prasyarat utama bagi kepentingan kesehatan, kemakmuran, dan kesejahteraan usaha pembangunan manusia Indonesia yang berkualitas guna meningkatkan

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Salah satu kebutuhan dasar manusia sebagai makhluk hidup adalah kebutuhan

I. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang di olah

I. PENDAHULUAN. kecukupan pangan bagi suatu bangsa merupakan hal yang sangat strategis untuk

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

BAB I PENDAHULUAN. pertanian menjadi daerah permukiman, industri, dan lain-lain. Menurut BPN

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat emosional, bahkan politis.

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang

BAB I. PENDAHULUAN. pembangunan Nasional. Ketersediaan pangan yang cukup, aman, merata, harga

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan hidup dan kehidupannya. Undang-Undang Nomor 18 Tahun

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk

I. PENDAHULUAN. tani, juga merupakan salah satu faktor penting yang mengkondisikan. oleh pendapatan rumah tangga yang dimiliki, terutama bagi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

I. PENDAHULUAN. sebagai manusia sehat yang cerdas, produktif dan mandiri. Upaya peningkatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan luas wilayah terbesar se-asia

I. PENDAHULUAN. cukup. Salah satu komoditas pangan yang dijadikan pangan pokok

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan salah satu komoditi pangan yang sangat dibutuhkan di

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Declaration and World Food Summit Plan of Action adalah food security

I. PENDAHULUAN. suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan. terjangkau dan aman dikonsumsi bagi setiap warga untuk menopang

PENDAHULUAN. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. bagian integral dari pembangunan nasional mempunyai peranan strategis dalam

I. PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Kemampuan sektor pertanian dalam

I. PENDAHULUAN. Pertanian dan Pangan (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2000), pp

I. PENDAHULUAN. sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu : menarik dan mendorong

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan

BAB I PENDAHULUAN. sehingga ketersediaannya harus terjamin dan terpenuhi. Pemenuhan pangan

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

ANALISIS DIVERSIFIKASI KONSUMSI PANGAN RUMAH TANGGA PETANI MINA MENDONG PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. membentuk sumberdaya manusia (SDM) Indonesia yang berkualitas. Menurut

PRODUKSI PANGAN INDONESIA

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram

PROFIL BADAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI NTB

BAB I PENDAHULUAN. peradaban masyarakat untuk memenuhi kualitas hidup semakin dituntut

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) BADAN KETAHANAN PANGAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) : MEWUJUDKAN JAWA TIMUR LEBIH SEJAHTERA, BERDAYA SAING MELALUI KETAHANAN PANGAN YANG BERKELANJUTAN

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sedang berkembang, dengan sektor

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan

BAB I PENDAHULUAN. dapat mempertahankan hidupnya tanpa adanya pangan. Karena itu, usaha

BAB I PENDAHULUAN. produksi beras nasional sangat penting sebagai salah satu faktor yang

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia, karena itu pemenuhan

BAB I PENDAHULUAN. Kelangkaan pangan telah menjadi ancaman setiap negara, semenjak

1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan pembangunan nasional. Ketahanan pangan menurut Food and

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi oleh suatu kelompok sosial

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pangan adalah kebutuhan pokok sekaligus menjadi esensi kehidupan

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara beriklim tropis mempunyai potensi yang besar

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

JURIDIKTI, Vol. 6 No. 1, April ISSN LIPI :

BAB I PENDAHULUAN. untuk jangka waktu tertentu yang akan dipenuhi dari penghasilannya. Dalam

PROFIL DINAS KETAHANAN PANGAN PROVINSI NTB

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 SINTESIS KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

KETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. dalam beragam bentuk, maksud, dan tujuan. Mulai dari keluarga, komunitas,

IV.B.13. Urusan Wajib Ketahanan Pangan

GAMBARAN UMUM. pada posisi 8-12 Lintang Selatan dan Bujur Timur.

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting terhadap pemenuhan

SITUASI PANGAN DAN GIZI WILAYAH (Kasus di Kabupaten Tuban) PENDAHULUAN

PEMENUHAN PANGAN BAGI MASYARAKAT

BAB I PENDAHULUAN. tanaman pangan. Sektor tanaman pangan adalah sebagai penghasil bahan makanan

I. PENDAHULUAN. yang mendasar atau bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM) yang penyelenggaraannya

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

POLA KONSUMSI PANGAN POKOK DI BEBERAPA PROPINSI DI INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Kontribusi Tanaman Pangan Terhadap PDB Sektor Pertanian pada Tahun (Miliar Rupiah)

BAB I PENDAHULUAN. berpenduduk besar. Perhatian terhadap ketahanan pangan (food security) mutlak

BAB I PENDAHULUAN. laut ini, salah satunya ialah digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan.

13. URUSAN KETAHANAN PANGAN

I. LATAR BELAKANG POKOK BAHASAN KEBIJAKAN DAN STRATEGI KETAHANAN PANGAN NASIONAL Posisi Pangan dalam Pembangunan Nasional

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

1. Kita tentu sama-sama memahami bahwa pangan merupakan kebutuhan yang sangat mendasar bagi manusia, oleh sebab itu tuntutan pemenuhan pangan

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Perumusan Masalah Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi manusia. Pangan yang bermutu, bergizi, dan berimbang merupakan suatu prasyarat utama bagi kepentingan kesehatan, kemakmuran, dan kesejahteraan rakyat. Pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi merupakan faktor penting dalam usaha pembangunan manusia Indonesia yang berkualitas guna meningkatkan daya saing bangsa. Dewasa ini, pertumbuhan pangan dan permasalahannya mengalami perkembangan yang sangat cepat dan kompleks ( LIPI, 2008). Hal ini terkait dengan perubahan-perubahan yang terjadi karena adanya perubahan iklim, perkembangan penduduk yang sangat pesat baik dari segi jumlah ataupun dari segi pergeseran pola konsumsi masyarakat, ataupun karena semakin sempitnya ketersediaan lahan yang ada sebagai tempat berproduksi bahan-bahan pangan. Ruang lingkup pangan mencakup sub sistem yang terkait dan saling tergantung satu sama lainnya, yang terdiri dari keamanan pangan, ketahanan pangan, dan keberlangsungan pangan. Semua subsistem hendaknya dapat berjalan beriringan demi tercapainya keadaan pangan yang stabil, pemerintah diharapkan dapat mewujudkan suatu keadaan negara yang terjamin dari segi ketersediaan, keamanan, ketahanan, dan keberlangsungan pangan.

Ketahanan pangan merupakan suatu hal yang sangat penting, menurut UU No. 7 tahun 1996, ketahanan pangan adalah suatu kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik dalam jumlah maupun mutu, aman, merata, dan terjangkau. Oleh karena itu, peningkatan ketahanan pangan menjadi prioritas utama yang sangat perlu dan mendesak untuk segera dilaksanakan dalam pembangunan. Pemerintah bersama masyarakat bertanggung jawab untuk mewujudkan ketahanan pangan. Aspek kecukupan pangan merupakan basis kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan status ketahanan pangan. Pada dasarnya, konsep ketahanan pangan lebih luas dibandingkan konsep swasembada pangan yang hanya berorientasi pada aspek fisik kecukupan produksi bahan pangan (Arifin, 2005). Ketahanan pangan mencakup tiga unsur pokok yang meliputi ketersediaan pangan, distribusi, dan konsumsi. Ketiga unsur tersebut harus terpenuhi agar ketahanan pangan dapat tercapai ( Anonim, 2010). Unsur ketersediaan pangan berfungsi menjamin pasokan pangan untuk memenuhi kebutuhan seluruh penduduk, baik dari segi kuantitas, kualitas, keragaman dan keamanannya. Jika dilihat, ketersediaan pangan ( hewani dan nabati) Indonesia secara agregat lebih dari cukup. Ini tercermin dari ketersediaan energi 3.035 kkal/kapita/hari, dan protein 80,33 gram/kapita/hari. Ketersediaan pangan ini terjadi seiring dengan membaiknya kinerja sejumlah pangan domestik (Khudori, 2010). Unsur distribusi berfungsi mewujudkan sistem distribusi yang efektif dan efisien untuk menjamin agar seluruh rumah tangga dapat memperoleh pangan dalam jumlah dan kualitas yang cukup sepanjang waktu dengan harga yang

terjangkau. Unsur konsumsi berfungsi mengarahkan agar pola pemanfaatan pangan secara nasional memenuhi kaidah mutu, keragaman, kandungan gizi, kemananan dan kehalalannya. Jika dilihat, permasalahan yang ada dalam perwujudan ketahanan pangan terkait dengan pertumbuhan permintaan pangan yang lebih cepat dibandingkan pertumbuhan penyediaannya. Ini sesuai dengan hukum Malthus yang menyebutkan bahwa pertumbuhan pangan yang mengikuti deret angka, dan pertumbuhan penduduk mengikuti deret ukur. Jumlah penduduk Indonesia saat ini mencapai 237 juta jiwa dengan angka pertumbuhan 1,49 % per tahun. Jika dilihat dari angka tersebut, hal ini mengindikasikan besarnya bahan pangan yang harus tersedia guna menunjang tercapainya ketahanan pangan di Indonesia. Ketahanan pangan nasional terkait dengan ketahanan pangan di tiap-tiap rumah tangga yang menyangkut konsumsi pangan. Konsumsi pangan di tingkat rumah tangga erat hubungannya dengan ciri-ciri demografis, aspek sosial, ekonomi, serta potensi sumberdaya alam setempat (Sayekti, 2008). Indonesia terbagi ke dalam wilayah-wilayah yang secara historis mengkonsumsi beras sebagai makanan pokok. Dalam hal ini, faktor kebiasaan yang berkaitan dengan unsur sosial budaya, lingkungan ekonomi, dan kebutuhan biologis yang mempengaruhi seseorang melakukan pemilihan jenis makanan yang mereka konsumsi. Permasalahan ketahanan pangan di Indonesia juga terkait dengan pola konsumsi masyarakat yang sangat tergantung pada konsumsi beras. Beras merupakan bahan makanan pokok bagi penduduk Indonesia ( Suwarno, 2010). Beras memiliki

kandungan nutrisi yang cukup besar. Komposisi kandungan gizi beras, ubi kayu, dan jagung dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi gizi beras, jagung dan ubi kayu dalam 100 gram bahan Jenis Zat Gizi Beras Jagung Ubi Kayu Kalori (kal) 360,00 155,56 194,67 Protein (g) 6,90 5,22 1,60 Lemak (g) 0,70 1,44 0,40 Karbohidrat (g) 78,20 36,78 46,27 Vitamin A (SI) 0,00 483,35 0,00 Vitamin B (mg) 0,12 0,27 0,08 Vitamin C (mg) 0,00 8,87 40,00 Sumber: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, 2000 Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa beras memiliki kandungan kalori dan protein yang lebih besar dibandingkan kedua jenis bahan pangan lain, yaitu ubi kayu dan jagung. Selain besarnya kandungan nutrisi yang ada di dalam beras, pola tingkah laku dan kebiasaan masyarakat Indonesia juga sudah terbiasa untuk mengkonsumsi beras dibandingkan dengan pangan pokok lainnya, misalnya jagung. Kurangnya pengetahuan sebagian masyarakat tentang nilai gizi jagung, dan adanya anggapan bahwa jagung hanya dikonsumsi oleh masyarakat berekonomi lemah menjadi penyebab lebih populernya beras dan tingkat konsumsi masyarakat yang cukup tinggi di Indonesia. Di Indonesia, permintaan akan beras mengalami peningkatan setiap tahunnya seiring dengan peningkatan pada jumlah penduduk. Menyikapi hal tersebut, bila kondisi pertumbuhan pangan ini tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan masalah yang serius terkait ketahanan pangan di Indonesia.

Ada dua jalan yang harus ditempuh untuk mengatasi masalah ketahanan pangan yaitu dengan cara meningkatkan produksi beras dan mengurangi konsumsi beras rumah tangga maupun industri (Deptan, 2002). Untuk mengurangi tingkat konsumsi beras dapat dilakukan dengan diversifikasi pangan, yaitu mengganti pangan pokok beras dengan pangan pokok lainnya, misalnya jagung dan ubikayu. Untuk meningkatkan produksi beras dalam negeri ada beberapa upaya yang harus dilakukan, diantaranya adalah meningkatkan kemampuan produksi beras, memelihara kapasitas sumberdaya produksi serta meningkatkan produktivitas usaha pangan. Konsep ketahanan pangan erat kaitannya dengan aspek ketersediaan pangan, dalam hal ini adalah ketersediaan beras sebagai bahan pangan pokok masyarakat yang juga memiliki kandungan energi yang cukup tinggi. Ketersediaan beras sangat tergantung pada jumlah produksi padi yang dihasilkan oleh petani. Peningkatan pada jumlah produksi dapat dilakukan dengan cara ekstensifikasi maupun intensifikasi usahatani padi, namun jika disesuaikan dengan keadaan yang ada di Indonesia, intensifikasi usahatani padi merupakan satu cara yang paling relevan yang dapat dilaksanakan sebagai bentuk upaya peningkatan kapasitas produksi padi. Hal ini dikarenakan saat ini luas lahan semakin sempit. Penyempitan pada luas lahan seiring dengan semakin banyaknya terjadi perpindahan atau alih fungsi lahan pertanian untuk kebutuhan perumahan dan industri dan juga perpindahan atau pergantian tanaman dari satu tanaman ke tanaman lainnya.

Penerapan intensifikasi erat kaitannya dengan penerapan teknologi. Teknologi sendiri merupakan salah satu faktor yang menentukan dalam proses produksi. Produksi yang dihasilkan akan mempengaruhi pendapatan serta pengeluaran yang dikeluarkan oleh setiap rumah tangga. Proporsi pengeluaran yang dilakukan dapat menunjukkan tingkat ketahanan pangan suatu unit rumah tangga. Indonesia sebagai negara agraris memiliki kemampuan memproduksi beras dalam jumlah yang cukup banyak. Produksi beras yang dihasilkan setiap tahunnya mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Terdapat beberapa daerah sentra produksi beras yang tersebar di dalam dan di luar Pulau Jawa. Perkembangan produksi, luas panen, dan produktivitas padi pada beberapa daerah sentra produksi di Indonesia tahun 2006-2009 dapat dilihat pada Tabel 31 (lampiran 1). Perkembangan produksi dan produktivitas beras di Propinsi Lampung seperti yang tersaji pada Tabel 31 memperlihatkan bahwa adanya tren peningkatan produksi, namun peningkatan produksi tersebut berjalan cukup lambat. Pertumbuhan produktivitas yang rendah mencerminkan bahwa penerapan teknologi di tingkat petani sudah mendekati kejenuhan. Propinsi Lampung adalah salah satu sentra produksi beras yang berada di luar pulau Jawa yang merupakan daerah penghasil padi nomor tujuh di Indonesia. Produksi yang dihasilkan mengalami peningkatan pada beberapa tahun terakhir. Propinsi Lampung mempunyai potensi sumberdaya lahan yang cukup potensial dan memungkinkan untuk pengembangan tanaman padi, karena tersedianya sumberdaya air untuk pengairan sawah, serta adanya aksesibilitas penyaluran hasil maupun input pertanian.

Propinsi Lampung memiliki beberapa daerah sentra produksi padi. Salah satu sentra produksi padi terbesar di Propinsi Lampung adalah Kabupaten Lampung Tengah. Perkembangan produksi, luas panen, dan produktivitas padi pada berbagai kabupaten di Propinsi Lampung dapat dilihat pada Tabel 32 (lampiran 2). Pada Tabel 32 dapat kita lihat bahwa Kabupaten Lampung Tengah merupakan daerah penghasil padi terbesar di Propinsi Lampung. Produksi padi sawah pada Kabupaten Lampung Tengah mengalami peningkatan setiap tahunnya. Walaupun pada tahun 2008 sempat terjadi penurunan produksi, tetapi ini seiring dengan terjadinya penurunan pada luas panen, karena jika dilihat dari nilai produktivitasnya justru mengalami peningkatan. Jika dilihat dari hasil produksinya, Kabupaten Lampung Tengah memiliki ketersediaan pangan beras yang cukup besar. Namun tidak dapat langsung dikatakan bahwa daerah tersebut tahan pangan. Hal ini dikarenakan ketahanan pangan tidak hanya ditentukan dari aspek ketersediaan pangan tetapi juga menyangkut tercukupi atau tidaknya kebutuhan pangan suatu rumah tangga. Ada berbagai faktor yang dapat mempengaruhi tingkat ketahanan pangan suatu rumah tangga petani padi. Pada tahun 2005 Badan Ketahanan Pangan Propinsi Lampung telah membuat peta, yang dikenal dengan Peta Kerawanan Pangan (Food Insecurity Atlas/FIA) yang menggambarkan kondisi kerawanan pangan yang dirinci sampai pada level kabupaten untuk 10 kabupaten/kota. Adapun Peta Kerawanan Pangan (Food Insecurity Atlas/FIA) di Propinsi Lampung dapat dilihat pada Gambar 2 (lampiran 3). Pada gambar tersebut terlihat dalam peta komposit bahwa Kabupaten

Lampung Tengah termasuk dalam daerah yang tahan pangan. Namun ini perlu selalu mendapatkan perhatian dan dukungan secara terus menerus dengan program dan kegiatan yang produktif demi mendapatkan kondisi yang lebih baik di masa mendatang. Berdasarkan status atau tingkat ketahanan pangan yang dilihat dari Peta Kerawanan Pangan dapat dijadikan alat untuk mendeteksi kondisi ketahanan pangan di suatu wilayah dan sekaligus kerawanan pangan pada wilayah lain untuk mendapatkan intervensi yang tepat dengan harapan terjadi perubahan di masa mendatang. Namun hal yang perlu diperhatikan bahwa ketahanan pangan di tingkat wilayah tidak sepenuhnya menjamin tercapainya ketahanan pangan di tingkat rumah tangga. Hal ini ditunjukkan adanya fakta bahwa walaupun di tingkat nasional dan wilayah (propinsi) memiliki status tahan pangan terjamin, namun di wilayah tersebut masih ditemukan rumah tangga rawan pangan (Sudaryanto dan Rusastra, 2000; Rachman, 2004 dalam Ilham, N dan B.M. Sinaga, 2005). Ketahanan pangan di tingkat kabupaten belum tentu dapat menjamin atau menentukan ketahanan pangan di tingkat rumah tangga. Hal ini terkait dengan aspek-aspek dalam ketahanan pangan itu sendiri yang harus dipenuhi yang meliputi aspek ketersediaan, konsumsi, dan distribusi. Pada dasarnya rumah tangga petani padi selaku penyedia bahan pangan pokok bagi masyarakat memiliki dua peran, yaitu sebagai produsen, dan juga sebagai konsumen. Dalam menentukan tingkat ketahanan pangan rumah tangga berdasarkan aspek ketersediaan, konsumsi, dan distribusi pangan harus memperhatikan kedua peran petani tersebut. Aspek ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga petani padi mencakup aspek produksi, cadangan serta

keseimbangan antara pembelian dan penjualan pangan beras. Ketersediaan pangan harus dikelola sedemikian rupa sehingga walaupun produksi pangan bersifat musiman, dan terbatas, tetapi volume pangan yang tersedia bagi rumah tangga harus cukup jumlah dan jenisnya serta stabil penyediaannya dari waktu ke waktu. Aspek distribusi pangan pada tingkat rumah tangga menyangkut aspek distribusi pangan antar rumah tangga atau di dalam rumah tangga itu sendiri. Pangan yang ada diharapkan dapat tersebar secara merata di dalam suatu rumah tangga. Hal ini berarti setiap individu di dalam rumah tangga tersebut dapat mengakses pangan dengan baik. Aspek konsumsi pangan di tingkat rumah tangga menyangkut konsumsi pangan yang diasup dengan memperhatikan asupan pangan dan gizi yang cukup dan berimbang, sesuai dengan kebutuhan bagi pembentukan manusia yang sehat, kuat, cerdas dan produktif. Sejauh ini, penelitian tentang bagaimana tingkat ketahanan pangan serta faktorfaktor yang mempengaruhi ketahanan pangan rumah tangga masih cukup sedikit, terutama di daerah yang merupakan lumbung pangan seperti di Kabupaten Lampung Tengah. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mendalam bagaimana tingkat ketahanan pangan rumah tangga dan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani padi di Kabupaten Lampung Tengah. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat ditentukan beberapa masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini yaitu : (1) Bagaimana tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani padi di Kabupaten Lampung Tengah?

(2) Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani padi di Kabupaten Lampung Tengah? B. Tujuan Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan, maka penelitian ini memiliki tujuan antara lain: (1) Menganalisis tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani padi di Kabupaten Lampung Tengah. (2) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani padi di Kabupaten Lampung Tengah. C. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi : (1) Pemerintah, stake holders, dan para pemangku kepentingan, sebagai masukan dan bahan pertimbangan dalam penentuan dan perumusan kebijakan terkait upaya peningkatan ketahanan pangan rumah tangga. (2) Peneliti lain, sebagai informasi dan bahan referensi dalam melakukan penelitian lain yang sejenis.