang digunakan dalam perusahaan dengan tujuan untuk : (1) Mengamankan harta perusahaan (2) Meningkatkan ketelitian dan dapat dipercayai data akuntansi (3) Meningkatkan efesiensi operasi (4) Mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen yang telah ditetapkan. Pengertian pengendalian intern yang dijelaskan dalam Lamp. SE No.5/22/DPNP tanggal 29 September 2003 adalah: Suatu mekanisme pengawasan yang ditetapkan oleh manajemen Bank secara berkesinambungan (on going basis), guna (1)menjaga dan mengamankan harta kekayaan Bank (2) menjamin tersedianya laporan yang lebih akurat (3)meningkatkan kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku (4)mengurangi dampak keuangan/kerugian, penyimpangan termasuk kecurangan/fraud, dan pelanggaran aspek kehati-hatian (5)meningkatkan efektivitas organisasi dan meningkatkan efisiensi biaya. 2.1.2 Tujuan Pengendalian Internal Menurut Mulyadi dalam bukunya yang berjudul Audit ( 2002 : 180 ) adalah: Tujuan pengendalian intern adalah untuk memberikan keyakinan memadai dalam pencapaian tiga golongan tujuan : (1) Keandalan informasi, (2) Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku, (3) Efektifitas dan efisiensi operasi. Sedangkan menurut Henry Simamora (2000: 208) dalam bukunya Akuntansi Basis Pengambilan Keputusan Bisnis bahwa tujuan pengendalian internal adalah sebagai berikut : (1) Memastikan bahwa organisasi beroperasi secara efektif dan Efisisen (2) Menghasilkan informasi keuangan yang terandalkan (3) Sejalan dengan peraturan perundang-undangan.
Jadi dapat dikatakan bahwa pengendalian internal yang diterapkan pada perusahaan bertujuan agar para manajemen dan pemilik perusahaan mengetahui keefektifan operasional sesuai dengan peraturan yang berlaku dan dapat memantau kegiatan keuangan dengan benar. 2.1.3 Unsur Pengendalian Internal Menurut Mulyadi dalam bukunya Auditing ( 2002 : 183 ), menyebutkan unsurunsur pokok pengendalian intern adalah sebagai berikut: (1) Lingkungan pengendalian (2) Penetapan risiko (3) Aktivitas pengendalian (4) Informasi dan komunikasi akuntansi (5) Pemantauan. Pengendalian intern juga dijelaskan dalam buku Standar Profesional Akuntan Publik ( 2001 : 319.2 ) yang diterbitkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia yang mengemukakan bahwa : Pengendalian intern terdiri dari lima komponen yang saling terkait diantaranya adalah sebagai berikut : a) Lingkungan pengendalian merupakan corak suatu organisasi, mempengaruhi kesadaran akan pengendalian orang-orangnya. Lingkungan pengendalian merupakan dasar untuk semua komponen pengendalian intern, menyediakan kedisiplinan dalam sebuah struktur. b) Penaksiran risiko adalah identifikasi entitas dan analisis terhadap risiko yang relevan untuk mencapai tujuannya dalam membentuk suatu dasar bagaimana risiko harus dikelola.
c) Aktivitas pengendalian adalah kebijakan dan prosedur yang membantu serta menjamin bahwa arahan manajemen dilaksanakan. d) Informasi dan komunikasi akuntansi adalah pengidentifikasian, penangkapan, pertukaran informasi dalam suatu bentuk dan waktu yang memungkinkan setiap orang melaksanakan tanggungjawabnya masingmasing. e) Pemantauan adalah proses penentuan kualitas kinerja pengendalian intern sepanjang waktu. 2.2 Bank Bank merupakan lembaga keuangan yang menjadi tempat penghimpunan dan penyimpanan dana masyarakat dalam bentuk tabungan. Bank juga memfasilitasi penyaluran dana kembali dalam bentuk kredit atau pembiayaan. Untuk lebih jelasnya, akan dijabarkan dalam Undang-undang RI Nomor 10 tahun 1998, yang diterbitkan tanggal 10 November 1998 tentang perbankan, yaitu : Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak. Dalam Undang- Undang RI. Nomor 10 Tahun 1998 dapat diketahui jenis-jenis bank dari berbagai segi, yaitu : 1. Dilihat dari Segi Fungsinya Menurut Undang-Undang Pokok Perbankan No.7 Tahun 1992 dan ditegaskan lagi dengan keluarnya Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1998 maka jenis perbankan menurut fungsinya terdiri dari :
a. Bank Umum Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. b. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah. Dalam kegiatannya BPR tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. 2. Dilihat dari Segi Kepemilikannya a. Bank milik pemerintah Bank milik pemerintah merupakan bank yang akte pendirian maupun modal bank ini sepenuhnya dimiliki oleh Pemerintah Indonesia, sehingga seluruh keuntungan bank ini dimiliki oleh pemerintah. b. Bank milik swasta nasional Merupakan bank yang seluruh atau sebagian besar sahamnya dimiliki oleh swasta nasional. Kemudian akte pendiriannya pun didirikan oleh swasta, begitu pula dengan pembagian keuntungannya untuk keuntungan swasta. c. Bank milik koperasi
Merupakan bank yang kepemilikan saham-sahamnya dimiliki oleh perusahaan yang bebadan hukum koperasi. d. Bank milik asing Bank milik asing merupakan cabang dari bank yang berada diluar negeri, baik milik swasta asing maupun pemerintah asing. Kepemilikannya pun jelas dimiliki oleh pihak asing. e. Bank milik campuran Kepemilikan saham bank campuran dimiliki oleh pihak asing dan pihak swasta nasional. Kepemilikan sahamnya secara mayoritas dipegang oleh warga Negara Indonesia. 3. Dilihat dari Segi Status a. Bank devisa Merupakan bank yang dapat melaksanakan transaksi keluar negeri, atau yang berhubungan dengan mata uang asing secara keseluruhan. b. Bank non devisa Merupakan bank yang belum mempunyai izin untuk melaksanakan transaksi keluar negeri.
4. Dilihat dari Cara Menentukan Harga a. Bank berdasarkan prinsip konvensional (Barat) Adalah bank yang dalam mencari keuntungan berdasarkan prinsip konvensional yaitu : - Menetapkan bunga sebagai harga, untuk produk sinpanan dan pinjaman (kredit) - Untuk jasa-jasa bank lainnya pihak perbankan menerapkan berbagai biaya dalam nominal dan presentase tertentu. b. Bank berdasarkan prinsip syariah (Islam) Adalah bank yang dalam mencari keuntungan berdasarkan pada prinsip syariah adalah sebagai berikut : - Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil - Pembiayaan berdasarkan prinsip pernyataan modal - Prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan - Pembiayaan modal berdasarkan sewa murni tanpa pilihan atau dengan adanya pilihan dengan pemondalan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain. Pengertian prisnsip syariah dalam undang-undang republik Indonesia No. 21 tahun 2008 Bab 1 Pasal 1 ayat 13 menyebutkan Prinsip Syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dengan pihak lain untuk menyimpan dana dan atau pembiayaan kegiatan
usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina). 2.3 Efektivitas Pemberian Produk Pembiayaan 2.3.1 Pengertian Efektivitas Efektivitas pemberian kredit atau pembiayaan dalam perbankan menjadi salah satu hal yang perlu dicermati. Jika kredit yang diberikan tidak berdasar prinsip kehatihatian maka akan mempengaruhi kesehatan bank nantinya. Di bawah ini akan dijabarkan beberapa pendapat tentang efektivitas. Pengertian efektivitas menurut Agoes Sukrisno dalam bukunya Auditing (2004:182) adalah : Perbandingan masukan antara keluaran dalam berbagai kegiatan sampai dengan pencapaian tujuan yang ditetapkan baik ditinjau dari kualitas (volume) hasil kerja maupun batas waktu yang ditargetkan. Pendapat lain menurut Abdul Halim dalam bukunya Sistem Pengendalian Manajemen (2004:3) adalah : Hubungan antara output dengan pusat pertanggung jawaban, semakin besar kontribusi output terhadap tujuannya, maka semakin efektif suatu unit tersebut.
2.3.2 Pengertian Pembiayaan Pembiayaan merupakan salah satu aktivitas bank syariah berupa kredit atau pendanaan yang diberikan sesuai ketentuan dan kesepakatan yang telah diketahui dan di setujui bersama. Menurut Undang-Undang No.10 Tahun 1998 : Pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang di biayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. Menurut M. Syafii Antonio. (2001 : 160), Pembiayaan adalah pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan defisit unit. Menurut Muhammad (2002 : 91), dalam bukunnya Manajemen Bank Syariah, produk pembiayaan syariah terbagi dalam empat kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan penggunaannya yaitu: 1. Pembiayaan dengan prinsip Jual Beli ( Ba i ) Prinsip jual beli dilaksanakan sehubungan dengan adanya perpindahan kepemilikan barang atau benda (Transfer Of Property) Tingkat keuntungan ditentukan didepan dan menjadi bagian harga atas barang yang dijual. Transaksi jual beli dapat dibedakan berdasarkan bentuk pembayaran dan waktu penyerahan yakni sebagai berikut: a. Pembiayaan Murabahah b. Pembiayaan Salam c. Pembiayaan Istisnah 2. Pembiayaan dengan Prinsip Sewa (Ijarah) Transaksi Ijarah dilandasi oleh adanya perpindahan manfaat. Jadi pada dasarnya prinsip Ijarah sama saja dengan prinsip jual beli, tapi
perbedaannya terletak pada objek transaksinya. Bila pada jual beli objek transaksinya adalah barang, pada ijarah objek transaksi adalah jasa. Pada akhir masa sewa, bank dapat saja menjual barang yang disewakan kepada nasabah. 3. Prinsip Bagi Hasil Produk pembiayaan syariah yang didasarkan atas prinsip bagi hasil adalah sebagai berikut : 1) Pembiayaan Musyarakah 2) Pembiayaan Mudharabah 4. Pembiayaan Dengan Akad Pelengkap Untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan, biasanya diperlukan akad pelengkap. Akad pelengkap ini tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, tetapi di tujukan untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan, meskipun tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, dalam akad pelengkap ini dibolehkan untuk meminta pengganti biaya-biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan akad ini. Adapun jenisjenis akad pelengkap ini adalah sebagai berikut: 1) Hiwalah (Alih Hutang-Piutang) 2) Rahn (Gadai) 3) Qardh 4) Wakalah (Perwakilan) 5) Kafalah (Garansi Bank) Sedangkan menurut sifat penggunaannya, pembiayaan dapat dibagi menjadi dua hal, yaitu:
a. Pembiayaan Produktif Pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan usaha baik usaha produksi, perdagangan, maupun investasi. Menurut keperluannya, pembiayaan produktif dapat dibagi menjadi dua hal berikut: 1. Pembiayaan modal kerja, yaitu pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan: (a)peningkatan produksi dan (b)untuk keperluan perdagangan atau peningkatan utilityof place dari suatu barang. 2. Pembiayaan investasi, yaitu untuk memenuhi kebutuhan barang-barang modal (capital goods) serta fasilitas-fasilitas yang erat kaitannya dengan itu. b. Pembiayaan Konsumtif Pembiayaan yang dipergunakan untuk memenuhi konsumsi, yang akan habis digunakan untuk memenuhi kebutuhan. 2.3.3 Unsur-Unsur Pengendalian Internal Kredit Untuk mencapai tujuan pengendalian, khususnya pengendalian internal pemberian kredit atau produk pembiayaan pada bank syariah, ada unsur tertentu yang secara spesifik dirinci berdasarkan proses berjalannya. Unsur-unsur pengendalian kredit tersebut adalah sebagai berikut :
a. Personil yang kompeten dan dapat dipercaya Pada saat permohonan, personil harus tahu syarat dan data yang harus dipenuhi oleh nasabah, serta jenis-jenis fasilitas yang disediakan oleh bank. Pada saat proses, personil punya kemampuan menganalisa kredit dan mampu bersikap jujur dan obyektif. Pada saat penarikan, personil mempunyai pengetahuan yuridis mengenai pengikatan dan penguasaan jaminan kredit. Pada saat monitoring, personil mampu dan mengerti untuk memahami laporan usaha nasabah, serta punya inisiatif bila menemukan hal-hal yang menyimpang dari yang disyaratkan oleh bank. b. Adanya pemisahan tugas Pada saat permohonan, petugas penilai jaminan bebeda dengan petugas analisis kredit. Pada saat proses, hasil analisis kredit dinilai kembali oleh pejabat bank yang lebih tinggi. Pada saat penarikan, pejabat bank yang melakukan persetujuan atas penarikan kredit berbeda dengan petugas bank yang melaksanakannya. Pada saat monitoring, petugas bank yang mengelola rekening aktif nasabah memberikan informasi kepada pejabat bagian kredit.
c. Prosedur otorisasi yang tepat Pada saat permohonan, prosedur permohonan kredit dipenuhi melalui proses dalam organisasi bank tersebut. Pada saat proses, petugas memperhatikan adanya wewenang pemutusan kredit dan syarat-syarat yang ditetapkan oleh bank. Pada saat penarikan, hanya pejabat bank yang berwenang yang dapat memberikan otorisasi dalam penarikan atas kredit nasabah. Pada saat monitoring, petugas bagian kredit memperhatikan catatan dari pejabat bank pada laporan nasabah. d. Dokumen dan catatan yang memadai Pada saat permohonan, kelengkapan data permohonan kredit dari nasabah serta informasi lainnya dicatat. Pada saat proses, analisa berdasarkan informasi dan data selengkap mungkin. Pada saat penarikan, kelengkapan atau standarisasi atas kelengkapan dokumen-dokumen warkat-warkat bank serta perangkat kerja administrasi bank. Pada saat monitoring, file perkreditan terpelihara yang meliputi data mengenai nasabah. e. Kontrol fisik aktiva dan catatan Pasaat permohonan, pemeriksaan di tempat (on the spot) atas usaha nasabah maupun jaminan kredit. Pada saat proses, analisa berdasarkan hasil pemeriksaan ditempat.
Pada saat penarikan, penarikan kredit memperhatikan kebutuhan keuangan nasabah serta dokumen yang dititipkan oleh nasabah disimpan dengan baik. Pada saat monitoring, diadakan pemeriksaan on the spot secara teratur atas usaha nasabah serta diadakan pengecekan ulang atas laporan nasabah dengan pemeriksaan di tempat. f. Pemeriksaan pekerjaan secara independen Untuk memastikan berfungsi sistem pengendalian dalam kegiatan perkreditan, maka perlu adanya pemeriksaan yang bersifat independen yang dilakukan oleh Satuan Kerja Audit Intern (SKAI). 2.3.4 Prinsip-Prinsip Kredit Setiap pemberian kredit atau pembiayaan diperlukan pertimbangan dan kehatihatian agar kepercayaan sebagai salah satu unsur utama pemberian kredit atau pembiayaan dapat terwujud, sehingga tepat sasaran dan terjamin pengembaliannya tersebut tepat waktu sesuai perjanjian. Rachmat Firdaus dalam Manajemen Perkreditan Bank Umum (2004;83) menjelaskan Tiga macam konsep tentang prinsip pemberian kredit bank adalah sebagai berikut, prinsip 5C, prinsip 5P dan prinsip 3R. Prinsip penilaian kredit dengan 5C adalah sebagai berikut :
a. Character Penilaian character nasabah cukup kompleks karena berkaitan dengan watak dan perilaku seseorang secara individu atau kelompok. Pejabat bank yang bertugas melakukan penilaian karakter debitur perlu memperhatikan sifat-sifat sebagai berikut: kejujuran, kecerdasan, kebiasaan-kebiasaan, hingga temperamental yang berlebihan dan sebagainya. Informasi yang juga perlu diketahui adalah apakah calon debitur masuk dalam daftar hitam atau Daftar Orang Tercela (DOT). b. Capacity Berkaitan dengan kemampuan debitur mengelola usahanya secara sehat dan memperoleh laba sesuai yang diperkirakan, penilaian kemampuan tersebut perlu agar diketahui sejauh mana debitur dapat membayar kewajibannya tepat waktu sesuai perjanjian kredit. c. Capital Penilaian modal perlu dilakukan agar diketahui apakah debitur memiliki modal yang memadai dalam menjalankan dan mempertahankan kelangsungan usahanya. d. Collateral Barang jaminan yang diserahkan debitur sebagai jaminan kredit bank perlu dinilai untuk mengetahui sejauh mana jaminan atau agunan tersebut menutupi risiko kegagalan pengembalian kewajiban debitur.
e. Condition of economy Terkait keadaan ekonomi yang suatu saat dapat secara langsung mempengaruhi kegiatan usaha debitur maka prinsip ini juga perlu diperhatikan. Kemudian penilaian kredit dengan metode 5P adalah sebagai berikut : 1. Party klasifikasi nasabah ke dalam golongan tertentu berdasarkan modal, loyalitas, dan karakter. Sehingga nasabah akan mendapat fasilitas yang berbeda dari bank. 2. Purpose Bermacam-macam tujuan pengambilan kredit sesuai dengan kebutuhan sehingga perlu diketahui tujuan nasabah dalam pengambilan kredit, termasuk jenis kredit yang diinginkan. 3. Payment Merupakan ukuran tingkat pengembalian kredit atau pembiayaan yang telah diambil dan darimana sumber dana dalam mengembalikan kredit, yang jika semakin banyak sumber penghasilan debitur maka akan semakin baik. 4. Profitability Menganalisis bagaimana kemampuan nasabah dalam menghasilkan laba yang diukur dari setiap periode apakah tetap sama atau semakin meningkat, sesuai dengan penambahanan kredit bila diperolehnya.
5. Protection Mengetaui bagaimana menjaga usaha dan jaminan serta mendapatkan perlindungan, apakah berupa jaminan barang atau orang atau jaminan asuransi. Ada pula prinsip 3R yaitu : 1. Return/Returning (hasil yang dicapai) Return dimaksudkan berupa penilaian atas hasil yang akan dicapai debitur setelah dibantu oleh bank apakah hasil tersebut dapat untuk menutup pinjaman serta kemungkinan usahanya berkembang atau tidak. Return dapat pula diartikan keuntungan yang diperoleh bank apabila memberikan kredit kepada pemohon. 2. Repayment (pembayaran kembali) Bank harus menilai calon debitur seberapa besar tingkat pembayaran kembali pinjaman sesuai dan apakah kredit harus diangsur atau dilunasi sekaligus diakhir periode. 3. Risk Bearing Ability (kemampuan untuk menanggung resiko) Bank harus menilai sejauh mana debitur mampu menanggung risiko kegagalan bila terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Secara umum tahapan-tahapan/ prosedur pemberian kredit atau pembiayaan adalah sebagai berikut :
1. Pengajuan berkas-berkas Dalam hal ini calon debitur mengajukan permohonan kredit yang dituangkan dalam suatu proposal. Kemudian dilampirkan dengan berkas lain yang dibutuhkan. a. Pengajuan proposal hendaknya berisi - Latar belakang perusahaan, seperti riwayat hidup singkat perusahaan, jenis bidang usaha, identitas perusahaan, dan lain-lain. - Maksud dan tujuan - Besarnya kredit dan jangka waktu - Cara pengembalian permohonan kredit - Jaminan kredit b. Melampirkan dokumen yang meliputi foto kopi - Akte notasris digunakan untuk perusahaan yang berbentuk PT atau Yayasan. - T.D.P (Tanda Daftar Perusahaan), merupakan tanda daftar perusahaan yang dikeluarkan oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan. - N.P.W.P (Nomor Pokok Wajib Pajak) - Neraca dan laporan laba rugi tiga tahun terakhir - Bukti diri dari pimpinan perusahaan - Foto kopi dan sertifikat jaminan 2. Penyidikan berkas pinjaman
Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah berkas yang diajukan sudah lengkap sesuai persyaratan dan sudah benar. Jika menurut pihak perbankan belum lengkap atau cukup maka nasabah diminta untuk segera melengkapinya dan apabila sampai batas tertentu nasabah tidak sanggup melengkapi kekurangan tersebut, maka sebaiknya permohonan kredit dibatalkan saja. 3. Wawancara awal Merupakan penyidikan kepada calon peminjam dengan langsung berhadapan dengan calon peminjam. Tujuanya adalah untuk menyakinkan bank apakah berkas-berkas tersebut sesuai dan lengkap seperti yang diinginkan bank. 4. On the Spot Merupakan kegiatan pemeriksaan kelapangan dengan meninjau bebagai obyek yang dijadikan usaha atau jaminan.kemudian hasilnya dicocockan dengan hasil wawancara I. 5. Wawancara II Merupakan kegiatan perbaikan berkas-berkas, jika mungkin ada kekurangan pada saat setelah dilakukan on the spot di lapangan. 6. Keputusan kredit Keputusan kredit dalam hal ini adalah untuk menentukan apakah kredit akan diberikan atau ditolak, jika diterima maka dipersiapakan administrasinya dan jika ditolak maka dikirimkan surat penolakannya sesuai dengan alasan.
7. Penandatanganan perjanjian kredit Kegiatan ini merupakan kelanjutan dari diputuskannya kredit, maka sebelum kredit dicairkan maka terlebih dulu calon nasabah menandatangani akad kredit, mengikat jaminan dengan surat perjanjian atau pernyataan yang dianggap perlu. Penandatangan dilaksanakan antara bank dengan debitur secara langsung atau dengan melalui notaris 8. Realisasi kredit Realisasi kredit diberikan setelah penandatanganan surat-surat yang diperlukan dengan membuka rekening giro atau tabungan di bank yang bersangkutan. 9. Penyaluran kredit Merupakan pencairan atau pengambilan uang dari rekening sebagai realisasi dari pemberian kredit dan dapat diambil sesuai ketentuan dan tujuan kredit yaitu secara sekaligus atau secara bertahap 2.4 Peranan Pengendalian Internal dalam Menunjang Efektivitas Sistem Pemberian Produk Pembiayaan Untuk menjaga kekayaan perusahaan, serta tersedianya informasi baik keuangan maupun manajemen yang memadai, dan mencegah terjadinya kecurangan dalam aktivitas pembiayaan khususnya, maka disinilah pengendalian internal mempunyai peran penting. Bank yang baik tentu akan berupaya menerapkan pengendalian internal secara memadai yang meliputi beberapa komponen yaitu lingkungan
pengendalian, penaksiran risiko, aktivitas pengendalian, informasi komunikasi, dan pemantauan. Dengan menggunakan prinsip umum perkreditan yang juga diterapkan untuk pembiayaan syariah yakni 5C dan 5P seperti yang sudah dijabarkan di atas, diharapkan pemberian kredit atau pembiayaan dapat berjalan secara efektif.