KAJIAN BEBERAPA ALTERNATIF LAYOUT BREAKWATER DESA SUMBER ANYAR PROBOLINGGO

dokumen-dokumen yang mirip
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

BAB III DATA DAN ANALISA

ANALISIS TRANSPOR SEDIMEN MENYUSUR PANTAI DENGAN MENGGUNAKAN METODE GRAFIS PADA PELABUHAN PERIKANAN TANJUNG ADIKARTA

PENGARUH BESAR GELOMBANG TERHADAP KERUSAKAN GARIS PANTAI

Gambar 4.1 Air Laut Menggenangi Rumah Penduduk

STUDI KARAKTERISTIK GELOMBANG PADA DAERAH PANTAI DESA KALINAUNG KAB. MINAHASA UTARA

ANALISIS KARAKTERISTIK GELOMBANG PECAH DI PANTAI NIAMPAK UTARA

REFRAKSI GELOMBANG DI PERAIRAN PANTAI MARUNDA, JAKARTA (Puteri Kesuma Dewi. Agus Anugroho D.S. Warsito Atmodjo)

II. TINJAUAN PUSTAKA WRPLOT View (Wind Rose Plots for Meteorological Data) WRPLOT View adalah program yang memiliki kemampuan untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI Hasil Uji Model Hidraulik UWS di Pelabuhan PT. Pertamina RU VI

Perencanaan Bangunan Pemecah Gelombang di Teluk Sumbreng, Kabupaten Trenggalek

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV ANALISIS. 4.1 Data Teknis Data teknis yang diperlukan berupa data angin, data pasang surut, data gelombang dan data tanah.

BAB V ANALISIS DATA. Tabel 5.1. Data jumlah kapal dan produksi ikan

Bab III METODOLOGI PENELITIAN. Diagram alur perhitungan struktur dermaga dan fasilitas

ANALISIS STABILITAS BANGUNAN PEMECAH GELOMBANG BATU BRONJONG

BAB III PERENCANAAN PERAIRAN PELABUHAN

Gambar 2.1 Peta batimetri Labuan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Analisis Transformasi Gelombang Di Pantai Matani Satu Minahasa Selatan

LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN PEMECAH GELOMBANG PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA CILACAP

DESAIN STRUKTUR PELINDUNG PANTAI TIPE GROIN DI PANTAI CIWADAS KABUPATEN KARAWANG

PENGUMPULAN DATA DAN ANALISA

BAB II KONDISI LAPANGAN

BAB II STUDI PUSTAKA. 2.1 Tinjauan Umum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rancu pemakaiannya, yaitu pesisir (coast) dan pantai (shore). Penjelasan mengenai

Perencanaan Detail Jetty LNG DWT Di Perairan Utara Kabupaten Tuban

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

Jurnal Gradien Vol.4 No. 2 Juli 2008 :

GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP)

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB V PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA

KONDISI GELOMBANG DI WILAYAH PERAIRAN PANTAI LABUHAN HAJI The Wave Conditions in Labuhan Haji Beach Coastal Territory

Pemodelan Perubahan Morfologi Pantai Akibat Pengaruh Submerged Breakwater Berjenjang

HIBAH PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS UDAYANA JUDUL PENELITIAN STUDI ANALISIS PENDANGKALAN KOLAM DAN ALUR PELAYARAN PPN PENGAMBENGAN JEMBRANA

SIMULASI SEBARAN SEDIMEN TERHADAP KETINGGIAN GELOMBANG DAN SUDUT DATANG GELOMBANG PECAH DI PESISIR PANTAI. Dian Savitri *)

Pengaruh Perubahan Layout Breakwater Terhadap Kondisi Tinggi Gelombang di Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong

PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN Permasalahan

Erosi, revretment, breakwater, rubble mound.

BAB IV ANALISIS DATA

KARAKTERISTIK GELOMBANG LAUT BERDASARKA N MUSIM ANGIN DI PERAIRAN PULAU BINTAN ABSTRACT

BAB IV ANALISIS DATA

BAB V Analisa Peramalan Garis Pantai

BAB III LANDASAN TEORI

BAB IV ANALISIS DATA

PENUNTUN PRAKTIKUM OSEANOGRAFI FISIKA

KAJIAN KINERJA DAN PERENCANAAN PELABUHAN PERIKANAN MORODEMAK JAWA TENGAH

BAB III LANDASAN TEORI

STUDI PENENTUAN DRAFT DAN LEBAR IDEAL KAPAL TERHADAP ALUR PELAYARAN (Studi Kasus: Alur Pelayaran Barat Surabaya)

SEDIMENTASI AKIBAT PEMBANGUNAN SHEET PILE BREAKWATER TELUK BINTUNI, PAPUA BARAT

Kebutuhan LNG dalam negeri semakin meningkat terutama sebagai bahan bakar utama kebutuhan rumah tangga (LPG). Kurangnya receiving terminal sehingga

PERENCANAAN DERMAGA PELABUHAN PERINTIS WINDESI KAB. KEPULAUAN YAPEN, PAPUA

PERENCANAAN BREAKWATER DI PELABUHAN PENYEBERANGAN NANGAKEO, NUSA TENGGARA TIMUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI 3.1 Diagram Alir Penyusunan Laporan Tugas Akhir

PERENCANAAN LAYOUT DAN TIPE DERMAGA PELABUHAN PETI KEMAS TANJUNG SAUH, BATAM

Untuk mengkaji perilaku sedimentasi di lokasi studi, maka dilakukanlah pemodelan

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) STUDI KELAYAKAN PEMBANGUNAN BREAKWATER DI PELABUHAN BANTAENG

Studi Variabilitas Tinggi dan Periode Gelombang Laut Signifikan di Selat Karimata Mulyadi 1), Muh. Ishak Jumarang 1)*, Apriansyah 2)

Perencanaan Layout dan Penampang Breakwater untuk Dermaga Curah Wonogiri

Pengembangan Pelabuhan Batu Panjang Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau

HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN DERMAGA PELABUHAN NAMLEA PULAU BURU

Pembuatan Alur Pelayaran dalam Rencana Pelabuhan Marina Pantai Boom, Banyuwangi

ABSTRAK. Kata kunci: Pantai Sanur, Dermaga, Marina, Speedboat

BAB I PENDAHULUAN. sangat luas, dirasakan sangat perlu akan kebutuhan adanya angkutan (transport) yang

KAJIAN HIDRO-OSEANOGRAFI DALAM MENDUKUNG OPERASIONAL DI BELAWAN INTERNATIONAL CONTAINER TERMINAL (BICT)

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan prasarana perikanan yang berupa Pelabuhan Perikanan (PP)

BAB IV PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. - Sebelah Utara : Berbatasan dengan laut Jawa. - Sebelah Timur : Berbatasan dengan DKI Jakarta. Kabupaten Lebak.

OPTIMALISASI DERMAGA PELABUHAN BAJOE KABUPATEN BONE

TRANSPORT SEDIMEN YANG DISEBABKAN OLEH LONGSHORE CURRENT DI PANTAI KECAMATAN TELUK SEGARA KOTA BENGKULU

KL 4099 Tugas Akhir. Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari. Bab 4 ANALISA HIDRO-OSEANOGRAFI

LINTASAN GELOMBANG LAUT MENUJU PELABUHAN PULAU BAAI BENGKULU. Birhami Akhir 1, Mas Mera 2 ABSTRAK

ANALISIS STATISTIK GELOMBANG YANG DIBANGKITKAN OLEH ANGIN UNTUK PELABUHAN BELAWAN DIO MEGA PUTRI

3.2. SURVEY PENDAHULUAN

KAJIAN REFRAKSI GELOMBANG DI PERAIRAN UJUNG PANGKAH KABUPATEN GRESIK, JAWA TIMUR

PERENCANAAN JETTY DI MUARA SUNGAI RANOYAPO AMURANG

5. BAB V ANALISA DATA

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 2, Nomor 2, Tahun 2013, Halaman Online di :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERENCANAAN BANGUNAN PENGAMAN PANTAI PADA DAERAH PANTAI KIMA BAJO KABUPATEN MINAHASA UTARA

PERENCANAAN JETTY CRUDE PALM OIL (CPO) PRECAST DI PERAIRAN TANJUNG PAKIS LAMONGAN, JAWA TIMUR JEFFWIRLAN STATOURENDA

TIPE DERMAGA. Dari bentuk bangunannya, dermaga dibagi menjadi dua, yaitu

PENGARUH FASILITAS PELABUHAN TERHADAP PANTAI LABUHAN HAJI The Effect of Port Structure on Labuhan Haji Beach

TUGAS AKHIR SIMON ROYS TAMBUNAN

Perbandingan Peramalan Gelombang dengan Metode Groen Dorrestein dan Shore Protection Manual di Merak-Banten yang di Validasi dengan Data Altimetri

KATA PENGANTAR Perencanaan Pelabuhan Perikanan Glagah Kab. Kulon Progo Yogyakarta

PERENCANAAN PENGEMBANGAN PELABUHAN LAUT SERUI DI KOTA SERUI PAPUA

KAJIAN ASPEK TEKNIS DAN ASPEK EKONOMIS PROYEK PACKING PLANT PT. SEMEN INDONESIA DI BANJARMASIN

PERENCANAAN PERLINDUNGAN PANTAI TANJUNG NIPAH, KALIMANTAN TENGAH

BAB VI PEMILIHAN ALTERNATIF BANGUNAN PELINDUNG MUARA KALI SILANDAK

Perencanaan Detail Pembangunan Dermaga Pelabuhan Petikemas Tanjungwangi Kabupaten Banyuwangi

BAB III METODOLOGI 3.1. Tahap Persiapan 3.2. Metode Perolehan Data

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. tahapan pengumpulan data dan pengolahannya. Dalam tahap awal ini disusun. 1. Perumusan dan identifikasi masalah

STUDI ANGKUTAN SEDIMEN SEJAJAR PANTAI DI PANTAI PONDOK PERMAI SERDANG BEDAGAI SUMATERA UTARA

PERENCANAAN BANGUNAN PENGAMANAN PANTAI PADA DAERAH PANTAI MANGATASIK KECAMATAN TOMBARIRI KABUPATEN MINAHASA

ANALISIS PERUBAHAN DEFLEKSI STRUKTUR DERMAGA AKIBAT KENAIKAN MUKA AIR LAUT

Gambar 2.1. Definisi Daerah Pantai Sumber: Triatmodjo (1999)

Transkripsi:

Pemanfaatan Metode Log Pearson III dan Mononobe Untuk 1 KAJIAN BEBERAPA ALTERNATIF LAYOUT BREAKWATER DESA SUMBER ANYAR PROBOLINGGO ABSTRAK Adhi Muhtadi, ST., SE., MSi. Untuk merealisir rencana pengembangan TPI dibutuhkan suatu perencanaan layout breakwater yang diharapkan mampu memberikan solusi bagi permasalahan yang ada. Permasalahan yang diangkat pada penelitian ini adalah berupaya mengkaji beberapa alternatif layout breakwater di Desa Sumberanyar Probolinggo guna melindungi Tempat Pelelangan Ikan dari gelombang laut yang menerpa di TPI Probolinggo. Adapun studi literatur yang dibutuhkan adalah tentang layout pelabuhan, layout breakwater. Sedangkan analisa yang dilakukan adalah penggambaran dan perhitungan fetch, perhitungan data angin, perhitungan tinggi gelombang, peramalan gelombang, analisa data tanah, analisa data kapal, perencanaan layout perairan pelabuhan, dan perencanaan layout breakwater. Kesimpulan dari penelitian ini adalah : (1) diperoleh gelombang yang terjadi di kolam pelabuhan dari yang tertinggi sampai yang terendah berasal dari arah angin utara, timur laut kemudian barat laut, () pada arah barat laut tidak terjadi transpor sedimentasi, karena pada kedalaman yang ditinjau tidak terjadi gelombang pecah. Pada arah ini gelombang pecah terjadi diluar wilayah breakerzone. (3) dari hasil perhitungan dan beberapa pertimbangan, maka arah mulut breakwater direncanakan menghadap barat laut. Kata kunci: breakwater, fetch, gelombang PENDAHULUAN Latar Belakang Akibat semakin berkembangnya Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Desa Sumberanyar Paiton ini, maka muncul permasalahan-permasalahan seperti : 1. Jenis perahu yang tambat labuh beranekaragam ukuran sehingga menimbulkan permasalahan pada pola sirkulasi, cara tambat, kebutuhan pelayanan karena masingmasing perahu memiliki karakteristik sendiri.. Tidak teraturnya aktifitas di sekitar TPI akibat dari kapasitas TPI yang kurang mewadahi kegiatan pembekalan dan pemberangkatan yang dilakukan oleh perahu yang tambat di perairan TPI. 3. Terganggunya aktifitas perahu di perairan TPI akibat lokasi TPI yang terbuka dan sama sekali tidak terlindung dari pengaruh angin, ombak pasang serta arus. Perumusan Masalah Permasalahan yang diangkat pada penelitian ini adalah berupaya mengkaji beberapa alternatif layout breakwater di Desa Sumberanyar Probolinggo? Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah merencanakan layout breakwater untuk PPI Desa Sumberanyar Paiton Probolinggo.

NEUTRON, VOL.9, NO.1, FEBRUARI 009 : 0-31 DASAR TEORI Layout Pelabuhan Fasilitas yang ada dalam Pelabuhan Perikanan dapat digolongkan menjadi tiga yaitu: 1. Fasilitas Dasar (Basic Facilities). Fasilitas fungsional (Fungsional Facilities) 3. Fasilitas Pendukung (Supporting Facilities) Pelabuhan perikanan dibagi dalam 4 kelas berdasarkan bobot kerja, produktifitas dan fasilitas yang akan dibangun seperti yang terlihat pada Tabel 1 berikut ini. No Tabel 1: Klasifikasi Prasarana Pelabuhan Perikanan URAIAN KELAS I PELABUHAN KELAS KELAS II KELAS III KELAS IV 1 Luas lahan (Ha) 50 30-40 10-30 10 Jumlah kapal (unit/hari) 100 50 5 15 3 Ukuran kapal (GT) 100-00 50-100 30-50 10-30 4 Ukuran kapal pengangkut (GT) 500-1000 - - - 5 Ikan didaratkan (ton/hari) >00 100 50 >10 6 Fasilitas pembinaan mutu Tersedia Tersedia Tersedia - 7 Sarana pemasaran Tersedia Tersedia Tersedia - 8 Pengembangan industri Tersedia Tersedia Tersedia - Wilayah Perairan Wilayah perairan dari pangkalan pendaratan ikan berdasarkan fasilitas dasar dan klasifikasi prasarana pelabuhan perikanan seperti yang tersebut diatas terdiri dari alur pelayaran, kolam pelabuhan, kedalaman kolam dan kolam putar. Alur Pelayaran Alur ini berawal dari mulut pelabuhan hingga kapal mulai berputar, parameter yang harus diketahui mencakup kedalaman, lebar, panjang alur. Untuk lebih jelasnya periksa Tabel. Selain itu juga disarankan agar kapal memasuki pintu pelabuhan pada posisi menyudut terhadap gelombang maupun angin sebesar 30 60. Kolam Putar (Turning Basin) Fasilitas ini disesuaikan dengan prosedur kapal bertambat. Kolam Pelabuhan Kolam pelabuhan harus mempunyai luas dan kedalaman yang cukup, sehingga dapat memberikan kemudahan bagi kapal untuk melakukan bongkar muat barang. Kedalaman Perairan Kebutuhan kedalaman perairan ini dapat dirinci dari penjumlahan beberapa faktor berikut ini.

Pemanfaatan Metode Log Pearson III dan Mononobe Untuk 3 Gambar 1: Faktor Kedalaman Perairan dan Draft Kapal Tabel : Kebutuhan Ukuran Alur Masuk Lokasi Ukuran Keterangan Kedalaman nominal (tidak termasuk toleransi dasar laut) Lebar untuk alur Panjang 1. * D Laut terbuka 1.15 * D Alur masuk 1.1 * D Depan dermaga * LOA Kapal sering berpapasan 1.5 * LOA Kapal jarang berpapasan Lebar untuk alur Tidak panjang Panjang alur (stopping distance) 1.5 * LOA Kapal sering berpapasan 1 * LOA Kapal jarang berpapasan 7 * LOA 10.000 DWT, 16 knots 18 * LOA 00.000 DWT, 16 knots 1 * LOA 10.000 DWT, 5 knots 3 * LOA 00.000 DWT, 5 knots 5 * LOA Kapal ballast/kosong GELOMBANG Adapun langkah-langkah dari peramalan gelombang tersebut adalah sebagai berikut: Prosedur pertama adalah koreksi terlebih dahulu data angin yang diukur didarat agar sesuai dengan angin yang terjadi di laut. Koreksi antara data angin di daratan dan diatas permukaan laut adalah sebagai berikut: U W RL (Triatmodjo, 1999:154) U L dimana : R L U W U L = faktor korelasi akibat perbedaan ketinggian = kecepatan angin di atas permukaan laut = kecepatan angin di atas daratan

4 NEUTRON, VOL.9, NO.1, FEBRUARI 009 : 0-31 Untuk keperluan peramalan gelombang biasanya dipergunakan kecepatan angin pada ketinggian 10 m dari permukaan tanah. Apabila kecepatan angin tidak diukur pada ketinggian tersebut, kecepatan angin dikoreksi dengan rumus: 1 7 10 U10 U Z *, untuk z 0m (Triatmodjo, 1999:151) z Sedangkan kecepatan angin yang akan digunakan untuk peramalan gelombang adalah : U RL * RT *( U10 ) L (Triatmodjo, 1999; 154) dimana : R L = koreksi terhadap pencatatan kecepatan angin di darat R T = koreksi akibat adanya perbedaan antara temperatur udara dan air (U 10 ) L = kecepatan angin pada ketinggian 10 m di atas tanah. Hasil dari perhitungan kecepatan angin tersebut di atas kemudian dikonversikan menjadi faktor tegangan angin (U A ) dengan menggunakan rumus : 1.3 U A 0.71* U (Triatmodjo, 1999:155) Gambar : Grafik Koreksi akibat Perbedaan Ketinggian, R L (SPM,1984) Gambar 3: Grafik Koreksi akibat Perbedaan Temperatur, R T (SPM,1984)

Pemanfaatan Metode Log Pearson III dan Mononobe Untuk 5 Prosedur yang kedua adalah penentuan Fetch Efektif. Apabila bentuk daerah pembangkitan tidak teratur, maka untuk peramalan gelombang perlu ditentukan fetch efektif (F eff ) dengan persamaan sebagai berikut : Feff dimana : F eff x i i ( x i *cos ) cos i i (Triatmodjo, 1999; 155) = fetch efektif = proyeksi radial pada arah angin = R. cos i = sudut antara jalur fetch yang ditinjau dengan arah angin Setelah panjang fetch afektif didapat, maka untuk menghitung tinggi gelombang dipakai perumusan SMB. Dengan catatan satuan yang digunakan adalah satuan SI dengan g = 9.8 m/s. Persamaan yang didapat dari metode SMB ini adalah sebagai berikut : Untuk panjang fetch terbatas: g * Hm U 0 3 * 1.6 *10 * g a U a g * Tm.857 *10 U g * t U F 1 a U a 6.88*10 a U a 1 * * g F * * g F Untuk panjang fetch tidak terbatas g H.433* 10 U * mo 1 a 3 1 3 g * T U m a 8.134 g * t 4 U a 7.15*10 dimana : Hm o = tinggi gelombang signifikan Tm = periode gelombang puncak F = panjang fetch Ua = faktor tekanan angin

6 NEUTRON, VOL.9, NO.1, FEBRUARI 009 : 0-31 Prosedur yang ketiga adalah menghitung besarnya gelombang akibat pengaruh refraksi, dimana penjelasannya sebagai berikut: Refraksi terjadi karena adanya pengaruh perubahan kedalaman laut. Refraksi berpengaruh dalam pembahasan tentang teori gelombang sebab: 1. Refraksi (juga shoaling) dipakai untuk menentukan tinggi gelombang dan arah gelombang dalam variasi kedalaman pada suatu kejadian/kondisi gelombang.. Terjadinya perubahan arah gelombang akan menyebabkan terjadinya perbedaan energi gelombang, dimana energi gelombang ini akan mempengaruhi gaya yang bekerja pada struktur. 3. Refraksi dapat menyebabkan terjadinya perubahan pada dasar pantai yang berpengaruh pada erosi dan endapan dari sedimen. 4. Bathymetri pantai suatu daerah secara umum kadang - kadang dapat digambarkan dengan analisa fotografi dari refraksi gelombang. Adapun langkah-langkah dalam perhitungan refraksi adalah sebagai berikut: 1. Dihitung panjang gelombang (L o ) dan kecepatan jalar gelombang / celerity (C o ). Dihitung besar sudut arah datang gelombang yang berada di depan breakwater 3. Dihitung tinggi gelombang pada kedalaman yang ditinjau (Hs) Gambar 4: Contoh Perhitungan Fetch Efektif

Pemanfaatan Metode Log Pearson III dan Mononobe Untuk 7 Prosedur yang keempat adalah menghitung tinggi gelombang pecah (H b ), dimana penjelasannya adalah : Untuk menghitung tinggi gelombang saat pecah adalah sebagai berikut, dengan asumsi kontur pantai sejajar dengan garis pantai : Dihitung H o, L o dan T o. Diambil perkiraan harga d br = 1.5 x H o, kemudian dihitung d br / L o. Dari tabel SPM (1984) didapat harga d br / L dan Ksh. Dihitung harga C br = L / T dan harga. 1 = arc sin (C br / C o x sin o ). Dihitung harga Kr = (cos o / cos 1 ) Dihitung harga H br = H o x Ksh x Kr. Tabel 3: Persamaan untuk Peramalan Tinggi Gelombang dengan Menggunakan Metode SMB untuk Satuan SI (SPM, 1984) Dimensionless Fetch Limited, (F,U) H(m), T(s), U A (m/s), F(m), t(s) Metric Unit H(m), T(s), U A (m/s), F(km), t(hr) (g.hm o /U A ) = 1.6 x 10-3 x Hm o = 5.11 x 10-4. Hm o = 1.616 x 10 (g.f/u A ) 1/ U A.F 1/ U A.F 1/ (g.tm/u A ) =.857 x 10-1 x Tm = 6.38 x 10 -. Tm = 6.38 x 10 (g.f/u A ) 1/3 (U A.F) 1/3 (U A.F) 1/3 (g.t/u A ) = 6.88 x 10 1 x (g.f/u A ) /3 t = 3.15 x 10 x (F /U A ) 1/3 t = 8.93 x 10-1 x (F /U A ) 1/3 Fully Developed (g.hm o /U A ) =.433 x 10-1 Hm o =.48 x 0 -. U A -. -1. Hm o =.481 x 10 -. U A (g.tm/u A ) = 8.134 Tm = 8.3 x 10-1. U A Tm = 8.3 x 10-1. U A (g.t/u A ) = 7.15 x 10 4 t = 7.96 x 10 3 x U A t =.07 x U A g =9.8 m/s Notation g =9.8 m/s 1 kilometer = 1000 m 1hour = 3600 s Gambar 5: Hubungan Antara Tinggi Gelombang Laut Dalam dengan Periode Kejadian Ulang

8 NEUTRON, VOL.9, NO.1, FEBRUARI 009 : 0-31 Gambar 6: Proses Berbeloknya Arah Gelombang (Refraksi) Prosedur yang kelima adalah menghitung tinggi gelombang rencana. Perhitungan tinggi gelombang menurut umur rencana dimaksudkan untuk mengetahui tinggi gelombang maksimum yang akan terjadi selama periode umur rencana. Prosedur yang keenam adalah menghitung tinggi gelombang akibat pengaruh defraksi. Gambar 7: Pengaruh Difraksi Terhadap Tinggi Gelombang Prosedur perhitungan koefisien difraksi adalah sebagai berikut : Dihitung tinggi gelombang (H) dan panjang gelombang (L) pada breakwater. Ditentukan koordinat titik yang ditinjau (x,y). Dihitung harga x / L dan y / L.

Pemanfaatan Metode Log Pearson III dan Mononobe Untuk 9 Dihitung sudut gelombang datang di ujung breakwater ( ). Dari diagram difraksi SPM (1984) untuk double breakwater, dengan harga x / L, y / L, dan didapatkan nilai Kd. Apabila arah gelombang datang mempunyai sudut ( ) terhadap gap (mulut breakwater), maka perhitungan difraksi disederhanakan dengan membuat gap imaginer (B ). Apabila nilai B / L > 5, maka masing-masing sisi breakwater dianggap berdiri sendiri dan pengaruh difraksi dihitung berdasarkan prosedur perhitungan difraksi untuk single breakwater. Gambar 8: Skema Gap Imaginer (B ) Transpor Sedimen Untuk itu dalam merencanakan sebuah layout breakwater harus ditinjau permasalahan sedimentasi. Transpor sedimen diberikan dalam bentuk: Qs = K P 1 n P 1 g H C b b sin b cos b 8 Dimana : Qs : angkutan sedimen sepanjang pantai (m 3 /hari) P 1 : komponen fluks energi gelombang pada saat pecah (Nm/d/m) ρ : rapat massa air laut (kg/cm3) H b : tinggi gelombang pecah (m) C b : cepat rambat gelombang pecah (m/d) = gd b α b : sudut datang gelompang pecah K,n : konstanta CERC (1984) memberikan hubungan : Q s = 0,401 P 1 Layout Breakwater Bentuk layout dan posisi bangunan breakwater ini ditentukan oleh beberapa faktor, diantaranya:

10 NEUTRON, VOL.9, NO.1, FEBRUARI 009 : 0-31 a. Tinggi, arah dan frekuensi dari gelombang yang datang akan mempengaruhi letak dari mulut pelabuhan. b. Kemudahan bagi kapal untuk memasuki atau mendekati posisi mulut pelabuhan. c. Lebar dan posisi mulut pelabuhan mempengaruhi efek defraksi (perubahan tinggi gelombang akibat adanya bangunan penghalang) yang terjadi. Mulut pelabuhan yang terlalu lebar menyebabkan gelombang dari luar tidak berkurang banyak di dalam pelabuhan. Oleh sebab itu, lebar mulut diusahakan sesuai kebutuhan alur saja sebab besaran faktor defraksi tergantung pada lebar mulut ini. Gambar 9: Berbagai Bentuk Layout Breakwater Terhadap Arah Gelombang Datang. d. Kebutuhan ruang manuver di dalam kolam pelabuhan dan keseluruhan ukuran kolam di dalam pelabuhan menentukan panjang kaki breakwater. Sedangkan luas areal di dalamnya ditentukan berdasar posisi alur dan kolam. Bangunan breakwater berdiri sejarak minimal 10 m dihitung dari posisi ujung bawahnya terhadap sisi terluar alur. Gambar 10: Ruang Manuver Di Dalam Breakwater e. Posisi breaker zone dan daerah sebaran sedimentasi juga akan menentukan panjang kaki breakwater. Ujung terluar kaki breakwater sebaiknya melewati daerah breaker zone. Breaker zone adalah garis contour batas kedalaman posisi pecahnya gelombang di perairan dangkal.

Pemanfaatan Metode Log Pearson III dan Mononobe Untuk 11 Gambar 11: Perencanaan Panjang Kaki Breakwater METODE PENELITIAN Perumusan Masalah INPUT Studi Literatur : Layout Pelabuhan Layout Breakwater Pengumpulan Data Sekunder : Data Pasang Surut Data Angin Data Topografi dan Bathymetri Data Tanah Data Kapal PROSES Analisa Data : Penggambaran dan Perhitungan Fetch Perhitungan Data Angin Perhitungan Tinggi Gelombang Peramalan Gelombang Analisa Data Tanah Analisa Data Kapal OUTPUT Perencanaan Layout Perairan Pelabuhan Perencanaan Layout Breakwater Gambar 11: Metode Penelitian

1 NEUTRON, VOL.9, NO.1, FEBRUARI 009 : 0-31 ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN Ukuran Kapal Perahu-perahu ini mempunyai spesifikasi sebagai berikut: a. Perahu kranji b. Perahu sekoci Gambar 13: Kapal Motor Tempel Gambar 14: Kapal Motor

Pemanfaatan Metode Log Pearson III dan Mononobe Untuk 13 Gambar 15: Perahu Kranji dan Perahu Sekoci Tabel 4: Data Kapal yang Merapat di PPI Paiton Probolinggo No Tonase (GT)Panjang (m) Lebar (m) Draft (m) 1 5 10,,7 0,8 5 1,8 0,7 3 7 9,85 1,4 4 7 10,3 3, 0,9 5 7 9,85 1,4 6 10 1 3 1, 7 10 11,5 3,5 1,1 8 15 15 4 1,3 9 15 15,3 3,5 1,4 10 15 14,5 4,5 1,3 11 15 15 3,75 1,4 1 0 15,5 4,75 1,6 13 0 15 5,5 1,7 14 0 16 4,5 1,6 15 0 15,5 4,75 1,6 Dimensi dari kapal ini diperoleh dengan cara menggunakan persamaanpersamaan regresi seperti yang tampak pada gambar di atas. Panjang : y = 0.404 x + 7.9069 Lebar : y = 0.138 x + 1.9668 Draft : y = 0.0438 x + 0.7354 Untuk ukuran kapal 50 GT didapat: Panjang, y = 0.404 (50) + 7.9069 = 8.1169 = 9 m Lebar, y = 0.138 (50) + 1.9668 = 8.8768 = 9 m Draft, y = 0.0438 (50) + 0.7354 =.954 = 3 m Kondisi Teknis Gelombang

14 NEUTRON, VOL.9, NO.1, FEBRUARI 009 : 0-31 Data total kejadian angin yang dipergunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Stasiun Meteorologi Tanjung Perak seperti yang tampak dalam di bawah ini. Tabel 5: Total Kejadian Angin di Tanjung Perak Tahun 1997-006 Jumlah Jam Prosentase <5 5-10 10-15 15-0 >0 Total <5 5-10 10-15 15-0 >0 Total Utara 544 1381 78 14 0 4017.90 1.58 0.09 0.0 0.00 4.58 Timur Laut 1008 445 7 4 1 1465 1.15 0.51 0.01 0.00 0.00 1.67 Timur 1378 10466 673 36 4959 15.7 11.94 0.77 0.04 0.00 8.47 Tenggara 1006 813 46 4 0 1869 1.15 0.93 0.05 0.00 0.00.13 Selatan 37 446 35 9 864.71 0.51 0.04 0.01 0.00 3.7 Barat Daya 884 90 5 1 98 1.01 0.10 0.01 0.00 0.00 1.1 Barat 8704 571 165 38 4 1148 9.93.93 0.19 0.04 0.00 13.10 Barat Laut 757 469 51 6 185 0.86 0.53 0.06 0.01 0.00 1.47 Berangin 4893 55.80 Tidak berangin 0195 3.03 Tidak tercatat 18554 1.16 Total 8767 100 Catatan : Kecepatan angin dalam knot Sumber : Badan Meteorologi Perak Surabaya Panjang Fetch Berdasar hasil perhitungan fetch, dapat diketahui bahwa pada lokasi PPI Paiton Probolinggo fetch terpanjang adalah dari arah Timur Laut, mengingat letak daratan di sekitar PPI Paiton Probolinggo lebih jauh dibandingkan daratan di sekitar lokasi pada arah Utara dan Barat Laut. Tabel 6: Tabel Perhitungan Panjang Fetch Utara Barat Laut Timur Laut Xi * Cos a Xi Xi(km) Xi Xi(km) Xi Xi(km) Utara Barat Laut Timur Laut Panjang Fetch = 80,7989 690,03118 1479,73 13,5109 13,5109 13,5109 59,380108 51,07109 109,5047 Gambar 16: Fetch Arah Utara

Pemanfaatan Metode Log Pearson III dan Mononobe Untuk 15 Gambar 17: Fetch Arah Barat Laut Gambar 18: Fetch Arah Timur Laut Refraksi Gelombang Refraksi adalah peristiwa berbeloknya arah gelombang akibat pengaruh bentuk kontur dasar laut. Dengan adanya peristiwa refraksi dan pendangkalan ini, tinggi dan arah gelombang akan berubah. Demikian juga kecepatan dan panjang gelombang akan berkurang secara proporsional. Dari hasil perhitungan refraksi tampak bahwasannya ada gelombang yang telah pecah dan ada juga yang belum pecah pada kedalaman yang ditinjau. Berikut ini adalah ringkasan hasil perhitungan refraksi. Tabel 8: Tabel Hasil Refraksi Gelombang Arah Angin Utara Kedalaman terhadap LWS (m) Tinggi Gelombang (m) Surut (LWS) Rata-rata (MSL) Pasang (HWS) 0-0,85 1,1 1 0,3 1,4 1,18 1,7 1,19 1,17 3 1,1 1,18 1,17 4 1,18 1,17 1,18 5 1,17 1,18 1,19 6 1,17 1,19 1,0 7 1,18 1,0 1,

16 NEUTRON, VOL.9, NO.1, FEBRUARI 009 : 0-31 8 1,19 1,1 1,3 Tabel 9: Tabel Hasil Refraksi Gelombang Arah Angin Barat Laut Kedalaman terhadap LWS (m) Tinggi Gelombang (m) Surut (LWS) Rata-rata (MSL) Pasang (HWS) 0-0,41 0,39 1 0,43 0,39 0,40 0,40 0,40 0,4 3 0,39 0,41 0,44 4 0,40 0,43 0,47 5 0,4 0,46 0,51 6 0,44 0,49 0,55 7 0,47 0,53 0,59 8 0,50 0,57 0,64 Tinggi Gelombang Rencana Perhitungan tinggi gelombang rencana ini menggunakan tinggi gelombang laut dalam. Setelah didapatkan gelombang-gelombang berdasarkan umur rencana, gelombang ini direfraksi sampai dengan kedalaman di mana kaki breakwater berada. Hasil rekapitulasi perhitungan frekuensi kejadian ulang gelombang dari masing-masing arah dapat dilihat pada tabel 11 berikut ini. Tabel 10: Tabel Hasil Refraksi Gelombang Arah Timur Laut Kedalaman terhadap LWS (m) Tinggi Gelombang (m) Surut (LWS) Rata-rata (MSL) Pasang (HWS) 0-0,3 1,14 1 0,33 1,17 1,11 1, 1,1 1,08 3 1,14 1,09 1,07 4 1,11 1,08 1,07 5 1,08 1,07 1,07 6 1,07 1,07 1,08 7 1,07 1,08 1,09 8 1,07 1,08 1,09 Tabel 11: Rekapitulasi tinggi gelombang berdasarkan hasil reccurence Umur rencana(thn) Tinggi gelombang berdasarkan arah angin Barat Laut Utara Timur Laut 5,5,45, 15,5,7,4 5,6,8,5 50,8,95,7

Pemanfaatan Metode Log Pearson III dan Mononobe Untuk 17 Data Pasang Surut Data pasang surut dipergunakan untuk melengkapi kebutuhan penggambaran peta bathymetri (peta kontur kedalaman laut), mengetahui posisi muka air absolut terendah dan pola pasang surutnya. Data pasang surut yang didapatkan di lokasi PPI Paiton adalah sebagai berikut: HWS : 150 cm di atas duduk tengah atau 318 cm dari pembacaan peal schaal MSL : 168 cm dari pembacaan peal schaal LWS : 150 cm di bawah duduk tengah atau 18 cm dari pembacaan peal schaal Data Arus Arus maksimum yang terjadi di perairan PPI Paiton Probolinggo ini berkecepatan 0.19 m/dt berarah tenggara. Kecepatan arus ini masih di bawah dari kecepatan arus maksimal yang mampu di terima kapal agar dapat bermanuver dengan baik yaitu 3 knots = 1.5 m/detik sehingga kapal akan dapat bermanuver dengan baik di perairan ini.. Data Bathymetri Data bathymetri berfungsi sebagai alat untuk mengetahui kedalaman tanah dasar laut atau dasar sungai agar dapat disediakan perairan yang aman untuk kapal bermanuver. Data bathymetri tersebut menunjukkan topografi PPI Paiton Probolinggo yang umumnya datar dengan ketinggian maksimum 3.5 m dari 0.00 LWS. Selain itu, samping kanan dan samping kiri dari PPI ini merupakan pemukiman penduduk yang padat dengan pinggir pantai yang cukup terjal. Kesimpulan 1. Dari hasil perhitungan 3 alternatif arah mulut breakwater, diperoleh gelombang yang terjadi di kolam pelabuhan dari yang tertinggi sampai yang terendah berasal dari arah angin utara, timur laut kemudian barat laut.. Pada arah barat laut tidak terjadi transpor sedimentasi, karena pada kedalaman yang ditinjau tidak terjadi gelombang pecah. Pada arah ini gelombang pecah terjadi diluar wilayah breakerzone. 3. Dari hasil perhitungan dan beberapa pertimbangan, maka arah mulut breakwater direncanakan menghadap barat laut. Saran 1. Dalam merencanakan lay out breakwater hendaknya memperhitungkan dan merencanakan gelombang yang terjadi dengan pengolahan data-data angin. Data data angin dapat diperoleh dari stasiun meteorologi terdekat.. Peninjauan terhadap gelombang dan arus serta sedimentasi diperlukan dalam merencanakan dan memilih layout dan arah mulut breakwater agar dapat memberikan kemudahan bagi kapal untuk memasuki atau mendekati pelabuhan. DAFTAR PUSTAKA Bambang Triatmodjo (1999), Teknik Pantai, Yogyakarta: Beta Offset. CERC (1984), Shore Protection Manual, Washington: US Army Coastal Engineering Research Center. Soedarmo, G. Djatmiko, Purnomo, S. Edy (1997), Mekanika Tanah, Yogyakarta: Kanisius. Bowles, Joseph E. (1988), Physical and Geotechnical Properties of Soil, Jakarta: Erlangga.