Implementasi Entrepreneur Government Dalam Birokrasi Pemerintah Daerah Kabupaten Gorontalo (Studi Di Kantor Pelayanan Terpadu Kabupaten Gorontalo)

dokumen-dokumen yang mirip
ENTERPRENEURIAL GOVERNMENT APARATUR PEMERINTAH PADA BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH, PENDIDIKAN DAN LATIHAN KOTA BANJARMASIN.

IMPLEMENTASI ENTREPRENEURIAL GOVERNMENT DAN KINERJA PEMERINTAH DAERAH (Suatu Tinjauan Teoritis dan Pengalaman Empiris)

REINVENTING GOVERNMENT DAN PEMBERDAYAAN APARATUR PEMERINTAH DAERAH. Annisa Citra Fatikha 1

BAB I. PENDAHULUAN. menjalankan tugas dan fungsinya sebagai penyelenggara administrasi

: 1 (satu) kali tatap muka pelatihan selama 100 menit. : Untuk menanamkan pemahaman praja mengenai. Konsep Rencana Strategis Daerah.

BAB I PENDAHULUAN. kompleksnya persoalan yang dihadapi Negara, maka terjadi pula. perkembangan di dalam penyelenggaraan pemerintahan yang ditandai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Seiring dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya

MANAJEMEN PELAYANAN PUBLIK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan akuntansi sektor publik, khususnya di indonesia

MODEL PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH TERHADAP PEMERINTAH DAERAH DALAM MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE (STUDI DI KOTA SALATIGA) PERIODE

MEMBANGUN ENTERPRENUER GOVERNMENT DALAM PERUBAHAN KULTUR DAN POTENSI KEWIRAUSAHAAN MASYARAKAT DI KABUPATEN SIDOARJO

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya Undang-Undang nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah

Bab I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. Ada kecenderungan bahwa beberapa indikator aparatur didalam sebuah

I. PENDAHULUAN. yang terdapat dalam organisasi tersebut. Keberhasilan untuk mencapai

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah memberikan perhatian yang sungguh-sungguh dalam memberantas

BAB 14 PENCIPTAAN TATA PEMERINTAHAN

BAB I PENDAHULUAN. Tatanan kehidupan masyarakat yang semrawut merupakan akibat dari sistem

AKUNTANSI PEMERINTAHAN. Saiful Rahman Yuniarto, S.Sos, M.AB

I. PENDAHULUAN. mengembangkan sistem pemerintahan yang baik (Good Governance), yaitu

I. PENDAHULUAN. Dewasa ini, organisasi pemerintahan berada dalam tekanan. lingkungan yang sangat kompleks. Meningkatnya tekanan itu tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. dewasa ini adalah good governance. Tuntutan gencar dilakukan oleh masyarakat

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia saat ini sedang memasuki masa pemulihan akibat krisis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. sesuai dengan UU No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah selanjutnya

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi pemerintahan merupakan salah satu organisasi yang non profit

BAB I PENDAHULUAN. suatu prosedur yang berbelit-belit, dari meja satu ke meja lainnya, yang

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah yang dikelola dan diatur dengan baik akan menjadi pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, yang secara umum bertumpu pada dua paradigma baru yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dalam mewujudkan good governance. Hal ini tercermin dari kinerja

BAB 13 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lahirnya Undang-undang No. 22 tahun 1999 yang direvisi dengan

1 Universitas Indonesia

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan baru dari pemerintah Republik Indonesia yang mereformasi

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

UPAYA MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DALAM ERA OTONOMI DAERAH

Program Studi Magister Akuntasi Fakultas Ekonomi Universitas Widyatama. Tgl. Berlaku : Mei 2012 Versi/Revisi : 01/00

POKOK BAHASAN X REFORMASI BIROKRASI PUBLIK DI INDONESIA

STRATEGI KOMUNIKASI PEMASARAN DAERAH

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. pada perubahan di segala aspek. Mulai dari sistem pemerintahan, peraturan

MAKALAH AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK JENIS JENIS ANGGARAN SEKTOR PUBLIK

BABl PENDAHULUAN. Pelaksanaan Otonomi Daerah yang telah digulirkan sejak tahun 2001

BAB I PENDAHULUAN. reformasi diindikasikan dengan adanya perombakan di segala bidang kehidupan,

BAB I PENDAHULUAN. unsur kekuatan daya saing bangsa, sumber daya manusia bahkan sebagai

Policy Brief Launching Arsitektur Kabinet : Meretas Jalan Pemerintahan Baru

BAB I PENDAHULUAN. cukup mendasar, terutama setelah diberlakukannya Undang-Undang Republik

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Strategi Implementasi..., Baragina Widyaningrum, Program Pascasarjana, 2008

Dinamika Sosial Dalam Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah Untuk Meningkatkan Kualitas Pendidikan Pada Satuan Pendidikan Pada Era Otonomi Daerah

KINERJA DINAS KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL DALAM PELAYANAN AKTE KELAHIRAN. (Suatu Studi di Kabupaten Halmahera Utara) Oleh : Arki Tabaga

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Beralihnya masa orde lama ke orde baru telah menimbulkan banyak. perubahan baik dalam segi pemerintahan, ekonomi dan politik.

KEYNOTE SPEECH DIREKTUR JENDERAL PERBENDAHARAAN DALAM RAPAT KOORDINASI DEWAN PENGAWAS BLU TAHUN 2012

PELAYANAN PUBLIK DALAM REFORMASI Oleh : Mislan, S.Sos. ( Staf Pengadilan Tinggi Agama Pontianak )

PELAKSANAAN REFORMASI BIROKRASI (STRUKTUR, KUALIFIKASI APARATUR, DAN REMUNERASI) Muryanto Amin 1

SISTEM PELAYANAN TERPADU SATU PINTU SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN PELAYANAN PUBLIK YANG OPTIMAL DALAM BIROKRASI PERIZINAN

Kata Kunci : Evaluasi Kinerja, Protokol

BAB I PENDAHULUAN. terlalu dominan. Sesuai konsep government, negara merupakan institusi publik

I. PENDAHULUAN. terdiri dari pejabat negara dan pegawai negeri untuk menyelenggarakan tugas

PENERAPAN GOOD GOVERNANCE DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH (Suatu Studi pada Sekretariat Daerah Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro)

BAB I PENDAHULUAN. Mendapatkan pelayanan publik yang memadai dari pemerintah merupakan

BAB I PENDAHULUAN. khususnya pemerintah daerah adalah menampilkan aparatur yang profesional,

KUALITAS PELAYANAN PUBLIK DI BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIZINAN TERPADU (BPMPT) KABUPATEN POSO DALAM PEMBERIAN IZIN MENDIRIKAN USAHA

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka

BAB I PENDAHULUAN. pembahasan, akhirnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Organisasi sektor publik merupakan bagian dari sistem perekonomian negara

BAB I PENDAHULUAN. Paradigma teknologi komunikasi dan informatika telah menjadikan

Re R f e ormasi s Ad A m d inistras a i s Publ b i l k Dwi Harsono

Membangun WIRAUSAHA BIROKRASI Meningkatkan DAYA SAING DAERAH

KINERJA PEGAWAI DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA KABUPATEN KEPULAUAN SANGIHE DALAM PELAYANAN PUBLIK. Oleh : TEDDY CHRISTIAN ZAKHARIA GANAP

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia telah memasuki masa pemulihan akibat krisis ekonomi yang

Standar Pelayanan Minimal sebuah Keniscayaan. Dalam Penerapan Pelayanan Publik di Era Otonomi Daerah

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAB I PENDAHULUAN. yang paling berperan dalam menentukan proses demokratisasi di berbagai daerah.

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir merupakan bagian dari adanya

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi yang ditandai dengan tidak adanya batas-batas negara (

GAMBARAN UMUM. Bergesernya paradigma penyelenggaraan pemerintahan dari government ke

SILABUS AP 416 KEWIRAUSAHAAN DAN PEMASARAN JASA PENDIDIKAN

SAMBUTAN KUNCI MENTERI KOORDINATOR BIDANG POLITIK, HUKUM DAN KEAMANAN PADA PERTEMUAN BAKOHUMAS TINGKAT NASIONAL DAN ANUGERAH MEDIA HUMAS TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. bidang agar good governance yang dicita-citakan dapat tercapai. Untuk

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN SRAGEN DILIHAT DARI PERSPEKTIF AKUNTABILITAS

BAB I PENDAHULUAN. mencatat desentralisasi di Indonesia mengalami pasang naik dan surut seiring

PENERAPAN GOOD GOVERNANCE

Rencana Tata Ruang Wilayah dan Kajian Lingkungan Hidup Strategis

BAB I PENDAHULUAN. optimal dari bagian organisasi demi optimalisasi bidang tugas yang di

LEMBARAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 03 TAHUN 2005 SERI E PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 06 TAHUN 2005 TENTANG

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Seiring dengan dimulainya era reformasi pada tahun 1998, telah memberikan harapan bagi perubahan menuju perbaikan di

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. kinerja yang dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pencapaian hasil serta caracara

BAB I PENDAHULUAN. suatu bangsa dan merupakan wahana dalam menerjemahkan pesan-pesan

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat sesuai dengan Undang-Undang Dasar dan Pancasila sila ke

POKOK BAHASAN IX GOOD GOVERNANCE

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Kebijakan Bidang Pendayagunaan Aparatur Negara a. Umum

BAB I PENDAHULUAN. mendapat perhatian yang serius. Orientasi pembangunan lebih banyak diarahkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah. Namun karena sudah tidak sesuai dengan perkembangan keadaan,

Panduan diskusi kelompok

Transkripsi:

Implementasi Entrepreneur Government Dalam Birokrasi Pemerintah Daerah Kabupaten Gorontalo (Studi Di Kantor Pelayanan Terpadu Kabupaten Gorontalo) Ferdi S. Gani Abstract Upaya merespon dinamika masyarakat dan berbagai tuntutan tersebut lahirlah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang telah direvisi lagi menjadi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Keberadaan undang-undang ini memberikan kewenangan yang besar pada daerah untuk mengurus rumah tangganya sendiri dan menawarkan berbagai kemungkinan untuk diterapkannya paradigma baru dalam menata kembali sistem pemerintahan daerah dan menemukan cara-cara baru dalam menjalankan birokrasi publik dengan efisien, efektif, responsif, transparan dan akuntabel terhadap kebutuhan masyarakat. Aparat birokrasi yang belum mengerti tentang apa itu entrepreneur government, ditinjau dari aspek customer oriented untuk adanya citizen carter, Aspek Efisiensi Anggaran, Aspek Inovasi dan Kreatifitas, Aspek Kompetitif dalam Penyelenggaraan Pelayanan, apalagi untuk menerapkannya akan menimbulkan suatu pemerintahan yang tidak sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah. Sosialisasi dari prinsip entrepreneur government ini semestinya sering dilakukan guna memenuhi kebutuhan akan pengetahuan sumber daya manusia aparat birokrasi. Untuk menambah pengetahuan tersebut aparat birokrasi diberikan kesempatan untuk mengikuti acara-acara yang membahas konsepkonsep pemerintahan yang bergaya wirausaha. Kata Kunci : Entrepreneur Government, Birokrasi Pemerintah, Kabupaten Gorontalo PENDAHULUAN Gerakan reformasi yang digulirkan mahasiswa dengan jatuhnya rejim Soeharto bertujuan untuk menata ulang kehidupan berbangsa dan bernegara. Gerakan reformasi diharapkan menjadi jalan bagi penyelesaian permasalahan bangsa yang dihadapi dan menjadi harapan bagi masyarakat sebagai momentum untuk menemukan cara baru dalam mendesain jalannya roda pemerintahan, baik yang menyangkut dimensi kehidupan politik, sosial, ekonomi maupun kultural. Gerakan Reformasi menuntut adanya perubahan struktur, kultur dan paradigma penyelenggaraan pemerintahan terutama birokrasinya. Hal ini merupakan kebutuhan mendesak untuk segera dilakukan mengingat birokrasi pemerintahan mempunyai kontribusi yang besar terhadap terjadinya krisis multi dimensional yang terjadi selama ini. Dalam upaya merespon dinamika masyarakat dan berbagai tuntutan tersebut lahirlah Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang telah direvisi lagi menjadi Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang- Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Keberadaan undang-undang ini memberikan kewenangan yang besar pada daerah untuk mengurus rumah

tangganya sendiri dan menawarkan berbagai kemungkinan untuk diterapkannya paradigma baru dalam menata kembali sistem pemerintahan daerah dan menemukan cara-cara baru dalam menjalankan birokrasi publik dengan efisien, efektif, responsif, transparan dan akuntabel terhadap kebutuhan masyarakat.daerah dapat mengembangkan kehidupan demokrasi, peran serta, prakarsa dan pemberdayaan masyarakat serta terpeliharanya nilai-nilai nilai-nilai keanekaragaman daerah yang pada akhirnya pemerintah daerah dapat menentukan disain dan model birokrasi publik yang tepat untuk merespon tuntutan, aspirasi dan dinamika yang terjadi dimasyarakat. Kegagalan dalam merespon tuntutan perubahan itu bisa menciptakan sumber konflik baru antara pemerintah dengan masyarakat yang pada akhirnya bisa mengganggu legitimasi dan jalannya roda pemerintahan. Perubahan birokrasi publik yang diperkenalkan para teorisi tersebut merupakan perubahan birokrasi publik melalui pendekatan NPM (New Public Management) sebagai paradigma baru dalam upaya mentransformasi birokrasi yang kaku, hirarkis, pejabatis bentuk adminsitrasi publiknya menjadi suatu birokrasi yang fleksibel dan berorientasi pasar -pengguna jasa / pelanggan- bentuk manajemen publiknya (Hughes, 1994,1). Pendekatan NPM ini bila ditarik benang merahnya (Hughes, 1994, Ferlie, et.al, 1996, Osborne dan Gaebler, 1992) menghendaki suatu birokrasi publik yang memiliki kriteria Good Governance dan Entrepreneur Governmentdengan kemampuan memacu kompetisi, akuntabilitas, responsip terhadap perubahan, transparan, berpegang pada aturan hukum, mendorong adanya partisipasi pengguna jasa, mementingkan kualitas, efektif dan efisien, mempertimbangkan rasa keadilan bagi seluruh pengguna jasa, dan terbangunnya suatu orientasi pada nilai-nilai untuk mewujudkan Good Governance dan Entrepreneur Government itu sendiri. Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka yang menjadi rumusan masalah adalah Implementasi Entrepreneur Government Di Kantor Pelayanan Terpadu Kabupaten Gorontalo Entrepreneur Government (Pemerintahan bergaya Wirausaha) Entrepreneur Government adalah suatu birokrasi pemerintahan yang memiliki jiwa dan semangat kewirausahaan dengan karakteristik berorientasi pada kebutuhan masyarakat (customer oriented), efisien, inovatif, responsive dan kompetitif dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsinya. Setiap pejabat birokrasi memiliki kompetensi yaitu pemahaman dan pengetahuan pejabat pemerintah daerah kabupaten terhadap ide dan konsep dari Entrepreneur Government. Kompetensi Birokrat yaitu kecakapan dan kemampuan yang dimiliki oleh birokrat dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya. Dalam menjalankan tugas sebagai abdi negera dan abdi masyarakat pelaksanaan birokrasi tidak luput dari Budaya Birokrasi adalah sistem atau seperangkat nilai yang memiliki, simbol, orientasi nilai, keyakinan, dan pengetahuan yang diaktualisasikan kedalam sikap, tingkah laku dan perbuatan yang dilakukan oleh setiap birokrat. Entrepreneur Government yang berorientasi pada masyarakat (customer oriented) dapat diukur dengan menggunakan indikator. (1) Ada tidaknya mekanisme mendengarkan suara dan keluhan masyarakat seperti customer carter. (2) Kebebasan masyarakat dalam memilih penyedia jasa dibidang sosial dan ada tidaknya peningkatan kualitas pelayanan yang dilakukan pemerintah kabupaten. (3) Ada tidaknya keikutsertaan masyarakat

dan swasta dalam kegiatan pelayanan publik seperti kemitraan dan privatisasi. (4) Ada tidaknya program dan institusi pemda yang memberdayakan masyarakat seperti forum bersama. (5) Efisiensi dalam penggunaan anggaran dapat diukur dengan : (a) Ada tidaknya pengukuran kinerja dari dinas dan kantor yang ada. (b) Alokasi anggaran yang didasarkan pada kinerja dinas atau kantor. (c) Sistem insentif berdasarkan pada kinerja dari dinas maupun kinerja pegawai. (d) Inovasi dan kreatifitas dapat diukur dengan pengembangan alternatif sumber pelayanan yang dilakukan oleh pemda untuk masyarakat seperti kemitraan dengan pihak swasta, Ada tidaknya mekanisme untuk tidak mensakralkan peraturan seperti, Sunset Law (undang-undang matahari terbenam) dan Review Commissions (komisi peninjauan) seperti pembatasan waktu berlakunya sebuah peraturan yang dilakukan oleh sebuah komisi, Ada tidaknya penerapan Manajemen Strategis dalam kebijakan, program dan kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah daerah seperti penyusunan rencana strategis disetiap unit organisasi pemda, Ada tidaknya pengembangan organisasi yang lebih flat, matriks dan team work yang dilakukan pemda terutama dalam penyusunan struktur organisasi pemda diera otonomi, Kegiatan pemerintah daerah dalam mencari profit dan sumber pendapatan yang baru. Kewirausahaan dikenal sebagai suatu proses penciptaan nilai dengan menggunakan berbagai sumber daya tertentu untuk mengeksploitasi peluang (Lupiyoadi,1999:10). Konsep kewirausahaan telah mendapat perhatian yang sangat luas dan intensif dikalangan pakar akademis maupun dikalangan praktisi baik ekonomi, manajemen bisnis serta para birokrat yang bergerak disektor publik. Kewirausahaan dianggap sebagai obat yang mujarab dan sesuatu yang manjur pada saat produktifitas, kreatifitas dan performansi dipentingkan (Goodman,1993:42). David Osborne dan Ted Gaebler (1997) dengan karyanya yang monumental Reinventing Government, How the Entrepreneur Spirit is Transforming the Public Sector mencoba untuk menemukan kembali pemerintahan dengan mengembangkan konsep pemerintahan yang bergaya wirausaha (Entrepreneur Government). Esensi dasar yang sangat strategis dari pemikiran Osborne dan Ted tersebut berkaitan erat dengan birokrasi pemerintahan yang tidak lagi berorientasi pada budaya sentralisasi, strukturalisasi, formalisasi dan apatistik melainkan pada desentralisasi pemberdayaan, kemitraan, fungsionalisasi dan demokratisasi. Fungsi pemerintahan yang modren strateginya harus diarahkan pada daya dukung dan daya dorong untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam dalam proses kebijakan, penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan. Menurut Dwiyanto (1996) Reinventing Government adalah suatu pemikiran dan gerakan untuk mengembangkan pemerintah yang memiliki jiwa dan semangat entrepreneur. Ciri penting dari pemerintah yang entrepreneur adalah kemampuannya menggunakan resourses yang ada secara efisien, inovatif dan responsif terhadap kebutuhan masyarakatnya. Pemerintah hanya akan bisa mengembangkan semangat entrepreneur jika membuang jauh-jauh sifat dan mental birokratis yang selama ini mengangkanginya. Karakteristik birokrasi pemerintah yang sentralistik, hirarkhis, monopolistik, reaktif dan formalistik harus diganti dengan desentralistik, organik-adaptif, kompetitif, antisipatif dan partisipatif. Osborne dan Gaebler (1996) mengungkapkan bahwa prinsip-prinsip

pemerintahan wirausaha yaitu : (1) Pemerintahan Katalis (Mengarahkan Ketimbang Mengayuh). (2) Pemerintahan katalis menghendaki peran pemerintah sebagai aktor dan pelaksana urusan publik perlu dikurangi dan pemerintah sebagai pengarah serta memusatkan paranannya dalam membuat kebijakan, peraturan dan undang-undang. (3) Pemerintahan Milik Masyarakat (Memberi Wewenang Ketimbang Melayani). Pemerintahan milik masyarakat diartikan sebagai pengalihan wewenang kontrol pemerintah ketangan masyarakat dan adanya perubahan misi dari pemerintah untuk pemberdayaan masyarakat dan bukan sebagai pelayanan sehingga fungsi utama dari pemerintah adalah memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mengambil kendali atas penyelenggaraan pelayanan publik. (4) Pemerintahan Yang Kompetitif (Menyuntikkan Persaingan Ke Dalam Pemberian Pelayanan). Pemerintahan kompetitif mensyaratkan persaingan diantara para penyampai jasa atau pelayanan untuk bersaing berdasarkan kinerja dan harga. Pemerintah dikenal sangat monopolistik dalam menyelenggarakan urusan publik, akibatnya terjadi inefisiensi, kelambanan dan buruknya kualitas pelayanan. Untuk itu pemerintah harus mampu merangsang, mendorong dan menciptakan sistem kompetisi antar berbagai pelaku yang terlibat dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. (5) Pemerintahan Yang Digerakkan Oleh Misi (Mengubah Organisasi Yang Digerakkan Oleh Peraturan). Pemerintah yang berorientasi misi dilakukan dengan deregulasi internal, menghapus banyak peraturan internal dan secara radikal menyederhanakan sistem administrasi seperti anggaran memberikan pandangannya tentang perencanaan strategis yang harus dimiliki oleh organisasi nirlaba dengan berawal dari adanya misi yang jelas, hal ini dimaksudkan karena sistem perencanaan lama tidak mampu lagi merespon perubahan yang terjadi begitu cepat. Pemerintah hanya bisa adaptif dan responsif terhadap dinamika yang terjadi dalam masyarakat, kalau pemerintah berorientasi pada misi. (6) Pemerintahan berorientasi pada hasil (Membiayai Hasil Bukan Masukan). Pemerintahan yang goal-oriented mengubah fokus dari input menjadi akuntabilitas pada output atau hasil, mengukur kinerja organisasi publik, menetapkan target, memberi imbalan kepada organisasi yang mencapai atau melebihi target. (7) Pemerintahan berorientasi pada pelanggan (Mematuhi Kebutuhan Pelanggan Bukan Birokrasi). Pemerintahan berorientasi pelanggan memperlakukan masyarakat yang dilayani sebagi pelanggan, menetapkan standar pelayanan, memberi jaminan. Dengan masukan dan insentif ini, mereka meredesain organisasinya untuk menyampaikan nilai maksimum kepada pelanggan. (8) Pemerintahan Wirausaha (Menghasilkan Ketimbang Membelanjakan). Pemerintah wirausaha menfokuskan energinya bukan sekadar untuk menghabiskan anggaran, tetapi juga menghasilkan uang. Mereka meminta masyarakat yang dilayani untuk membayar, menuntut return of investmen. Mereka memanfaatkan insentif seperti dana usaha dan dana inovasi untuk mendorong para pimpinan badan pemerintah berpikir mendapatkan dana operasional. (9) Pemerintah Yang Antisipatif (Mencegah Daripada Mengobati). Pemerintahan yang antisipatif adalah pemerintahan yang berpikir kedepan, mencoba mencegah timbulnya masalah daripada memberikan jalan untuk menyelesaikan masalah. Mengadopsi pemikiran Bryson (2001) bahwa salah satu cara mengantisipasi masa depan dengan menggunakan perencanaan

strategis, penetapan visi dan misi masa depan dan berbagai metode lain untuk menetapkan masa depan. (10) Pemerintahan Desentralisasi (Dari Hirarki Menuju Partisipasi Dan Tim Kerja). Untuk mewujudkan pemerintahan yang desentralisasi perlu dikembangkan manajemen partisipatif. Kewenangan pembuatan keputusan harus didesentralisasikan kepada unitunit lokal yang lebih menguasi masalah dan memahami aspirasi masyarakat. Birokrasi yang hirarkhis harus diganti dengan tim kerja. Birokrasi pemerintah pada umumnya sangat hirarkhis dan sentralistik, hal ini menyebabkannya menjadi tidak adaptif dan inovatif. Model birokrasi semacam ini tidak dapat lagi dipertahankan dalam menghadapi perubahan dan dinamika serta kompleksnya kebutuhan masyarakat saat ini. (11) Pemerintah Berorientasi Pasar (Mendongkrat Perubahan Melalui Pasar). Penyelenggaraan pelayanan publik pada umumnya lebih sering menggunakan mekanisme administratif daripada mekanisme pasar. Mekanisme administratif seringkali memiliki banyak kelemahan seperti mahal, lamban dan tidak berkualitas. Sebaliknya mekanisme pasar karena sifatnya yang terbuka dan kompetitif cenderung lebih berhasil dalam menyediakan pelayanan yang murah, responsive dan inovatif. Menerapkan Kewirausahaan Dalam Birokrasi Dengan entrepreneur government, sebuah pemerintahan yang mempunyai kebiasaan menggunakan sumber daya dengan cara baru untuk mempertinggi efisiensi dan efektivitas kinerja serta pelayanan terhadap masyarakat, dan pada akhirnya akan mendorong peningkatan pendapatan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi daerah. Pengelolaan pemerintahan dengan model entrepreneur government akan memungkinkan pemerintah dan masyarakat untuk mengelola sumbersumber ekonomi yang lebih efektif dan efisien guna mengejar ketertinggalan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Untuk menggerakkan dan membuat Kabupaten Gorontalo lebih maju, maka prinsip entrepreneur government adalah model alternatif untuk percepatan pembangunan Kabupaten Gorontalo ke depan. Itu juga sesuai dengan gaya dan model reiventing government yang sedang dikembangkan dewasa ini. Faktor-Faktor Yang Menentukan Keberhasilan Entrepreneur Government Dalam Birokrasi a. Kompetensi Birokrat Kompetensi berasal dari bahasa inggris yaitu competence yang secara sederhana berarti kecakapan, kemampuan dan ketangkasan (John M.Echols dan Hasan Shadily,1992:132). Menurut pengertian ini terlihat bahwa kompetensi berhubungan dengan sesuatu kemampuan yang harus dimiliki seseorang berupa kualitas yang terdiri dari keahlian dan ketrampilan. Selanjutnya menurut Moenir (2000) yang dimaksud dengan kemampuan dalam hubungannya dengan pekerjaan adalah suatu keadaan pada seseorang yang secara penuh kesungguhan berdaya guna dan berhasil guna melaksanakan pekerjaan, sehingga menghasilkan sesuatu yang optimal. Keadaan yang dimaksud menuntut adanya kualitas yang harus dimiliki seorang birokrat. b. Budaya Birokrasi Seperti yang dikatakan oleh Edgar H. Schein (1992 :12) kultur merupakan pola asumsi dasar bersama yang dipelajari oleh kelompok dalam suatu organisasi sebagai alat untuk memecahkan

masalah terhadap penyesuaian faktor eksternal dan integrasi faktor internal, dan telah terbukti sahih, dan oleh karenanya diajarkan kepada para anggota organisasi yang baru sebagai cara yang benar untuk mempersepsikan, memikirkan dan merasakan dalam kaitan dengan masalah-masalah yang dihadapi itu. David Osborne dan Peter Plastrik (2000 : 260) mengemukakan faktor yang membentuk budaya organisasi: 1. Tujuan, 2. Sistem Insentif, 3. Sistem pertanggung jawaban, 4. Struktur kekuasaan, 5. Sistem Administrasi, 6. Struktur organisasional, 7. Proses kerja, 8. Tugas organisasional, 9. Lingkungan Eksternal, 10. Riwayat dan tradisi, 11. Praktek manajemen, 12. Predisposisi Pemimpin, 13. Predisposisi Pegawai. Osborne dan Plastrik (2000) mengemukakan beberapa strategi yang harus diperhatikan untuk dapat menuju pemerintahan yang bergaya wirausaha yaitu : (1) Strategi Inti. (2) Strategi Konsekuensi. (3) Strategi Pelanggan. (4) Strategi Pengendalian. (5) Strategi Budaya Strategi yang telah dikemukakan tersebut dapat di sedarhanakan dalam tabel berikut ini: Tabel 1 Lima Strategi Lima Strategi Pendongkrak Strategi Pendekatan Tujuan Strategi inti 1. Kejelasan Tujuan 2. Kejelasan Peran 3. Kejelasan Arah Insentif Strategi Konsekuensi 1. Persaingan Terkendali 2. Manajemen Perusahaan 3. Manajemen Kinerja Pertanggungjawaban Strategi Pelanggan 1. Pilihan Pelanggan 2. Pilihan Kompetitif 3. Pemastian Mutu Pelanggan Kekuasaan Strategi Pengendalian 1. Pemberdayaan Organisai 2. Pemberdayaan Pegawai 3. Pemberdayaan Masyarakat Budaya Strategi Budaya 1. Menghentikan Kebiasaan 2. Menyentuh Perasaan 3. Mengubah Pikiran Sumber: (Osborne dan Plastrik, 2000: 44).

a. Kompetitif dalam penyelenggaraan pelayanan publik a) Ada tidaknya kompetisi antar berbagai pelaku dan tingkatan yang terlibat dalam penyelenggaraan pelayanan masyarakat di kabupaten b) Ada tidaknya kebijakan dan program pemda yang mendorong pengembangan semangat kompetisi. c) Ada tidaknya Sistem insentif yang dibangun pemda baik terhadap pegawai maupun dinas dan kantor yang ada b. Kompetensi Birokrat adalah kecakapan dan kemampuan yang dimiliki oleh birokrat dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya akan diukur dari: (1) Tingkat kecakapan dan ketrampilan birokrat dalam bekerja dan menyelesaikan masalah yang ada. (2) Kemampuan pejabat pemda dalam melakukan kerjasama antar unit, bagian dan dinas atau instansi dalam pelaksanaan tugas. (3) Kemampuan dalam menyusun rencana kegiatan. (4)Tingkat kreatifitas dan inovasi yang dilakukan pejabat pemda dalam melaknanakan tugas c. Sosialisasi adalah proses belajar untuk mengetahui dan mengenal sesuatu yang terefleksi kedalam, sikap dan tingkah laku seseorang yang dapat diukur dari: (1) Intensitas diklat, seminar dan workshop yang diikuti oleh pejabat pemda yang berhubungan dengan penerapan konsep Entrepreneur Government. (2) Banyaknya waktu yang digunakan dalam mengenalkan konsep Entrepreneur Government pada pejabat pemda. (3)Ada tidaknya kegiatan untuk mengenalkan konsep Entrepreneur Government yang dilakukan oleh pemda d. Budaya Birokrasi adalah sistem atau seperangkat nilai yang memiliki, simbol, orientasi nilai, keyakinan, pengetahuan dan pengalaman kehidupan yang terinternalisasi kedalam pikiran, seperangkat nilai yang diaktualisasikan dalam sikap, tingkah laku dan perbuatan yang dilakukan oleh setiap birokrat. Hal ini dapat diukur dari : (1) Bentuk dan tingkat hubungan antara atasan dengan bawahan dalam organisasi pemda seperti hirarki, bentuk penghormatan pada atasan. (2) Etos kerja dan motivasi para pejabat pemda dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya. (3)Bahasa atau komunikasi yang dikembangkan oleh pejabat pemda dengan bawahan seperti menghargai perasaan orang lain, tidak asal menyalahkan dan pengungkapan ucapan selamat. Pembahasan Pemahaman Pejabat Tentang Entrepreneur Government di Kantor Pelayanan Terpadu Kabupaten Gorontalo a. Aspek Costumer Oriented Berdasarkan hasil penelitian dilapangan, masih banyak aparat birokrasi yang belum mengerti tentang apa itu entrepreneur government, ditinjau dari aspek customer oriented untuk adanya citizen carter.dari ungkapan tersebut dapat diartikan bahwa masih ada keragu-raguan dan ketidak mengertian dari pegawai tentang citizen carter itu sesungguhnya.selain itu mereka masih menganggap masyarakat belum siap dan tidak dewasa dalam menyikapi perubahan dalam hal pelayanan publik. b. Aspek Efisiensi Anggaran

Dari data dan keterangan responden serta hasil observasi dilapangan terlihat bahwa sebagian besar pejabat sudah mengetahui sedikit banyaknya mengenai anggaran yang berbasis kinerja.tetapi banyak juga yang tidak mengetahui apalagi untuk menerapkannya, dikarenakan berbagai hal terutama yang menyangkut dengan komplik kepentingan. c. Aspek Inovasi dan Kreatifitas Pemerintah perlu membuat rencana-rencana strategis dalam setiap kebijakan dan programprogram. Ide perlunya setiap pemerintah daerah mempunyai rencana strategis dalam perencanaan pembangunannya menggantikan model REPELITA gaya orde baru mulai dilaksanakan sejak berlakunya otonomi daerah. d. Aspek Kompetitif dalam Penyelenggaraan Pelayanan Kompetitif dan daya saing, itulah ungkapan yang sering kita dengar, memang saat ini hal itu tak dapat ditawar-tawar lagi jika kita tidak kompetitif kita akan ketinggalan. Agak pesimis memang, bila pemerintah, swasta dan masyarakat kita belum siap menghadapi pasar bebas. Dibidang pelayanan publik kita tertinggal jauh dari singapura dan Malaysia. Faktor-Faktor Yang Menjelaskan Entrepreneur Government Dalam Persepsi Pejabat Birokrasi a. Aspek Pengetahuan Dan Sikap Terhadap Entrepreneur Government Pada dasarnya konsep tentang Entrepreneur Government ini bisa diterapkan kedalam birokrasi di Indonesia. Masalahnya adalah apakah para birokrat dan masyarakat kita sudah siap dengan konsep tersebut. Pengaplikasian konsep Entrepreneur Government perlu dimodifikasi sesuai dengan konteks birokrasi di Indonesia.. b. Aspek Kompetensi Kesimpulan yang dapat ditarik adalah bahwa inovasi masih merupakan sebuah uthopia bahkan menjadi momok yang menakutkan jika tidak ingin dicap sebagai aparat pembangkang yang tidak loyal dan taat kepada atasan dan aturan formal yang ada. Sehingga melahirkan istilah hidup segan mati tak mau dimana pada prinsipnnya jajaran birokrasi ingin melakukan yang terbaik bagi peningkatan pelayanan akan tetapi karena tersandung oleh keberadaan aturan formal dan loyalitas buta kepada atasan dan aturan formal membuat mereka tidak bisa berbuat banyak. c. Aspek Sosialisasi Dari Prinsip Entrepreneur Government Aspek sosialisasi dari prinsip Entrepreneur Government ini semestinya sering dilakukan guna memenuhi kebutuhan akan pengetahuan sumber daya manusia aparat birokrasi. Untuk menambah pengetahuan tersebut aparat birokrasi diberikan kesempatan untuk mengikuti acara-acara yang membahas konsep-konsep pemerintahan yang bergaya wirausaha. d. Aspek Budaya Pemerintahan yang bergaya wirausaha tidak memberikan tempat pada budaya paternalistik, hirarki yang kaku dan terpaku pada aturan-aturan yang permanen. Keluwesan pada aturan, inovasi, kreatifitas, efisiensi, efektifitas dan akuntabilatas selalu menjadi pendorong untuk terciptanya pemerintahan yang bergaya wirausaha selama tidak bertentangan dengan misi yang diemban organisasi. Pengembangan jiwa serta spirit kewirausahaan dalam

budaya kerja menjadi pendorong dan motivasi bagi aparat birokrasi. Salah satu strategi dalam mengembangkan kewirausahaan adalah strategi budaya. Strategi ini dilakukan dengan mengubah kebiasaan, menyentuh perasaan dan mengubah pikiran atau pandangan seseorang terhadap suatu hal. Mengembangkan bentuk dan sifat komunikasi dua arah dan terbuka dalam suasana kerja yang kondusif adalah hal mutlak dalam sebuah organisasi. Pembentukan budaya komunikasi yang dua arah dan terbuka belumlah dikemba Hal ini dikarenakan pengembangan budaya merupakan suatu yang sangat sulit dan memerlukan waktu yang cukup lama. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, disesuaikan dengan apa yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini, bahwa Bagaimanakah ImplementasiEntrepreneur GovernmentDi Kantor Pelayanan Terpadu Kabupaten Gorontalo, maka dapatlah disimpulkan sebagai berikut: 1. Rendahnya pemahaman Pejabat Tentang Entrepreneur Government di Kantor Pelayanan Terpadu Kabupaten Gorontalo, sebagaimana ditunjukkan dengan rendahnya pemahaman dan pengetahuan tentang prinsip costumer oriented (pemerintah yang berorientasi pada masyarakat). Adanya penolakan terhadap ide citizen carter (piagam warganegara) dan konsep customer choise (pilihan pelanggan) dalam hal pelayanan publik. Selanjutnya mengenai konsep efisiensi anggaran, konsep inovatif dan kreatif, konsep kompetitif masih banyak pegawai yang memahaminya dengan baik, sehingga yang perlu dan harus dilakukan adalah mensosialisasikannya kepada pegawai, dan hal ini butuh waktu yang lama, agar pegawai dapat memahaminya dengan baik. 2. Faktor-faktor yang menjelaskan entrepreneur government dalam birokrasi di Kabupaten Gorontalo, bila ditinjau dari pengetahuan dan sikap pejabat terhadap konsep ini belum begitu banyak yang memahaminya, masih terbatas pada pejabat saja dan masih ada keragu-raguan dari para pejabat terhadap konsep ini, juga rendahnya kompetensi mereka dalam menerapkan konsep-konsep pemerintahan wirausaha (Entrepreneur Government). Dilihat dari aspek budaya birokrasi yang sangat kental dengan budaya paternalistik dan perkoncoan dapat menjelaskan begitu sulitnya konsep ini untuk dikembangkan. Saran 1. Perlunya bagi pemerintah daerah Kabupaten Gorontalo untuk mengirimkan pejabat-pejabatnya sebanyak mungkin pada pendidikan formal khususnya S-2 yang mengajarkan tentang pemerintahan yang bergaya wirausaha (Entrepreneur Government) ataupun yang mengajarkan tentang konsepkonsep baru penyelenggaraan pemerintahan moderen saat ini. 2. Perlunya bagi pemerintah daerah Kabupaten Gorontalo untuk mengikutsertakan pejabatpejabatnya untuk mengikuti acaraacara seminar, lokakarya, simposium, workshop dan diklatdiklat yang mengajarkan dan mengenalkan konsep-konsep penyelenggaran pemerintahan modren saat ini khususnya yang berkaitan dengan pemerintahan wirausaha (Entrepreneur Government).

3. Perlunya pemerintah daerah Kabupaten Gorontalo untuk mengadakan acara sosialisasi kepada seluruh pejabat tentang pengetahuan yang berkenaan dengan kewirausahaan sektor publik, sehingga diperoleh pandangan dan pemahaman yang sama diantara pejabat dan memudahkan untuk melakukan tindakan aksi penerapan konsepkonsep ini. 4. Perlunya bagi pemerintah daerah Kabupaten Gorontalo disemua tingkatan dan organisasi untuk mengubah budaya birokrasi yang paternalistik sedikit demi sedikit menuju birokrasi pelayanan, menghargai kompetensi, inovasi dan kreatifitas pegawainya. Mengembangkan sistem insentif bagi pegawai dalam rangka mendorong dan memacu motivasi dan kreatifitas pegawai untuk terus mengembangkan dan menambah pengetahuannya.

DAFTAR PUSTAKA Burhan, Bungin. 2009. Penelitian Kualitatif Komunikasi, Ekonomi Kebijakan Publik dan Ilmu Sosial Lainnya.Prenada Media Gorup. Caiden, Gerald.E, 1991.Administrative Reform Comes of Age, Newyork, N.Y,de Gruyter Dwiyanto, Agus, 1996.Reinventing Government:Pokok-Pokok Pikiran dan Relevansinya di Indonesia, Makalah Pada Pelatihan Manajemen Strategik bagi Direktur RSUD oleh Magister Manajemen Rumah Sakit, Yogyakarta. Dwiyanto, Agus, 2001.Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia, Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan, Yogyakarta. Gafar Affan, (2000), Politik Indonesia Transisi Menuju Demokrasi, Yogyakarta, Pustaka Pelajar Goodman, Jon, 1993.Kewirausahaan Dalam Perusahaan, Manajemen, No.89. Hariandja, Denny.B.C, 1999, Birokrasi Nan Pongah, Belajar Dari Kegagalan Orde Baru, Kanisius, Yokyakarta. Hughes, Edgar, Owen, 1994, Public Management And Administration, St. Martin s, United States of America. John M. Echols dan Hasan Shadily 1992. Kompetensi Birokrat Kamus Umum Politik Dan Hukum. 2010. Jala Permata Aksara : Jakarta Kao JJ, 1989, Entrepreneurship Creativity and Organization, Prentise-Hall, New Jersey. Lembaga Administrasi Negara (2003). Pedoman Pelayanan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Jakarta Lupiyoadi, Rambat dan Hasan, Bakir, 1999.Disain Struktur Yang Mendukung Kewirausahaan Organisasi, Man dan Usaha Ind 07. Moenir,H.A.S, 2000, Manajemen Pelayanan Umum Di Indonesia, Bumi Aksara, Jakarta. Moleong, J, Lexy, 2007.Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung. Mutis Thoby, 1995.Kewirausahaan Yang Berproses, Grassindo, Jakarta Nasution.S, 2006.Metodologi Penelitian Naturalistik-Kualitatif, Tarsito, Bandung. Osborne, David dan Gaebler, Ted, 1995.Mewirausahakan Birokrasi : mentranformasi semangat wirausaha ke dalam sektor publik jilid 2 (terjemahan), PPM, Jakarta. Osborne, David dan Plastrik, Peter, 2000.Memangkas Birokrasi : limastrategi menuju pemerintahan wirausaha (terjemahan), PPM, Jakarta. Rasyid, Ryaas, Muhammad, 2001, Penjaga Hati Nurani Pemerintahan. PUSKAP MIPI, Jakarta. Rush, Michael dan Althoff Phillip, 2000, Pengantar Sosiologi Politik, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta Siagian P, Sondang, 1996. Manajemen Sumber Daya Manusia, Bumi Aksara, Jakarta

Singarimbun, Masri dan Effendi, Sofian, 1995, Metode Penelitian Survei, LP3ES, Jakarta. Sugiyono, 2000. Metodologi Penelitian Administrasi. Bandung: Rineka Cipta Sugiyono, 2006. Statistika untuk Penelitian, Bandung: Alfabeta Tjokrowinoto, Moeljarto, 1996.Budaya Birokrasi Dalam Konteks Transformasi Struktural : Antara Harapan Dan Kenyataan, JKAP, Vol.1 No.1, Yogyakarta. Sumber Lain : Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah Peraturan Daerah Nomor 23 Tahun 2003 Tentang Pembentukan Kantor Pelayanan Terpadu Kabupaten Gorontalo Keputusan Bupati Gorontalo Nomor 902 Tahun 2003 tentang pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Kantor Pelayanan Terpadu Kabupaten Gorontalo