I. PENDAHULUAN. sebagai salah satu matapencaharian masyarakat pedesaan. Sapi biasanya

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan

BIOGAS. Sejarah Biogas. Apa itu Biogas? Bagaimana Biogas Dihasilkan? 5/22/2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I PENDAHULUAN. Hal tersebut menjadi masalah yang perlu diupayakan melalui. terurai menjadi bahan anorganik yang siap diserap oleh tanaman.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan tidak akan jadi masalah jika jumlah yang dihasilkan sedikit. Bahaya

TINJAUAN LITERATUR. Biogas adalah dekomposisi bahan organik secara anaerob (tertutup dari

BAB I PENDAHULUAN. maupun untuk industri dan transportasi. Untuk mengurangi ketergantungan

Bakteri Untuk Biogas ( Bag.2 ) Proses Biogas

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. berupa karbohidrat, protein, lemak dan minyak (Sirait et al., 2008).

PENGARUH EM4 (EFFECTIVE MICROORGANISME) TERHADAP PRODUKSI BIOGAS MENGGUNAKAN BAHAN BAKU KOTORAN SAPI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sebenarnya kebijakan pemanfaatan sumber energi terbarukan pada tataran lebih

I. PENDAHULUAN. Pemenuhan kebutuhan pakan hijauan untuk ternak ruminansia, selama ini telah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu gas yang sebagian besar berupa metan (yang memiliki sifat mudah terbakar)

I. PENDAHULUAN. atau sampai kesulitan mendapatkan hijauan makanan ternak (HMT) segar sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hewani yang sangat dibutuhkan untuk tubuh. Hasil dari usaha peternakan terdiri

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan peningkatan permintaan daging kambing, peternak harus

HASIL DAN PEMBAHASAN. ph 5,12 Total Volatile Solids (TVS) 0,425%

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan. Limbah Cair Industri Tahu COD. Digester Anaerobik

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gas bio merupakan campuran senyawa hasil dekomposisi mikrobia dari

KAJIAN KEPUSTAKAAN. ciri-ciri sapi pedaging adalah tubuh besar, berbentuk persegi empat atau balok,

BAB I PENDAHULUAN. dan energi gas memang sudah dilakukan sejak dahulu. Pemanfaatan energi. berjuta-juta tahun untuk proses pembentukannya.

I. PENDAHULUAN. masyarakat meningkat pula. Namun, perlu dipikirkan efek samping yang

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. tersebut serta tidak memiliki atau sedikit sekali nilai ekonominya (Sudiarto,

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha peternakan,

I. PENDAHULUAN. Jumlah pasar tradisional yang cukup banyak menjadikan salah satu pendukung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kementerian Pertanian dan Badan Pusat Statistik, populasi ternak

BAB XV LIMBAH TERNAK RIMINANSIA

PENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik

BAB I PENDAHULUAN. pertanian seperti wortel, kentang, dan kubis yang merupakan sayur sisa panen

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber

BAB I PENDAHULUAN. sejauh mana tingkat industrialisasi telah dicapai oleh satu negara. Bagi

APLIKASI BIOTEKNOLOGI UNTUK ISI RUMEN SAPI, KERBAU DAN KAMBING SEBAGAI SUMBER ENERGI UNTUK BIOGAS YANG RAMAH LINGKUNGAN

MEMBUAT BIOGAS DARI KOTORAN TERNAK

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang.

Macam macam mikroba pada biogas

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Peternakan puyuh merupakan suatu kegiatan usaha di bidang budidaya

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengaruh Penambahan Kotoran Sapi Perah Terhadap Nilai ph

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh wilayah Indonesia. Kambing Kacang memiliki daya adaptasi yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengurangi pemakaian pestisida. Limbah padat (feses) dapat diolah. menjadi pupuk kompos dan limbah cair (urine) dapat juga diolah

Pertumbuhan Total Bakteri Anaerob

PENDAHULUAN. Latar Belakang. sangat berperan penting sebagai sumber asupan gizi yang dibutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara produsen minyak dunia. Meskipun

I. PENDAHULUAN. Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong.

Chrisnanda Anggradiar NRP

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah

PEMBUATAN BIOGAS DARI LIMBAH CAIR TEPUNG IKAN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. produk pertanian yang dihasilkan terbebas dari bahan bahan kimia yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2003). Pemberian total mixed ration lebih menjamin meratanya distribusi asupan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Madura merupakan hasil persilangan antara sapi Bos indicus (zebu)

1. Limbah Cair Tahu. Bahan baku (input) Teknologi Energi Hasil/output. Kedelai 60 Kg Air 2700 Kg. Tahu 80 kg. manusia. Proses. Ampas tahu 70 kg Ternak

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi makanan. Sehingga faktor pakan yang diberikan pada ternak perlu

SNTMUT ISBN:

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

I. PENDAHULUAN. pakan ternak. Produksi limbah perkebunan berlimpah, harganya murah, serta tidak

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Musim kemarau di Indonesia menjadi permasalahan yang cukup

PENDAHULUAN. Latar Belakang. peternak dengan sistem pemeliharaan yang masih tradisional (Hoddi et al.,

I. PENDAHULUAN. membuat kita perlu mencari bahan ransum alternatif yang tersedia secara

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang

SNTMUT ISBN:

I. PENDAHULUAN. peternakan, karena lebih dari separuh biaya produksi digunakan untuk memenuhi

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi

I. PENDAHULUAN. Kelangkaan sumber bahan bakar merupakan masalah yang sering melanda

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Adelia Zelika ( ) Lulu Mahmuda ( )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pendek, yaitu pada umur 4-5 minggu berat badannya dapat mencapai 1,2-1,9 kg

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH WAKTU FERMENTASI DAN PENAMBAHAN AKTIVATOR BMF BIOFAD TERHADAP KUALITAS PUPUK ORGANIK

BAB I PENDAHULUAN. Pusat Statistik pada tahun 2011 produksi tanaman singkong di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dibudidayakan di air tawar dan disukai oleh masyarakat karena rasanya yang

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Pasar tradisional merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli serta

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara agraris, sebagian besar mata

BAB II LANDASAN TEORI

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah kota pada umumnya didominasi oleh sampah organik ± 70% sebagai

LAPORAN TUGAS AKHIR PEMANFAATAN LIMBAH PERTANIAN (JERAMI) DAN KOTORAN SAPI MENJADI BIOGAS

Pengemasan dan Pemasaran Pupuk Organik Cair

I. PENDAHULUAN. sangat besar untuk memenuhi kebutuhan daging di tingkat nasional. Kenyataan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan

BAB II LANDASAN TEORI

II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. perantara jamu gendong (Muslimin dkk., 2009).

PENDAHULUAN. masyarakat terhadap pentingnya protein hewani, maka permintaan masyarakat

Modifikasi Biogester Tipe Vertikal Menggunakan Pengaduk dengan Teknik Pengelasan

BAB I PENDAHULUAN. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik -1- Universitas Diponegoro

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam negeri sehingga untuk menutupinya pemerintah mengimpor BBM

Produksi gasbio menggunakan Limbah Sayuran

KAJIAN KEPUSTAKAAN. diduga tidak memiliki atau sedikit sekali nilai ekonominya (Merkel, 1981). Limbah

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN. jerami padi dan feses sapi perah dengan berbagai tingkat nisbah C/N disajikan pada

PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang sangat besar. Hal ini dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk yang

I. PENDAHULUAN. anorganik terus meningkat. Akibat jangka panjang dari pemakaian pupuk

PEMBUATAN BIOGAS dari LIMBAH PETERNAKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tanduknya mengarah ke depan (Rahman, 2007). Sapi FH memiliki produksi susu

HASIL DAN PEMBAHASAN

tepat untuk mengganti pakan alami dengan pakan buatan setelah larva berumur 15 hari. Penggunaan pakan alami yang terlalu lama dalam usaha pembenihan

SKRIPSI PENGARUH PENAMBAHAN CAIRAN RUMEN TERHADAP PRODUKSI GAS BIO DARI FESES SAPI. Disusun oleh : Noviyanto NPM :

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sapi merupakan hewan ternak yang umum dipelihara dan digunakan sebagai salah satu matapencaharian masyarakat pedesaan. Sapi biasanya diperlihara untuk diambil tenaga, daging, dan susunya. Selain itu, sapi juga mengeluarkan hasil samping berupa kotoran padat (feses) dan kotoran cair (urin) dari alat pencernaan tubuh. Umumnya setiap kilogram susu yang dihasilkan sapi perah menghasilkan 2 kg feses dan setiap kg daging sapi menghasilkan 25 kg feses (Sihombing, 2000). Pada masyarakat pedesaan feses sapi biasanya dimanfaatkan untuk pembuatan pupuk kandang, tetapi tidak jarang juga feses hewan dibuang begitu saja ke sungai oleh peternak. Dengan demikian feses sapi berpotensi menimbulkan masalah pencemaran dan kesehatan lingkungan (Firdaus, 2006). Feses ternak merupakan sumber penyakit dan parasit karena masih mengandung nutrisi atau zat padat yang potensial untuk mendorong kehidupan jasad renik yang dapat menimbulkan pencemaran. Suatu studi mengenai pencemaran air oleh limbah peternakan melaporkan bahwa total sapi dengan berat badan 5000 kg selama satu hari, produksi fases dan urin dapat mencemari 9,084 x 10 7 m 3 air. Kehadiran limbah ternak dalam keadaan keringpun dapat menimbulkan pencemaran yaitu dengan menimbulkan debu (Nurtjahya et al., 2003). Disisi lain, feses sapi dapat dimanfaatkan untuk bahan baku pembuatan pupuk kandang, pakan ikan, dan sumber energi alternatif. Energi yang dihasilkan 1

2 dari feses sapi ini disebut gas bio yang ramah lingkungan, murah, mudah diperoleh dan dapat diperbaharui (Hambali et al., 2007). Gas bio merupakan hasil dari proses perombakan bahan-bahan organik, feses ternak dan sampah oleh aktivitas mikrobia dalam kondisi anaerob. Komposisi gas bio berupa 60 70% metana dan 30 40% karbon dioksida, dan gas lain seperti karbon monoksida, hidrogen, nitrogen, oksigen, dan hidrogen sulfida (Meynell, 1976; Hambali et al., 2007). Komposisi gas bio yang didominasi oleh gas metana inilah yang membuat gas bio disebut sebagai sumber energi alternatif, karena dapat digunakan untuk memasak, penerangan, dan menggerakkan generator listrik (Hambali et al., 2007). Produksi gas metana dengan memanfaatkan bahan organik maupun tumbuhan bukan merupakan proses yang baru. Alexander Volta di abad 18 menemukan gas metana yang dihasilkan dari rawa. Ide dan percobaan mengenai bagaimana proses itu dapat digunakan telah berjalan selama 100 tahun ke belakang. Secara prinsip pembuatan gas bio sangat sederhana, yaitu dengan cara memasukkan bahan organik ke dalam unit pencerna (digester) kemudian ditutup rapat selama waktu tertentu (Meynell, 1976). Menurut Hadi (1980), pembentukan gas metana tergantung pada keberlangsungan hidup mikrobia penghasil metana (metanogen bacteria) di dalam digester. Efektifitas dekomposisi bahan organik menjadi metana membutuhkan aktifitas metabolik yang terkoordinasi dari populasi mikrobia yang berbeda-beda. Hasil pencernaan hewan ruminansia juga menghasilkan gas metana. Hewanhewan ini memecah selulosa yang terkandung dalam rumput menjadi molekul yang dapat diserap oleh rumen dengan bantuan mikrobia anaerob. Dalam rumen

3 terdapat keanekaragam mikrobia yang lebih tinggi dibandingkan yang terdapat pada feses karena kandungan makronutrien dan mikronutrien yang terdapat dalam rumen lebih banyak dibanding yang terdapat di dalam feses (Amaru, 2004). Jumlah populasi mikrobia pada feses mencapai sepersepuluh jumlah bakteri di dalam cairan rumen (Todar, 1998 dalam Afdal, 2008). Selama ini untuk menciptakan kondisi seperti itu dilakukan penambahan starter buatan seperti EM 4 (Effective Microorganism) dan Starbio. Pada umumnya penambahan starter pada proses fermentasi bertujuan untuk mempercepat proses fermentasi sehingga produk fermentasi yang dihasilkan dapat maksimal. Hasil yang didapat dari penambahan EM 4 dan Starbio dapat meningkatkan produksi gas bio hingga 2,5 %. Padahal starter buatan seperti EM 4 dan Starbio merupakan mikrobia yang berasal dari rumen (Anonim, 2007c). Berdasarkan tempatnya yang terdapat pada organ pencernaan hewan ruminansia, mikrobia ini disebut sebagai mikrobia rumen. Penggolongan mikrobia rumen berdasarkan substrat yang didegradasi di dalam rumen dapat digolongkan menjadi mikrobia selulolitik, hemiselulolitik, amilolitik, proteolitik, lipolitik dan metanogenik (Arora, 1989). Kelompok mikrobia rumen yang dapat memproduksi gas metana adalah mikrobia metanogenik. Dalam rumen, mikrobia penghasil metana tidak dapat memproduksi metana sendiri tetapi membutuhkan simbiosis dengan mikrobia lain (Sari, 2006). Menurut Hambali et al. (2007), dalam pembuatan gas bio terdapat dua macam mikrobia yang umum digunakan, yaitu mikrobia pembentuk asam dan mikrobia pembentuk metana. Mikrobia pembentuk asam akan mendegradasi bahan-bahan organik menjadi asam-asam lemak dan

4 selanjutnya asam-asam lemak tersebut didegradasi menjadi metana oleh mikrobia pembentuk metana. Dalam feses sapi juga terdapat mikrobia yang sama seperti yang terdapat dalam rumen. Mikrobia ini adalah mikrobia rumen yang memiliki kemampuan berbeda dalam mempertahankan diri untuk dapat melewati lambung terakhir (abomasum) dan usus kecil ke usus besar, hingga akhirnya dapat berada pada feses. Hal ini menandakan bahwa tidak semua mikrobia rumen akan melewati saluran pencernaan belakang (Van Soest, 1994). Aktivitas mikrobia dalam feses lebih rendah dibandingkan dalam cairan rumen karena terkait dengan mikromineral dan mikronutriennya. Oleh karena itu banyaknya jumlah mikrobia pada feses dan degradasi substrat di dalam kultur berpengaruh terhadap produksi gas (Omed et al., 2000). Penambahan mikrobia rumen yang terdapat dalam cairan rumen pada feses yang dimasukkan ke dalam digester dimaksudkan untuk menambah keanakaragaman mikrobia yang berperan dalam pembentukan gas bio. Walaupun begitu, pembentukan gas bio tidak dapat meningkat begitu saja. Menurut Sutariningsih dan Sri Yuni (1989), keberlangsungan hidup mikrobia yang berperan dalam pembentukan gas bio dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien yang ada di dalam substrat. Menurut Suriawiria dan Sastramihardja (1979), mikrobia rumen memanfaatkan substrat karbohidrat, lipida, protein dan material anorganik dalam menghasilkan gas metana, walaupun ada sebagian mikrobia rumen yang memproduksi gas metana secara langung melalui fermentasi asam laktat.

5 Penelitian ini akan mengkaji berbagai variasi penambahan cairan rumen ke dalam feses sapi pada pembuatan gas bio yaitu 0; 2,5; 5; dan 7,5 % dari substrat yang digunakan. Menurut Prescott et al. (2005), jumlah mikrobia rumen dalam setiap mililiter terdapat 10 12 sel mikrobia. Mirobia rumen terdiri dari bakteri, protozoa, dan fungi yang tumbuh secara anaerob. Menurut Crueger dan Crueger (1984), jumlah inokulum yang diberikan sebagai kultur awal (starter) sekitar 1 10 %. Variasi penambahan cairan rumen ke dalam feses sapi perlu dikaji karena produksi gas metana pada pembuatan gas bio berpengaruh terhadap jumlah mikrobia. Penelitian terkait mengenai penambahan cairan rumen dalam pembuatan gas bio belum pernah dilakukan. Penelitian mengenai pemanfaatan cairan rumen banyak dilakukan di bidang peternakan terkait masalah pencernaan dan metabolisme, oleh kerena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh penambahan cairan rumen terhadap peningkatan produksi gas bio. Selain itu, penelitian ini juga berdasarkan kenyataan bahwa potensi cairan rumen yang belum dimanfaatkan secara efisien sebagai sumber keanakeragaman mikrobia bagi produksi gas bio. B. Perumusan Masalah Apakah penambahan mikrobia rumen berupa cairan rumen sapi pada feses sapi akan meningkatkan produksi gas bio? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh penambahan mikrobia rumen berupa cairan rumen sapi pada feses sapi terhadap peningkatan produksi gas bio.

6 D. Manfaat Penelitian Penelitiaan ini bermanfaat untuk memberikan informasi ilmiah kepada masyarakat mengenai manfaat feses hewan sapi pada umumnya dan cairan rumen sebagai substrat tambahan pada khususnya dalam memproduksi energi alternatif yang ramah lingkungan.