PENGARUH PEMBILASAN CAVUM ABDOMEN

dokumen-dokumen yang mirip
PERBANDINGAN EFEKTIFITAS PEMBERIAN CAIRAN INFUS HANGAT TERHADAP KEJADIAN MENGGIGIL PADA PASIEN SECTIO CAESARIA DI KAMAR OPERASI

MANFAAT IRIGASI HANGAT DURANTE OPERASI TERHADAP PENCEGAHAN HIPOTERMI PASCA BEDAH TUR PROSTAT

TERHADAP KEJADIAN MENGGIGIL PADA PASIEN OPERASI SECSIO CAESAREA DI KAMAR OPERASI RUMAH SAKIT AISYIYAH BOJONEGORO

Metodologi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dinding abdomen dan uterus (Fraser, 2009). Sedangkan menurut Wiknjosastro

PENGARUH KOMPRES HANGAT DI SUPRA PUBIK TERHADAP PEMULIHAN KANDUNG KEMIH PASCA PEMBEDAHAN DENGAN ANESTESI SPINAL DI RSUD BATANG

BAB I PENDAHULUAN. seluruh proses kelahiran, dimana 80-90% tindakan seksio sesaria ini dilakukan dengan anestesi

BAB 1 PENDAHULUAN. pada ibu dan janin sehingga menimbulkan kecemasan semua orang termasuk

BAB I PENDAHULUAN. untuk prosedur tersebut. Angka bedah caesar pada ibu usia 35 tahun ke atas jauh

BAB 1 PENDAHULUAN. penyesuaian dari keperawatan, khususnya keperawatan perioperatif. Perawat

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN HIPOTERMI DENGAN WAKTU PULIH SADAR PASCA GENERAL ANESTESI DI RUANG PEMULIHAN RSUD WATES AMILA HANIFA NIM: P

EFEKTIVITAS PEMBERIAN HOT-PACK TERHADAP HIPOTERMI PASIEN POST OPERASI SEKSIO CAESARIA DI RECOVERY ROOM

LAPORAN PENDAHULUAN Konsep kebutuhan mempertahankan suhu tubuh normal I.1 Definisi kebutuhan termoregulasi

Tasnim 1) JIK Vol. I No.16 Mei 2014: e-issn:

PERBEDAAN EFEKTIFITAS PEMBERIAN SELIMUT TEBAL DAN LAMPU PENGHANGAT PADA PASIEN PASCA BEDAH SECTIO CAESARIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. membuka dinding perut dan dinding uterus (Sarwono, 2005). Sectio caesarea

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. target yang telah ditentukan dalam tujuan pembangunan millennium (MDG s)

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan angka kematian ibu (Maternal Mortality Rate) dan angka. kematian bayi (Neonatal Mortality Rate). (Syaiffudin, 2002).

Kata kunci: mobilisasi dini, penyembuhan luka operasi, sectio caesarea(sc)

BAB I PENDAHULUAN. maksud untuk mengetahui dan memperbaiki kerusakan otak (Brown CV, Weng J,

BAB I PENDAHULUAN. memiliki jumlah cairan yang lebih sedikit. Perbedaan ini karena laki-laki

Budi Setyono, Lilis Murtutik, Anik Suwarni

LAPORAN PENDAHULUAN. PADA PASIEN DENGAN KASUS CKR (Cedera Kepala Ringan) DI RUANG ICU 3 RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG

PENGARUH TEKNIK RELAKSASI TERHADAP PENURUNAN SKALA NYERI POST OPERASI DI RUMAH SAKIT Dr.OEN SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan

PENGARUH AMBULASI DINI TERHADAP WAKTU FLATUS PADA PASIEN POST OPERASI SECTIOCAESAREA DENGAN ANESTESI SPINALDI RSUD KRATON KABUPATEN PEKALONGAN

PENGARUH MENDENGAR MUROTTAL AL-QUR AN TERHADAP PENURUNAN INTENSITAS NYERI PASIEN PASCA OPERASI APENDISITIS

BAB I PENDAHULUAN. mengalami kesakitan berat atau bahkan kematian. Hipotermia mudah

BAB I PENDAHULUAN. anestesi yang dilakukan terhadap pasien bertujuan untuk mengetahui status

PENGARUH AROMATERAPI TERHADAP NYERI PADA PASIEN POST OPERASI SECTIO CAESAREA DI RSUD KAJEN KABUPATEN PEKALONGAN

EFEKTIFITAS PEMBERIAN ELEMEN PENGHANGAT CAIRAN INTRAVENA DALAM MENURUNKAN GEJALA HIPOTERMI PASCA BEDAH

EFEKTIFITAS KOMPRES AIR HANGAT TERHADAP PENURUNAN SUHU TUBUH ANAK DEMAM USIA 1-3 TAHUN DI SMC RS TELOGOREJO SEMARANG

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT DENGAN TINDAKAN KEPERAWATAN DALAM PENANGANAN FAJR DAN AL-HAJJI RUMAH SAKIT ISLAM SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. anestesi untuk pengelolaan nyeri, tanda vital, juga dalam pengelolaan

PENGARUH PEMBERIAN KOMPRES AIR HANGAT TERHADAP INTENSITAS NYERI PUNGGUNG IBU HAMIL TRIMESTER

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CA OVARIUM DI RUANG B3 GYNEKOLOGI RS Dr. KARIADI SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KARYA TULIS ILMIAH. Oleh : RATNA NURAINI

PERBEDAAN TINGKATAN NYERI DISMENORE DENGAN PERLAKUAN KOMPRES HANGAT PADA MAHASISWI DI STIKES MUHAMMADIYAH LAMONGAN. Fifi Hartaningsih, Lilin Turlina

BAB I PENDAHULUAN. maupun mental. Akan tetapi, olahraga yang dilakukan tanpa mengindahkan

SATUAN ACARA PERKULIAHAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perut kuadran kanan bawah (Smeltzer, 2002). Di Indonesia apendisitis merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan

2015 GAMBARAN BENDUNGAN ASI BERDASARKAN KARAKTERISTIK PADA IBU NIFAS DENGAN SEKSIO SESAREA DI RUMAH SAKIT UMUM TINGKAT IV SARININGSIH BANDUNG

SKRIPSI. Diajukan Oleh : PARYANTO J

BABI PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial (Brunner & Suddarth, 2002).

PERBEDAAN PERUBAHAN INTENSITAS NYERI SELAMA PERAWATAN POST SEKSIO SESAREA ANTARA PASIEN YANG MENGGUNAKAN TEHNIK DISTRAKSI DAN RELAKSASI DI RSU.

BAB I PENDAHULUAN. menstimulasi pengeluaran CRH (Corticotropin Realising Hormone) yang

ANGGOTA KELOMPOK 1 : 1.Ellaeis Guinea (14006) 2.Febriyanti Dwi S (14007) 3.Herlita Sari M. (14011) 4.Magdalena P. A. C (14015) 5.Natalia Ratna K.

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan operasi seksio sesaria menurut Sarwono (2008) dalam buku Ilmu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang ` Di RSUD Muntilan, Magelang terdapat 80 persalinan normal setiap bulannya. Perawat

Kekurangan volume cairan b.d kehilangan gaster berlebihan, diare dan penurunan masukan

PENGARUH PERAWATAN BAYI LEKAT TERHADAP PENINGKATAN BERAT BADAN PADA BAYI DENGAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH DI RS PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA

PENGARUH TEKNIK RELAKSASI TERHADAP PENURUNAN INTENSITAS NYERI PADA PASIEN POST OPERASI LAPARATOMI SAAT PERAWATAN LUKA DI RSUD MAJALENGKA TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka. Sayatan atau luka yang dihasilkan

BAB V PEMBAHASAN. perineum pada ibu postpartum di RSUD Surakarta. A. Tingkat Nyeri Jahitan Perineum Sebelum Diberi Aromaterapi Lavender

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

ELEVASI KAKI EFEKTIF MENJAGA KESTABILAN TEKANAN DARAH PADA PASIEN DENGAN SPINAL ANESTESI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PROSEDUR PENGUKURAN TEKANAN VENA SENTRAL

BAB I PENDAHULUAN. oksigen (O2). Yang termasuk relaksan otot adalah oksida nitrat dan siklopropane.

BAB 1 PENDAHULUAN. Sectio Caesaria (SC), dimana SC didefinisikan sebagai proses lahirnya janin

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Keperawatan pasca operasi merupakan periode akhir dari keperawatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

TEKNIK KOMPRES DENGAN HOTPACK UNTUK MENURUNKAN DEMAM PADA KLIEN DHF DI RUANG ACACIA RUMAH SAKIT EKA BSD TANGERANG

BAB 1 PENDAHULUAN. di negara berkembang. Di negara miskin, sekitar 25-50% kematian wanita subur

The 7 th University Research Colloqium 2018 STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta

BAB I PENDAHULUAN. cara infasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan

BAB 1 PENDAHULUAN. aktivitas sel tubuh melalui impuls-impuls elektrik. Perjalanan impuls-impuls

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem kardiovaskular dalam keadaan optimal yaitu dapat menghasilkan aliran

Hubungan Antara Index Masa Tubuh (Imt) Dan Kadar Hemoglobin Dengan Proses Penyembuhan Luka Post Operasi Laparatomi

BAB I PENDAHULUAN gram pada waktu lahir (Liewellyn dan Jones, 2001). Gejala klinisnya

PENGARUH RENDAM KAKI MENGGUNAKAN AIR HANGAT TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA PENDERITA HIPERTENSI DI DESA BENDUNGAN KECAMATAN KRATON PASURUAN

BAB I PENDAHULUAN. proses tubuh dan jumlah panas yang hilang ke lingkungan luar. Meskipun

Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume12, No. 1Februari2016

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi yang sedang terjadi sekarang ini permasalahan yang

BAB I PENDAHULUAN. Dari data antara tahun 1991 sampai 1999 didapatkan bahwa proses

BAB 1 PENDAHULUAN. Operasi Caesar adalah operasi besar pada bagian perut/operasi besar

BAB 1 PENDAHULUAN. baru lahir dapat terjadi cold stress yang selanjutnya dapat menyebabkan

SKRIPSI SULASTRI J

BAB I PENDAHULUAN. paling umum untuk mencari pertolongan kesehatan. Seseorang yang nyeri

BAB 1 PENDAHULUAN. Reumatoid Arthritis (RA) merupakan suatu penyakit autoimun yang

Gambaran Kejadian Menggigil (Shivering) pada Pasien dengan Tindakan Operasi yang Menggunakan Anastesi Spinal di RSUD Karawang Periode Juni 2014

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. sebelum pindah ke ruang perawatan atau langsung dirawat di ruang intensif. Fase

SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan. Mencapai derajat sarjana S-1. Diajukan Oleh : Yunita Ekawati J Kepada : FAKULTAS KEDOKTERAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tindakan perbaikan kemudian akan diakhiri dengan penutupan dengan cara. penjahitan luka (Sjamsuhidajat & De Jong, 2013).

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah descriptive correlative research, atau

HUBUNGAN PENGGUNAAN MEKANISME KOPING DENGAN INTENSITAS NYERI PADA PASIEN POST OPERASI FRAKTUR FEMUR DI UNIT ORTHOPEDI RSU ISLAM KUSTATI SURAKARTA

Suhu inti (core temperature) Suhu inti menggambarkan suhu organ-organ dalam (kepala, dada, abdomen) dan dipertahankan mendekati 37 C.

TINGKAT KECEMASAN PASIEN PREOPERATIF PADA PEMBEDAHAN SEKSIO SESAREA DI RUANG SRIKANDI RSUD KOTA SEMARANG

PERBEDAAN TERAPI IMAJINASI TERPIMPIN DENGAN MENDENGARKAN MUSIK KERONCONG TERHADAP PENURUNAN NYERI PADA PASIEN POST

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.K DENGAN POST OPERASI HERNIOTOMI DI RUANG ANGGREK RS PANDAN ARANG BOYOLALI NASKAH PUBLIKASI

GAMBARAN PELAKSANAAN PERAWATAN LUKA POST OPERASI SECTIO CAESAREA (SC) DAN KEJADIAN INFEKSI DI RUANG MAWAR I RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

Transkripsi:

PENGARUH PEMBILASAN CAVUM ABDOMEN MENGGUNAKAN CAIRAN NaCl 0,9% HANGAT TERHADAP PENINGKATAN SUHU TUBUH POST SECTIO SESAREA DI KAMAR OPERASI RSUD Dr. MOHAMAD SOEWANDHIE SURABAYA Eni Sumarliyah¹, Eka Sulistyowati², Fahrun Nur Rosyid ³ Prodi DIII Keperawatan Universitas Muhammadiyah Surabaya¹, ² Prodi Keperawatan Universitas Muhammadiyah Surakarta³ Abstrak Selama pembedahan seksio sesarea (Intra Operatif) dibutuhkan suatu pembilasan pada cavum abdomen, keadaan ini sering menimbulkan masalah hipotermi apabila diberikan dalam keadaan dingin. Penelitian ini bertujuan membuktikan pengaruh pembilasan cavum abdomen (37 C) terhadap peningkatan suhu tubuh post seksio sesarea.desain penelitian ini menggunakan Quasy Eksperimental dengan populasi pasien seksio sesarea di Kamar Operasi RSUD Dr. Mohamad Soewandhie Surabaya, dengan jumlah sampel 42 responden dimana 21 responden sebagai kelompok perlakuan dan 21 responden kelompok kontrol yang diseleksi secara random sampling. Metode pengumpulan data dengan observasi. Pengaruh suhu dianalisis dengan uji Independent T-Test dengan ρ < α = 0,05. Dari hasil penelitian didapatkan ada peningkatan suhu tubuh post operasi dimana sebagian besar (81% atau 17 orang) pada suhu 36 C. Hasil uji independent t-test menunjukkan t-test = - 5,668 dengan p = 0,000 < α =0,05, berarti Ho ditolak artinya ada pengaruh yang signifikan pada (37 C) di Kamar Operasi RSUD Dr. Mohamad Soewandhie Surabaya. Berdasarkan penelitian ini dan teori yang berkaitan, bahwa ada pengaruh pembilasan cavum abdomen (37 C) terhadap peningkatan suhu tubuh post seksio sesarea di kamar operasi RSUD Dr.Mohamad Soewandhie Surabaya. Keywords: Pembilasan, suhu dan seksio sesarea PENDAHULUAN Saat ini seksio sesarea menjadi tren karena berbagai alasan. Dalam 20 tahun terakhir, angkanya meningkat pesat. Operasi ini terlalu sering dilakukan sehingga para kritikus menyebutnya sebagai obat mujarab praktek kebidanan. Selama prosedur seksio sesarea setelah bayi dikeluarkan dan dinding rahim selesai dijahit, kedua adnexa dieksplorasi, selanjutnya adalah membersihkan rongga perut dari sisa-sisa darah (Hanifa,2000). Salah satu cara membersihkan rongga perut yaitu dengan pemberian pembilasan / lavage dengan menggunakan cairan Normal saline atau NaCl 0,9 %. Salah satu efek dari pembilasan tersebut adalah terjadinya penurunan suhu tubuh (hipotermi), yang diakibatkan oleh pemberian cairan NaC1 0,9% yang dalam keadaan tidak dihangatkan (Morgan, 1996). Hipotermia adalah gangguan yang sering terjadi, serius dan sering tersamar diantara pasienpasien bedah. Hipotermia berperan penting dalam morbiditas perioperasi (Hambly dan Sainsbury, 2007). Hipotermia pada pembedahan seksio sesarea penyebab terbesar adalah efek anestesi SAB (Subaraknoid Blok). Pada anestesi spinal akan menurunkan ambang menggigil sampai pada inti hipotermi pada jam pertama atau setelah dilakukan anestesi spinal akan menurun sekitar 1-2 C, hal ini berhubungan dengan 47

restribusi panas tubuh dari kompartemen inti ke perifer dimana spinal menyebabkan vasodilatasi (Masjoer, 2000). Penyebab lain dari hipotermi saat pembedahan yaitu karena stimulus pada saat pembilasan yang tidak dihangatkan pada suhu 37 C (Hudak & Gallo, 1996). Dari data rekam medis di Kamar Operasi RSUD Dr. Mohamad Soewandhie Surabaya, pada pasien yang dilakukan seksio sesarea, saat pembilasan diberikan cairan NaC1 0,9% tanpa dihangatkan lebih dahulu (19-24 C) sehingga semakin menambah derajat hipotermi pasien yang sudah mengalami hipotermi sebelumnya karena anestesi spinal. Di Kamar Operasi RSUD Dr. Mohamad Soewandhie Surabaya, telah tercatat data pasien yang dilakukan seksio sesarea pada tahun 2010 sebanyak 389 pasien, atau 28 % dari total keseluruhan pembedahan. Pada tahun 2011 selama 10 bulan terakhir tercatat jumlah seksio sesarea sebanyak 476 atau 30 % dari total pembedahan. Menurut penelitian sebelumnya bahwa dampak dari tindakan pembilasan menggunakan cairan NaCl 0,9 % yang tidak dihangatkan pada suhu 37 C, pasien pembedahan batu ginjal 100 % mengalami hipotermia (35 C) di kamar operasi GBPT RSU Dr.Soetomo Surabaya (Ninik S,2007). Dengan tetap memperhatikan faktor lain seperti : pemberian cairan infus yang dingin, suhu kamar operasi, inhalasi serta dari faktor pasien itu sendiri seperti usia dan aktifitas otot yang menurun (Suddarth B.B,2002). Dari pengamatan penulis selama ini, ternyata hampir 100% pasien operasi seksio sesarea di Kamar Operasi RSUD Dr. Mohamad Soewandhie Surabaya mengalami hipotermia. Hipotermi tersebut dapat terjadi karena merupakan reaksi dari tubuh yang tidak mampu mempertahankan suhu akibat dari stimulus pada saat pembilasan atau oleh pengaruh dari obat anestesia juga dapat mendepresi pusat pengatur suhu, sehingga mudah naik turun dengan suhu lingkungan dan tehnik operatif yang dilakukan. Sehingga dampak dari hipotermi pada intra operatif tersebut, menyebabkan perubahan fisiologis pada semua organ dengan depresi progressive proses metabolisme dan konduksi saraf yang dapat menyebabkan kematian (Hudak & Gallo, 1996). Berdasarkan distribusi suhu di dalam tubuh, dikenal suhu inti (Core Temperatute), yaitu suhu yang terdapat pada jaringan dalam, seperti kranial, thoraks, rongga abdomen dan rongga pelvis. Suhu ini biasanya dipertahankan relatif konstan sekitar 37 C (Tamsuri, 2006). Keadaan hipotermi juga berkaitan dengan penurunan pembentukan panas, penurunan transportasi oksigen ke jaringan, perubahan termoregulasi juga dapat berhubungan dengan penggunaan obat-obatan, termasuk barbiturate, narkotik, relaxan otot, sedative dan cairan IV, irigasi, transfusi darah yang tidak dihangatkan dalam jumlah banyak merupakan instrument penurun suhu inti tubuh. Kehilangan panas tubuh berkisar ± 85% yang terjadi melalui konversi, radiasi, evaporasi (Potter, 2005). Keadaan hipotermi juga terjadi akibat dari konduksi pada jaringan sekitar pembuluh darah dan yang pada akhirnya beredar ke seluruh tubuh menjadi dingin juga yang distimulasi oleh cairan yang dingin (Gabril, 1996)., sehingga dampaknya akan terjadi depresi secara progresif pada proses metabolisme dan konduksi saraf sehingga akan menurunkan proses transportasi oksigen ke jaringan serta akan terjadi perubahan proses termoregulasi tubuh. Dengan demikian pencegahan terhadap hipotermia pada pasien seksio sesarea harus segera diintervensi seminimal mungkin agar suhu tubuh kembali dengan normal dan aman. Yang diantaranya penulis mengharapkan dengan pembilasan menggunakan cairan hangat 37 C pada cavum abdomen sebelum luka 48

operasi ditutup dapat memberikan pengaruh terhadap peningkatan suhu tubuh pasien post seksio sesarea di kamar operasi RSUD Dr. Mohamad Soewandie Surabaya pada khususnya dan untuk memperkuat validitas penelitian yang sudah ada dimasyarakat selama ini. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode Quasy-Experiment yaitu mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan melibatkan kelompok kontrol disamping kelompok eksperimental. Subyek yang memenuhi kriteria inklusi dan peneliti akan dibagi dua kelompok, yaitu kelompok A yang akan diberikan perlakuan (pembilasan cairan NaC1 0,9% yang telah dihangatkan dengan suhu 37 C dan kelompok B tanpa perlakuan (pembilasan cairan NaC1 0,9% yang tidak dihangatkan atau mengikuti suhu ruang operasi yaitu : 19-24 C). HASIL PEELITIAN Peningkatan suhu tubuh ternyata terdapat perbedaan yang nyata, dimana pada kelompok pembilasan menggunakan cairan NaCl 0,9% hangat (37 C) hasilnya: yang terendah 35 C dan yang tertinggi 37 C. Tabel 1 Peningkatan suhu tubuh pada menggunakan cairan NaCl 0,9% hangat (37 C), Desember 2011 Januari 2012. Pemberian NaCl 0,9% hangat (37 C) Pemberian NaCl 0,9% yang tidak dihangatkan Perubahan Suhu Tubuh Pre Op Intra Op Post Op Di Ruang RR Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi 36,5 C 37,5 C 35 C 36,5 C 35 C 36,8 C 35,6 C 37 C 36,5 C 37,5 C 35 C 36,2 C 34,8 C 36,2 C 34,8 C 36,2 C Tabel 2 Kelompok prosentase peningkatan suhu tubuh pada pembilasan cavum abdomen (37 C), Desember 2011- Januari 2012. Perubahan Suhu Tubuh Pre Op Intra Op Post OP Di Ruang RR f % f % f % f % Pembilasan 34 C 0 0 0 0 0 0 0 0 NaCl 0,9% 35 C 0 0 12 57 8 38 3 14 Hangat 36 C 4 10 9 43 13 62 17 81 (37 C) 37 C 17 81 8 0 0 0 1 5 Jumlah 21 100 21 10 21 100 21 100 Pembilasan 34 C 0 0 0 0 1 5 1 5 NaCl 0,9% 35 C 0 0 13 62 16 76 16 76 Tidak 36 C 5 24 8 38 4 19 4 19 Dihangatkan 37 C 16 76 0 0 0 0 0 0 Jumlah 21 100 21 100 21 100 21 100 Sedangkan pada kelompok pembilasan menggunakan cairan NaCl 0,9% yang tertinggal 36,2 C (Tabel 1). tidak dihangatkan hasilnya yang terendah 34,8 C dan yan 49

Pada kelompok pembilasan menggunakan cairan NaCl 0,9% hangat (37 C) post operasi di Kamar Operasi sebagian besar pada suhu 36 C (13 orang atau 62%) dan post operasi di ruang Recovery room sebagian besar pada suhu 36 C (81% atau 17 orang). Sedangkan pembilasan yang tidak dihangatkan pada post operasi di Kamar Operasi dan di ruang Recovery Room jumlahnya sama yaitu sebagian besar (16 orang atau 76%) pada suhu 35 C (Tabel 2). Tabel 3 Pengaruh menggunakan cairan NaCl 0,9% hangat (37 C) Perubahan Suhu Tubuh Pre Op Intra Op Post OP Di Ruang RR Pembilasan NaCl 0,9% Hangat (37 C) Pembilasan NaCl 0,9% Tidak Dihangatkan f. % F % f % f. % 34 C 0 0 0 0 0 0 0 0 35 C 0 0 12 57 8 38 3 14 36 C 4 19 9 43 13 62 17 81 37 C 17 81 8 0 0 0 1 5 Jumlah 21 100 21 10 21 100 21 100 34 C 0 0 0 0 1 5 1 5 35 C 0 0 13 62 16 78 16 76 36 C 5 24 8 38 4 19 4 19 37 C 16 76 0 0 0 0 0 0 Jumlah 100 21 100 21 100 21 T-test -0,307 p 0,760 Untuk mengetahui pengaruh dengan menggunakan analisis uji Independent T-Test menggunakan SPSS V.19 didapatkan nilai ρ = 0,000 < α = 0,05 yang berarti Ho ditolak dan H1 diterima yang artinya ada pengaruh pembilasan cavum abdomen menggunakan cairan NaCl 0,9% hangat (37 C) terhadap peningkatan suhu tubuh post seksio sesarea di Kamar Operasi RSUD Dr. Mohamad Soewandhie Surabaya (Tabel 3). Pengaruh pembilasan cavum 0,9% hangat (37 C) terhadap peningkatan suhu tubuh pada intra operasi.bsuhu tubuh intra operasi didapatkan hasil : pada kelompok NaCl 0,9% hangat (37 C) sebagian besar (57% atau 12 orang) pada suhu 35 C, sedangkan pada kelompok NaCl 0,9% yang tidak dihangatkan sebagian besar (62% atau 13 orang) pada suhu 35 C juga. Adapun hasil hitung t-test = - 0,307 dengan p = 0,760 yang berarti Ho diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh yang nyata atau bermakna suhu tubuh saat intra operasi pada pembilasan cavum 0,9% hangat (37 C). Pengaruh pembilasan cavum 0,9% hangat (37 C) terhadap peningkatan suhu tubuh pada post operasi di Kamar Operasi. Suhu tubuh post operasi di Kamar Operasi didapatkan hasil pada kelompok NaCl 0,9% hangat (37 C) sebagian besar (62% atau 13 orang) pada suhu 36 C, sedangkan pada kelompok NaCl 0,9% yang tidak dihangatkan sebagian besar (81% atau 17 orang) pada suhu 35 C. Adapun hasil hitung t-test = - 3,069 dengan p = 0,004 yang berarti Ho ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang nyata atau bermakna suhu tubuh post operasi di Kamar Operasi pada pembilasan cavum 0,9% hangat (37 C). 50

Pengaruh pembilasan cavum 0,9% hangat (37 C) terhadap peningkatan suhu tubuh di Ruang Recovery Room. Suhu tubuh post operasi di Ruang RR didapatkan hasil : pada kelompok pembilasan NaCl 0,9% hangat (37 C) sebagian besar (81% atau 17 orang) pada suhu 36 C, sedangkan pada kelompok pembilasan NaCl 0,9% yang tidak dihangatkan sebagian besar (76% atau 16 orang) pada suhu 35 C. Adapun hasil hitung t-test = - 5,668 dengan p = 0,000 yang berarti Ho ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang nyata atau bermakna suhu tubuh post operasi di Ruang RR pada pembilasan cavum 0,9% hangat (37 C). PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian bahwa ada peningkatan suhu tubuh pasien post seksio sesarea setelah diberikan (37 C), dimana peningkatan suhu tubuh terjadi pada post operasi di Kamar operasi dan post operasi di Ruang Recovery Room. Post operasi di Kamar Operasi sebagian besar yang mengalami peningkatan suhu tubuh (81% atau 17 orang) pada suhu 36 C dan post operasi di Ruang Recovery Room sebagian mengalami peningkatan suhu tubuh (17 orang atau 81%) pada suhu 36 C juga. Pembilasan dengan (37 C) dapat mengaktifkan terjadinya mekanisme termoregulasi refleks dan semi refleks pada manusia, dimana respon tersebut dapat mencakup adanya perubahan dari otonosomatik, endokrin dan perilaku (Guyton,1997). Pembilasan menggunakan cairan NaCl 0,9% yang dihangatkan akan terjadi proses perpindahan panas dari satu obyek ke obyek lain, artinya dengan permukaan kulit yang dilakukan pembedahan dapat merangsang terjadinya vasodilatasi vaskuler untuk memperluas atau menyebarkan proses panas tersebut merata keseluruh tubuh (Guyton, 1997). Sedangkan pembilasan yang tidak dihangatkan pada Post operasi di Kamar Operasi dan post operasi di Ruang Recovery Room sebagian besar mengalami hipotermi dengan jumlah dan suhu tubuh yang sama yaitu (76% atau 16 orang) berada pada suhu 35 C. Penyebabnya terjadi karena pada saat operasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah efek anestesi SAB (Subaraknoid Blok). Pada anestesi spinal akan menurunkan ambang menggigil sampai pada inti hipotermi pada jam pertama atau setelah dilakukan anestesi spinal akan menurun sekitar 1-2 C, hal ini berhubungan dengan restribusi panas tubuh dari kompartemen inti ke perifer dimana spinal menyebabkan vasodilatasi (Masjoer,2000). Selain itu juga karena faktor eksternal, seperti suhu lingkungan operasi yang memang harus dingin sehingga mengakibatkan terjadinya hipotermia yang mendadak, dikarenakan adanya gangguan atau sama sekali tidak bekerjanya mekanisme hemostasis pengaturan suhu tubuh pada keadaan lingkungan suhu dingin yang ekstrem (Gabriel J.F,1996). Sehingga akan terjadi penurunan transport oksigen kejaringan sekunder sehingga dapat menyebabkan adanya perubahan fisiologis pada semua system organ dengan depresi progresif proses metabolisme dan konduksi syaraf (Hudak & Gallo,1997). Dari hasil penelitian bahwa ada peningkatan suhu tubuh pada pasien yang diberi pembilasan menggunakan 51

cairan hangat (37 C) terutama pada post operasi di kamar operasi dan post operasi di ruang RR, hal ini dikarenakan akan terjadi proses perpindahan panas dari satu obyek ke obyek lain, artinya dengan permukaan kulit yang dilakukan pembedahan dapat merangsang terjadinya vasodilatasi vaskuler untuk memperluas atau menyebarkan proses panas tersebut merata keseluruh tubuh. Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan hasil pada kelompok (37 C) sebagian besar (57% atau 12 orang) pada suhu 35 C, sedangkan pada kelompok NaCl 0,9% yang tidak dihangatkan sebagian besar (62% atau 13 orang) pada suhu 35 C juga. Adapun hasil hitung t-test = - 0,307 dengan p = 0,760 yang berarti Ho diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh yang nyata atau bermakna suhu tubuh saat intra operasi pada (37 C). Hal ini terjadi karena pada saat intra operasi keadaan hipotermi pasti terjadi disebabkan pengaruh obat-obat anestesi. Fungsi termoregulasi mengalami perubahan selama dilakukan tindakan anestesi dan mekanisme kontrol terhadap temperatur setelah dilakukan tindakan anestesi baik umum dan regional akan hilang. Pada anestesi spinal dan epidural menurunkan ambang vasokontriksi dan menggigil pada tingkatan yang berbeda, akan tetapi ukurannya kurang dari 0,6 0 C dibandingkan anestesi umum dimana pengukurannya dilakukan diatas ketinggian blok. Pada anestesi spinal akan menurunkan ambang menggigil sampai pada inti hipotermi pada jam pertama atau setelah dilakukan anestesi spinal akan menurun sekitar 1-2 0 C, hal ini berhubungan dengan redistribusi panas tubuh dari kompartermen inti ke perifer dimana spinal menyebabkan vasodilatasi. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada peningkatan suhu tubuh pada lima menit setelah pembilasan di kamar operasi dikarenakan masih belum ada efek dari cairan hangat dapat merangsang terjadinya vasodilatasi vaskuler untuk memperluas atau menyebarkan proses panas tersebut merata keseluruh tubuh. Penyebab paling utama karena pada anestesi spinal akan menurunkan ambang menggigil sampai pada inti hipotermi pada jam pertama atau setelah dilakukan anestesi spinal akan menurun sekitar 1-2 0 C. Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan hasil pada kelompok (37 C) sebagian besar besar (62% atau 13 orang) pada suhu 36 C, sedangkan pada kelompok NaCl 0,9% yang tidak dihangatkan sebagian besar (81% atau 17 orang) pada suhu 35 C. Adapun hasil hitung t-test = -3,069 dengan p = 0,004 yang berarti Ho ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang nyata atau bermakna suhu tubuh saat post operasi di Kamar Operasi pada (37 C). Hal ini terjadi dengan pemberian (37 C) akan terjadi perpindahan panas dari satu obyek ke obyek lain, artinya dengan permukaan kulit yang dilakukan pembedahan dapat merangsang terjadinya vasodilatasi vaskuler untuk memperluas atau menyebarkan proses panas tersebut merata keseluruh tubuh (Guyton, 1997). Pemberian pembilasan dengan menggunakan cairan NaCl 0,9% yang 52

dihangatkan dapat mengaktifkan terjadinya mekanisme termoregulasi refleks dan semi refleks pada manusia, dimana respon tersebut dapat mencakup adanya perubahan dari otonosomatik, endokrin dan perilaku (Guyton,1997). Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan hasil pada kelompok (37 C) sebagian besar besar (81% atau 17 orang) pada suhu 36 C, sedangkan pada kelompok NaCl 0,9% yang tidak dihangatkan sebagian besar (76% atau 16 orang) pada suhu 35 C. Adapun hasil hitung t-test = - 5,668 dengan p = 0,000 yang berarti Ho ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang nyata atau bermakna suhu tubuh saat di Ruang Recovery Room pada (37 C). Hal ini terjadi karena dengan pemberian dengan menggunakan cairan NaCl 0,9% hangat (37 C) ternyata dapat menstabilkan suhu tubuh secara konstan atau stabil dalam waktu yang lama oleh karena hipotalamus anterior yang mengatur thermostat mampu menstabilkan suhu tubuh (Ganong, 2003). Adanya perbedaan hasil tersebut dapat disebabkan oleh karena selama di ruang Recovery Room masih ada atau masih terdapat sisa pengaruh obat anestesi sehingga masih ada penekanan susunan saraf pusat, suhu lingkungan di ruang Recovery Room yang dingin, asupan cairan infus yang masih sama dengan suhu lingkungan sehingga masih dapat mempengaruhi suhu tubuh (Ganong,2003). Dari hasil penelitian dan dan penjelasan teori dengan adanya perubahan suhu yang berbeda tersebut, maka untuk mengantisipasi seringnya terjadi hipotermi, maka sudah seharusnya dicarikan jalan penyelesaian dengan memberikan cairan hangat pada saat pembilasan. Dengan adanya hasil penelitian ini dapat sebagai gambaran bahwa dengan pembilasan cavum 0,9% hangat (37 C) dapat mengurangi terjadinya keadaan hipotermi baik pada intra operasi, post operasi maupun menunggu hilangnya pengaruh obat anestesi di ruang recovery room KESIMPULAN Ada peningkatan suhu tubuh pada (37 C) pada pasien post seksio sesarea di Kamar Operasi RSUD Dr. Mohamad Soewandhie Surabaya. Ada pengaruh yang bermakna atau signifikan pada (37 C) terhadap peningkatan suhu tubuh post seksio sesarea di Kamar Operasi RSUD Dr. Mohamad Soewandhie Surabaya. DAFTAR PUSTAKA Gabriel J.F (1996), Fisika Kedokteran. EGC. Jakarta Ganong (2003), Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC Jakarta Guyton (1997), Buku Ajar Fisiologis Kedokteran. EGC Jakarta Hanifa, dkk editor (2009), Ilmu Bedah Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, Jakarta Hudak & Gallo (1996), Keperawatan Kritis, EGC. Jakarta Kozier, Barbara; Erb (2009), Buku Ajar Praktek Keperawatan Klinis, EGC Jakarta Mansjoer, Arief at all. (2000). Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga. Jakarta, Media Aesculapius. 53

Morgan (1996), Chemical Anesthesiology, WB Sounders. Philadelphia Potter,Patricia A (2005). Fundamental of Nursing, EGC, Jakarta Hambly, P. R & Sainsbury, M.C. (2007), Manajemen Perioperatif Penatalaksanaan Pasien Bedah di Bangsal, EGC, Jakarta. Ninik S (2007), Skripsi Pengaruh Pemberian Cairan NaCl 0,9 % Yang Dihangatkan Pada Suhu 37 C Sebagai Pembilas Terhadap Perubahan Suhu Tubuh Pada Pasien Yang Dilakukan Pembedahan Batu Ginjal Di Kamar Operasi GBPT RSU Dr. Soetomo Surabaya, FIK Unmuh, Surabaya. Suddatrh B.B (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Ed. 8. EGC. Jakarta Tamsuri A (2006), Tanda-Tanda Vital Suhu Tubuh, EGC, Jakarta. 54