TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA. lainnya dalam satu kesatuan yang utuh (Abdulsyani, 1994:123).

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat senantiasa mengalami perubahan dan yang menjadi pembeda

BAB I PENDAHULUAN. Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan

Kedudukan Perempuan dalam Hukum Waris Adat Batak Toba

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH. Hukum adat merupakan salah satu sumber penting untuk memperoleh bahan-bahan bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masyarakat batak toba menganut sistem kekeluargaan patrilineal yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Sistem hukum waris Adat diperuntukan bagi warga Indonesia asli yang pembagiannya

BAB I PENDAHULUAN. Manusia didalam perjalanannya di dunia mengalami tiga peristiwa

HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN

KULIAH WARDAT 10 April 2012 Pertemuan ke 9

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PERADIGMA. Digunakannya istilah hukum waris adat dalam skripsi ini adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. (machstaat). Dengan demikian, berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 negara

Tanah, dan Kepemilikan Harta Benda lainnya

TINJAUAN YURIDIS TENTANG KEDUDUKAN ANAK LUAR KAWIN DALAM PEMBAGIAN WARISAN I WAYAN ADIARTA / D

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kekerabatan patrilinial yang menyebabkan sistem pertalian kewangsaan

BAB I PENDAHULUAN. Barat, sistem Hukum Adat dan sistem Hukum Islam. 1 Sebagai sistem hukum,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB V KESIMPULAN. bab- bab sebelumnya maka dapat diambil suatu kesimpulan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. lain. Dengan demikian setiap orang tidak mungkin hidup sendiri tanpa

I. PENDAHULUAN. defenisi mengenai kebudayaan sebagai berikut (terjemahannya):

KEDUDUKAN JANDA TERHADAP HARTA BERSAMA MENURUT HUKUM WARIS ADAT JAWA

TINJAUAN YURIDIS AHLI AHLI WARIS AB INTESTATO MENURUT HUKUM PERDATA

BAB I PENDAHULUAN. pusaka peninggalan mayit kepada ahli warisnya. 1

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. sebagai makhluk sosial dan merupakan kelompok masyarakat terkecil yang

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan usahanya seperti untuk tempat perdagangan, industri, pendidikan, pembangunan sarana dan perasarana lainnya.

BAB IV ANALISIS HUKUM WARIS ISLAM TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARIS DI KEJAWAN LOR KEL. KENJERAN KEC. BULAK SURABAYA

KEDUDUKAN PEREMPUAN DALAM KEWARISAN

HUKUM WARIS ISLAM DAN PERMASALAHANNYA

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Oleh karena itu, dalam hidupnya

BAB I PENDAHULUAN. Antara laki-laki dengan perempuan mempunyai rasa ketertarikan dan saling

I. PENDAHULUAN. adalah satu yaitu ke Indonesiaannya. Oleh karena itu maka adat bangsa

TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM

Lex et Societatis, Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017. PEMBATALAN ATAS PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA 1 Oleh : Erni Bangun 2

BAB I PENDAHULUAN. yang dinamakan kematian. Peristiwa hukum tersebut menimbulkan akibat

BAB I PENDAHULUAN. sangat menghormati adat istiadat yang diwariskan oleh nenek moyang mereka. terjalinnya hubungan antar individu maupun kelompok.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB IV ANALISIS DATA A. Persamaan dan Perbedaan Hukum Islam dan Hukum Perdata Indonesia Tentang Hibah dalam Keluarga

BAB I PENDAHULUAN. peraturan perundang-undangan. Manusia harus meninggalkan dunia fana. kekayaannya beralih pada orang lain yang ditinggalkannya.

PERBANDINGAN PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT HUKUM ADAT DAN MENURUT BW DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu masyarakat. Hal ini disebabkan karena hukum waris itu sangat erat kaitannya

BAB V PARA AHLI WARIS

SUATU TELAAH TENTANG KEBERADAAN ANAK SUMBANG DALAM MEWARIS DI LIHAT DARI ASPEK HUKUM ADAT. Oleh : H. Iman Hidayat, SH.MH

ASPEK YURIDIS HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN POLIGAMI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN NURFIANTI / D

BAB III HAK WARIS ANAK SUMBANG. A. Kedudukan Anak Menurut KUH Perdata. Perdata, penulis akan membagi status anak ke dalam beberapa golongan

Diskusi Mata Kuliah Perkumpulan Gemar Belajar Pengertian Hukum Adat, Waris dan Kedewasaan dalam Hukum Adat

I. PENDAHULUAN. satu suku di Indonesia yang bertempat tinggal di ujung selatan Pulau Sumatera.

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan masalah kepengurusan dan kelanjutan hak-hak serta

PARENTAL SISTEM WARIS ADAT PARENTAL. Perhitungan sistem Parental 06/10/2016

TINJAUAN TENTANG PENYELESAIAN WARISAN MENURUT HUKUM ADAT UNTUK SUAMI ATAU ISTRI YANG HIDUP TERLAMA

I. PENDAHULUAN. Kehidupan manusia di dalam perjalanan di dunia mengalami 3 peristiwa yang

PEMBAHASAN KOMPILASI HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Segi kehidupan manusia yang telah diatur Allah dapat dikelompokkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak mungkin hidup sendiri.

BAB III KEWARISAN DALAM HUKUM PERDATA. Hukum waris Eropa yang dimuat dalam Burgerlijk Wetboek

BAB I PENDAHULUAN. salah satunya hukum waris yang terdapat di Indonesia ini masih bersifat

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh

HUKUM WARIS DI INDONESIA PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM ADAT

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhannya telah mampu merombak tatanan atau sistem kewarisan yang

SILABUS. 1. Nama Mata Kuliah : Hukum Kekeluargaan dan Waris Adat 2. SKS Mata Kuliah : 2 SKS / 3 Rombel 3. Deskripsi Singkat Mata Kuliah

BAB I. Tuhan telah menciptakan manusia yang terdiri dari dua jenis yang berbedabeda

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau beberapa orang lain. Intinya adalah peraturan yang mengatur akibat-akibat

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia Hukum Waris Adat bersifat pluralisme menurut suku-suku

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah

HUKUM WARIS. Hukum Keluarga dan Waris ISTILAH

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN

S I L A B I A. IDENTITAS MATA KULIAH NAMA MATA KULIAH : HUKUM WARIS ADAT STATUS MATA KULIAH : WAJIB KONSENTRASI KODE MATA KULIAH : JUMLAH SKS : 2

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 perkawinan adalah ikatan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKATAN ANAK. A. Pengertian Anak Angkat dan Pengangkatan Anak

SELAYANG PANDANG TENTANG ANAK DAN PENGANGKATAN ANAK. Oleh : Suwardjo. Dosen Fakultas Hukum Universitas surakarta. ABSTRAKSI

BAB I PENDAHULUAN. lainnya sejalan dengan kebudayaan masyarakat masing-masing. 1 Banyak faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. istiadat yang mempunyai sistem kekerabatan yang berbeda-beda. Sistem

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM WARIS. (BW). Ketiganya mempunyai ciri dan peraturan yang berbeda-beda, berikut

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul

TINJAUAN YURIDIS ATAS AHLI WARIS PENGGANTI DALAM HUKUM WARIS

BAB IV HUKUM DAN SISTEM PE WARISAN ADAT

BAB III KEBIASAAN PEMBAGIAN WARIS ADAT MASYARAKAT KEJAWAN LOR. A. Pengertian Anak Perempuan Sulung oleh Masyarakat Kejawan Lor

BAB I PENDAHULUAN. dan kerukunan dalam keluarga tetap terjaga. Pewarisan merupakan salah satu

IMPLIKASI PERKAWINAN YANG TIDAK DI DAFTARKAN DI KANTOR URUSAN AGAMA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. akal dan pikiran untuk dapat memanfaatkan isi dunia ini. Selain itu manusia. yang dilalui untuk dapat mempertahankan dirinya.

BAB III ANALISA TERHADAP AHLI WARIS PENGGANTI (PLAATSVERVULLING) PASAL 841 KUH PERDATA DENGAN 185 KHI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan negara hukum yang berasaskan Pancasila

BAB I PENDAHULUAN. manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari individu lain. 1. Pertalian darah menurut garis bapak (Patrilineal)

BAB I PENDAHULUAN. Belanda, meskipun saat ini penggolongan penduduk telah dihapus semenjak adanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN. 1. Pengertian perkawinan menurut Undang-Undang Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. pula harta warisan beralih kepada ahli waris/para ahli waris menjadi. Peristiwa pewarisan ini dapat terjadi ketika :

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan kewajiban orang lain untuk mengurus jenazahnya dan dengan

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria

Lex et Societatis, Vol. III/No. 9/Okt/2015

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. kebijakan dan saling menyantuni, keadaan seperti ini lazim disebut sakinah.

PERBANDINGANN ANTARA HUKUM WARIS BARAT DENGAN HUKUM WARIS ISLAM

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian SistemWaris Sistem mengandung pengertian sebagai kumpulan dari berbagai unsur (komponen)yang saling bergantungan antara satu unsur dengan unsur yang lainnya dalam satu kesatuan yang utuh (Abdulsyani, 1994:123). Menurut Yad Mulyadi dan PosmanSimanjuntak (1992:20), sistem berarti keseluruhan yang terpadu atau suatu keseluruhan yang berstruktur. Sedangkan pewarisan adalah cara bagaimana melaksanakan penerusan atau peralihan atau pembagian harta peninggalan dari pewaris kepada waris (Hilman Hadikusuma,1996:189) Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan sistem pewarisan adalahsuatu cara bagaimana melaksanakan pewarisan dari pewaris kepada ahli waris secara berstruktur.

15 2.1.2 Konsep Hukum Waris Hukum adalah sebagai suatu cara untuk mengatur tindak-tanduk manusia dalam masyarakat, selalu dalam keadaan berubah-ubah sesuai dengan lambat cepatnya perubahan tindak-takduk manusia yang bersangkutan dan sesuai dengan pola politik yang menjiwai masyarakat itu(sunarjati Hartono. 1968:1). Defenisi hukum menurut beberapa ahli antara lain : 1. Capitant Hukum adalah keseluruhan daripada norma-norma yang secara mengikat mengatur hubungan yang berbelit-belit antara manusia dalam masyarakat. 2. Drs. C. Utrecht, SH Hukum adalah himpunan peraturan-peraturan yaitu yang berisi perintahperintah dan larangan yang mengurus tata tertib suatu masyarakat dank arena itu harus ditaati oleh masyarakat itu. 3. Roscoe pound Hukum adalah sekumpulan penentuan yang berwibawa atau dasar-dasar ketetapan yang di kembangkan dan ditetapkan oleh suatu teknik yang berwenang atas latar belakang cita-cita tentag ketertipan masyarakat dan hukum yang sudah diterima(sudarsono, 1991 : 1-2). Dari beberapa pendapat ahli diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa yang di maksud dengan hukum adalah atauran tingkah laku anggota masyarakat yang mengandung pertimbangn ke susilaan di tujukan kepada tingkah laku manusia dalam masyarakat. Selanjutnya pengertian tentang warisan adalah segala harta kekayaan yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal dunia yang berupa semua harta kekayaan dari yang meninggal dunia setelah dikurangi dengan semua utangnya (Ali Afandi, 1984:7). Hukum waris adalah hukum yang mengatur tentang peralihan harta yang ditinggalkan seseorang yang meninggal serta akibatnya bagi para ahli warisnya. pada asasnya hanya hak-hak dan kewajiban-kewajiban dalam lapangan hukum

16 kekayaan/harta benda saja yang dapat diwaris.pasal 830 menyebutkan, pewarisan hanya berlangsung karena kematian (Effendi Perangi 2008:3). Hukum waris adalah hukum yang mengatur tentang peralihan harta yang ditinggalkan seseorang yang meninggal serta akibatnya bagi para ahli warisnya. pada asasnya hanya hak-hak dan kewajiban-kewajiban dalam lapangan hukum kekayaan/harta benda saja yang dapat diwaris.pasal 830 menyebutkan, pewarisan hanya berlangsung karena kematian (Effendi Perangi 2008:3). Menurut Mr. A. Pitlo hukum waris adalah suatu rangkaian ketentuan-ketentuan, dimana berhubungan dengan meninggalnya seseorang, akibat-akibatnya dibidang kebendaan, diatur yaitu: akibat beralihnya harta peninggalan dari seseorang yang meninggal, kepada ahli waris, baik didalam hubungannya antar mereka sendiri maupun dengan pihak ketiga ( Ali Afandi, 1984:7). Hukum Waris yang berlaku di Indonesia ada tiga yakni: Hukum Waris Adat, Hukum Waris Islam dan Hukum Waris Perdata. Setiap daerah memiliki hukum yang berbeda-beda sesuai dengan sistem kekerabatan yang mereka anut. Seperti yang telah terurai di atas, bahwa hukum waris di Indonesia masih beraneka warna coraknya, di mana tiap-tiap golongan penduduk teramsuk kepada hukumnya masing-masing, antara lain hal ini dapat dilihat pada golongan masyarakat yang beragama Islam kepadanya diberlakukan hukum kewarisan islam, baik mengenai tata cara pembagian harta pusaka, besarnya bagian antara anak laki-laki dengan anak perempuan, dan anak angkat, lembaga peradilan yang berhak memeriksa dan memutuskan sengketa warisan apabila terjadi perselisihan di antara para ahli waris

17 dan lain sebagainya. harta waris ada ketika si pewaris telah meninggal dunia ketika ahli waris masih hidup ketika harta warisan terbuka. 2.1.3 Konsep Hukum Waris Adat Istilah hukum waris adat dalam hal ini dimaksudkan untuk membedakannya dengan istilah hukum waris Barat, hukum waris Islam, hukum waris Indonesia, hukum waris Batak, hukum waris Minangkabau dan sebagainya. Hukum waris adat adalah hukum waris yang memuat tentang hukum warisan, siapa pewaris dan ahli waris, serta bagaimana harta waris (hak maupaun kewajiban) itu dialihkan dari pewaris kepada ahli waris (Ariman, 1986:9). Menurut beberapa para ahli hukum dan sarjana, definisi hukum waris adat : Menurut Hilman Hadikusuma, Hukum Waris Adat adalah hukum adat yang memuat garis-garis ketentuan-ketentuan tentang sistem dan azas-azas hukum waris, tentang harta warisan, pewaris dan ahli waris serta cara bagaimana harta warisan, itu dialihkan penguasaan dan kepemilikannya dari kepada ahli waris (Iman Sudiat, 1981:151). Menurut Iman SudiatHukum Waris Adat meliputi aturan-aturan dan keputusan keputusan yang bertalian dengan proses penerusan/pengoperan dan peralihan/ perpindahan harta kekayaan materiil dan non materiil dari generasi ke generasi. (Hilman Hadikusuma, 1999 : 7).

18 Menurut Ter-Haar Hukum waris adat adalah aturan-aturan hokum mengenai cara bagaimana penerusan dan peralihan dari harta kekayaan yangberwujud dan yang tak berwujud dari satu generasi kegenerasi berikutnya. (Hilman Hadikusuma, 1996: 6) Berdasarkan pendapat-pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa hukum waris adat adalah aturan-aturan bagaimana cara meneruskan dan mengalihkan harta kekayaan dari pewaris ketika masih hidup atau sudah mati kepada para waris, terutama para ahli warisnya. 2.1.4 Konsep Harta Warisan Harta warisan adalah : harta bawaan ditambah bagian dari harta bersama setelah digunakan untuk keperluan pewaris selama sakit sampai meninggalnya, biaya pengurusan jenazah, pembayaran hutang dan pemberian untuk kerabat Harta warisan ialah, bahwa warisan itu adalah soal apakah dan bagaimanakah berbagai hak-hak dan kewajiban-kewajiban tentang kekayaan seorang pada waktu ia meninggal dunia akan beralih kepada orang lain yang masih hidup (Wirjono Projodikoro, 1976 : 6). Jadi dapat disimpulkan bahwa harta warisan adalah cara menyelesaikan hubungan hukum dalam masyarakat yang melahirkan sedikit banyak kesulitan sebagai akibat dari wafatnya seorang manusia. Karena manusia yang wafat itu meninggalkan harta kekayaan. Istilah warisan diartikan sebagai cara penyelesaian bukan diartikan bendanya sedangkan cara menyelesaikan itu sebagai akibat dari

19 kematian seorang. Selain itu, ada yang mengartikan warisan itu adalah bendanya dan penyelesaian harta benda seseorang kepada warisnya dapat dilaksanakan sebelum ia wafat. 2.1.5 Hibah Hibah adalah harta kekayaan seseorang yang dibagi-bagikan diantara anakanaknya pada waktu ia masih hidup(tamakiran.s 1992:78) kata hibah berasal dari bahasa arab yang secara epistimologi berarti melesatkan/menyalurkan (Chairuman Suchwardi, 1954:113). Dengan demekian hibah berarti telah disalurkan dari tangan orang yang memberi ketangan yang diberi. Hibah adalah penyerahan hak milik orang lain selagi masih hidup yang mempunyai hak tanpa adanya satu imbalan (Amir Syarifuddin 1982:252). Dengan demikian yang dimaksud dengan hibah adalah pelimpahan hak milik seseorang yang masih hidup kepada orang lain tanpa ada imbalan apapun. Hibah dibedakan menjadi 2 yaitu: 1. Hibah biasa, pada umumnya tidak dapat ditarik kembali. 2. Hibah wasiat, merupakan kemauan terakhir dari seorang manusia sebelum meninggal. Hibah wasiat dapat ditarik kembali oleh penghibah, maka sebetulnya tidak merupakan kemauan terakhir(soehardi/van Dijk, 1979:52). Penghibahan ini sering terjadi ketika anak-anak mulai berdiri sendiri, maupun karena perkawinan atau karena mereka mulai membentuk keluarga sendiri. Penghibahan ini dilakukan sewaktu pemilik barang-barang itu masih hidup,

20 karena untuk menghindari percekcokan yang ia khawatirkan akan terjadi pada anak-anaknya apabila pembagian harta diserahkan kepada mereka sendiri, bila pemilik harta itu meninggal, atau mungkin juga istrinya adalah ibu tiri dari anakanaknya. Atau apabila disamping anak kandung ada juga anak angkat yang kemudian di sangkal keanggotaannya. 2.1.6 Warisan, Pewaris, dan Ahli Waris 2.1.6.1 Warisan Menurut hukum islam, yang dimaksud dengan warisan adalah harta kekayaan yang di tinggalkan pewaris, yang telah bersih dari kewajiban-kewajiban agama dan pihak ketiga yang (akan) beralih dari pewaris yang telah wafat kepada para waris pria dan wanita (Hilman Hadikusuma, 1996:9). Menurut hukum Barat (dalam kitab Undang-Undang hukum perdata), yang dimaksud warisan adalah harta kekayaan (Vermogen) berupa aktiva atau pasiva atau hak-hak dan kewajiban (yang bernilai uang) yang (akan) beralih (terbagibagi) kepada pewaris yang telah wafat kepada waris pria ataupun wanita ( Hilman Hadikusuma, 1966:9). Berdasarkan uraian di atas warisan merupakan segala sesuatu yang di tinggalkan oleh pewaris yang telah wafat baik berupa benda maupun bukan benda, yang secara hukum dapat dialihkan kepada ahli warisnya

21 2.1.6.2 Pewaris Menurut hukum waris yang diatur dalam Al-Qur n dan Al-hadits, yang dimaksud dengan pewaris adalah orang yang telah wafat dengan meninggalkan harta warisan untuk dibagi-bagikan pengalihannya kepada ahli waris, baik waris lakilaki maupun perempuan (Hilman Hadikusuma, 1996:9). Sedangkan menurut hukum waris adat, yang dimaksud dengan pewaris adalah orang yang mempunyai harta peninggalan selagi ia masih hidup atau sudah wafat, harta peninggalan mana (akan) diteruskan penguasaan atau pemiliknya, dalam keadaan tidak terbagi-bagi (Hilman Hadikusuma, 1996:9) Pendapat lain mengatakan bahwa pewaris adalah seseorang yang telah meninggalkan sesuatu yang dapat beralih kepada keluarganya yang masih hidup (Syarifuddin, 1982:56-57) Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pewaris adalah seseorang yang masih hidup atau telah wafat yang meninggalkan harta warisan, baik berupa harta benda berwujud maupun yang tidak berwujud dan dialihkan kepada ahli warisnya.

22 2.1.6.3. Ahli Waris Pengertian ahli waris, yaitu orang-orang yang berhak atas harta warisan yang di tinggalkan oleh orang yang meninggal (Syarifuddin, 1982:56-57). Ahli waris adalah orang yang berhak menirima warisan dan orang yang tidak berhak atas suatu warisan tetapi mereka bisa mendapatkan bagian ( disebut dengan bukan ahli waris)(hilman Hadikusuma, 1987:24). Hilman Hadikusuma mengemukakan, untuk menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris, dalam hukum adat di bagi menjadi dua kelompok besar yaitu: 1. Kelompok garis keutamaan 2. Kelompok garis pengganti(hilman Hadikusuma, 1957:25). Kelompok garis keutamaan ialah garis yang menentukan aturan-aturan keutamaan diantara golongan-golongan dalam keluarga pewaris. Kelompok garis keutamaan ini adalah orang yang masih mempunyai hubungan darah dengan pewaris. Kelompok garis keutamaan ini dibagi dalam beberapa bagian, yaitu: a. Golongan keutamaan I yaitu: keturunan pewaris b. Golongan keutamaan II yaitu: orang tua pewaris c. Golongan keutamaan III yaitu: saudara-saudara pewaris dan keturunannya d. Golongan keutamaan IV yaitu: kakek dan nenek pewaris. Pada kelompok garis keutamaan ini, kelompok diatasnya lebih di dahulukan daripada kelompok yang berada di bawahnya. Sedangkan garis penggantian adalah garis hukum yang bertujuan untuk menentukan siapa diantara orang-orang yang hubungannya dengan pewaris tidak

23 di halangi oleh orang lain. Misalnya antara pewaris dengan cucu, bilama anak pewaris ( bapak dari cucu tersebut) telah meninggal dunia lebih dulu maka cucu tersebut sebagai sebagai ahli waris pengganti ayahnya. 2.1.7 Konsep Sistem Pewarisan dalam Hukum Adat Batak Sistem pewarisan dalam hukum adat Batak: a) Sistem pewarisan individual Pada keluarga-keluarga Patrilineal di tanah Batak pada umumnya berlaku sistem pewarisan individual ini, yaitu harta warisan terbagi-bagi kepemilikannya kepada masing-masing ahli waris. Salah satu kelebihan sistem pewarisan individual ini adalah dengan adanya pembagian terhadap harta warisan kepada masing-masing pribadi ahli waris, mereka masing-masing bebas untuk menentukan kehendaknya terhadap bagian warisan itu(hilman Hadikusuma, 1999:15 16). b) Sistem pewarisan mayorat laki-laki Pada masyarakat suku Batak selain sistem pewarisan individual ada juga sebagian masyarakat yang menggunakan sistem pewarisan mayorat laki-laki, yaitu sistem pewarisan yang menentukan bahwa harta warisan seluruhnya dikuasai dan dipelihara oleh anak laki-laki sulung(a.ridwan Halim, 1985: 95). Maksud dari sistem mayorat laki-laki ini adalah harta waris dikuasai oleh anak laki-laki tertua atau anak laki-laki sulung karna orangtua sudah memberikan tanggung jawab terhadap anak sulung tersebut dikarenakan orangtua sudah tua atau sudah meninggal dan anak yang tinggal masih kecil-kecil, jadi belum bisa untuk mengelola harta itu sendiri, kemudian jika adek laki-lakinya sudah besar

24 atau sudah cukup umur maka dia berhak membagikannya kepada adek yang lakilaki. c) Sistem pewarisan minorat laki-laki Pada sebagian suku Batak, anak laki-laki bungsu dapat diberi kepercayaan untuk menguasai dan memelihara harta warisan peninggalan orang tuanya. Misalnya ia yang paling lama tinggal di rumah warisan orang tua, dengan demikian ia merupakan orang yang menjaga dan memelihara rumah warisan tersebut.(bushar Muhammad, 200:44) Perubahan/perkembangan yang terjadi pada kedudukan anak perempuan dalam hukum pewarisan, saat ini dipengaruhi oleh prinsip-prinsip sistem patrilineal mumi serta asas ketidak setaraan terhadap anak perempuan. Tetapi dengan keluarnya Tap MPRS No II/1960 disusul dengan turunnya Putusan Mahkamah Agung No 179K/Sip/1960 dan Putusan Mahkamah Agung No 179 K/Sip/1961 dan hingga keluarnya UU No. I tahun 1974 tentang UU Perkawinan serta dipengaruhi oleh politik, ekonomi dan ilmu pengetahuan, kedudukan anak perempuan dalam pewarisan khususnya orang Batak telah mengalami perubahan. Di dalam Tap MPRS No 11/1960 terutama huruf c dikatakan, bahwa terhadap semua harta adalah untuk anak-anak dan janda apabila peninggal harta ada meninggalkan anak dan janda. Mahkamah Agung di dalam putusan MA No 179K/SIP/ 1961 mempersamakan hak anak laki-laki dan perempuan serta janda di dalam hal warisan. Di dalam Pasal 35 UU No I Tahun 1974 disebutkan : 1. Harta yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.

25 2. Harta yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah di bawah penguasaan masing-masing. Adanya perubahan/perkembangan tersebut, sudah terlihat adanya asas kesamarataan atau kesederajatan antara laki-laki dan perempuan, asa keadilan dan persamaan hak serta asas perikemanusiaan. Pengaruh pola berpikir orang yang semakin rasional mengakibatkan perubahan dalam hukum adat Batak, yang disebabkan oleh bermacam-macam faktor. Hal ini bagi hukum adat sendiri pada mulanya dianggap asing, dan pada waktu sebelum keluarnya Tap MPRS Nomor 11 Tahun 1960 dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 179K/SIP/1961 harus tunduk pada sistem yang berlaku menurut hukum adat yaitu sistem kekerabatan/sistem kekeluargaan patrilineal yang membuat posisi kaum perempuan di dalam rumah tangga maupun masyarakat tidak bisa bergerak/posisinya lemah. 2.2 Kerangka Pikir Ahli waris utama yang berlaku di tanah Batak adalah terhadap anak laki-laki meskipun harta benda yang telah dibawakan kepada anak-anak perempuan tidak boleh diabaikan. Sistem pewarisan dalam hukum adat batak adalah ada tiga : a) Sistem pewarisan individual. Pada keluarga-keluarga Patrilineal di tanah Batak pada umumnya berlaku sistem pewarisan individual ini, yaitu harta warisan terbagi-bagi kepemilikannya kepada masing-masing ahli waris. Salah satu kelebihan sistem pewarisan individual ini adalah dengan adanya pembagian terhadap, harta warisan kepada masing-masing pribadi ahli waris, mereka masing-

26 masing bebas untuk menentukan kehendaknya terhadap bagian warisan itu.b) Sistem pewarisan mayorat laki-laki.pada masyarakat suku Batak selain sistem pewarisan individual ada juga sebagian masyarakat yang menggunakan sistem pewarisan mayorat laki-laki, yaitu sistem pewarisan yang menentukan bahwa harta warisan seluruhnya dikuasai dan dipelihara oleh anak laki-laki sulung. c) Sistem pewarisan minorat laki-laki Pada sebagian suku Batak, anak laki-laki bungsu dapat diberi kepercayaan untuk menguasai dan memelihara harta warisan peninggalan orang tuanya. Misalnya ia yang paling lama tinggal di rumah warisan orang tua, dengan demikian ia merupakan orang yang menjaga dan memelihara rumah warisan tersebut. Biasanya yang menjadi ahli waris dari harta peninggalan orang tuannya adalah anak kandung, yaitu anak yang lahir dari kandungan ibunya dan ayah kandungnya, bisa juga disebut sebagai anak sah. Anak angkat bisa juga menjadi ahli waris dari orang tuanya angkatnya, tapi tidak bisa mewaris dari orang tua kandungnya. Proses pembagian harta warisan dibatak di bagi menjadi dua, yang pertama pada saat ahli waris masih hidup dan setelah ahli waris sudah meninggal. Setelah si pewaris meninggal dunia, harta warisannya diteruskan kepada ahli warisnya dalam keadaan terbagi-bagi atau tidak terbagi-bagi. Pada masyarakat Batak yang bersistem patrilineal, umumnya yang menjadi ahli waris hanya anak laki-laki, akan tetapi hal itu tidak berarti bahwa anak-anak perempuannya tidak mendapat apa pun dari harta kekayaan ayahnya.

27 2.3 Paradigma Sistem Pewarisan Sistem Pewarisan Individual Sistem Pewarisan Mayorat Sistem Pewarisan Minorat Masyarakat Batak Di Kecamtan Natar Kabupaten Lampung Selatan Keterangan: 1. : garis kegiatan 2. : garis penghubung

28 REFERENSI Sunarjati Hartono. 1997.Dari Hukum Antar Golongan Ke Hukum. Alumni. Bandung. Halaman 1 Sudarsono. 1991. Pengantar tata hukum Indonesia. PT Rineka Cipta. Jakarta Halaman 1-2 (Ali Afandi. 1984. Hukum Waris, Hukum Keluarga, Hukum Pembuktian. Bina Aksara. Jakarta. Halaman 7 Ariman. 1986. Hukum Waris Adat Dalam Yurisprudensi. Bina Cipta. Bandung. Halaman 9 Hilman Hadikusuma. 1999. Hukum Waris Adat. PT Aditya Bakti. Halaman 7 Hilman Hadikusuma. 1996. Hukum Waris Indonesia, Hukum Adat, Hukum Agama Hindi, Islam. Citra Aditya Bakti. Bandung. Halaman 6 Nani suwondo. 1981. Dari Hukum Antar Golongan Ke Hukum. Alumni. Bandun. Halaman 109 Hilman Hadikusuma, Hukum Waris Adat, Bandung, PT.Citra Aditya Bakti, 1999, hal 15 16 A.Ridwan Halim, Hukum Adat Dalam Tanya Jawab, Jakarta, Ghalia Indonesia, 1985, hal 95 Bushar Muhammad, Pokok Pokok Hukum Adat, Jakarta, Pradnya Paramita, 2000, hal 44