BAB I PENDAHULUAN. Dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, Departemen Kesehatan

dokumen-dokumen yang mirip
LEMBAR PERSETUJUAN UNTUK MELAKUKAN WAWANCARA

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia, terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. diperhatikan oleh Pemerintah. Kesehatan juga merupakan salah satu indikator penting

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang optimal bagi masyarakat diselenggarakan upaya kesehatan dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. nasional. Dalam undang-undang Kesehatan No. UU Nomor 36 Tahun 2009

Descriptive Statistics. Kasus DBD Tests of Normality Kolmogorov-Smirnov a

Daftar Nama Kecamatan dan Kelurahan di Kota Medan

BAB 1 PENDAHULUAN. (P2ISPA) adalah bagian dari pembangunan kesehatan dan upaya pencegahan serta

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen

Keywords: DHF, EMBP, larvae-free index.

BAB I PENDAHULUAN. tingginya angka kesakitan dan angka kematian karena ISPA khususnya pneumonia,

BAB I PENDAHULUAN. oleh status kesehatan, pendidikan dan tingkat pendapatan perkapital.

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. terbesar baik pada bayi maupun pada anak balita. 2 ISPA sering berada dalam daftar

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hak asasi setiap orang. Setiap orang mempunyai hak

Lampiran I Skematik Proses Perijinan. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. produktif secara sosial dan ekonomi (Notoadmodjo, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. Balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia,

Jurnal Harapan Bangsa, Vol.1 No.1 Desember 2013 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit ISPA khususnya pneumonia masih merupakan penyakit utama penyebab

BAB I PENDAHULUAN. Kematian ibu semasa hamil dan bersalin masih sangat tinggi. Berdasarkan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Salah satu ruang lingkup epidemiologi ialah mempelajari faktor-faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan. Salah satu misi tersebut adalah memelihara dan

BAB 1 :PENDAHULUAN. masih merupakan masalah kesehatan utama yang banyak ditemukan di. hubungan status gizi dengan frekuensi ISPA (1).

BAB I PENDAHULUAN. dan Angka Kematian Balita (AKABA/AKBAL). Angka kematian bayi dan balita

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1973 TENTANG PERLUASAN DAERAH KOTAMADYA MEDAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. di negara berkembang. ISPA yang tidak mendapatkan perawatan dan pengobatan

SALINAN KEPUTUSAN WALIKOTA MEDAN NOMOR : 482 / 091.K /

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yaitu program pemberantasan penyakit menular, salah satunya adalah program

BAB 1 PENDAHULUAN. keberhasilan pembangunan bangsa. Untuk itu diselenggarakan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. (Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Saat ini, ISPA merupakan masalah. rongga telinga tengah dan pleura. Anak-anak merupakan kelompok

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (2005) kematian balita disebabkan oleh Infeksi Saluran

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERSEBARAN PERMUKIMAN KUMUH DI KOTA MEDAN. Mbina Pinem 1. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. baik dibutuhkan sarana kesehatan yang baik pula. keinginan yang bersumber dari kebutuhan hidup. Tentunya demand untuk menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. nasional secara utuh yang dimaksudkan untuk meningkatkan derajat kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. tingginya angka kematian dan kesakitan karena ISPA. Penyakit infeksi saluran

BAB I PENDAHULUAN. Proportional Mortality Ratio (PMR) masing-masing sebesar 17-18%. 1

BAB 1 PENDAHULUAN. terutama pada bagian perawatan anak (WHO, 2008). kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20%

BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK LOKASI PKLM A. SEJARAH SINGKAT KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan yang baik merupakan kebutuhan bagi setiap orang.

BAB I PENDAHULUAN. lima tahun pada setiap tahunnya, sebanyak dua per tiga kematian tersebut

BAB I PENDAHULUAN. satu penyebab utama kematian anak-anak di dunia. Pada negara berkembang hampir

BAB 1 PENDAHULUAN. hidup manusia dan derajat kesehatan masyarakat dalam aspek pencegahan,

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan merupakan sebuah konsep yang digunakan dalam memberikan layanan kepada

BAB 1 PENDAHULUAN. anak di negara sedang berkembang. Menurut WHO (2009) diare adalah suatu keadaan

BAB 1 PENDAHULUAN. bidang kesehatan, pendidikan, kesejahteraan sosial ekonomi pada masyarakat. 2

BAB I PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat yang optimal sangat ditentukan oleh tingkat

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Oleh : VIVI MAYA SARI No. BP

Tingkat pertumbuhan sekitar 1,48% per tahun dan tingkat kelahiran atau Total

PEMERINTAH KOTA MEDAN DINAS KESEHATAN

BAB 1 PENDAHULUAN. kesakitan dan kematian pada bayi dan anak-anak di dunia. kedua pada anak dibawah 5 tahun. 1

PENDAHULUAN atau Indonesia Sehat 2025 disebutkan bahwa perilaku. yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan;

I. PENDAHULUAN. Penyakit Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi

BAB I PENDAHULUAN. perbaikan kesehatan yang bersifat menyeluruh dan lebih bermutu.

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit campak merupakan salah satu penyebab kematian pada anak-anak di

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyakit yang

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan. kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

SKRIPSI. Disusun untuk Memenuhi salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S 1 Kesehatan Masyarakat. Oleh: TRI NUR IDDAYAT J

BAB 1 PENDAHULUAN. Kegiatan penanggulangan Tuberkulosis (TB), khususnya TB Paru di

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DENGAN UPAYA PENCEGAHAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS NGORESAN SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan Anak FKUI/RSCM, diare diartikan sebagai buang air besar yang tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya

BAB 1 PENDAHULUAN. mortalitas dari penyakit diare masih tergolong tinggi. Secara global, tahunnya, dan diare setiap tahunnya diare membunuh sekitar

BAB I PENDAHULUAN. distribusi pendapatan memicu terjadinya ketimpangan pendapatan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Kementerian Kesehatan RI (2010), program pencegahan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem Kesehatan Nasional (SKN) adalah pengelolaan kesehatan bangsa

BAB I PENDAHULUAN UKDW. trakea bahkan paru-paru. ISPA sering di derita oleh anak anak, baik di negara

BAB 1 PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM), sedangkan ukuran kesejahteraan masyarakat. sasaran yang membutuhkan layanan (Depkes RI, 2006).

BAB 1 PENDAHULUAN. masa depan yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, mampu

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat diperlukan di masa mendatang (Depkes RI, 2007).

BAB 1 PENDAHULUAN. mortalitasnya yang masih tinggi. Diare adalah penyakit yang ditandai

BAB I. PENDAHULUAN. lima hal, atau kombinasi dari beberapa macam penyakit, diantaranya : ISPA

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit campak merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di

mengadakan dan mengatur upaya pelayanan kesehatan (Depkes RI, 2009).

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor-faktor yang..., Annissa Rizkianti, FKM UI, Universitas Indonesia

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP ORANG TUA DENGAN UPAYA PENCEGAHAN KEKAMBUHAN ISPA PADA ANAK DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PURWANTORO I SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti

BAB I PENDAHULUAN. disekelilingnya khususnya bagi mereka yang termasuk ke dalam kelompok rentan

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan salah satunya adalah penyakit infeksi. Masa balita juga merupakan masa kritis bagi

BAB I PENDAHULUAN. Nigeria masing-masing 6 juta episode (Kemenkes RI, 2011). (15%-30%). Berdasarkan hasil penelitian Khin, dkk tahun 2003 di Myanmar

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti karena menular. Menurut Robins (Misnadiarly, 2006), tuberkulosis adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. disebut infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). ISPA merupakan

BAB I PENDAHULUAN. utama dalam pembangunan sektor kesehatan sebagaimana tercantum dalam Program

BAB 1 PENDAHULUAN. tergantung pada kemampuan dan kualitas sumber daya manusia (Dinkes Sumut,

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam masyarakat, termasuk di Indonesia. Bangsa Indonesia yang sedang

GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG ISPA DI PUSKESMAS DESA DAYEUH KOLOT KABUPATEN BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN UPAYA PENCEGAHAN KECACATAN PENDERITA KUSTA DI KABUPATEN NGAWI

Perilaku kesehatan pada garis besarnya dikelompokkan menjadi 2 yakni (Notoatmodjo, 2003):

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di negara berkembang, dimana penyakit IMS membuat

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, Departemen Kesehatan pada periode 2005-2009 memprioritaskan pelayanan kesehatan ibu dan anak sebagai urutan pertama dalam pembangunan kesehatan. Prioritas berikutnya adalah pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin, pendayagunaan tenaga kesehatan, penanggulangan penyakit menular, penanggulangan gizi buruk dan penanganan krisis kesehatan akibat bencana (Depkes, 2009). Periode bawah lima tahun (balita) merupakan masa yang rawan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak sehingga dapat menentukan banyak aspek di kemudian hari setelah dewasa bahkan, dapat berakibat pada kematian. Sejak dilahirkan hingga usia lima tahun merupakan periode emas tumbuh kembang anak, namun proses perkembangan anak ini bisa terhambat oleh serangan penyakit pneumonia, bahkan penyakit ini merupakan penyebab utama kematian pada bayi dan balita. Menurut Direktur Regional World Health Organization (WHO) Western Pacific, selain penyebab utama kematian pada anak, pneumonia juga penyebab utama rawat inap pada balita di mayoritas negara berkembang, padahal sebagian besar pembiayaan rumah sakit itu tidak dijamin asuransi, tetapi harus dibayar secara tunai sehingga meningkatkan angka kemiskinan di banyak negara di Asia (Kartasasmita, 2007). Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) masih merupakan masalah kesehatan yang penting di Indonesia karena menyebabkan kematian bayi dan balita yang cukup

tinggi yaitu kira-kira 1 dari 4 kematian yang terjadi. Setiap anak diperkirakan mengalami 3-6 episode ISPA setiap tahunnya. Sekitar 40% -60% dari kunjungan di Puskesmas adalah oleh penyakit ISPA, dari seluruh kematian yang disebabkan oleh ISPA mencakup 20% -30%. Kematian yang terbesar umumnya adalah karena pneumonia pada bayi berumur kurang dari 2 bulan (Rasmaliah, 2004). Laporan Subdit ISPA Direktorat Jenderal Pencegahan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman (Ditjen P2M-PLP) Depkes RI tahun 2007 menyebutkan, dari 31 provinsi ditemukan 477.429 balita dengan pneumonia atau 21,52% dari jumlah seluruh balita di Indonesia. Proporsinya 35,02% pada usia di bawah satu tahun dan 64,97% pada usia satu hingga empat tahun (Djelantik, 2008). Pneumonia merupakan penyakit yang tergolong ke dalam ISPA dan sekitar 80-90% dari seluruh kematian ISPA adalah pneumonia. Data penderita pneumonia pada balita berturut-turut pada tahun 2000, 2001, 2002, 2003 dan 2004 adalah sebesar 30,1%, 22,6%, 22,1%, 29,5%, dan 27,1%, meskipun terjadi penurunan bukan berarti pneumonia tidak menjadi suatu masalah yang diabaikan begitu saja, karena angka kesakitan pneumonia pada bayi dan balita bisa menjadi angka kematian yang akan berdampak pada derajat kesehatan masyarakat (Depkes, 2005). Program pengendalian ISPA menetapkan bahwa semua kasus yang ditemukan harus mendapat tata laksana sesuai standar, dengan demikian angka penemuan kasus ISPA juga menggambarkan penatalaksanaan kasus ISPA. Jumlah kasus ISPA dimasyarakat diperkirakan 10% dari populasi. Target cakupan program ISPA nasional pada pneumonia balita sebesar 76% dari perkiraan jumlah kasus, namun pada tahun 2008 cakupan penemuan kasus baru mencapai 18,81% (Depkes, 2009).

Di Sumatera Utara, pneumonia merupakan penyakit ketujuh dari 10 pola penyakit terbanyak di puskesmas Provinsi Sumatera Utara dengan jumlah kasus 4.463. Berdasarkan Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara selama tahun 2007, ditemukan 41.291 balita menderita pneumonia dengan cakupan penemuan 32,4% sedangkan dalam SPM tahun 2008 cakupan penemuan dan penanganan penderita penyakit 100% pada tahun 2010 (Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, 2008). Di Kota Medan, pneumonia merupakan penyakit ketiga dari 10 pola penyakit terbanyak di puskesmas se-kota Medan dengan 7.885 kasus. Berdasarkan Profil Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Medan tahun 2008, kasus pneumonia pada balita di Kota Medan selama tahun 2008 sebesar 7.885 balita. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel berikut : Tabel I.1. Jumlah Penderita Pneumonia Pada Balita di Puskesmas se-kota Medan Tahun 2008 No Puskesmas Jlh Insidents Rate Jlh Balita Penderita (%) 1 Puskesmas Tuntungan 19 2625 0,72 2 Puskesmas Simalingkar 214 5936 3,60 3 Puskesmas Medan Johor 318 9703 3,28 4 Puskesmas Kedai Durian 86 4634 1,86 5 Puskesmas Amplas 122 13811 0,88 6 Puskesmas Desa Binjai 76 5105 1,49 7 Puskesmas Tegal Sari 25 5288 0,47 8 Puskesmas Medan Denai 277 3585 7,73 9 Puskesmas Bromo 127 2713 4,68 10 Puskesmas Kota Matsum 285 4065 7,01 11 Puskesmas Suka Ramai 201 5112 3,93 12 Puskesmas Medan Area Selatan 94 3934 2,39 13 Puskesmas Teladan 479 3861 12,41 14 Puskesmas Pasar Merah 591 3503 16,87 15 Puskesmas Simpang Limun 298 4347 6,86 16 Puskesmas Kampung Baru 364 6926 5,26 17 Puskesmas Polonia 155 4688 3,31 18 Puskesmas Padang Bulan 0 6166 0 19 Puskesmas PB. Selayang 101 9169 1,10 20 Puskesmas Desa Lalang 23 4079 0,56 21 Puskesmas Sunggal 98 7307 1,34 22 Puskesmas Helvetia 328 15072 2,18

Sambungan Tabel 1.1 23 Puskesmas Petisah 43 3008 1,43 24 Puskesmas Darussalam 143 3158 4,53 25 Puskesmas Rantang 163 2165 7,53 26 Puskesmas Glugur Kota 133 2139 6,22 27 Puskesmas Pulo Brayan 337 2126 15,85 28 Puskesmas Sei Agul 273 4155 6,57 29 Puskesmas Glugur Darat 68 14112 0,48 30 Puskesmas Sentosa Baru 708 10999 6,44 31 Puskesmas Mandala 61 8098 0,75 32 Puskesmas Sering 1 6447 0,02 33 Puskesmas Medan Deli 618 14955 4,13 34 Puskesmas Titi Papan 155 2925 5,30 35 Puskesmas Medan Labuhan 63 3484 1,81 36 Puskesmas Pekan Labuhan 234 3627 6,45 37 Puskesmas Martubung 222 6889 3,22 38 Puskesmas Terjun 382 12902 2,96 39 Puskesmas Belawan 0 12402 0 TOTAL 7.885 245.220 Sumber : Dinas Kesehatan Kota Medan Tahun 2008 Berdasarkan Tabel 1.1 dapat diketahui bahwa Puskesmas Pasar Merah merupakan puskesmas dengan insidens rate tertinggi di Kota Medan yaitu sebesar 16,87 %. Berdasarkan data yang diperoleh dari laporan bulanan Puskesmas Pasar Merah bagian Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular pada saat melakukan survei awal, jumlah penderita pneumonia pada balita di wilayah kerja Puskesmas Pasar Merah pada tahun 2008 sebesar 377 penderita atau 13,14% dari 2.869 balita. Tindakan ibu mempunyai peranan dalam pencegahan dan penanganan penyakit pneumonia pada bayi dan balita. Dalam hal ini banyak faktor yang memengaruhi tindakan tersebut baik faktor dari dalam diri sendiri seperti pengetahuan, sikap, kepercayaan, sosial ekonomi, maupun faktor dari luar yaitu sarana kesehatan serta sikap dan perilaku petugas. Tindakan ibu sangat berpengaruh terhadap kesembuhan penyakit pneumonia pada balitanya (Sibarani, 1996).

Menurut Weber yang dikutip oleh Sarwono (1997), individu melakukan suatu tindakan berdasarkan atas pengalaman, persepsi, pemahaman dan penafsiran atas suatu obyek stimulus atau situasi tertentu. Tindakan individu ini merupakan tindakan sosial yang rasional, yaitu mencapai tujuan atau sasaran dengan sarana-sarana yang paling tepat. Menurut pendapat Sarwono (1997), di negara-negara maju banyak orang yang sangat tinggi kesadarannya akan kesehatan dan takut terkena penyakit sehingga jika dirasakan sedikit saja kelainan pada tubuhnya, maka dia akan langsung pergi ke dokter, padahal tidak terdapat gangguan fisik yang nyata. Di sisi lain masyarakat tradisional memandang seseorang sakit jika orang itu kehilangan nafsu makan atau gairah kerjanya, tidak dapat lagi menjalankan tugasnya sehari-hari secara optimal atau kehilangan kekuatan sehingga harus tinggal di tempat tidur. Menurut penelitian Afifah (2001), balita yang menderita ISPA 47,1% pernah diobati sendiri dan sisanya berobat jalan. Dari yang pernah berobat jalan, 66,3% berobat jalan ke pelayanan kesehatan dan 33,7% berobat ke dukun. Ibu dengan tingkat pendidikan lebih tinggi lebih banyak yang membawa anaknya berobat ke praktik dokter dan ke rumah sakit, sedangkan ibu dengan tingkat pendidikan lebih rendah lebih banyak yang membawa anaknya ke Puskesmas. Menurut Notoadmodjo (2003) ada beberapa respons seseorang apabila sakit adalah sebagai berikut : 1. Tidak bertindak /kegiatan apa-apa (no action). 2. Tindakan mengobati sendiri.

3. Mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan tradisional (traditional remedy). 4. Mencari pengobatan dengan membeli obat-obat ke warung-warung obat (chemist shop). 5. Mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan modren yang diadakan oleh pemerintah atau lembaga-lembaga kesehatan swasta. 6. Mencari pengobatan ke fasilitas pengobatan modren yang diselenggarakan oleh dokter praktek (private medicine). Menurut Green yang dikutip oleh Sarwono (1997), perilaku dipengaruhi oleh tiga kelompok faktor yaitu : predisposing factor atau faktor predisposisi (meliputi pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, norma sosial, dan unsur-unsur lain yang terdapat dalam diri individu dan masyarakat); enabling factor atau faktor pendukung (tersedianya sarana pelayanan kesehatan dan kemudahan untuk mencapainya); dan reinforcing factor atau faktor pendorong (sikap dan perilaku petugas kesehatan). Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang analisis faktor yang memengaruhi tindakan ibu dalam pencarian pengobatan dan pemulihan penyakit pneumonia pada balita di wilayah kerja puskesmas pasar merah tahun 2009.

1.2. Rumusan Masalah Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana faktor-faktor (faktor predisposisi, faktor pendukung dan faktor pendorong) memengaruhi tindakan ibu dalam pencarian pengobatan dan pemulihan penyakit pneumonia pada balita di wilayah kerja puskesmas pasar merah tahun 2009. 1.3. Tujuan Penelitian 1. Untuk menjelaskan pengaruh faktor predisposisi (pendidikan, pekerjaan dan penghasilan) terhadap tindakan ibu dalam pencarian pengobatan dan pemulihan penyakit pneumonia pada balita di wilayah kerja puskesmas pasar merah tahun 2009. 2. Untuk menjelaskan pengaruh faktor pendukung (ketersediaan sarana pelayanan kesehatan dan jarak ke pelayanan kesehatan) terhadap tindakan ibu dalam pencarian pengobatan dan pemulihan penyakit pneumonia pada balita di wilayah kerja puskesmas pasar merah tahun 2009. 3. Untuk menjelaskan pengaruh faktor pendorong (Pernah tidaknya memperoleh informasi/penyuluhan tentang penyakit pneumonia dari petugas kesehatan) terhadap tindakan ibu dalam pencarian pengobatan dan pemulihan penyakit pneumonia pada balita di wilayah kerja puskesmas pasar merah tahun 2009.

1.4. Manfaat Penelitian 1. Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan Kota Medan umumnya dan Puskesmas Pasar Merah khususnya dalam upaya Penanganan Penyakit Pneumonia. 2. Sebagai bahan masukan atau referensi bagi pihak yang membutuhkan dalam penelitian selanjutnya. 3. Sebagai sarana untuk meningkatkan pengetahuan penulis tentang penyakit Pneumonia sekaligus untuk menerapkan ilmu yang diperoleh penulis selama perkuliahan di FKM USU. 4. Sebagai informasi kesehatan bagi yang membaca skripsi peelitian ini.