I. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Indonesia saat ini sudah semakin maju. Dilihat dari

I. PENDAHULUAN. sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu : menarik dan mendorong

I. PENDAHULUAN. industri pertanian, dimana sektor tersebut memiliki nilai strategis dalam

Susu : Komoditi Potensial Yang Terabaikan

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan bahan-bahan yang dapat dikonsumsi sehari-hari untuk. cair. Pangan merupakan istilah sehari-hari yang digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar dan pokok yang dibutuhkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

PERSUSUAN INDONESIA: KONDISI, PERMASALAHAN DAN ARAH KEBIJAKAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 Universitas Indonesia

I. PENDAHULUAN. manusia, karena didalamnya mengandung semua komponen bahan yang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk

I. PENDAHULUAN. Pasar bebas bukan saja merupakan peluang namun juga ancaman. yang harus dihadapi oleh industri yang berkeinginan untuk terus maju dan

I. PENDAHULUAN. oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada

BAB I. PENDAHULUAN. [Januari, 2010] Jumlah Penduduk Indonesia 2009.

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk selalu bertambah dari tahun ke tahun, hal tersebut terus

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal. [20 Pebruari 2009]

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

II TINJAUAN PUSTAKA. Juni 2010] 6 Masalah Gizi, Pengetahuan Masyarakat Semakin Memprihatinkan. [10

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. kontribusi besar dalam pengembangan pertanian di Indonesia. Dalam beberapa

I. PENDAHULUAN. menghadapi krisis ekonomi di Indonesia. Salah satu sub sektor dalam pertanian

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk

I. PENDAHULUAN. potensi sumber daya alam yang besar untuk dikembangkan terutama dalam

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Dengan kondisi geografis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan cukup penting dalam memberikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sumber : Badan Pusat Statistik

I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan.

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUBSEKTOR PETERNAKAN SUSU

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan luas wilayah terbesar se-asia

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011

I. PENDAHULUAN. dan siap untuk dimakan disebut makanan. Makanan adalah bahan pangan

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha

PENDAHULUAN. Latar Belakang. dimanfaatkan oleh manusia untuk memenuhi asupan gizi tubuh. Susu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Salah satu usaha peternakan yang digalakkan oleh pemerintah

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar

SITUASI PANGAN DAN GIZI WILAYAH (Kasus di Kabupaten Tuban) PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan salah satu sumber protein hewani yang paling

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah

BAB I. PENDAHULUAN. gizi yang tinggi yang disekresikan oleh kelenjar mamae dari hewan betina

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. Sumber :

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A

PENDAHULUAN. setelah beras. Jagung juga berperan sebagai bahan baku industri pangan dan

TINJAUAN PUSTAKA. antar negara yang terjadi pada awal abad ke-19, menyebabkan tanaman kedelai

BAB I PENDAHULUAN. maupun yang sudah modern. Perkembangan jumlah UMKM periode

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN. Telur ayam merupakan jenis makanan bergizi yang popular dikalangan

I PENDAHULUAN. Gambar 1. Grafik Perkembangan Produksi Susu Provinsi Jawa Barat Tahun (Ton) Sumber: Direktorat Jendral Peternakan, 2010

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian, Semester I 2014 Ekspor Impor Neraca

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.

PENDAHULUAN. Peranan studi kelayakan dan analisis proyek dalam kegiatan pembangunan. keterbatasan sumberdaya dalam melihat prospek usaha/proyek yang

I. PENDAHULUAN. komoditi pertanian, menumbuhkan usaha kecil menengah dan koperasi serta

1 PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jendral Peternakan 2010

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pembangunan kesehatan di Indonesia akhir-akhir ini

BAB I PENDAHULUAN. Susu olahan adalah salah satu jenis minuman yang. telah dikenal oleh masyarakat Indonesia sudah sejak lama dan dikenal

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari sektor

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya melimpah

PENDAHULUAN. Latar Belakang. suatu negara. Produksi susu menjadi suatu tolak ukur dalam program

1. PENDAHULUAN. sangat tinggi. Jumlah penduduk Indonesia di tahun 2008 diperkirakan sebesar

I. PENDAHULUAN. mempunyai peranan dalam memanfaatkan peluang kesempatan kerja.

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai bobot badan antara 1,5-2.8 kg/ekor dan bisa segera

PROSPEK TANAMAN PANGAN

LAPORAN KINERJA 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

ILMU PRODUKSI TERNAK PERAH PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. petani, mengisyaratkan bahwa produk pertanian yang dihasilkan harus memenuhi

OUTLOOK Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian 2016

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Faktor-Faktor Penting yang Memengaruhi Dayasaing Suatu Komoditas

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Semakin kompleksnya kebutuhan suatu negara, hampir tidak satupun negara

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. kecukupan pangan bagi suatu bangsa merupakan hal yang sangat strategis untuk

BAB I PENDAHULUAN. negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Proyeksi konsumsi kedelai nasional

BAB I PENDAHULUAN. Daging sapi merupakan salah satu komoditas pangan yang selama ini

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi kebutuhan pangan yang terus meningkat akibat bertambahnya jumlah penduduk, untuk peningkatan rata-rata pendapatan penduduk nasional dan untuk penciptaan lapangan kerja. Konstribusi subsektor peternakan terhadap sektor pertanian dan produk domestik bruto pada tahun 2001 masing-masing adalah 11% dan 1,9% (Rusfrida, 2004). Oleh sebab itu, subsektor peternakan diharapkan sebagai sektor pertumbuhan baru. Komoditi peternakan dikenal sebagai komoditas yang memiliki banyak manfaat, salah satunya adalah produk utama ternak (daging, susu dan telur) merupakan sumber bahan pangan yang bergizi tinggi. Susu sebagai salah satu produk peternakan merupakan sumber protein hewani yang mengandung zat gizi yang lengkap diantaranya kalori, protein, lemak, hidrat arang, kalsium, fosfor, besi dan asam amino essensial yang tidak dapat dibuat sendiri oleh tubuh manusia. Asam amino yang berasal dari susu ini berfungsi untuk pertumbuhan dan menjalankan fungsi saraf. Oleh sebab itu dengan mengkonsumsi susu akan memperbaiki nilai gizi dan meningkatkan kecerdasan seseorang, sehingga susu baik dikonsumsi untuk bayi ataupun untuk orang dewasa dan lanjut usia. Saat ini Indonesia berada pada tingkat sangat rendah dalam Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index) yaitu pada peringkat 112 dari 117 didunia. Salah satu peneyebab utamanya adalah rendahnya konsumsi bangsa Indonesia terhadap protein hewani termasuk konsumsi susu. Hal ini dapat dilihat pada konsumsi susu per kapita masyarakat

Indonesia tahun 2000 hanya sebesar 4,2 liter per tahun sedangkan rata-rata konsumsi per kapita negara-negara lain jauh lebih tinggi, seperti Bangladesh 31,33 liter/kapita/tahun, Filipina 20 liter/kapita/tahun, Kamboja 12,97 liter/kapita/tahun, Singapura 47 liter/kapita/tahun dan Malaysia 20 liter/kapita/tahun (Trobos, 2003). Dengan demikian tidak dapat dipungkiri bahwa susu dan peternakan sapi perah sebagai penghasil utamanya memiliki peranan penting dalam pembangunan nasional sehingga keberadaannya perlu diperhatikan dan dikembangkan secara optimal. Bila dilihat dari jenis komoditi susu yang dikonsumsi, diketahui bahwa selera masyarakat Indonesia lebih menyenangi susu kental manis, kemudian menyusul susu bubuk dalam kaleng, susu murni, susu bubuk kiloan dan susu cair pabrik (Simatupang et al., 1993). Gambar 1 memperlihatkan perbandingan antara konsumsi susu cair segar dengan susu bubuk pada beberapa negara di dunia. Indonesia 17,90% 82,10% Cina 23,50% 76,50% Thailand 11,80% 88,20% Susu Bubuk India 2,20% 97,80% Susu Cair USA 0,30% 99,70% 0,00% Belanda 100,00% Sumber : Canadean Survey 2004 Gambar 1. Perbandingan Konsumsi Susu Cair Segar dan Susu Bubuk di Tiap Negara Pada Tahun 2003 2

Pada Gambar 1 tersebut, terlihat bahwa penduduk Indonesia lebih terbiasa untuk mengkonsumsi susu bubuk daripada susu segar dengan perbandingan 82,1% : 17,90%. Berbeda dengan negara-negara lain seperti Cina, Thailand, India, USA dan Belanda, yang mengkonsumsi susu dalam bentuk susu cair segar hingga mencapai 100%. Persentase konsumsi susu cair segar yang rendah ini di Indonesia akibat kurangnya pengetahuan konsumen tentang produk susu segar mulai dari kandungan gizi, proses produksi, keamanan pangan (higienitas) dan pemasaran susu segar. Gizi yang terkandung dalam susu segar berupa lemak, protein, vitamin dan mineral murni, sedangkan kandungan gizi susu bubuk bukan dalam bentuk murni namun nutrisi yang ditambahkan untuk mengganti nutrisi yang hilang selama proses produksi. Dengan demikian nilai gizi susu cair segar lebih tinggi dibandingkan dengan susu bubuk. Namun di sisi lain, masyarakat yang mengetahui tentang manfaat susu cair segar ini kesulitan dalam mendapatkannya, oleh sebab itu masyarakat banyak yang membeli susu cair dalam bentuk kemasan dibandingkan dengan susu cair yang dijual peternak. Selain itu keberhasilan pembangunan nasional saat ini berdampak pada perubahan konsumsi masyarakat yang semula lebih banyak mengkonsumsi karbohidrat ke arah konsumsi seperti daging, telur, dan susu (Putu et al., 1997). Jika konsumsi susu rata-rata Indonesia meningkat setengah saja dari rata-rata konsumsi per kapita negara-negara di ASEAN seperti Malaysia, maka kebutuhan susu diperkirakan akan meningkat luar biasa. Ditambah dengan potensi jumlah penduduk Indonesia yang besar dengan populasi penduduk pada tahun 2003 berjumlah kurang lebih 220 juta jiwa, juga akan meningkatkan permintaan susu dalam negeri (BPS, 2003). 3

Namun jika dilihat pada sisi produksi susu yang dihasilkan oleh peternakan dalam negeri saat ini belum dapat memenuhi permintaan susu dalam negeri. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1 yang menyajikan tentang data mengenai pertumbuhan produksi dan konsumsi hasil peternakan. Tabel 1. Tingkat Pertumbuhan Produksi dan Konsumsi Hasil Peternakan 1970-2001 (dalam %) Hasil Peternakan Produksi Konsumsi Pangsa produksi terhadap Konsumsi Daging Sapi 2.04 2.20 98.18 Daging Ayam 8.83 8.83 99.79 Susu 5.02 4.29 43.66 Telur 7.89 7.85 99.93 Jagung (proxy makanan ternak) 3.94 4.63 98.52 Sumber : Dihitung dari Neraca Pangan FAO, 2003 Dapat dilihat pada Tabel 1 bahwa tingkat pertumbuhan rata-rata produksi dari periode 1970 sampai 2001 mempunyai persentase lebih tinggi dibanding konsumsi, namun jika dilihat pada pangsa produksi terhadap konsumsi ternyata produksi hasil ternak belum mencukupi untuk memenuhi permintaan sumber pangan hewani dalam negeri. Terutama pada produk susu yang menempati presentase paling kecil dalam hal pencapaian pangsa pasar yaitu hanya 43,66% sedangkan sisanya dipenuhi dari impor. Mengingat hal diatas yakni besarnya konsumsi (permintaan) susu dalam negeri dan masih minimnya pasokan susu dari peternak lokal, merupakan peluang usaha yang masih dapat dimanfaatkan. Produksi susu lokal yang rendah akibat usaha peternakan yang tidak dilaksanakan secara optimal dan serius yang dibuktikan dengan skala usaha peternak di Indonesia yang hanya bersifat skala rumah tangga dengan kepemilikan sapi berkisar antara dua sampai empat ekor (Trobos, 2003). Ditambah lagi 4

dengan hasil kesepakatan pemerintah dengan IMF yang menyepakati bahwa tarif bea masuk 0% dan penghapusan Busep (bukti serap), produk impor termasuk impor susu leluasa untuk masuk ke Indonesia dan merebut pasar produsen domestik (Trobos, 2004). Jika tidak dilakukan pembenahan maka peningkatan konsumsi susu domestik sebesar 4,29% per tahun dimanfaatkan untuk keuntungan susu impor dibandingkan dengan susu lokal. Peningkatan rata-rata impor susu dari tahun 1999-2003 adalah 24,4% sedangkan peningkatan produksi susu dalam negeri hanya mencapai 5,02% per tahun. Untuk menekan susu impor menjadi kurang dari 50% usaha yang mungkin dapat dilakukan salah satunya adalah meningkatkan populasi sapi perah dengan peningkatan skala pemeliharaan setiap peternak (Trobos, 2004). Produksi susu segar di dalam negeri sebagian besar yaitu 91% dihasilkan oleh usaha rakyat dengan ukuran usaha dua sampai empat ekor per peternak (Trobos, 2003). Dengan ukuran tersebut usaha ternak sapi perah rakyat digolongkan sebagai usaha yang kurang ekonomis karena keuntungan yang didapat dari hasil penjualan susu hanya cukup untuk memenuhi sekitar 48,83% dari kebutuhan hidup keluarga apabila biaya tenaga kerja tidak diperhitungkan dan hanya 33,67% dari kebutuhan hidup keluarga apabila biaya tenaga kerja diperhitungkan. Oleh sebab itulah sebagian besar peternak di Indonesia mempunyai tingkat kesejahteraan rendah. Tambahan pula, usaha ternak sapi perah rakyat pada umumnya melakukan kerjasama kemitraan dalam bentuk koperasi. Koperasi merupakan salah satu simpul media penggerak pembangunan agribisnis peternakan sapi perah rakyat baik dalam konteks on farm maupun dalam konteks off farm. Namun dengan program kemitraan koperasi ini tidak 5

efisien khususnya dalam mengelola usaha peternak rakyat yang disebabkan karena koperasi belum mampu mengembangkan pasar sendiri dan masih menggantungkan diri pada IPS (Trobos, 2003). Jika kondisi tersebut diatas dibiarkan, maka bukannya tidak mungkin akan terjadi penurunan produksi susu dalam negeri akibat banyaknya peternak yang tidak dapat melanjutkan usahanya. Keadaan ini mengisyaratkan perlu adanya perbaikan pola usaha ternak, sehingga sejauh mungkin dengan sumber daya yang terbatas yang dimiliki oleh peternak rakyat dapat memberikan perbaikan kesejahteraan bagi peternak tersebut. Oleh sebab itulah perlu dilakukan penelitian mengenai usaha ternak sapi perah yang dapat memberikan kesejahteraan yang layak bagi pelakunya. Kemudian permasalahan yang diduga sering dihadapi dalam kegiatan usaha sapi perah adalah kondisi dan ketersediaan dari faktor produksi yang mempengaruhi usaha serta hasil produksi susu yang berfluktuasi. Selain itu harga susu yang tidak stabil akibat mutu susu yang tidak selalu dapat dipertahankan. Dengan ketidakstabilan ini membuat para pengusaha peternak sapi perah perlu mengetahui situasi dan kondisi lingkungan usaha sehingga dapat melangsungkan usaha dalam posisi yang menguntungkan. Diantaranya dapat dilakukan dengan menelaah penggunaan faktor produksinya sehingga dapat diketahui apakah sudah efisien dalam skala yang ekonomis dalam menjalankan usahanya. Pengembangan peternakan sapi perah di Indonesia mengalami berbagai kendala diantaranya para peternak belum mempunyai pengetahuan lebih tentang usaha peternakan yang dapat memberikan nilai tambah, seperti kurangnya informasi teknik produksi, kurangnya pengetahuan tentang penanganan bahan baku (susu) agar tidak rusak selama perjalanan ke industri pengolahan serta 6

kurangnya informasi pasar dan pesaing. Selain itu adanya ketergantungan pada pakan ternak impor menyebabkan terhambatnya pertumbuhan ekonomi sektor peternakan. Pakan ternak yang masih diimpor adalah wheat pollard (dedak gandum), bungkil kedelai, jagung dan obat-obatan. Pada saat kurs mata uang rupiah jatuh terhadap dollar Amerika Serikat (AS), harga pakan melonjak naik akibatnya menaikkan biaya produksi sehingga secara tidak langsung mengurangi penerimaan peternak karena disatu sisi harga jual susu tidak mengalami kenaikan ataupun ada kenaikan hanya sedikit sekali (Kompas, 1998). Kemudian ditambah lagi dengan keterbatasan informasi dan hasil penelitian tentang potensi usaha sapi perah yang bernilai profitable serta potensi wilayah dan strategi pengembangan di Indonesia menyebabkan para investor tidak melirik usaha peternakan sapi perah ini dan dampaknya secara tidak langsung adalah kurangnya penyediaan modal untuk pengembangan peternakan sapi perah tersebut. Agar dapat menciptakan peluang investasi dan kebutuhan peningkatan lapangan kerja, pembangunan agribisnis berbasis peternakan sapi perah perlu diarahkan kepada diversifikasi usaha ke arah penerimaan ekonomis yang lebih baik. Dengan adanya otonomi daerah, suatu daerah diupayakan agar melakukan peningkatan kemandirian yang dapat berupa promosi investasi dan penciptaan lapangan kerja. Otonomi daerah tercipta karena adanya tuntutan efisiensi dan skala ekonomis yang adil antara pusat dan daerah, oleh sebab itu pemerintah daerah perlu menjalankan kebijakan ekonomi secara efisien dan perlu mengembangkan strategi pemanfaatan suatu keunggulan komparatif di daerahnya. Penghasil susu terbanyak di Indonesia adalah di Propinsi Jawa Timur sebagai pemasok susu pertama sebanyak 254.586 ton susu segar pada tahun 2003 7

atau 44,01% dari keseluruhan produksi di Indonesia, sedangkan Jawa Barat menempati posisi kedua yaitu sebanyak 224.587 ton susu segar atau memasok 38,9% susu segar dari keseluruhan produksi (BPS, 2003). Selain itu Jawa Barat memiliki potensi berupa kuantitas jumlah produksi susu yang dihasilkan rata-rata per sapi lebih tinggi yaitu 2,37 ton/sapi sedangkan Jawa Timur hanya 1,92 ton/sapi. Wilayah Bogor-Jawa Barat merupakan salah satu wilayah yang dijadikan sentra produksi susu di Jawa Barat dan potensial untuk dikembangkan. Hal tersebut berdasarkan Puslitbang (1996) yang menyebutkan bahwa sapi perah yang terdapat di daerah Jawa Barat terkonsentrasi di daerah Pangalengan, Lembang, Ujung Berung, Garut, Bogor dan Sukabumi. Namun di daerah Bogor keadaan peternakan sapi perah ini tidak mengalami kemajuan yang berarti tiap tahunnya, hal ini terlihat dari penurunan yang terjadi pada populasi sapi perah di Kabupaten Bogor sebesar 13,4% dari 5.150 ekor sapi perah pada tahun 2003 menjadi 4.450 ekor pada tahun 2004 (Disnakkan Kab.Bogor, 2004). Berdasarkan pemaparan diatas, diperlukan kajian lebih lanjut tentang kelayakan usaha peternakan sapi perah di wilayah Bogor saat ini, apakah masih menguntungkan untuk menjalankan usaha peternakan tersebut. Selain itu juga perlu diidentifikasi apa yang menghambat perkembangan peternakan sapi perah rakyat di wilayah Bogor, apakah dari segi teknis pelaksanaan atau dari ekonomi (finansial). Mengingat bahwa masih besarnya peluang untuk meningkatkan usaha peternakan sapi perah dalam negeri yaitu dari jumlah permintaan konsumsi susu yang cukup tinggi yang belum dimanfaatkan secara optimal oleh peternak lokal. 8

1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan antara lain : 1. Bagaimana kondisi peternakan sapi perah skala rakyat di wilayah Bogor saat ini. 2. Bagaimana pendapatan usaha peternakan sapi perah rakyat dengan pengelompokkan pada skala usaha kecil, menengah dan besar. 3. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi keberhasilan usaha peternakan sapi perah. 4. Berapa besar rata-rata kebutuhan hidup keluarga peternak dan tingkat kesejahteraannya 5. Bagaimana status kelayakan usaha peternakan sapi perah rakyat dilihat dari aspek finansial dan upaya apa saja yang mungkin dapat dilakukan oleh peternak untuk mencapai kelayakan dengan melihat faktor-faktor yang ada dalam rangka mengembangkan peternakan sapi perah di wilayah Bogor. 1.3 Tujuan Penelitian Dari latar belakang dan perumusan masalah yang dikemukakan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengetahui kondisi dan karakteristik peternakan sapi perah di wilayah Bogor saat ini. 2. Mengetahui pendapatan usaha peternakan sapi perah rakyat dengan pengelompokkan pada skala usaha kecil, menengah dan besar. 3. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan usaha peternakan sapi perah. 9

4. Mengetahui rata-rata kebutuhan hidup keluarga peternak beserta tingkat kesejahteraannya. Mengetahui status kelayakan usaha peternakan sapi perah rakyat dilihat dari aspek finansial dan merekomendasikan upaya yang perlu dilakukan agar pola usaha peternakan sapi perah yang terdapat di wilayah Bogor saat ini dapat mencapai kelayakan usaha dengan melihat faktor-faktor yang ada dalam rangka mengembangkan peternakan sapi perah di wilayah Bogor. 10

UNTUK SELENGKAPNYA TERSEDIA DI PERPUSTAKAAN MB IPB 11