Penggunaan Metode Template Matching Untuk Mendeteksi Cacat Pada Produksi Peluru.

dokumen-dokumen yang mirip
PENGGUNAAN METODE TEMPLATE MATCHING UNTUK MENDETEKSI CACAT PADA PRODUKSI PELURU

II. LANDASAN TEORI I. PENDAHULUAN

Klasifikasi Kualitas Keramik Menggunakan Metode Deteksi Tepi Laplacian of Gaussian dan Prewitt

Deteksi Citra Sidik Jari Terotasi Menggunakan Metode Phase-Only Correlation

BAB 2 LANDASAN TEORI

1. PENDAHULUAN Bidang perindustrian merupakan salah satu bidang yang juga banyak menggunakan kecanggihan teknologi, walaupun pada beberapa bagian, mas

BAB II LANDASAN TEORI

Analisa Hasil Perbandingan Metode Low-Pass Filter Dengan Median Filter Untuk Optimalisasi Kualitas Citra Digital

BAB 3 ANALISA DAN PERANCANGAN

PENERAPAN METODE SOBEL DAN GAUSSIAN DALAM MENDETEKSI TEPI DAN MEMPERBAIKI KUALITAS CITRA

Proses memperbaiki kualitas citra agar mudah diinterpretasi oleh manusia atau komputer

1 BAB I PENDAHULUAN. Pengajaran yang diperoleh dari sekolah adalah pengenalan dan pemahaman akan

KLASIFIKASI TELUR AYAM DAN TELUR BURUNG PUYUH MENGGUNAKAN METODE CONNECTED COMPONENT ANALYSIS

BAB 2 LANDASAN TEORI

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN APLIKASI UNTUK MENDESAIN KARTU UCAPAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori Citra Digital

Perbaikan Kualitas Citra Menggunakan Metode Contrast Stretching (Improvement of image quality using a method Contrast Stretching)

Rancang Bangun Sistem Pengujian Distorsi Menggunakan Concentric Circle Method Pada Kaca Spion Kendaraan Bermotor Kategori L3 Berbasis Edge Detection

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM. Dalam pengerjaan tugas akhir ini memiliki tujuan untuk mengektraksi

Oleh: Angger Gusti Zamzany( ) Dosen Pembimbing: Dr. Dwi Ratna Sulistyaningrum, S.Si, M.T.

LANDASAN TEORI. 2.1 Citra Digital Pengertian Citra Digital

PENGENALAN POLA SIDIK JARI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI. dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinyu dari intensitas cahaya

ANALISIS CONTRAST STRETCHING MENGGUNAKAN ALGORITMA EUCLIDEAN UNTUK MENINGKATKAN KONTRAS PADA CITRA BERWARNA

BAB II LANDASAN TEORI

Modifikasi Algoritma Pengelompokan K-Means untuk Segmentasi Citra Ikan Berdasarkan Puncak Histogram

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS PENGGUNAAN FILTER PADA SISTEM PENGENALAN PLAT NOMOR MENGGUNAKAN PHASE ONLY CORRELATION (POC)

PENGAMAN RUMAH DENGAN SISTEM FACE RECOGNITION SECARA REAL TIME MENGGUNAKAN METODE PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS

Deteksi Tepi pada Citra Digital menggunakan Metode Kirsch dan Robinson

Pertemuan 2 Representasi Citra

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM

Traffic IP Camera untuk Menghitung Kendaraan Roda Empat Menggunakan Metode Luasan Piksel

BAB 2 LANDASAN TEORI

Pengembangan Algoritma Pengubahan Ukuran Citra Berbasiskan Analisis Gradien dengan Pendekatan Polinomial

Pendeteksian Tepi Citra CT Scan dengan Menggunakan Laplacian of Gaussian (LOG) Nurhasanah *)

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

BAB I PENDAHULUAN. teknologi pengolahan citra (image processing) telah banyak dipakai di berbagai

DAFTAR ISI. Lembar Pengesahan Penguji... iii. Halaman Persembahan... iv. Abstrak... viii. Daftar Isi... ix. Daftar Tabel... xvi

Aplikasi Pembesaran Citra Menggunakan Metode Nearest Neighbour Interpolation

Pendeteksi Cacat Pada Selongsong Peluru Berbasis Citra Menggunakan Gabor Filter

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Analisa Perbandingan Metode Edge Detection Roberts Dan Prewitt

BAB 2 LANDASAN TEORI

PENGEMBANGAN ALGORITMA PENGUBAHAN UKURAN CITRA BERBASISKAN ANALISIS GRADIEN DENGAN PENDEKATAN POLINOMIAL

BAB 2 LANDASAN TEORI

SISTEM PENGKLASIFIKASIAN KUALITAS KERAMIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE LOG DAN PREWITT

3.2.1 Flowchart Secara Umum

SEGMENTASI CITRA DIGITAL DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA WATERSHED DAN LOWPASS FILTER SEBAGAI PROSES AWAL ( November, 2013 )

Rancang Bangun Sistem Penghitung Laju dan Klasifikasi Kendaraan Berbasis Pengolahan Citra

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. melacak badan manusia. Dimana hasil dari deteksi atau melacak manusia itu akan

Implementasi Morphology Concept and Technique dalam Pengolahan Citra Digital Untuk Menentukan Batas Obyek dan Latar Belakang Citra

REVIEW ALGORITMA PENGENALAN SIDIK JARI MENGGUNAKAN PENCOCOKAN CITRA BERBASIS FASA UNTUK SIDIK JARI KUALITAS RENDAH

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Meter Air. Gambar 2.1 Meter Air. Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus

GLOSARIUM Adaptive thresholding Peng-ambangan adaptif Additive noise Derau tambahan Algoritma Moore Array Binary image Citra biner Brightness

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL ( DIGITAL IMAGE PROCESSING )

Implementasi Noise Removal Menggunakan Wiener Filter untuk Perbaikan Citra Digital

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

corak lukisan dengan seni dekorasi pakaian, muncul seni batik tulis seperti yang kita kenal sekarang ini. Kain batik merupakan ciri khas dari bangsa I

PEMBIMBING : Dr. Cut Maisyarah Karyati, SKom, MM, DSER.

BAB II TEORI DASAR PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

SAMPLING DAN KUANTISASI

BAB I PENDAHULUAN. semakin berkembang. Semakin banyak penemuan-penemuan baru dan juga

Pengenalan Plat Nomor Berdasarkan Klasikasi K-Nearest Neighbor (KNN)

PERBANDINGAN METODE ROBERTS DAN SOBEL DALAM MENDETEKSI TEPI SUATU CITRA DIGITAL. Lia Amelia (1) Rini Marwati (2) ABSTRAK

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 3 PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SISTEM

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini mulai dilaksanakan pada bulan September 2011 s/d bulan Februari

PENGOLAHAN CITRA RADIOGRAF PERIAPIKAL PADA DETEKSI PENYAKIT PULPITIS MENGGUNAKAN METODE ADAPTIVE REGION GROWING APPROACH

APLIKASI IDENTIFIKASI ISYARAT TANGAN SEBAGAI PENGOPERASIAN E-KIOSK

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pengantar PENGOLAHAN CITRA. Achmad Basuki PENS-ITS Surabaya 2007

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TEORI PENUNJANG

APLIKASI IMAGE THRESHOLDING UNTUK SEGMENTASI OBJEK

APLIKASI TRANSFORMASI WATERSHED UNTUK SEGMENTASI CITRA DENGAN SPATIAL FILTER SEBAGAI PEMROSES AWAL

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Telur Ayam Konsumsi

Muhammad Zidny Naf an, M.Kom. Gasal 2015/2016

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Sumatera Utara

Perbaikan Citra X-ray Gigi Menggunakan Contrast Stretching

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

ALGORITMA SOBEL UNTUK DETEKSI KARAKTER PADA PLAT NOMOR KENDARAAN BERMOTOR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

DETEKSI NOMINAL MATA UANG DENGAN JARAK EUCLIDEAN DAN KOEFISIEN KORELASI

BAB III PERANCANGAN SISTEM. Pada dewasa sekarang ini sangat banyak terdapat sistem dimana sistem tersebut

PENDETEKSIAN TEPI OBJEK MENGGUNAKAN METODE GRADIEN

BAB II SISTEM PENENTU AXIS Z ZERO SETTER

PERBAIKAN CITRA BER-NOISE MENGGUNAKAN SWITCHING MEDIAN FILTER DAN BOUNDARY DISCRIMINATIVE NOISE DETECTION

Transkripsi:

1 Penggunaan Metode Template Matching Untuk Mendeteksi Cacat Pada Produksi Peluru. Amilia Khoiro Masruri dan Budi Setiyono Jurusan Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail: budi@matematika.its.ac.id Abstrak Quality control sangat dibutuhkan dalam bidang industri terutama dalam produksi peluru. Satu-satunya perusahaan industri dan manufaktur yang memproduksi peluru adalah PT. PINDAD. Proses identifikasi cacat pada produksi peluru yang dilakukan oleh PT. PINDAD masih menggunakan inspeksi secara manual atau dengan mengandalkan tenaga manusia. Oleh karena itu, diperlukan penelitian agar identifikasi menjadi lebih cepat dan efisien. Dalam penelitian ini, penulis melakukan akuisisi citra pada peluru sehingga didapatkan 11 data citra peluru yang baik dan 21 data citra peluru yang cacat. Selanjutnya dilakukan proses pengolahan citra yang dimulai dari pembacaan citra, cropping, grayscalling, resize, peningkatan mutu citra melalui penapisan serta pengambangan, hingga hasil akhir citra yang menunjukkan cacat tidaknya sebuah citra peluru. Dari 21 data citra peluru yang cacat terbagi atas 9 citra cacat tipe I (terlihat secara kasat mata) dan 12 citra cacat cacat tipe II (tidak terlihat secara kasat mata), didapatkan 7 citra peluru yang terdeteksi untuk cacat tipe I dengan prosentase 77,78% dan 5 citra peluru yang terdeteksi untuk cacat tipe II dengan prosentase 41,67%. Kata Kunci Deteksi Cacat, Template Matching, Cacat Peluru, Image Processing, Phase-Only Correlation (POC). I. PENDAHULUAN SAAT ini, perusahaan senjata menjadi sektor yang sangat penting untuk pembuatan peluru. Satu-satunya perusahaan yang memproduksi peluru adalah PT. PINDAD. Secara garis besar, pembuatan peluru kaliber kecil dari kaliber 5,56 mm hingga 12,7 mm terbagi kedalam tiga bagian, yaitu pembuatan selongsong, pembuatan pelor, dan assembling atau penyelesaian [6]. Semua fase produksi yang dilakukan oleh PT. PINDAD secara teknis dipertahankan sampai tahap akhir dari proses manufaktur yang muncul. Kadang-kadang diperlukan juga untuk memeriksa hasil produksi yang dihasilkan agar mereka dapat melayani kebutuhan pelanggan, yaitu untuk mengetahui peluru yang cacat. Sehingga merupakan tugas penting untuk mengkategorikan peluru-peluru tersebut setelah produksi berdasarkan cacat permukaan. Metode manual dari inspeksi cacat bersifat padat karya, lambat dan subyektif. Meskipun otomatis dalam penyortiran dan pengepakan tidak menutup kemungkinan adanya peluru-peluru yang cacat. Penilaian manusia dipengaruhi oleh perkiraan dan pengetahuan sebelumnya. Di sisi lain, dalam kasus-kasus yang jelas, sebagian besar peneliti setuju bahwa cacat tersebut ada, bahkan ketika mereka tidak dapat mengidentifikasi struktur. Seperti kasus pengawasan tentu saja membosankan, subyektif dan mahal. Untuk semua alasan ini tidak ada yang dapat menyangkal pentingnya suatu aplikasi untuk deteksi cacat [1]. Tuntutan dunia kerja yang serba cepat dan akurat ini, membuat orang mengembangkan proses pengolahan citra digital yang menawarkan waktu proses lebih cepat dan memungkinkan pemanfaatan yang seluas-luasnya. Sistem pengolahan citra digital sangatlah luas. Template matching dengan ciri khas sebagai patokan sebagai salah satu pengembangan dari pengolahan citra digital. Sistem template matching dapat mengidentifikasi cacat pada peluru. II. DASAR TEORI A. Pengolahan Citra Digital Citra digital dapat dinyatakan sebagai suatu fungsi dua dimensi ff(xx, yy), dengan xx maupun yy adalah posisi koordinat sedangkan ff merupakan amplitudo pada posisi (xx, yy) yang sering dikenal sebagai intensitas atau gray scale (Gonzales, 2002). Nilai dari intensitas bentuknya adalah diskrit mulai dari 0 sampai 255. Citra yang ditangkap oleh kamera dan telah dikuantisasi dalam bentuk nilai diskrit disebut sebagai citra digital (digital image). Sedangkan foto hasil cetak dari printer tidak dapat disebut sebagai citra digital, namun foto yang tersimpan pada file gambar (bmp, jpg, png atau format lainnya) pada komputer dapat disebut citra digital. Jadi citra digital tersusun dari sejumlah nilai tingkat keabuan yang dikenal sebagai piksel (pixel) pada posisi tertentu. Untuk melakukan pemrosesan citra digital, maka citra analog harus dikonversi terlebih dahulu ke dalam bentuk citra digital. Proses scanning menggunakan scanner merupakan salah satu proses konversi dari suatu citra analog menjadi citra digital. Proses pengambilan atau penangkapan suatu objek menggunakan kamera digital akan langsung menghasilkan citra digital. Ada dua jenis citra digital, citra diam (still image) dan citra bergerak (moving image). Pada prinsipnya citra bergerak adalah sekumpulan citra diam dalam bentuk frame-

2 frame. Suatu citra digital dapat dinyatakan dengan persamaan 2.1. ff(xx, yy) = (2.1) ff(1,1) ff(1,2) ff(1,3) ff(1, mm) ff(2,1) ff(2,2) ff(2,3) ff(2, mm) ff(3,1) ff(3,2) ff(3,3) ff(3, mm) ff(4,1) ff(4,2) ff(4,3) ff(4, mm) ff(5,1) ff(5,2) ff(5,3) ff(5, mm) ff(mm 1,1) ff(mm 1,2) ff(mm 1,3) ff(mm 1, nn) ff(mm, 1) ff(mm, 2) ff(mm, 3) ff(mm, nn) Dari persamaan 2.1, citra digital dapat dinyatakan sebagai matriks dengan tinggi citra = mm dan lebar citra = nn. Pengolahan citra juga merupakan bagian dari pengolahan sinyal yang difokuskan kepada pengolahan yang berkaitan dengan gambar-gambar. Fungsinya adalah untuk meningkatkan kualitas citra untuk keperluan persepsi visual manusia ataupun komputer. Citra Awal (Citra yang belum diolah) Pengolahan Citra (Proses pengolahan Citra Awal) Gambar 2.1 Proses Pengolahan Citra Digital Citra Akhir (Citra yang sudah diolah) B. Peningkatan Mutu Citra Peningkatan mutu citra dilakukan untuk memperoleh keindahan citra, kepentingan analisis citra, serta mengoreksi citra dari segala gangguan yang terjadi pada waktu perekaman data. Peningkatan mutu citra dilakukan sampai citra siap dianalisis. Sebelum memasuki proses identifikasi cacat pada peluru, dilakukan operasi pengolahan citra digital, yaitu penapisan citra (filtering) dan pengambangan citra (thresholding). 1. Penapisan citra (Filtering) Penapisan citra dilakukan bila citra yang akan dianalisis memiliki derau sehingga perlu dihaluskan dengan tapis citra. Perancangan tapis dengan memanipulasi pikselpiksel tetangga membuat citra lebih halus, bentuk sudut dan tepi citra tetap terjaga. Pada proses perekaman, citra digital bersifat frekuensi rendah dimana terjadi proses pemerataan intensitas cahaya pada suatu titik sampel dengan titik-titik tetangganya. Gangguan lain yang sering terjadi pada proses perekaman citra digital adalah terjadinya gangguan berbentuk garis-garis akibat adanya kerusakan pada sebagian detektor sensor. High-Pass Filter akan memperkuat komponen yang berfrekuensi tinggi dan menurunkan komponen berfrekuensi rendah. 2. Pengambangan citra (Thresholding) Pengambangan citra (thresholding) merupakan salah satu teknik segmentasi yang baik digunakan untuk citra dengan perbedaan nilai intensitas yang signifikan antara latar belakang dan objek utama (Katz, 2000). Dalam pelaksanaannya, thresholding membutuhkan suatu nilai yang digunakan sebagai nilai pembatas antara objek utama dengan latar belakang dan nilai tersebut dinamakan dengan threshold. C. Template Matching Template matching merupakan salah satu teknik dalam pengolahan citra digital yang berfungsi untuk mencocokkan tiap-tiap bagian dari suatu citra dengan citra yang akan diuji (template). Teknik ini banyak digunakan dalam bidang industri sebagai bagian dari quality control [2]. Metode ini juga sering digunakan untuk mengidentifikasi citra karakter huruf, angka, sidik jari (fingerprint) dan aplikasi-aplikasi pencocokan citra lainnya. Prinsip metode ini adalah membandingkan antara citra acuan yang akan dikenali dengan citra template. Citra acuan yang akan dikenali mempunyai tingkat kemiripan sendiri terhadap masing-masing citra template. Pengenalan dilakukan dengan melihat nilai tingkat kemiripan tertinggi dan nilai batas ambang pengenalan dari citra objek tersebut. Bila nilai tingkat kemiripan berada di bawah nilai batas ambang maka citra objek tidak dikenal [3]. Adapun hal-hal yang mempengaruhi dalam identifikasi cacat pada peluru adalah sebagai berikut: 1. Posisi Citra peluru bisa berbeda-beda tergantung pada keadaan waktu diambil oleh kamera, bisa karena pergeseran, perpindahan dan perputaran posisi. Oleh karena itu, posisi citra perlu diperbaiki apabila posisi citra tidak tepat, sebelum citra menuju ke proses template matching. 2. Kondisi Citra Ketika sebuah citra dibentuk, faktor seperti pencahayaan dan karakteristik kamera mempengaruhi citra peluru. D. Phase-Only Correlation (POC) Phase-Only Correlation (POC) merupakan fungsi teknik registrasi gambar dengan akurasi tinggi. Registrasi gambar dengan menggunakan POC memungkinkan memprediksi letak antara gambar dengan ketelitian subpiksel [5]. Jika terdapat 2 citra berukuran NN 1 NN 2, yaitu ff(nn 1, nn 2 ) dan gg(nn 1, nn 2 ), untuk penyederhanaan diasumsikan bahwa nn 1 = MM 1. MM 1 dan nn 2 = MM 2. MM 2, karena itu NN 1 = 2MM 1 + 1 dan NN 2 = 2MM 2 + 1. Bentuk Transformasi Fourier Diskrit dari kedua gambar tersebut dinyatakan dengan [5]: kk FF(kk 1, kk 2 ) = nn 1 nn 2 ff(nn 1, nn 2 ) WW 1 nn 1 kk NN2 = AA FF (kk 1, kk 2 )ee jj θθ FF (kk 1,kk 2 ) (2.2) kk GG(kk 1, kk 2 ) = nn 1 nn 2 gg(nn 1, nn 2 ) WW 1 nn 1 kk NN2 = AA GG (kk 1, kk 2 )ee jj θθ GG (kk 1,kk 2 ) (2.3) 2ΠΠ jj dengan kk 1 = MM 1. MM 1, kk 2 = MM 2. MM 2, WW = ee, 2ΠΠ jj WW NN2 = ee NN2 dan operator nn1 nn 2 mendefinisikan MM 1 MM 2. AA FF (kk 1, kk 2 ) dan AA GG (kk 1, kk 2 ) adalah nn 1 = MM 1 nn 2 = MM 2

3 komponen amplitude dan ee jj θθ FF (kk 1,kk 2 ) dan ee jj θθ GG (kk 1,kk 2 ) adalah komponen fase. Sedangkan spektrum silang (cross spectrum) RR (kk 1, kk 2 ) antara FF(kk 1, kk 2 ) dan GG(kk 1, kk 2 ) ditunjukkan dengan rumus: RR(kk 1, kk 2 ) = FF(kk 1,kk 2 )GG(kk 1,kk 2 ) FF(kk 1,kk 2 )GG(kk 1,kk 2 ) = ee jjjj (kk,kk 21) (2.4) dengan GG(kk 1, kk 2 ) menyatakan konjungsi kompleks dari θθ(kk 1, kk 2 ) = θθ FF (kk 1, kk 2 ) θθ GG (kk 1, kk 2 ) dan GG(kk 1, kk 2 ). Fungsi POC rr (nn 1, nn 2 ) merupakan invers transformasi fourier diskrit 2D dari RR (kk 1, kk 2 ) dan dirumuskan sebagai berikut: kk rr (nn 1, nn 2 ) = 1 RR (kk NN 1 NN kk 1, kk 2 ) 2 1,kk 2 WW 1 nn 1 kk NN2 (2.5) MM 1 kk 1 = MM 1 kk 2 = MM 2. dengan kk1 kk 2 mendefinisikan MM 2 berguna untuk merancang aplikasi yang memiliki tampilan seperti aplikasi lain berbasis Windows. Algoritma identifikasi cacat pada peluru menggunakan metode template matching adalah sebagai berikut: 1. Membaca berkas citra berwarna yang akan digunakan sebagai citra acuan. 2. Melakukan proses cropping pada citra dengan tujuan untuk mengambil bagian objek peluru. 3. Melakukan proses pengubahan citra acuan dan citra template menjadi citra grayscale. 4. Melakukan penyamaan ukuran agar ukuran citra acuan dengan citra template sama besar. 5. Melakukan penapisan citra (filtering). 6. Menerapkan proses pengambangan citra (thresholding) terhadap citra acuan dengan citra masukan. 7. Melakukan template matching antara citra acuan dengan citra masukan. Secara umum pembuatan aplikasi ini mengikuti blok diagram seperti gambar 3.1. Akuisisi Citra Citra peluru acuan Citra peluru template Pre-processing untuk citra peluru acuan Membaca citra peluru Cropping Gambar 2.2 Contoh Fungsi POC rr ffff (nn 1, nn 2 ) dan Fungsi Korelasi Biasa rr ffff (nn 1, nn 2 ): (a) Citra ff(nn 1, nn 2 ), (b) Citra gg(nn 1, nn 2 ), (c) Fungsi POC antara 2 citra identik (citra ff(nn 1, nn 2 )), (d) Fungsi POC antara ff(nn 1, nn 2 ) dan gg(nn 1, nn 2 ), (e) Fungsi korelasi biasa antara 2 citra identik (citra ff(nn 1, nn 2 )), (f) Fungsi korelasi antara ff(nn 1, nn 2 ) dan gg(nn 1, nn 2 ). Dari fungsi POC, dapat diperoleh besaran perpindahan secara translasi dan derajat kesamaan dari dua citra berdasarkan posisi dan ketinggian puncak korelasi (correlation peak). Pada gambar 2.2 menunjukkan contoh matching dengan menggunakan fungsi POC. Apabila kedua gambar tersebut sama maka fungsi POC akan menghasilkan perbedaan puncak yang jelas, sebaliknya jika kedua gambar tersebut tidak sama maka puncak akan turun secara signifikan. Sehingga fungsi POC menunjukkan semakin tinggi perbedaan dibandingkan fungsi korelasi pada umumnya. Keunggulan dari fungsi POC adalah hasil pencocokan tidak dipengaruhi oleh pergeseran gambar karena perubahan kecerahan, sehingga sangat kuat terhadap noise. III. PERANCANGAN SISTEM Pada perancangan ini menggunakan bahasa pemrograman Matlab yang mempunyai tombol perintah yang lengkap dan Template Matching Hitung Nilai POC Grayscaling Pembandingan nilai threshold Penyamaan ukuran citra Penapisan Pengambangan Gambar 3.1 Blok Diagram Identifikasi Cacat Pada Peluru Menggunakan Metode Template Matching A. Pembacaan Citra Citra yang diolah adalah citra digital yang diperoleh dari hasil pemotretan peluru. Citra tersebut dianggap sebagai citra

4 acuan. Citra hasil pemotretan sudah dalam bentuk digital dengan berkas penyimpanan berekstensi *.jpg. B. Proses Cropping Karena pada proses template matching dipengaruhi oleh posisi dan kondisi citra, maka dilakukan proses cropping pada citra yang kemudian akan diambil bagian objeknya saja. Hal ini dilakukan untuk mempermudah proses template matching. C. Pengubahan Citra Warna menjadi Citra Grayscale Citra yang dibaca adalah citra yang dikenali sebagai citra warna (RGB). Proses pengolahan citra warna lebih sulit dilakukan karena citra warna mengandung tiga komponen warna utama (merah, hijau, biru) yang membutuhkan pengolahan lebih kompleks, sehingga citra perlu diubah dahulu menjadi citra grayscale untuk mempermudah pengolahan. Nilai warna Merah, Hijau dan Biru masingmasing dibagi tiga untuk mendapatkan citra grayscale. D. Penyamaan Ukuran Citra (Resize) Proses ini dilakukan untuk menyamakan ukuran citra acuan dengan citra template karena pada metode template matching selain dipengaruhi oleh posisi dan kondisi citra, metode ini juga sangat dipengaruhi oleh ukuran citra. E. Penapisan Citra (Filtering) Dalam proses penapisan ini dilakukan dengan tapis median karena tapis ini menghaluskan data sekaligus mempertahankan detail kecil dan tajam. F. Pengambangan Citra (Thresholding) Pada proses pengambangan citra menggunakan metode otsu. Metode otsu bertujuan untuk membagi histogram citra gray level ke dalam dua daerah yang berbeda secara otomatis tanpa membutuhkan bantuan pengguna untuk memasukkan nilai ambang [4]. Pendekatan yang dilakukan metode otsu adalah dengan melakukan analisis diskriminan yaitu menentukan suatu variabel yang dapat membedakan antara dua atau lebih kelompok yang muncul secara alami. Analisis diskriminan akan memaksimumkan variabel tersebut agar dapat membagi objek latar depan dan latar belakang. G. Template Matching Proses template matching dalam identifikasi cacat peluru menggunakan perhitungan POC (Phase-Only Correlation). Dalam proses ini akan didapatkan nilai POC (Phase-Only Correlation) antara bagian dari citra acuan dengan citra template. pengujian terhadap citra peluru yang baik dengan citra peluru yang cacat. Tabel 1. Hasil Pengujian Citra Peluru yang Baik Dari hasil pengujian pada tabel diatas diperoleh nilai POC terkecil yaitu 0.0514 pada citra acuan Bagus5 sehingga dapat dijadikan nilai batas ambang serta citra acuan. Berikut ini adalah citra yang akan dijadikan acuan ditunjukkan pada gambar 4.1. Gambar 4.1 Citra Acuan Dari 21 data citra peluru yang cacat diklasifikasikan menjadi 2 tipe, yaitu: Tipe I: citra peluru yang cacatnya terlihat secara kasat mata. Tipe II: citra peluru yang cacatnya tidak terlihat secara kasat mata. Gambar 4.2 Citra Cacat Tipe I IV. HASIL DAN PENGUJIAN Pada penelitian ini diperoleh hasil perhitungan nilai POC yang menunjukkan bahwa peluru tersebut cacat atau tidak cacat. A. Hasil Uji Coba dan Pembahasan Pada pengujian ini, data yang digunakan adalah citra peluru yang diambil dengan posisi, pencahayaan dan jarak pengambilan yang sama untuk setiap peluru. Setelah itu dilakukan uji coba terhadap 11 data citra peluru yang baik untuk dicari citra acuannya. Citra acuan yang dipilih adalah citra yang memiliki nilai POC terkecil. Berikut adalah hasil Gambar 4.3 Citra Cacat Tipe II Selanjutnya akan dilakukan uji coba terhadap 21 data citra yang terdiri dari 9 citra cacat tipe I (terlihat secara kasat mata) dan 12 citra cacat tipe II (tidak terlihat secara kasat mata).

5 Berikut adalah hasil pengujian identifikasi terhadap citra peluru yang cacat. Tabel 2. Hasil Pengujian Identifikasi Citra Cacat Tipe I [3] Ahmad, U. (2005). Pengolahan Citra Digital dan Teknik Pemrogramannya. Yogyakarta: Graha Ilmu. [4] Gonzalez, R. C. and Woods, R. E. (2002). Digital Image Processing Second Edition. USA: Prentice Hall. [5] Ito, K., Nakajima, H., Kobayashi, K., Aoki, T., Higuchi, T. (2004). A Fingerprint Matching Algorithm Using Phase-Only Correlation. IEICE Trans. Fundamentals E87-A. [6] Fadillah, Ramadhian. 2008. Inilah Cara membuat Peluru dan Bom. http://news.detik.com/read/2008/11/03/100009/1030130/10/inilahcara-membuat-peluru-dan-bom. Diakses 5 Maret 2014. Tabel 3. Hasil Pengujian Identifikasi Citra Cacat Tipe II Dari hasil pengujian pada tabel di atas, citra cacat tipe I diperoleh 4 citra yang terdeteksi dari 9 data citra cacat tipe I sehingga prosentasenya mencapai 44,44%. Sedangkan untuk citra cacat tipe II diperoleh 4 citra yang terdeteksi dari 12 data citra cacat tipe II sehingga prosentasenya mencapai 33,33%. V. KESIMPULAN 1. Untuk mendapatkan hasil akhir identifikasi yang tepat maka kondisi atau lingkungan penangkap citra peluru harus sama antara citra peluru acuan dengan citra peluru template. Kondisi yang dimaksud diantaranya pencahayaan, ukuran, serta posisi objek citra. 2. Penambahan filter yang cocok digunakan dalam sistem ini adalah High-Pass Filter, karena dengan menggunakan High-Pass Filter tingkat keberhasilannya mencapai 44,44% untuk identifikasi cacat tipe I dan 33,33% untuk identifikasi cacat tipe II. VI. DAFTAR PUSTAKA [1] Rahaman, G. M. A. and Hossain, Md. M. (2009, May). Automatic Defect Detection and Classification Technique from Image: a Special Using Ceramic Tiles. (UCSIS) International Journal of Computer Science and Information Security, 1, 1, 0906-3770. [2] Wardhana, A. W. dan Prayudi, Y. (2008, 21 Juni). Penggunaan Metode Template Matching Untuk Identifikasi Kecacatan Pada PCB. Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2008 (SNATI 2008), 1907-5022.