I. PENDAHULUAN A. Urgensi Rencana Makro Pemantapan Kawasan Hutan.

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 32/Menhut-II/2013 TENTANG

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P.36/MENHUT-II/2013 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.42/Menhut-II/2010 TENTANG SISTEM PERENCANAAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 1/MENHUT-II/2012 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT PROVINSI

Penataan Ruang dalam Rangka Mengoptimalkan Pemanfaatan Ruang di Kawasan Hutan

disampaikan oleh: Direktur Perencanaan Kawasan Kehutanan Kementerian Kehutanan Jakarta, 29 Juli 2011

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.49/Menhut-II/2011 TENTANG RENCANA KEHUTANAN TINGKAT NASIONAL (RKTN) TAHUN

Oleh : Ketua Tim GNPSDA. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Pontianak, 9 September 2015

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN. Oleh : Direktur Jenderal Planologi Kehutanan

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN

RENCANA KEHUTANAN TINGKAT NASIONAL (RKTN)

PERANAN BALAI PEMANTAPAN KAWASAN HUTAN DALAM PEMBANGUNAN PLANOLOGI KEHUTANAN KATA PENGANTAR

Disampaikan oleh: DIREKTUR PERENCANAAN KAWASAN HUTAN DALAM SEMINAR PEMBANGUNAN KEHUTANAN BERKELANJUTAN DALAM PERSPEKTIF TATA RUANG

MENTEIU KRIIUTANAN REPUJJLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.10/Menhut-II/2010 TENTANG MEKANISME DAN TATA CARA AUDIT KAWASAN HUTAN

tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun , implementasi kebijakan prioritas pembangunan yang

I. PENDAHULUAN. hutan dan hasil hutan dengan tujuan untuk memperoleh manfaat sebesar-besarnya

REKALKUKASI SUMBER DAYA HUTAN INDONESIA TAHUN 2003

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Dekonsentrasi. Pemerintah. Provinsi.

PEMBANGUNAN DAN PENGELOLAAN KPH

Eksekutif DATA STRATEGIS KEHUTANAN

RUMUSAN LOKAKARYA NASIONAL PENYUSUNAN MASTER PLAN REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN BOGOR, TANGGAL DESEMBER 2002

Oleh : Direktur Jenderal Planologi Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Seminar dengan tema Penentuan Kebutuhan Hutan Tetap Lestari untuk Mendukung Pencapaian SDGs

BAB I PENDAHULUAN. sektor sosial budaya dan lingkungan. Salah satu sektor lingkungan yang terkait

BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA

KAWASAN PESISIR KAWASAN DARATAN. KAB. ROKAN HILIR 30 Pulau, 16 KEC, 183 KEL, Pddk, ,93 Ha

2014, No menetapkan Peraturan Menteri Kehutanan tentang Tata Cara Penetapan Peta Indikatif Arahan Pemanfaatan Kawasan Hutan Produksi Yang Tidak

KONDISI TUTUPAN HUTAN PADA KAWASAN HUTAN EKOREGION KALIMANTAN

Penggunaan Kawasan Hutan untuk Pembangunan Sektor Non Kehutanan Oleh : Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian LHK

DATA DAN INFORMASI KEHUTANAN

PENATAAN KORIDOR RIMBA

Deregulasi Perizinan di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Rekapitulasi Luas Penutupan Lahan Di Dalam Dan Di Luar Kawasan Hutan Per Provinsi Tahun 2014 (ribu ha)

PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 50/Menhut-II/2009 TENTANG PENEGASAN STATUS DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

Harmonisasi Kebijakan dan Peraturan Perundangan

Kondisi Hutan (Deforestasi) di Indonesia dan Peran KPH dalam penurunan emisi dari perubahan lahan hutan

REVIEW RENCANA KERJA BADAN PLANOLOGI KEHUTANAN TAHUN 2008

DISAMPAIKAN OLEH Ir. BEN POLO MAING (Kepala Dinas Kehutanan Provinsi NTT)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DEPARTEMEN KEHUTANAN November, 2009

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

peningkatan kesejahteraan masyarakat khususnya disekitar hutan dan juga penciptaan model pelestarian hutan yang efektif.

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 28/Menhut-II/2006

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR IX/MPR/2001 TAHUN 2001 TENTANG PEMBARUAN AGRARIA DAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 36/Menhut-II/2010 TENTANG

REPETA DEPARTEMEN KEHUTANAN TAHUN 2004

BAB I. PENDAHULUAN. 1 P a g e

Percepatan Penetapan Kawasan Hutan Secara Definitif dengan Skema Klaim-Verifikasi

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.46/Menhut-II/2013 TENTANG

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.9/Menhut-II/2011P. /Menhut-II/2009 TENTANG

USULAN STRUKTUR KELEMBAGAAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

REVITALISASI KEHUTANAN

EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013

PROGRAM/KEGIATAN DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN DIY KHUSUS URUSAN KEHUTANAN TAHUN 2016

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2012 TENTANG

NERACA SUMBER DAYA HUTAN NASIONAL TAHUN 2013

Monitoring Implementasi Renaksi GN-SDA oleh CSO. Korsup Monev GN-SDA Jabar Jateng DIY Jatim Semarang, 20 Mei 2015

Analisis Kebijakan Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Penyelenggaraan. Sistem Informasi.

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

P E N D A H U L U A N

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN DAN TATA LINGKUNGAN

DATA DAN INFORMASI DITJEN PLANOLOGI KEHUTANAN TAHUN 2013

LUAS KAWASAN (ha)

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. /Menhut-II/2014 TENTANG

KELOLA KAWASAN AREAL PERHUTANAN SOSIAL Oleh : Edi Priyatno

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.62/Menhut-II/2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR

PENATAAN RUANG DALAM PERSPEKTIF PERTANAHAN

KESIMPULAN DAN SARAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Hutan Produksi. Pelepasan.

PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS KOORDINASI KEGIATAN PENGEMBANGAN TANAMAN TAHUNAN TAHUN 2015 (REVISI)

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR IX/MPR/2001 TENTANG PEMBARUAN AGRARIA DAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM

ARAHAN DIRJEN PLANOLOGI KEHUTANAN PADA ACARA GELAR IPTEK HASIL LITBANG UNTUK MENDUKUNG KPH Bogor, 12 Mei 2014

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Berangkat dari permasalahan di atas, dalam melakukan pembangunan infrastruktur ataupun

MISKINYA RAKYAT KAYANYA HUTAN

VISI ACEH YANG BERMARTABAT, SEJAHTERA, BERKEADILAN, DAN MANDIRI BERLANDASKAN UNDANG-UNDANG PEMERINTAHAN ACEH SEBAGAI WUJUD MoU HELSINKI MISI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

1 TAHUN PELAKSANAAN INPRES 10/2011: Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola pada Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut

KEBIJAKAN PELEPASAN KAWASAN HUTAN PRODUKSI YANG DAPAT DIKONVERSI UNTUK PEMBANGUNAN DILUAR KEGIATAN KEHUTANAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.7/Menhut-II/2010P. /Menhut-II/2009 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERAN STRATEGIS KPH. Oleh : M.Rizon, S.Hut, M.Si (KPHP Model Mukomuko) Presentasi Pada BAPPEDA Mukomuko September 2014

1. UMUM. Statistik BPKH Wilayah VIII Tahun

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014

K E T E T A P A N MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR : IX/MPR/2001 TENTANG PEMBARUAN AGRARIA DAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM

EVALUASI DAN CAPAIAN ATAS KOORDINASI DAN SUPERVISI SEKTOR KEHUTANAN DAN REFORMASI KEBIJAKAN

Transkripsi:

7 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P. 32/Menhut-II/2013 TENTANG RENCANA MAKRO PEMANTAPAN KAWASAN HUTAN I. PENDAHULUAN A. Urgensi Rencana Makro Pemantapan Kawasan Hutan. Hutan merupakan sumber daya alam yang penting di Indonesia yang memerankan fungsi strategis dalam kehidupan masyarakat dan lingkungan, sehingga wajib diurus dan dikelola secara berkesinambungan bagi sebesarbesarnya kesejahteraan masyarakat. Hal ini sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004, yang mana pada dasarnya prinsip dan jiwa penyelenggaraan kehutanan ini selaras dengan amanat Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945. Seluruh kawasan hutan pada dasarnya dikuasai oleh Negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, dan Pemerintah mendapatkan wewenang untuk mengatur dan mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan, menetapkan kawasan hutan dan atau mengubah status dan fungsi kawasan hutan, serta mengatur perbuatan hukum mengenai kehutanan dengan tetap memperhatikan hak-hak masyarakat hukum adat sepanjang kenyataannya masih ada dan diakui keberadaannya serta tidak bertentangan dengan kepentingan nasional. Dalam rangka mempertahankan kecukupan luas dan penutupan hutan pada setiap daerah aliran sungai (DAS) dan pulau guna memperoleh manfaat lingkungan, ekonomi dan sosial, Pemerintah menetapkan kawasan hutan untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. Atas dasar tersebut, penyelenggaraan pengelolaan kawasan hutan didasarkan atas sumberdaya dan potensinya, kepastian status/fungsi dan luasan kawasan hutan, penatagunaan kawasan hutan dan pengendalian pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan serta pembentukan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) diseluruh kawasan hutan. Permasalahan-permasalahan dalam pengelolaan kawasan hutan yang dihadapi sampai sejauh ini sekaligus menghambat terwujudnya kemantapan kawasan hutan dalam menjamin pengelolaan hutan lestari adalah meningkatnya kebutuhan ruang dan konflik tenurial dalam kawasan hutan berbagai sektor yang berbasis sumberdaya lahan. Faktor-faktor pemicunya antara lain pertumbuhan penduduk/kepadatan agraris, konflik kepentingan ruang, pemekaran wilayah serta konflik kewenangan, kemiskinan, kepastian dan penegakan hukum yang berkeadilan serta dinamika pembangunan sektor-sektor di luar kehutanan. Kondisi ini sebagaimana tercermin dari usulan pemerintah daerah dalam review tata ruang provinsi dimana hampir setiap provinsi

8 mengusulkan adanya perubahan status/fungsi kawasan hutan menjadi areal penggunaan lain. Berdasarkan hal-hal dimaksud dalam rangka perencanaan penyelengaraan kehutanan telah ditetapkan Rencana Kehutanan Tingkat Nasional (RKTN) tahun 2011-2030 sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.49/Menhut-II/2011. Sedangkan untuk mendukung RKTN dan menyelesaikan permasalahan kawasan hutan dalam pemantapan kawasan hutan diperlukan Rencana Makro Pemantapan Kawasan Hutan (RMPKH) sebagaimana yang telah diamanatkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.42/Menhut-II/2010 tentang Sistem Perencanaan Kehutanan. RMPKH ini memuat target, arahan kebijakan dan strategi dalam mewujudkan pemantapan kawasan hutan. B. Tata Hubungan Kerja Perencanaan Kehutanan. Dalam Sistem Perencanaan Kehutanan (SISPERHUT) dinyatakan bahwa RMPKH merupakan salah satu dari Rencana Makro Penyelenggaraan Kehutanan yang disusun sebagai penjabaran dari RKTN, yang nantinya menjadi arahan bagi penyusunan rencana kehutanan di bawahnya (RKTP, RKTK, dan RKPH) bidang Pemantapan Kawasan Hutan (Gambar 1). Gambar 1. Posisi Rencana Makro Pemantapan Kawasan Hutan dalam Sistem Perencanaan Kehutanan sesuai Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.42/Menhut-II/2010. C. Ruang Lingkup. 1. Penjabaran sasaran-sasaran strategis kemantapan kawasan hutan dalam RKTN 2011-2030; 2. Memuat target, arah kebijakan dan strategi dalam mewujudkan kawasan hutan yang mantap; 3. Jangka waktu selama 20 Tahun (2013-2032); 4. Basis analisis berupa kawasan hutan sebagaimana dalam RKTN 2011-2030.

9 D. Alur Pikir dan Substansi Rencana Makro Pemantapan Kawasan Hutan. Gambar 2. Alur Pikir dan Substansi Rencana Makro Pemantapan Kawasan Hutan E. Asumsi. 1. Penyelesaian masalah kawasan hutan tetap menjadi prioritas Pemerintah dalam 20 tahun mendatang; 2. Komitmen yang kuat para pemangku kepentingan dalam mengimplementasikan dan mewujudkannya; 3. Kondisi lingkungan strategis (faktor eksternal) tidak mengalami perubahan yang signifikan dan tetap terkendali. F. Definisi, Prinsip dan Kriteria Kemantapan Kawasan Hutan. Kawasan hutan (Negara) yang mantap adalah wilayah tertentu yang telah ditetapkan peruntukan dan fungsinya oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaanya sebagai hutan tetap (legal dan legitimate) serta terkelola dengan jaminan dan perlindungan hak bagi seluruh pemangku kepentingan. Prinsip dan kriteria kemantapan kawasan hutan yang didasarkan unsurunsur utama untuk tercapainya kemantapan kawasan hutan, yaitu: 1. Legalitas dan legitimasi kawasan hutan, dengan kriteria sebagai berikut: a. kawasan hutan dikukuhkan melalui proses yang legal dan partisipatif, untuk menjamin kepastian status dan fungsi serta bebas kepemilikan pihak ketiga; b. memiliki luasan yang cukup dan sebaran hutan tetap yang proporsional pada DAS/Pulau. 2. Jaminan hak dan perlindungan bagi seluruh pemangku kepentingan dan masyarakat, dengan kriteria sebagai berikut :

10 a. arah pemanfaatan dan penggunaan ruang kawasan hutan sesuai fungsi pokok dan kelayakannya; b. kepastian ruang kelola sesuai dengan fungsi pokok dan arahan pemanfaatannya untuk memelihara keutuhan kawasan hutan; c. perlindungan hukum dan pelayanan publik dalam penyelesaian konflik kawasan hutan. 3. Pengelolaan kawasan hutan, dengan kriteria sebagai berikut : a. ada pengelola kawasan hutan sampai tingkat tapak, yang memiliki kepastian wilayah pengelolaan, organisasi dan kecukupan sumberdaya manusia serta sarana prasarana pengelolaan; b. pengamanan dan perlindungan kawasan hutan, guna menjaga dan memelihara batas dan kawasan hutan. c. data dan informasi sumberdaya hutan dan sistem sosialnya tersedia secara lengkap, terkini, dan terpercaya; d. tertib administrasi pemanfaatan, penggunaan kawasan, dan perubahan peruntukan kawasan hutan. II. Kondisi Kemantapan Kawasan Hutan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004, menetapkan bahwa kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. Pemerintah menetapkan dan mempertahankan kecukupan luas kawasan hutan dan penutupan hutan untuk setiap DAS dan atau pulau guna optimalisasi manfaat lingkungan, manfaat sosial, dan manfaat ekonomi masyarakat setempat, melalui penyelenggaraan perencanaan kawasan hutan. Perencanan kawasan hutan dilakukan melalui : 1. Inventarisasi hutan untuk mengetahui dan memperoleh data dan informasi tentang sumber daya, potensi kekayaan alam hutan, serta lingkungannya secara lengkap. 2. Pengukuhan kawasan hutan untuk memberikan kepastian hukum mengenai status, fungsi, letak, batas dan luas kawasan hutan. 3. Penatagunaan kawasan hutan, untuk menetapkan fungsi pokok, pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan yang optimal secara ekonomi, sosial dan lingkungan. 4. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan tingkat unit pengelolaan untuk mewujudkan pengelolaan hutan yang efisien dan lestari dengan mempertimbangkan karakteristik lahan, tipe hutan, fungsi hutan, kondisi daerah aliran sungai, sosial budaya, ekonomi, kelembagaan masyarakat setempat termasuk masyarakat hukum adat dan batas administrasi pemerintahan.

11 5. Penyusunan rencana kehutanan untuk menetapkan arah pengurusan dan pengelolaan hutan menurut jangka waktu dan skala geografis. A. Sejarah Kawasan Hutan. Pengukuhan kawasan hutan pada dasarnya telah dimulai sejak jaman penjajahan Belanda dan telah mengalami beberapa proses penyempurnaan sejalan dengan berkembangnya dan perubahan pola ruang Nasional dan Daerah. Pemaduserasian terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP), diawali dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, seluruh kawasan hutan dilakukan paduserasi antara TGHK dengan peta RTRWP. Pemaduserasian ini dalam upaya menetapkan kawasan hutan serta perubahan peruntukkan kawasan hutan untuk mendukung proses pembangunan yang harus berjalan untuk sektor-sektor lain di luar kehutanan. Dengan demikian pengukuhan status kawasan hutan berupa register kawasan hutan, hasil Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) atau penunjukan kawasan hutan, penataan batas serta penetapan kawasan hutan merupakan ketetapan hukum kawasan hutan bagi seluruh pemangku kepentingan dan masyarakat. Berikut adalah proses sejarah kawasan hutan dimaksud : 1. Pada era sampai dengan 1980-an penunjukan kawasan hutan didasarkan atas penunjukan/penetapan parsial menjadi register-register kawasan hutan. 2. Pada era 1980-an dilakukan penunjukkan/penetapan atas kesepakatan semua pihak berupa Peta Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK). 3. Pada era 1990-an, setelah diberlakukannya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, penunjukan kawasan hutan dilakukan berdasarkan paduserasi antara Peta TGHK dengan Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP). 4. Terakhir penunjukkan kawasan hutan dilakukan melalui pengintegrasian dengan review RTRWP sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Gambar 3). Gambar 3. Sejarah Kawasan Hutan Indonesia

12 Berikut disajikan perkembangan luas kawasan hutan dari sejak era TGHK yang telah mengakomodir kebutuhan sektor lain non-kehutanan dan penyelesaian hak-hak pihak ketiga dalam kawasan hutan. Tabel 1. Data Perubahan Luas Kawasan Hutan Sejak Era TGHK Sampai Sekarang FUNGSI KAWASAN HUTAN TGHK (1980- an) PENUNJUKAN HASIL PADUSERASI (1999-2000) RKTN 2011-2030 KSA/KPA 19.23 22.43 26.82 HL 29.33 31.60 27.67 HPT 29.44 22.50 19.68 HP 32.99 36.65 38.17 Hutan Tetap 110.99 113.19 112.34 HPK 36.04 22.79 18.34 JUMLAH 147.03 135.98 130.68 B. Kondisi Kawasan Hutan. Berdasarkan peta kawasan hutan yang dimutakhirkan atas perkembangan pengukuhan kawasan dan hasil revisi tata ruang provinsi sampai dengan April 2011, kawasan hutan dan perairan seluruh Indonesia seluas 130,68 juta ha (68,4% dari luas daratan). Menurut fungsinya, kawasan hutan tersebut terdiri dari hutan konservasi (HK) 26,82 juta ha, hutan lindung (HL) 28,86 juta ha, hutan produksi (HP) 32,60 juta ha, hutan produksi terbatas (HPT) 24,46 juta ha, dan hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK) 17,94 juta ha (Gambar 4). Gambar 4. Peta Kawasan Hutan Indonesia.

13 Kondisi penutupan hutan berdasarkan data hasil penafsiran citra satelit tahun 2009 diketahui bahwa 68,6% kawasan hutan atau seluas 89,64 juta ha dalam kondisi berhutan (41,26 juta ha hutan primer, 45,55 juta ha hutan sekunder, 2,82 juta ha hutan tanaman), sedangkan 41,04 juta ha atau 31,4% dalam kondisi tidak berhutan (Gambar 5). Gambar 5.Kondisi Tutupan Hutan Indonesia Berdasarkan Citra Satelit Tahun 2009. C. Pengukuhan Kawasan Hutan. Kondisi pengukuhan kawasan hutan yang telah dilaksanakan sampai saat ini: 1. Kawasan hutan yang telah ditetapkan sampai tahun 2012 melalui Keputusan Menteri Kehutanan seluas 21,07 juta hektar atau sekitar 16,3%, namun kawasan yang telah ditata batas dalam rangka penyelesaian pihak ketiga sepanjang 219.206 Km dari total panjang batas 282.323 Km; 2. Kawasan hutan yang telah dilepaskan untuk penyediaan ruang sektor non kehutanan seluas 7,6 juta ha, berasal dari HPK dan Tukar Menukar Kawasan Hutan (TMKH); 3. Pengakuan terhadap kawasan hutan dan penyelesaian hak-hak pihak ketiga masih rendah; 4. Konflik/klaim kepemilikan pihak ketiga atas kawasan hutan masih tinggi. D. Pemanfaatan dan Penggunaan Kawasan Hutan. 1. Pemanfataan hutan diluar kawasan konservasi telah mencapai 35 juta Ha; 2. Sebagian besar kawasan konservasi telah dikelola, namun izin pemanfaatan di dalam hutan konservasi sebanyak 25 izin seluas 2.666 Ha; 3. Penggunaan Kawasan hutan untuk sektor non kehutanan seluas 274.000 Ha;

14 4. Konflik pemanfaatan kawasan hutan masih tinggi; a. izin pemanfaatan hasil hutan yang berada di HPK seluas 3,48 juta Ha; b. izin pemanfaatan hasil hutan tanaman yang berada di HPT seluas 2,28 juta Ha. E. Keamanan Kawasan Hutan. 1. Kawasan hutan belum seluruhnya clear and clean antara lain: batasbatas kawasan hutan belum jelas dan adanya konflik kawasan; 2. Pemeliharaan/ pengamanan kawasan hutan masih rendah; 3. Partisipasi masyarakat dalam pengamanan kawasan hutan masih rendah; 4. Proses penegakan hukum terkait kawasan hutan belum sepenuhnya tuntas memberikan kepastian hukum. F. Kelembagaan Pengelolaan Kawasan Hutan. 1. Kawasan hutan belum seluruhnya dikelola sampai tingkat tapak; 2. Peraturan-perundangan yang ada belum lengkap dan operasional; 3. Basis data dan sistem informasi kawasan hutan belum terintegrasi; 4. Sumberdaya Manusia (SDM) pengelola kawasan hutan masih terbatas; 5. Hubungan antar penyelenggara kehutanan belum optimal. III. Kondisi yang Diinginkan 1. Luas dan status kawasan hutan yang harus dipertahankan 20 tahun ke depan seluas 112,34 juta ha dan bebas konflik tenurial jangka panjang; 2. Luas kawasan HK akan tetap dipertahankan/dijaga keberadaannya dan permasalahan hak-hak pihak ketiga serta konflik jangka panjang dapat terselesaikan; 3. Luas kawasan HL dan HP dipertahankan dan dimanfaatkan dengan perubahan peruntukan/fungsi yang diperkenankan tidak lebih dari 20 % dan tidak ada tumpang tindih areal pemanfaatan atau pengunaan kawasan hutan; 4. Perubahan peruntukkan kawasan hutan untuk kegiatan non kehutanan sampai tahun 2030 maksimal tidak lebih dari seluas 18,34 juta ha, dalam rangka penyelesaian konflik lahan dan pemenuhan kepentingan sektor non kehutanan/pemda dan masyarakat terkendali; 5. Seluruh kawasan hutan dikelola oleh KPH untuk menjamin pengelolaan secara lestari;

15 6. Seluruh kawasan hutan dimanfaatkan sesuai fungsi pokok, arahan pemanfaatan dan kelayakannya guna menjamin sebesar besarnya manfaat ekonomi, sosial budaya dan lingkungan; 7. Perubahan peruntukan dan penggunaan kawasan hutan terkendali dan sinergis dengan pembangunan di luar sektor kehutanan. IV. Situasi Permasalahan Kemantapan Kawasan Hutan A. Eksternal. 1. Semakin tingginya kebutuhan sektor lain dan masyarakat atas lahan termasuk kawasan hutan. 2. Tumpang tindihnya potensi sumberdaya alam berbagai sektor. 3. Pemekaran wilayah Provinsi/Kabupaten/Kota. 4. Belum terkoordinasinya pemanfaatan dan penggunaan ruang/lahan antar sektor. 5. Belum selarasnya peraturan perundangan di bidang ruang/lahan. 6. Belum mantapnya penyelenggaraan desentralisasi bidang kehutanan. 7. Beragamnya persepsi terhadap hutan dan kawasan hutan. 8. Masyarakat belum seluruhnya merasakan manfaat kawasan hutan. 9. Penyelesaian legalitas kepemilikan hak masyarakat dalam kawasan hutanbelum sepenuhnya terselesaikan. B. Internal. 1. Belum optimalnya sistem pengukuhan kawasan hutan. 2. Belum terbangunnya sistem penyelesaian konflik tenurial kawasan hutan (pemanfaatan, penggunaan dan hutan adat) dan permasalahan hutan lainnya. 3. Belum terintegrasinya sistem penyediaan data/informasi sumberdaya hutan termasuk sistem sosialnya (kayu, hasil hutan bukan kayu, jasa lingkungan, data sosek masyarakat, konflik sosial kawasan hutan). 4. Belum terbangunnya koordinasi, integrasi, sinergitas dan sinkronisasi (KISS) arah/rencana pemanfaatan dan penggunaan ruang kawasan hutan pada berbagai tingkat penyelenggara kehutanan. 5. Belum optimalnya sistem pengawasan/pengendalian dan administrasi pengelolaan kawasan hutan. C. Isu Strategis Pemantapan Kawasan Hutan. Berdasarkan permasalahan eksternal dan internal terdapat 3(tiga) isu strategis dalam pemantapan kawasan hutan guna terwujudnya kawasan hutan yang legal dan legitimate serta terjaminnya hak dan perlindungan bagi seluruh pemangku kepentingan dan masyarakat (Gambar 6.):

16 1. Penertiban dan penegakan hukum atas kawasan hutan. 2. Penyelesaian konflik kawasan hutan. 3. Perbaikan tata kelola kawasan hutan. A. PENERTIBAN PENEGAKAN HUKUM B. PENYELESAI- AN KONFLIK KAWASAN HUTAN Legal,Legitimate, Terkelola, Jaminan hak dan perlindungan C. PERBAIKAN TATA KELOLA KAWASAN Gambar 6. Isu Strategis Kemantapan Kawasan Hutan. V. Rencana Makro Pemantapan Kawasan Hutan A. Prinsip Pelaksanaan Rencana Makro Pemantapan Kawasan Hutan. Dalam pelaksanaan RMPKH didasarkan pada prinsip-prinsip hukum dan keadilan, tata kelola, ekonomi dan hubungan kelembagaan: 1. Hukum dan keadilan: kepastian hukum; keragaman hukum dan kebudayaan; penghormatan hak asasi manusia; serta keadilan, termasuk keadilan gender; 2. Tata kelola: partisipasi; transparansi; dan akuntabilitas; 3. Ekonomi: kesetaraan; pemberdayaan; kesejahteraan; serta kelestarian hutan; 4. Hubungan kelembagaan: pelimpahan kewenangan dan desentralisasi; kerjasama para pihak; dan koordinasi antar sektor.

17 B. Kebijakan Umum Pemantapan Kawasan hutan. C. Strategi Pemantapan Kawasan Hutan dan Pentahapannya. Tabel 2. Matriks Kebijakan dan Strategi Umum Pemantapan Kawasan Hutan. Kebijakan Strategi 2013-2017 Milestone 2018-2022 2023-2027 2028-2032 Memperkuat sinergitas dan sinkronisasi peraturan. perencanaan ruang dan pengembangan wilayah. pengelolaan dan pemanfaatan kawasan hutan. Mengembangkan sistem pengendalian kawasan hutan secara optimal. Mengembangkan sistem penilaian kawasan hutan yang berkelanjutan. Memantapkan perencanaan kehutanan berbasis spasial Perencanaan ruang dan pengembangan wilayah pengelolaan dan pemanfaatan kawasan hutan Meningkatkan koordinasi dan integrasi KH dengan Tata Ruang Nasional/Daerah/kabupaten. Mengarusutamakan KPH sebagai pusat pelayanan pengelolaan kawasan hutan. Meningkatkan integrasi pemanfaatan Hutan dalam Wilayah KPH. Menyediakan jumlah SDM pengelola kawasan hutan yang cukup dan memadai. Meningkatkan kapasitas dan kapabilitas SDM pengelola kawasan hutan. Meningkatkan penerapan teknologi pengelolaan kawasan hutan. Menyediakan sarana dan prasarana pengelola kawasan hutan.

18 Kebijakan Strategi 2013-2017 Milestone 2018-2022 2023-2027 2028-2032 Memperkuat sinergitas dan sinkronisasi peraturan pengukuhan dan penyelesaian konflik tenurial kawasan hutan. Mempercepat penetapan kawasan hutan Menyelesaikan kepemilikan dan hak-hak pihak ketiga dalam kawasan hutan Menyelesaikan konflik-konflik kawasan hutan Pengukuhan dan Memperkuat sistem pengukuhan KH yang berkeadilan penyelesaian dan partisipatif konflik tenurial Memperkuat kerjasama dalam penertiban dan kawasan hutan penegakan hukum kawasan hutan. Mengintegrasikan wilayah hutan adat dan ruang kelola masyarakat dalam kawasan hutan. Meningkatkan kepastian hak hutan adat dan ruang kelola masyarakat adat dalam kawasan hutan. Mengembangkan pola dan kerjasama penyelesaian konflik dengan pihak lain. Mengendalikan luas, status dan fungsi kawasan hutan. Mengembangkan data dan informasi SDH serta sistem sosialnya yang cepat, akurat dan terpercaya/terkini. Inventarisasi dan Mengintegrasikan sistem data informasi SDH. pemantauan sumber daya Memperkuat sistem pemantauan sumberdaya hutan. hutan Memperkuat pemetaan geospasial yang cepat, akurat dan terintegrasi. Pengendalian/p enertiban ruang kawasan hutan Menertibkan izin-izin pemanfaatan atau penggunaan kawasan hutan. Menyelesaikan tumpang tindih penggunaan kawasan hutan. pemanfaatan KH atau Mengendalikan perubahan dan pemberian izin-izin pemanfaatan atau penggunaan kawasan hutan. Memperkuat sistem pengendalian dan audit kawasan hutan. Memperkuat sistim administrasi PNBP dari kawasan hutan. D. Prioritas Kebijakan Regional/Pulau. Tabel 3. Matriks Prioritas Kebijakan Regional/Pulau. Wilayah JAWA Kebijakan Regional/Pulau Pemantapan Kawasan Hutan a. menertibkan dan menegakan hukum kawasan hutan serta menyelesaikan konflik kawasan hutan khususnya konflik pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan termasuk penyelesaian lahan pengganti pelepasan/ tukar menukar kawasan hutan.

19 Wilayah Kebijakan Regional/Pulau Pemantapan Kawasan Hutan b. meningkatkan pengelolaan kawasan hutan. SUMATERA KALIMANTAN SULAWESI MALUKU a. menertibkan dan menegakan hukum kawasan hutan serta menyelesaikan konflik kawasan hutankhususnya konflik pemanfaatan atau penggunaan kawasan hutan. b. mengarusutamakan KPH sebagai pusat pelayanan pengelolaan kawasan hutan c. mengendalikan perubahan-perubahan kawasan hutan. a. meningkatkan kepastian status KH melalui percepatan penetapan kawasan hutan. b. menertibkan dan menegakan hukum kawasan hutan serta menyelesaikan konflik kawasan hutankhususnya konflik pemanfaatan atau penggunaan kawasan hutan dan sebagian permasalahan hukum adat. c. mengarusutamakan KPH sebagai pusat pelayanan pengelolaan kawasan hutanmengendalikan perubahan-perubahan kawasan hutan. a. meningkatkan kepastian status kawasan hutan melalui percepatan penetapan kawasan hutan. b. menertibkan dan menegakan hukum kawasan hutan serta menyelesaikan konflik kawasan hutan khususnya konflik pemanfaatan atau penggunaan kawasan hutan dan sebagian permasalahan hukum adat. c. mengarusutamakan KPH sebagai pusat pelayanan pengelolaan kawasan hutan. a. menertibkan dan menegakan hukum kawasan hutan serta menyelesaikan konflik kawasan hutankhususnya konflik pemanfaatan atau penggunaan kawasan hutan dan sebagian permasalahan hukum adat. b. mengarusutamakan KPH sebagai pusat pelayanan pengelolaan kawasan hutanmengendalikan kawasan hutanberbasis pulau. BALI DAN NUSA TENGGARA PAPUA a. menertibkan, penegakan hukum kawasan hutan serta menyelesaikan konflik kawasan hutankhususnya konflik pemanfaatan atau penggunaan kawasan hutan dan sebagian permasalahan hukum adat. b. mengarusutamakan KPH sebagai pusat pelayanan pengelolaan kawasan hutan. c. meningkatkan pengelolaan kawasan hutan. d. mengendalikan kawasan hutanberbasis pulau. a. meningkatkan kepastian status kawasan hutan melalui percepatan penetapan kawasan hutan. b. menertibkan dan menegakan hukum kawasan hutan serta menyelesaikan konflik kawasan hutan khususnya konflik pemanfaatan atau penggunaan kawasan hutan dan sebagian permasalahan hukum adat. c. meningkatkan pengakuan hak hutan adat dan ruang kelola masyarakat adat. d. mengarusutamakan KPH sebagai pusat pelayanan pengelolaan kawasan

20 Wilayah hutan. Kebijakan Regional/Pulau Pemantapan Kawasan Hutan E. Prioritas Kebijakan pada tiap Arahan Pemanfaatan. Tabel 4.Matriks Prioritas Kebijakan pada setiap Arahan Pemanfaatan. Arahan Pemanfaatan RKTN 2011-2030 Kawasan Untuk Konservasi Kawasan Untuk Perlindungan Hutan Alam dan Lahan Gambut Kawasan Untuk Rehabilitasi Kawasan Untuk Pengusahaan Skala Besar Kawasan Untuk Pengusahaan Skala Kecil Kebijakan Pemantapan Kawasan Hutan mempertahankan luas HK dan menyelesaikan permasalahan hak-hak pihak ketiga serta konflik jangka panjang. mengoptimalkan pengelolaan HK. mengembangkan data dan informasi yg akurat dan teritegrasi. mempertahankan HP dan HL dan memanfaatkan dengan perubahan peruntukan/fungsi yang diperkenankan tidak lebih dari 20 % dan tidak ada tumpang tindih areal pemanfaatan atau pengunaan kawasan hutan. mengarusutamakan KPH sebagai pusat pelayanan pengelolaan kawasan hutan. mengembangkan data dan informasi yg akurat dan teritegrasi. meningkatkan kepastian status kawasan hutan melalui percepatan penetapan kawasan hutan. mengendalikan perubahan dan pemberian alas hak pemanfaatan atau penggunaan kawasan hutan. menyelesaikan permasalahan tumpang tindih pemanfaatan kawasan hutan. Kawasan Untuk Non Kehutanan mengendalikan penggunaan ruang kawasan hutan untuk kegiatan non kehutanan sampai tahun 2030 maksimal seluas 18,34 juta Ha. menyelesaikan konflik lahan dan kepentingan sektor non kehutanan/pemda dan masyarakat. mendorong terbangunya Hutan Rakyat.

21 F. Pengarusutamaan RMPKH. Untuk memastikan RMPKH ini digunakan sebagai landasan dalam pemantapan kawasan hutan, diperlukan sejumlah langkah sebagai berikut: 1. Melengkapi penjabaran RKTN bidang pemantapan kawasan hutan kedalam Rencana Kehutanan Tingkat Provinsi, Regional dan Kabupaten/Kota bidang Pemantapan Kawasan Hutan. 2. RMPKH menjadi pedoman dalam rencana pembangunan kehutanan. 3. Koordinasi perencanaan pembangunan kehutanan antar sektor dan daerah. 4. Penguatan dan pengendalian program kegiatan pemantapan kawasan hutan dalam pembangunan kehutanan.

22 VI. Penutup Kementerian Kehutanan telah menetapkan RKTN Tahun 2011-2030 melalui Permenhut Nomor: P.49/Menhut-II/2011 yang memberikan arahan makro pemanfaatan ruang kawasan hutan selama 20 tahun kedepan. Guna menjamin terwujudnya dan tercapainya sasaran strategis sebagaimana RKTN 2011-2030 bidang pemantapan kawasan hutan, disusun RMPKH untuk jangka waktu 20 tahun ke depan yang memuat target, arah kebijakan dan strategi bidang pemantapan kawasan hutan. Rencana ini selanjutnya akan melengkapi dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari RKTN 2011-2030 tersebut, sekaligus menjadi pedoman dalam pelaksanaan pemantapan kawasan hutan ke depan tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota dan KPH serta debottlenecking terhadap hambatan pencapaian pemantapan kawasan hutan dan kegiatan-kegiatan pemantapan kawasan hutan pada berbagai tingkat pengelolaan kawasan hutan. MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, ZULKIFLI HASAN

23

24

25

26

27

28

29

30

31

32

33