114 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Sengketa dagang antara Indonesia dan Korea Selatan bermula pada saat KTC mengajukan petisi anti dumping dan melakukan penyelidikan dumping terhadap perusahaan-perusahaan eksportir produk kertas Indonesia. Atas penyelidikan KTC tersebut, maka Pemerintah Korea Selatan telah memberlakukan BMAD kepada produk-produk kertas PPC dan WF kepada SMG, yaitu sebesar 8,22 persen untuk Indah Kiat, Pindo Deli, dan Tjiwi Kimia, sedangkan April Fine dan eksportir kertas Indonesia lainnya sebesar 2,80 persen, melalui Regulation No. 330 of The ministry of Finance and Economy tertanggal 7 November 2003. Oleh karena itu, DSB membentuk sebuah panel untuk menyelesaikan sengketa dagang antara Indonesia dan Korea Selatan tersebut, atas permintaan Indonesia, setelah sebelumnya penyelesaian secara bilateral dengan Korea Selatan tidak berhasil. Setelah mempelajari argumentasi-argumentasi hukum yang diberikan oleh para pihak, maka pada tanggal 28 Desember 2005 DSB secara resmi menerbitkan Laporan Panel mengenai sengketa dagang antara Indonesia dan Korea Selatan. Panel DSB mengabulkan dan menyetujui gugatan Indonesia bahwa pemerintah Korea melakukan pelanggaran terhadap ketentuan ADA dalam mengenakan BMAD terhadap produk kertas Indonesia.
115 Akan tetapi, Korea Selatan tidak melaksanakan keputusan panel tersebut, oleh karenanya, Indonesia mengajukan permintaan peninjauan kembali kasus ini kepada DSB WTO pada tanggal 22 Desember 2006. Dan hasilnya adalah Panel mengukuhkan kemenangan Indonesia pada tanggal 28 September 2007, dan hingga saat ini Korea Selatan tidak menjalankan keputusan tersebut. 2. Dalam Laporan Panel, DSB memutuskan bahwa KTC telah melanggar ketentuan yang berkenaan dengan penentuan dumping dan penentuan kerugian. Selain itu DSB juga membuat rekomendasi untuk Korea Selatan. Keputusan DSB mengenai penentuan dumping adalah bahwa KTC telah melanggar Pasal 6.8 ADA dan paragraf 7 Annex II dalam menerapkan special circumspection dalam penggunaan informasi dari sumber informasi lain sebagai pengganti dari data penjualan domestik yang disediakan oleh Indah Kiat dan Pindo Deli; Pasal 6.7 ADA dalam hal pengungkapan hasil-hasil verifikasi; Pasal 6.4 ADA dalam hal pengungkapan rincian perhitungan nilai normal dengan metode constructed value untuk Indah Kiat dan Pindo Deli. Keputusan Panel DSB mengenai penentuan kerugian adalah KTC telah melanggar ketentuan Pasal 3.4 ADA dalam hal melakukan pemeriksaan atas dampak impor dengan harga dumping terhadap industri domestik, dan; Pasal 6.2 ADA dalam hal penolakan memberikan kesempatan kepada SMG untuk memberikan tanggapan-tanggapan atas hasil evaluasi faktor-faktor penentu kerugian, hal ini diputuskan oleh Panel
116 dalam siding yang kedua, karena sebelumnya Panel memutuskan bahwa KTC tidak melanggar Pasal 6.2 ADA ini; Pasal 6.5 ADA dengan tidak dapat memberikan alasan-alasan yang dapat diterima dengan merahasiakan informasi-informasi yang terdapat dalam permohonan penyelidikan dari industri domestik Korea. Atas keputusan DSB sebagaimana tersebut diasta, maka DSB merekomendasikan agar Korea Selatan melakukan perhitungan kembali atas keputusannya dan melakukan penyesuaian sesuai dengan kewajibankewajiban yang diatur dalam Perjanjian WTO. 3. Atas hasil putusan dan rekomendasi DSB tersebut, pemerintah Indonesia telah secara langsung meminta kepada Korea Selatan untuk mematuhi keputusan Panel DSB-WTO kepada Duta Besar Korea Selatan pada tanggal 3 Oktober 2007. Namun, Korea Selatan tidak menjalankan keputusan tersebut. Bahkan, KTC telah menyampaikan Report on Implementation of WTO Compliance Panel Decision. KTC dalam laporannya tersebut menyimpulkan tidak ada dasar yang kuat untuk mengubah keputusan BMAD produk certain paper asal Indonesia. Oleh karena itu, Indonesia sebagai pihak yang dirugikan dapat melakukan kompensasi dan retaliasi sebagaimana diatur dalam Pasal 22 Ayat 1 DSU sebagai tindakan pengimbang apabila pihak yang melanggar tidak dapat melaksanakan rekomendasi dalam jangka waktu yang wajar. Namun demikian, sangat disayangkan pemerintah Indonesia hingga saat ini belum memiliki keinginan untuk menggunakan haknya untuk melakukan tindakan retaliasi kepada Korea Selatan. Keputusan
117 Indonesia untuk tidak menggunakan haknya ini didasarkan atas pemikiran bahwa apabila retaliasi dilakukan maka akan berdampak buruk pada pertumbuhan ekonomi Indonesia pada umumnya dan ekspor produkproduk Indonesia lainnya ke Korea Selatan. B. Saran-Saran 1. Indonesia sudah didukung putusan DSB WTO dan berhak atas pembebasan bea masuk antidumping (BMAD). Apabila Korea Selatan tidak mau melaksanakan keputusan DSB WTO tersebut, maka pemerintah dapat mengajukan retaliasi. Pemerintah harus bertindak tegas dan berani melakukan retaliasi terhadap Korea Selatan, mengingat DSB WTO yang telah menyatakan putusan Korea Selatan itu salah, prinsip Most favoured Nation maka Indonesia tidak tidak perlu khawatir dalam menerapkan retaliasi. Indonesia selalu memainkan perannya dengan baik selama menjadi anggota WTO, contohnya pada kasus mobil nasional Indonesia mengikuti keputusan yang telah dibuat oleh DSB walaupun hal tersebut merugikan Indonesia, oleh karena itu, Indonesia seharusnya kembali memainkan peranannya dengan baik dengan melakukan retaliasi terhadap Korea Selatan. Selain itu, telah banyak negara memanfaatkan retaliasi dalam menekan negara lain untuk tidak semena-mena menetapkan hambatan tarif. Kasus ini juga bisa menjadi yurisprudensi, karena negara lain bisa melihat apabila negara tersebut melakukan praktek yang sama seperti Korea, maka mereka akan mengetahui tindakan apa yang akan diambil
118 oleh WTO. Kasus ini juga dapat menjadi referensi negara lain, jika menemukan kasus serupa, mereka akan mengacu pada kasus ini. Tinggal sekarang bagaimana pemerintah Indonesia mau memposisikan negara ini dalam melawan ketidakadilan dalam perdagangan internasional. Sebab, dengan semakin berkembanganya perekonomian Indonesia maka akan semakin meningkat pula tuduhan dumping, subsidi dan tindakan safeguard terhadap produk-produk ekspor Indonesia oleh negara-negara mitra dagangnya. Apabila tidak ditangani dengan baik, maka ke depan produk dalam negeri kita masih akan terus dibayangi oleh kemungkinan kesulitan memasuki pasar negara tujuan, dan kemungkinan akan semakin banyak pula negara-negara lain yang akan mengenakan BMAD, bea masuk imbalan (BMI) atau tindakan safeguard kepada Indonesia. 2. Pemerintah agar melakukan penyuluhan-penyuluhan kepada produsen-produsen dalam negeri dan para eksportir Indonesia mengenai seluk beluk perdagangan internasional, dan hambatan-hambatan yang mungkin terjadi, khusunya mengenai masalah dumping, agar dapat berhati-hati dalam menghadapi tuduhan dumping dari negara lain. Hal ini perlu dilakukan agar para pelaku bisnis dalam negeri lebih bersiap dengan adanya ancaman dumping ini.