ANALISIS SPASIAL SUMBER DAYA HUTAN KABUPATEN TOLI-TOLI

dokumen-dokumen yang mirip
PEMETAAN VALUASI EKONOMI HUTAN MANGROVE BERDASARKAN GIS DAN METODE BENEFIT TRANSFER : Studi Kasus di Hutan Mangrove di Wilayah ALKI II

BAB I PENDAHULUAN. sektor sosial budaya dan lingkungan. Salah satu sektor lingkungan yang terkait

I. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di

ANALISIS LAJU DEFORESTASI HUTAN BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (STUDI KASUS PROVINSI PAPUA)

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi

Kondisi Hutan (Deforestasi) di Indonesia dan Peran KPH dalam penurunan emisi dari perubahan lahan hutan

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate

Pengaruh Daya Dukung Hutan Terhadap Iklim & Kualitas Udara di Ekoregion Kalimantan

National Forest Monitoring System untuk mendukung REDD+ Indonesia

PENDAHULUAN. mengkonversi hutan alam menjadi penggunaan lainnya, seperti hutan tanaman

Tantangan dan strategi pembangunan berkelanjutan melalui pengelolaan sumberdaya alam dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Dampak moratorium LoI pada hutan alam dan gambut Sumatra

KONDISI TUTUPAN HUTAN PADA KAWASAN HUTAN EKOREGION KALIMANTAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sekitar 60 Pg karbon mengalir antara ekosistem daratan dan atmosfir setiap

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih

ANALISIS PERUBAHAN CADANGAN KARBON DI KAWASAN GUNUNG PADANG KOTA PADANG

POTENSI STOK KARBON DAN TINGKAT EMISI PADA KAWASAN DEMONSTRATION ACTIVITIES (DA) DI KALIMANTAN

BAB I PENDAHULUAN. telah dibuka maka investasi harus terus dilanjutkan sampai kebun selesai

Kementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian Sosial Ekonomi dan Kebijakan Kehutanan

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Kalimantan Tengah

Avoided Deforestation & Resource Based Community Development Program

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Edisi 1 No. 1, Jan Mar 2014, p Resensi Buku

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

I. PENDAHULUAN. kerja dan mendorong pengembangan wilayah dan petumbuhan ekonomi.

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Memahami Keragaman Sistem Penggunaan Lahan dan Pengaruhnya Terhadap Penghitungan Opportunity Cost

Kemitraan untuk REDD+ : Lokakarya Nasional bagi Pemerintah dan Masyarakat Sipil MEMAHAMI KONSEP REDD : ADDITIONALITY, LEAKAGE & PERMANENCE

BAB I PENDAHULUAN. Industri (HTI) sebagai solusi untuk memenuhi suplai bahan baku kayu. Menurut

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna

Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon

DARI DEFORESTASI, DEKOMPOSISI DAN KEBAKARAN GAMBUT

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan ekosistem dan keanekaragaman hayati. Dengan kata lain manfaat

V. KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG KAWASAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai fungsi produksi, perlindungan dan pelestarian alam. Luas hutan

BAB I. PENDAHULUAN. menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim. Pemanasan tersebut

Governors Climate & Forests Task Force. Provinsi Kalimantan Tengah Central Kalimantan Province Indonesia

PERAN BENIH UNGGUL DALAM MITIGASI PERUBAHAN IKLIM

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009

Menguji Rencana Pemenuhan Target Penurunan Emisi Indonesia 2020 dari Sektor Kehutanan dan Pemanfaatan Lahan Gambut

3. METODOLOGI PENELITIAN

REKALKUKASI SUMBER DAYA HUTAN INDONESIA TAHUN 2003

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Sulawesi Tenggara

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Sulawesi Utara

Land Use planning for low Emission development Strategy (LUWES)

RINGKASAN. Berbagai Macam Kegiatan Pertanian Di Pesisir Pantai Timur Kecamatan Tulung

Pengenalan perubahan penggunaan lahan oleh masyarakat pinggiran hutan. (Foto: Kurniatun Hairiah)

BAB I PENDAHULUAN. Potensi sumber daya alam Indonesia sangat melimpah, antara lain potensi

West Kalimantan Community Carbon Pools

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

Pembangunan Kehutanan

IV METODE PENELITIAN

Kepastian Pembiayaan dalam keberhasilan implementasi REDD+ di Indonesia

Sistem Penggunaan Lahan dalam Analisa OppCost REDD+

ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN VEGETASI BERDASARKAN NILAI NDVI DAN FAKTOR BIOFISIK LAHAN DI CAGAR ALAM DOLOK SIBUAL-BUALI SKRIPSI

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Jawa Timur

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Indonesia

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang...

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap.

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

BAB I. PENDAHULUAN. Perubahan iklim merupakan fenomena global meningkatnya konsentrasi

BRIEF Volume 11 No. 01 Tahun 2017

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Jawa Barat

Governors Climate & Forests Task Force. Provinsi Kalimantan Barat West Kalimantan Province Indonesia

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Bali

AKUNTING SUMBERDAYA ALAM LAHAN DAN LINGKUNGAN: KABUPATEN KUTAI TIMUR

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Maluku

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di DKI Jakarta

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Aceh

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Papua

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Gorontalo

ANALISIS KERAPATAN VEGETASI PADA KELAS TUTUPAN LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI LEPAN

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Nusa Tenggara Timur

sebagai Kawasan Ekosistem Esensial)

IV METODOLOGI PENELITIAN

Perkiraan Sementara Emisi CO 2. di Kalimantan Tengah

Governors Climate & Forests Task Force. Provinsi Aceh Aceh Province Indonesia

Perubahan Stok Karbon dan Nilai Ekonominya pada Konversi Hutan Rawa Gambut Menjadi Hutan Tanaman Industri Pulp

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu

Governors Climate & Forests Task Force. Provinsi Papua Papua Province Indonesia

PELUANG IMPLEMENTASI REDD (Reducing Emissions from Deforestation and Degradation) DI PROVINSI JAMBI

Rekomendasi Kebijakan Penggunaan Toolkit untuk Optimalisasi Berbagai Manfaat REDD+

IV. METODE PENELITIAN

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan tropis yang luas dan memiliki keanekaragaman hayati yang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDUGAAN SERAPAN KARBON DIOKSIDA PADA BLOK REHABILITASI CONOCOPHILLIPS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI PRASASTI RIRI KUNTARI

MODEL IMPLENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN MANGROVE DALAM ASPEK KAMANAN WILAYAH PESISIR PANTAI KEPULAUAN BATAM DAN BINTAN.

ANALISA EKONOMI PEMBANGUNAN KEHUTANAN: Aplikasi MUTAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tahun terakhir, produk kelapa sawit merupakan produk perkebunan yang. hampir mencakup seluruh daerah tropis (RSPO, 2009).

Kepala Bidang Perkebunan Berkelanjutan Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur

METODOLOGI PENELITIAN

Transkripsi:

Analisis Spasial Sumber Daya Hutan... (Nahib) ANALISIS SPASIAL SUMBER DAYA HUTAN KABUPATEN TOLI-TOLI (Spatial Analysis of Forest Resources at Toli-Toli Regency) Irmadi Nahib Badan Informasi Geospasial Jalan Raya Jakarta Bogor Km.46 Cibinong, Telp. 021 87906041 Email: irmadi.nahib@big.go.id; irmnahib@gmail.com Diterima (received): 15 Oktober 2014; Direvisi (revised): 17 November 2014; Disetujui untuk dipublikasikan (accepted): 20 November 2014 ABSTRAK Hutan merupakan sumber daya alam yang sangat penting dan bermanfaat bagi kehidupan baik secara langsung maupun tidak langsung. Hutan memiliki berbagai fungsi ekologis. Pemanfaatan sumber daya hutan yang dilakukan akan memberikan manfaat yang lebih besar. Salah satu metode yang bisa digunakan untuk menganalisis dinamika sumber daya hutan adalah metode neraca sumber daya hutan. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Peta Penutupan dan Penggunaan Lahan tahun 2000, 2006 dan 2011. Analisis dilakukan dengan pendekatan sistem informasi geografis. Penelitian ini bertujuan mengetahui deforestasi sumber daya hutan dan mengetahui perubahan stok karbon yang terjadi akibat dampak dari perubahan penutupan lahan. Hasil analisis menunjukkan bahwa laju penyusutan hutan periode 2000-2011 di Kabupaten Toli-Toli sebesar 19.016 ha atau sekitar 1.729 ha/tahun. Dampak dari perubahan penutupan hutan mengakibatkan penurunan cadangan karbon 3.405,86 Mton atau setara dengan emisi karbon sebesar 3.423,47 Mton. Kerugian ekonomi yang terjadi sebesar US$ 1.100,708 juta atau Rp. 13.208,50 milyar. Hasil analisis valuasi ekonomi konversi hutan menjadi perkebunan sawit diperoleh nilai bersih kini dengan Net Present Value (NPV) sebesar minus US$ 269,65 4 juta yang berarti investasi tidak layak. Kata Kunci: sumber daya hutan, valuasi ekonomi, stok karbon, dinamika spasial ABSTRACT Forest is a natural resource that is very important and beneficial for the livelihood either directly or indirectly. Forest have a variety of ecological functions. The utilization of natural resources (forests) should be done if would provide greater benefits than the condition of natural resources. One of the functions of forests is to maintain the amount of stored carbon (carbon stocks). The dynamics of forest area changes into non-forest land resulted in reduced forest functions as a provider of environmental services. One of the methods that can be used to analyze the dynamics of forest resources is of forest resources balance method. The data used in this study is the Land cover and Land Use Map (2000,2006 and 2011). The analysis was performed using geographic information system analysis. This study aims to determine the deforestation of forest resources during the period of 2000 to 2011 and determine the changes on carbon stock caused by the impact of land cover change. The results showed the rate of forest deforestation during the period of 2000-2001 at Toli-Toli of 19,016 ha or about 1,729 ha per year. The impact of the changes in the forest cover resulted in the decrease of carbon stocks by 3,405.86 Mtons, equivalent to 3,423,47 Mtons of carbon emissions. Economic losses accounted at US$ 1,100.708 million or Rp.13,208.50billion. The results of the analysis of economic valuation of forest conversion to oil palm plantations, net present value (Net Present Value, NPV) was of minus 4US$ 269.65 million which means that the investment is not feasible. Keywords: forest resources, economic valuation, carbon stock, spatial dynamic PENDAHULUAN Pertanian dan pertambangan merupakan sektor berbasis lahan yang berkembang pesat akhir-akhir ini, mengakibatkan pemenuhan kebutuhan akan lahan bergeser ke kawasan hutan. Selama dua dasawarsa terakhir, konversi hutan untuk kelapa sawit merupakan perubahan yang dominan atas peruntukan hutan. Kerusakan hutan, perubahan iklim dan pemanasan global, menyebabkan manfaat tidak langsung dari hutan berkurang, yaitu karena hutan merupakan penyerap karbon yang termasuk besar dan memainkan peranan yang penting dalam siklus karbon global serta dapat menyimpan karbon sekurang-kurangnya 10 kali lebih besar dibandingkan dengan tipe vegetasi lain seperti padang rumput, tanaman semusim dan tundra (Adiriono, 2009). Alih guna lahan dan konversi hutan merupakan sumber utama emisi CO2 dengan jumlah sebesar 1,7 ± 0,6 Pg karbon per tahun (Watson et al., 2000). Gangguan terhadap hutan dapat berdampak terhadap fungsi-fungsi ekosistem yang lain dan akhirnya bermuara pada penurunan nilai ekonomi dari sumber daya hutan. Valuasi ekonomi adalah upaya untuk memberi nilai kuantitatif terhadap barang (good) dan jasa (services) yang dihasilkan 173

Majalah Ilmiah Globë Volume 16 No. 2 Desember 2014: 173-180 oleh sumber daya alam dan lingkungan, baik atas dasar nilai pasar (market value) maupun nilai non pasar (non market value). Adapun nilai ekonomi (economic value) secara umum didefinisikan sebagai pengukuran jumlah maksimum seseorang ingin mengorbankan barang dan jasa untuk memperoleh barang dan jasa lainnya (Fauzi & Anna, 2005). Pemanfaatan sumber daya alam (termasuk sumber daya hutan) yang dilakukan sampai saat ini cenderung bersifat ekstraksif, yang lebih mengutamakan manfaat langsung dari sumber daya yang ada. Di satu pihak, dampak yang ditimbulkan dari kebijakan tersebut, menyebabkan terjadinya degradasi sumber daya alam. Pemanfaatan sumber daya alam (hutan) seharusnya dapat dilakukan apabila akan memberikan manfaat yang lebih besar dari nilai valuasi ekonomi sumber daya alam. Menurut Fauzi (2004) setiap program pembangunan yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi selalu membawa konsekuensi yang tidak saja bersifat positif, namun juga menimbulkan biaya yang cukup mahal. Pengelolaan hutan secara lestari adalah bagaimana menggabungkan antara kepentingan ekologi (konservasi hutan) dengan kepentingan sosial ekonomi masyarakat (Bengen, 2002). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat deforestasi sumber daya hutan tahun 2000 2006 2011 dan mengetahui nilai valuasi ekonomi dampak konversi hutan menjadi perkebunan sawit di Kabupaten Toli-Toli. METODE Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari: 1. Peta Rupabumi Indonesia (RBI) Skala 1 : 50.000, Badan Informasi Geospasial. 2. Peta Penunjukkan Kawasan Hutan dan Perairan Kabupaten Toli-Toli, Ditjen Planologi Kementerian Kehutanan. 3. Peta Penutupan dan Penggunaan Lahan Kabupaten Toli-Toli, Ditjen Planologi Kementerian Kehutanan. 4. Peta Wilayah Administrasi Kabupaten Toli- Toli, Bappeda Kabupaten Toli-Toli. Metode Analisis Perubahan Lahan Hutan Penentuan luas penutupan dan penggunaan lahan, dilakukan dengan analisis spasial melalui proses overlay peta penutupan dan penggunaan lahan Kabupaten Toli-Toli tahun 2000, 2006 dan 2011. Tahapan kegiatan penelitian disajikan pada Gambar 1. Metode tersebut secara garis besar terdiri dari dua proses, yaitu proses analisis dengan Sistem Informasi Geografis (SIG) dan proses analisis valuasi ekonomi. Setelah dilakukan survei lapangan, dilakukan pengolahan data hingga diperoleh hasil valuasi ekonomi yang disajikan dalam informasi keruangan, dimana posisi valuasi ekonominya akan dapat diketahui juga. Gambar 1. Tahap kegiatan penelitian. Metode Valuasi Ekonomi Konversi Hutan menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Valuasi ekonomi dilakukan dengan pendekatan benefit transfer dampak. Data rujukan yang digunakan pada penelitian ini adalah menggunakan hasil penelitian nilai valuasi ekonomi investasi kelapa sawit dari hutan di Sumatera yang dilakukan oleh Manurung (2001). Penyesuaian terhadap data tersebut dilakukan dengan menggunakan tahun dasar penelitian adalah tahun 2001, nilai valuasi ekonomi disajikan dalam satuan dollar amerika (US$) dan nilai valuasi ekonomi tahun 2000 dikonversi ke nilai tahun 2014 dihitung dengan Persamaan 1. V= (1 + i) t P V= (1 + 0,0735) t P, V= 2,51 P...(1) dimana : V = nilai pada tahun 2014 P = nilai pada tahun 2000 t = periode tahun 2000 2014= 13 tahun i = tingkat inflasi rata-rata periode tahun 2000-2013 = 7,35% (Bank Indonesia, 2014) Koreksi Faktor Sumber Daya Alam Setiap lokasi mempunyai karekteristik sumber daya dan kondisi sosial ekonomi yang berbeda, maka untuk dapat menggunakan nilai valuasi ekonomi dari suatu wilayah perlu dilakukan penyesuaian atau koreksi. Merujuk Eade & Moran (1996), karakteristik lingkungan didekati dengan parameter pengelolaan sumber daya alam. Faktor koreksi pengelolaan sumber daya alam adalah laju perubahan hutan, lahan kritis, indek kualitas lingkungan, dan persen anggaran lingkungan. Hasil pengolahan data diperoleh faktor koreksi sumber daya alam sebesar 2,51, seperti pada Persamaan 1. Koreksi Faktor Karakteristik Masyarakat Pendugaan nilai berdasarkan karakteristik kondisi sosial ekonomi (tingkat kesejahteraan masyarakat) terhadap sumber daya alam didekati melalui kepadatan penduduk, PDRB dan PDRB 174

Analisis Spasial Sumber Daya Hutan... (Nahib) pertanian, pendapatan pekerja, pengeluaran pekerja, kebutuhan hidup minimal, upah minimum, dan indeks pembangunan manusia. Hasil pengolahan data diperoleh faktor koreksi sumber daya alam sebesar 0,55. Metode Perhitungan Perubahan Cadangan Karbon dan Emisi Karbon Perhitungan emisi karbon menggunakan pendekatan perubahan stok (stock difference) yang diukur pada dua titik waktu yang berbeda dengan menggunakan dua faktor, yaitu data aktivitas dan faktor emisi. Sumber data utama perubahan cadangan karbon diperoleh dari data luas perubahan penutupan lahan. Emisi maupun penyerapan karbon dihitung melalui ekstrapolasi cadangan karbon dengan aktivitas perubahan lahan melalui analisis SIG. Perhitungan stok karbon C setiap penutupan lahan masing-masing tahun, mengacu tabel faktor emisi untuk berbagai bentuk penutupan lahan pada Provinsi Sulawesi Tengah (Omfo, 2012 dan Nahardi, dkk., 2012). Emisi setiap tahun dasar dihitung dari selisih stok karbon dan dikalikan dengan faktor konversi C ke CO2 equivalen, dengan formula pada Persamaan 2. Kerugian yang ditimbulkan akibat emisi karbon dihitung dengan jumlah emisi dikalikan dengan harga, dengan formula pada Persamaan 3. Merujuk pada Manurung (2001), harga emisi karbon adalah US$ 82. Et - t +1 = [(C t - t+1 ) x 3,67]... (2) C = Etn-tn+1 x PC... (3) dimana E = emisi setiap tahun C = karbon P = harga t = waktu n = tahun tertentu HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Dinamik Sumber daya Hutan Peta neraca hutan wilayah Kabupaten Toli-Toli, diperoleh dari hasil overlay antara peta aktiva hutan tahun 2000 dengan peta pasiva hutan tahun 2006. Selanjutnya dilakukan analisis peta aktiva sumber daya tahun 2006 terhadap peta pasiva sumber daya hutan tahun 2011. Peta neraca menyajikan informasi mengenai kondisi cadangan awal, pemanfaatan dan kerusakan yang terjadi serta saldo akhir pada tahun 2011. Neraca sumber daya hutan daerah penelitian disajikan pada Tabel 1 dan secara keruangan disajikan oleh peta pada Gambar 2. Kondisi hutan di Kabupaten Toli-Toli pada tahun 2006 dan 2011 relatif sama, dan cenderung tidak ada perubahan yang signifikan. Namun kondisi hutan pada tahun 2000 dengan 2011 terjadi beberapa perubahan. Hutan lahan kering primer pada tahun 2000 seluas 130.385 ha dan pada tahun 2011 berkurang menjadi 114.277 ha, terjadi pengurangan seluas 16.108 ha (12,35%) selama 11 tahun. Deforestasi hutan lahan kering primer yang terjadi rata-rata 1,12% per tahun atau sekitar 1.464,36 ha/tahun. Pengurangan hutan lahan kering primer ini terjadi karena penebangan hutan yang dilakukan secara tebang pilih terhadap pohon yang telah memiliki diameter pohon di atas 50 cm, sehingga hutan lahan kering primer berubah menjadi hutan lahan kering sekunder. Pengurangan hutan lahan kering primer secara langsung menyebabkan terjadi penambahan luas hutan lahan kering sekunder. Pada tahun 2000 hutan lahan kering sekunder di Kabupaten Toli-Toli seluas 108.472 ha dan pada tahun 2011 menjadi 108.571 ha. Dengan ini terjadi penambahan hutan lahan kering sekunder seluas 99 ha (0,09%) selama 11 tahun. Laju peningkatan hutan lahan kering sekunder rata-rata 0,01% per tahun atau sekitar 9 ha/tahun. Penambahan hutan lahan kering sekunder ini terjadi karena penebangan hutan kering primer, sehingga hutan lahan kering primer berubah menjadi hutan lahan kering sekunder. Selama periode 11 tahun (2000-2011) terjadi penambahan areal non hutan seluas 19.016 ha (20,61%) dibanding kondisi penutupan lahan pada tahun 2000. Laju penambahan areal non hutan sebesar 1.729 ha/tahun atau pengurangan 1,87% per tahun dibanding kondisi areal non hutan pada tahun 2000. Penambahan areal non hutan disebabkan oleh adanya kegiatan konversi lahan hutan menjadi areal non hutan atau areal penggunaan lain. Tabel 1. Neraca Sumber Daya Hutan Kabupaten Toli-Toli 2000-2011. No. Penutupan Lahan Aktiva 2000 Pasiva 2011 Perubahan 2000-2011 ha % ha % ha % 1. Hutan Lahan Kering Primer 130.385 37,10 114.277 32,52 16.108 12,35 2. Hutan Lahan Kering Sekunder 108.472 30,87 108.571 30,89 (99) (0,09) 3. Hutan Mangrove Primer 13.979 3,98 11.047 3,14 2.932 20,97 4. Hutan Mangrove Sekunder 614 0,17 614 0,17 - - 5. Hutan Rawa Sekunder 5.733 1,63 5.658 1,61 75,00 1,31 6. Total Hutan 259.183 73,75 240.167 68,34 19.016 7,34 7. Non Hutan 92.247 26,25 111.263 31,66 (19.016) (20,61) Jumlah 351.430 100 351.430 100 175

Majalah Ilmiah Globë Volume 16 No. 2 Desember 2014: 173-180 Gambar 2. Peta Neraca Sumber daya Hutan Kabupaten Toli-Toli (2000-2011). Valuasi Ekonomi Konversi Hutan menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Hasil analisis konversi hutan menjadi perkebunan, disajikan pada Tabel 2 dan secara spasial disajikan pada Gambar 3. Luas areal perkebunan yang sudah dikeluarkan ijin prinsip untuk dilakukan konversi menjadi areal perkebunan seluas 85.258 ha, terdiri atas areal perkebunan sawit seluas 44.767,06 ha (52,51%), dan luas perkebunan karet atau sengon 40.491,71 ha (47,49%). Ijin prinsip pencadangan areal perkebunan seluas 14.352,20 ha (16,83%) berada pada kawasan hutan. Dari areal tersebut seluas 10.739,78 ha (12,60%) berada pada kawasan hutan lindung. Sebaiknya pencadangan areal perkebunan pada kawasan hutan ini dibatalkan. Konversi hutan menjadi Areal Penggunaan Lain (APL) seperti untuk kegiatan pertanian dan perkebunan pada umumnya dilakukan atas dasar analisis kelayakan teknis dan kelayakan finansial. Dalam analisis finansial, biaya yang dihitung hanya biaya operasional kegiatan perusahaan. Sedangkan biaya lingkungan dan biaya sosial diabaikan. Hal ini menyebabkan masyarakat harus menanggung biaya lingkungan dan biaya sosial yang timbul sebagai dampak konversi hutan menjadi areal perkebunan atau pertanian. Mengacu pada Manurung (2001), hasil perhitungan perkebunan kelapa sawit seluas 10.000 ha menggunakan cashflow selama 28 tahun dengan nilai discount faktor 10%, maka diperoleh hasil analisis seperti pada Tabel 3. Proyek perkebunan kelapa sawit skala besar ini memberikan nilai Net Present Value (NPV) sebesar US$ 72,953 juta dan nilai Internal Rate of Return (IRR) sebesar 26,35%. Usaha perkebunan kelapa sawit (tanpa menghitung penerimaan dari hasil penjualan kayu dari Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) secara finansial menguntungkan dan layak untuk diusahakan. Keuntungan akan bertambah besar jika memasukkan hasil penjualan kayu dari IPK sebagai pendapatan. Tabel 2. Luas areal ijin perkebunan dan kawasan hutan Kabupaten Toli-Toli. Kawasan Luas Kawasan (ha) Hutan 1 2 3 4 5 Total Persen APL 18.226,21 19.575,49 2.758,44 12.439,13 17.907,30 70.906,57 83,17 HL 2,74 324,16 7.980,78 118,38 2.313,72 10.739,78 12,60 HP 6,41 321,72 328,13 0,38 HPK 43,16 43,16 0,05 HPT 162,82 2.196,22 15,01 6,16 2.380,21 2,79 KSA/KPA 860,92 860,92 1,01 Total 18.391,77 19.942,81 13.796,36 12.578,93 20.548,90 85.258,77 100,00 Keterangan : 1. Areal PT. Bukit Berlian Persada (Kelapa Sawit) 4. Areal PT. Setya Bangun Persada (Kelapa Sawit) 2. Areal PT. Citra Mulia Perkasa ((Karet & Sengon) 5. Areal PT. Total Energi Nusantara (Karet & Sengon) 3. Areal PT. Indonesia Ekaristi Alpha (Kelapa Sawit) 176

Analisis Spasial Sumber Daya Hutan... (Nahib) Gambar 3. Peta Sebaran Perkebunan dan Kawasan Hutan Kabupaten Toli-Toli. Tabel 3. Analisis finansial dan analisis valuasi ekonomi konversi hutan menjadi perkebunan kelapa sawit tahun 2001. No Kriteria Kelayakan Analisisi Finansial Analisisi Valuasi Ekonomi IPK Tanpa IPK IPK Tanpa IPK 1 B/C ratio 2,39 2,33 1,02 1,05 2 NPV (US$ 1.000 ) 93.753 72.953 (56.909) (77.909) 3 IRR (%) 120 26,35 1,16 0,52 Sumber : Manurung (2001). Pada kenyataannya kegiatan konversi hutan alam untuk areal perkebunan kelapa sawit, tidak atau belum memasukan biaya lingkungan dan biaya sosial. Biaya lingkungan adalah semua biaya yang timbul karena terjadinya kerusakan dan atau permasalahan lingkungan sebagai akibat dari pelaksanaan suatu kegiatan tertentu. Biaya sosial adalah semua biaya yang timbul akibat terjadinya permasalahan dan/atau konflik sosial dalam pelaksanaan kegiatan proyek pembangunan. Dampak negatif terhadap lingkungan ini sesungguhnya merupakan kerugian ekonomi yang harus dibayar atau ditanggung oleh masyarakat dan/atau pihak lainnya. Nilai valuasi ekonomi hutan dapat dijadikan sebagai dasar pengambilan keputusan, jika hutan akan dikonversi menjadi penggunaan lain (Manurung, 2001). Nilai valuasi ekonomi seharusnya dipakai sebagai dasar pemberian ijin pemanfaatan sumber daya hutan, sehingga diharapkan akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pemanfaatan sumber daya alam (hutan) seharusnya diperbolehkan apabila akan memberikan manfaat yang lebih besar dari nilai manfaat valuasi ekonomi total (Nahib, et.al., 2013). Merujuk data hasil penelitian Manurung (2001), simulasi valuasi ekonomi perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Toli-Toli dilakukan dengan menggunakan metode benefit transfer. Metode benefit transfer bisa digunakan, jika sumber daya alam tersebut memiliki ekosistem yang sama baik dari segi tempat maupun karakteristik pasarnya (Krupnick, 1993; Pearce & Moran, 1994). Wilayah yang dirujuk yaitu Kalimantan Tengah tidak sama dengan lokasi penelitian yaitu Kabupaten Toli-Toli, Sulawesi Tengah, maka dilakukan penyesuaian, dengan faktor karakteristik sumber daya alam dan karakteristik sosial ekonomi masyarakat. Dengan menggunakan faktor koreksi yang terdiri dari inflasi, sumber daya alam dan sumber daya manusia, diperoleh nilai valuasi ekonomi perkebunan sawit di Kabupaten Toli-Toli seperti pada Tabel 4. Tabel ini menunjukkan bahwa nilai kini bersih (NPV) hasil perhitungan analisis valuasi ekonomi sebesar minus US$ 269,650 juta pada tingkat suku bunga diskonto = 10%, dengan memasukkan biaya lingkungan dan sosial yang tinggi, yang berarti investasi tidak layak. Dalam analisis ini biaya lingkungan dan sosial total dalam pengusahaan 177

Majalah Ilmiah Globë Volume 16 No. 2 Desember 2014: 173-180 kelapa sawit selama 28 tahun adalah US$ 1.392,643 juta atau rata-rata US$ 49,737 juta per tahun atau US$ 4,973.73 per ha. Dengan asumsi nilai tukar 1 US$ = Rp.12.000, maka biaya lingkungan dan sosial adalah sebesar Rp. 59.684.700 per ha. Biaya lingkungan dan biaya sosial yang mungkin terjadi sangat mempengaruhi hasil perhitungan NPV, atau menentukan layak tidaknya suatu investasi. Selanjutnya dilakukan simulasi untuk mengetahui berapa besaran biaya lingkungan dan sosial yang dialokasikan supaya kegiatan pengusahaan kelapa sawit layak dilakukan berdasarkan pendekatan valuasi ekonomi. Hasil simulasi dengan pengurangan biaya sebesar 52%, maka diperoleh besarnya NPV mencapai nilai positif. Pada saat total biaya lingkungan dan biaya sosial sebesar US$ 668,469 juta atau rata-rata US$ 23,874/tahun atau US$ 2.387,39 per ha atau Rp. 28.648.670 per ha. Pengusahaan kelapa sawit pada areal hutan yang masih bervegetasi hutan, akan memperoleh kayu hasil penebangan pohon dalam rangka penyiapan areal tanam. Hasil penjualan kayu ini sangat besar. Merujuk Manurung (2001), kayu yang diperoleh dari pengusahaan areal 10.000 ha adalah US$ 21 juta. Berdasarkan metode benefit transfer dengan faktor koreksi inflasi sebesar 2,51, faktor sumber daya alam sebesar 2,51 dan faktor sosial masyarakat sebesar 0,55, maka nilai tersebut saat ini adalah US$ 72.870 atau setara dengan Rp. 874.440 juta. Dana ini cukup untuk membiayai seluruh biaya lingkungan dan sosial selama jangka pengusahaan perkebunan kelapa sawit yaitu 28 tahun, yang membutuhkan biaya sebesar US$ 66, 85 juta atau Rp. 802.162 juta. Sumber daya hutan mampu untuk membayar biaya lingkungan dan biaya sosial. Namun, konversi lahan hutan menyebabkan terjadinya degradasi dan kerusakan sumber daya alam dan lingkungan. Valuasi ekonomi sangat berguna dalam pengambilan keputusan, pemanfaatan dan penciptaan keadilan dalam pemanfaatan sumber daya alam (Ramdan, dkk., 2003). Nilai ekonomi total dapat digunakan sebagai inisial nilai apakah kegiatan pengusahaan sumber daya alam akan lestari dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar lokasi sumber daya alam tersebut. Perubahan Cadangan Karbon dan Emisi Karbon Pengukuran jumlah karbon (C) yang disimpan dalam tubuh tanaman hidup (biomassa) pada suatu lahan dapat menggambarkan banyaknya CO2 di atmosfer yang diserap oleh tanaman tersebut. Selama periode 11 tahun (tahun 2000 2011) telah terjadi pengurangan hutan seluas 19.016 ha atau sekitar 7,34%. Kondisi ini menyebabkan perubahan stok karbon dari masing-masing tipe penutupan lahan, dan hal ini ditunjukkan pada Tabel 5. Total cadangan karbon (tidak termasuk cadangan karbon tanah) seluruh tutupan lahan di Kabupaten Toli-Toli pada tahun 2011 mencapai 45.062,12 Mton C, dimana kontribusi dari hutan sekitar 95,44%, dan penutupan lahan non hutan sebesar 4,56%. Dampak berkurangnya stok karbon ini menyebabkan terjadinya emisi karbon dan kerugian ekonomi, disajikan pada Tabel 6. Cadangan karbon dari hutan lahan kering primer sebesar 68,12%, hutan lahan kering sekunder 26,90%. Cadangan karbon ini telah berkurang sebesar 3.423,47 Mton. Tabel-4.--Analisis valuasi ekonomi perkebunan kelapa sawit Kabupaten Toli-Toli berdasarkan metode benefit transfer. No Kriteria kelayakan Analisisi Valuasi Ekonomi (Tanpa IPK) 100 % 75% 50 % 48,5 % 48 % 1 NPV (US$ 1.000 ) (269.650) (138.950) (8.251) (670) 2.205 2 IRR (%) 0,52 4,90 9,64 9,94 10,06 3 B/C ratio 1,02 1,18 1,41 1,43 1,44 4. Biaya Lingkungan 1.392.643 1.044.482 696.321 676.128 668.469 (US$ 1.000 ) Tabel 5. Simpanan karbon di wilayah Kabupaten Toli-Toli tahun 2000 dan 2011. No Penggunaan Lahan 2000 2011 Perubahan No (Mton C) (Mton C) (Mton C) Persen 1. Hutan Lahan Kering Primer 25.477,23 22.329,73-3.147,50 12,35 2. Hutan Lahan Kering 18.407,70 18.424,50 16,80 (0,09) Sekunder 3. Hutan Mangrove Primer 2.376,43 1.877,99-498,44 20,97 4. Hutan Mangrove Sekunder 73,68 73,68 0,00-5. Hutan Rawa Sekunder 888,62 876,99-11,63 1,31 Total Hutan 47.223,65 43.582,88-3.640,77 34,55 Non Hutan 1.261,94 1.479,24 217,30 (17,22) Jumlah 48.485,59 45.062,12 178

Tabel 6. Emisi karbon dan kerugian ekonomi di wilayah Kabupaten Toli-Toli, tahun 2000 dan 2011. Perubahan Kerugian Emisi Karbon No Penggunaan Lahan Stok Karbon Ekonomi (Mton C) (%) (Mton CO2 e) (US$ 1.000) 1. Hutan Lahan Kering Primer 3.147,50 12,35 11.551,34 947.209,61 2. Hutan Lahan Kering Sekunder 0 0 0 0 3. Hutan Mangrove Primer 498,44 20,97 1.829,27 150.000,53 4. Hutan Mangrove Sekunder 0 0 0 0 5. Hutan Rawa Sekunder 11,63 1,31 42,66 3.498,43 Jumlah 3.640,77 34,55 13.423,28 1.100.708,57 Disamping terjadi pengurangan stok karbon juga terjadi peningkatan stok karbon, yaitu pada (a) hutan lahan kering sekunder, terjadi peningkatan stok karbon sebesar -16,80 Mton (0,09%) dan (b) non hutan, terjadi peningkatan stok karbon sebesar -217,30 Mton (17,22%). Perubahan stok karbon yang bernilai positif menunjukkan penurunan cadangan karbon (terjadi emisi), sedangkan perubahan yang bernilai negatif menunjukkan peningkatan cadangan karbon (carbon sequestration). Kerugian ekonomi dengan pendekatan bahwa setiap satu hektar hutan lahan kering primer mampu menyimpan atau menyerap karbon sebesar 195,4 ton atau setara dengan 716,512 ton CO2 e per ha. Merujuk Manurung (2001) harga karbon di Indonesia adalah sebesar US$ 82 ton CO2 e per ha, maka emisi yang terjadi mengakibatkan kerugian sebesar US$ 1.100,708 juta atau setara dengan Rp.13.208,50 milyar. KESIMPULAN Luas penutupan hutan di wilayah Kabupaten Toli-Toli pada tahun 2011 adalah 240.167 ha atau sekitar 68,34% dari seluruh luas wilayah. Tutupan hutan tersebut telah berkurang seluas 19.016 ha (7,34%) jika dibanding dengan tutupan hutan pada tahun 2000. Terjadi pengurangan hutan sebesar 1.728,73 ha per tahun atau sebesar 0,67% per tahun. Hutan di Kabupaten Toli-Toli sebagian besar merupakan hutan lahan kering primer seluas 114.277 ha (47,58%) dan hutan lahan kering sekunder seluas 108.571 ha (45,21%). Konversi hutan menjadi perkebunan sawit, mempunyai nilai bersih kini (NPV) sebesar minus US$ 269,650 juta yang berarti investasi tidak layak. Usaha perkebunan baru layak dilaksanakan, pada saat biaya lingkungan dan sosial dikurangi sebesar sebesar 52%, menjadi sebesar US$ 668,469 juta atau rata-rata US$ 23,874 per tahun atau US$ 2.387,39 per ha atau Rp. 28.648.670 per ha. Total cadangan karbon (tidak termasuk cadangan karbon tanah) seluruh tutupan lahan di Kabupaten Toli-Toli pada tahun 2011 mencapai 45.062.124 Mton C. Cadangan karbon ini telah berkurang sebesar 3.423,47 Mton C atau rata-rata 311,22 Mton C per tahun, dibandingkan dengan cadangan karbon pada tahun 2000. Kerugian ekonomi sebagai dampak terjadi emisi karbon, sesuai dengan hasil penghitungan valuasi ekonomi adalah sebesar US$ 1.100,708 juta atau Rp.13.208,50 milyar. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah yang telah membiayai kegiatan penelitian. Terima kasih juga disampaikan kepada Pusat Penelitian, Promosi dan Kerja Sama, Badan Informasi Geospasial yang telah memberikan fasilitas peralatan dan data untuk penelitian. DAFTAR PUSTAKA Adiriono. (2009). Metode Pengukuran Karbon (Carbon Stock) pada Hutan Tanaman Industri Jenis Acasia crassicarpa. Tesis. Fakultas Kehutanan Program Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Bank Indonesia. (2014). Tingkat inflasi rata-rata periode tahun 2000 2013. Diakses dari http://www.bi.go.id/id/ moneter/inflasi/data/default.aspx [11 Juni 2014]. Eade, J.D.O Moran, D. (1996). Spatial Economic Valuation: Benefits Transfer using Geographical Information Systems. Journal of Environmental Management. 48, 97 110. Fauzi, A. (2004). Ekonomi Sumber daya Alam dan Lingkungan. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Fauzi, A. dan Anna, S. (2005). Pemodelan Sumber daya Perikanan dan Kelautan untuk Analisis Kebijakan. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Krupnick, A.J. (1993). Benefit Transfers and Valuation of Environmental Improvements. Resources, No. 110, Winter: 1 6 Manurung, E.G.T. (2001). Analisis Valuasi Ekonomi Investasi Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia. Environmental Policy and Institutional Strengthening IQC OUT-PCE-I-806-96-00002-00. Natural Resources Management Program. Jakarta. Nahardi, S.J.P., Suhana, M.C., Hasibuan M. dan Oktadiyani, P. (2012). Laporan Akhir (Final Report) Hasil Pengumpulan Data/Informasi/Peta Dalam Rangka Penetapan Kabupaten/Kota Prioritas Lokasi Demonstration Activities (DA) REDD + Provinsi Sulawesi Tengah. Kelompok Kerja REDD + Provinsi Sulawesi Tengah dengan UN Redd Programme Indonesia. Palu. Nahib, I. Y. Suwarno, Soleman, M.K. dan Arief, S. (2013). Pengembangan Valuasi Ekonomi Terumbu Karang Spasial dengan SistemInformasi Geografis dan Metode Benefit Transfer: Studi Kasus Terumbu 179

Majalah Ilmiah Globë Volume 16 No. 2 Desember 2014: 173-180 Karang di Kepulauan Karimunjawa, Jawa Tengah. Globe 13(2),121 131. Omfo, R. (2012). Tingkat Emisi Acuan (Rel, Reference Emission Levels) Bidang Kehutanan Provinsi Sulawesi Tengah. Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Tengah. Palu. Pearce, D.W. and Moran, D. (1994). The EconomicValue of Biodiversity. Earthscan Publications London. Ramdan, H., Yusran dan D. Darusman, 2003. Pengelolaan Sumber daya Alam dan Otonomi Daerah. Alqaprint Jatinangor. Bandung Ramdan, H., Yusran dan Darusman, D. (2003). Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Otonomi Daerah. Alqaprint Jatinangor. Bandung. Watson R.T., Noble, I.R., Bolin, B., Ravindranath, N.H., Verado, D.J. and Dokken, D.J. (eds.). (2000). Land Use and Land-Use Change and Forestry: A special report of the IPCC. Cambridge University Press. Cambridge, UK. 377 pp. 180