BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan generasi muda sebagai sumber daya manusia penerus

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

BAB I PENDAHULUAN. melanggarnya, sedangkan kejahatan adalah perbuatan dengan proses yang sama dan

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbicara hukum, menyebabkan kita akan dihadapkan dengan hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan pergaulan

BAB 1 PENDAHULUAN. perbuatan melanggar hukum.penyimpangan perilaku yang dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan yang besar. Perubahan tersebut membawa dampak, yaitu munculnya problema-problema terutama dalam lingkungan pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Semakin meningkatnya perkembangan kehidupan masyarakat dalam

BAB I PENDAHULUAN. seimbang. Dengan di undangakannya Undang-Undang No. 3 tahun Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No.

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. terjadi kasus pidana anak dibawah umur yang menyebabkan kematian, baik

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tahun kenakalan anak selalu terjadi. Apabila dicermati

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. telah ditegaskan dengan jelas bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pergeseran paradigma dalam hukum pidana, mulai dari aliran klasik,

BAB I PENDAHULUAN. pemberantasan atau penindakan terjadinya pelanggaran hukum. pada hakekatnya telah diletakkan dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. 1 Hal ini berarti setiap

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan pengarahan dalam rangka menjamin

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

BAB I PENDAHULUAN. perzinaan dengan orang lain diluar perkawinan mereka. Pada dasarnya

BAB I PENDAHULUAN. pidana yang diancamkan terhadap pelanggaran larangan 1. Masalah pertama

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. dan kodratnya. Karena itu anak adalah tunas, potensi dan generasi muda penerus

I. PENDAHULUAN. mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan-keterampilan, sikap-sikap dan nilai-nilai pribadi,

SKRIPSI PERAN BAPAS DALAM PEMBIMBINGAN KLIEN PEMASYARAKATAN YANG MENJALANI CUTI MENJELANG BEBAS. (Studi di Balai Pemasyarakatan Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan di dalam masyarakat berkembang seiring dengan. tidak akan dapat hilang dengan sendirinya, sebaliknya kasus pidana semakin

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi,

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

BAB I PENDAHULUAN. seorang laki-laki, ada daya saling menarik satu sama lain untuk hidup

NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN. pencurian tersebut tidak segan-segan untuk melakukan kekerasan atau. aksinya dinilai semakin brutal dan tidak berperikemanusiaan.

TINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peredaran narkotika semakin mengkhawatirkan di Indonesia karena

BAB I PENDAHULUAN. paling dominan adalah semakin terpuruknya nilai-nilai perekonomian yang

BAB I PENDAHULUAN. adanya kehendak untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan cara yang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan modus-modus kejahatan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional Indonesia bertujuan mewujudkan manusia

II. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum yang memiliki konstitusi tertinggi dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem pemasyarakatan yang merupakan proses pembinaan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan yanag dapat dipidana, orang yang dapat dipidana, dan pidana. Istilah tindak pidana di

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab besar demi tercapainya cita-cita bangsa. Anak. dalam kandungan. Penjelasan selanjutnya dalam Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maraknya tindak pidana yang terjadi di Indonesia tentu

PELAKSANAAN SANKSI PIDANA DENDA PADA TINDAK PIDANA PSIKOTROPIKA

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan bermasyarakat, tidak lepas dari kaidah hukum yang mengatur

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak akan pernah sembuh. Berbagai fakta dan kenyataan yang diungkapkan oleh

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. penjajahan mencapai puncaknya dengan di Proklamasikan Kemerdekaan. kita mampu untuk mengatur diri sendiri. 1

BAB I PENDAHULUAN. hukum seperti telah diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 35 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. dipersiapkan sebagai subjek pelaksana cita-cita perjuangan bangsa. Berdasarkan

Kajian yuridis terhadap tindak pidana pembunuhan disertai pemerkosaan yang dilakukan oleh anak ( studi kasus di Pengadilan Negeri Surakarta )

BAB I PENDAHULUAN. Negara Hukum. Secara substansial, sebutan Negara Hukum lebih tepat

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB II PENGERTIAN ANAK PIDANA DAN HAK-HAKNYA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

PENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara hukum yang menjunjung tinggi nilai-nilai

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruh yang cukup besar dalam membentuk perilaku seorang anak. 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. untuk anak-anak. Seperti yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai

DASAR PERTIMBANGAN HAKIM MEMBERIKAN PUTUSAN BERSYARAT TERHADAP ANAK PEMAKAI NARKOTIKA DI PENGADILAN NEGERI KELAS 1A PADANG

BAB I PENDAHULUAN. hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. 1. merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang-

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Mengenai Penegakan Hukum Pidana. 1. Penegak Hukum dan Penegakan Hukum Pidana

1 dari 8 26/09/ :15

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan ilmu pengetahuan. Indonesia dan negara-negara lain pada

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum.

BAB 1 PENDAHULUAN. berusia tahun, korban berusia 6 12 tahun sebanyak 757 kasus (26 %)

I. PENDAHULUAN. berlainan tetapi tetap saja modusnya dinilai sama. Semakin lama kejahatan di ibu

BAB I PENDAHULUAN. harapan-harapan dari orang tua dan negara ini berada. Dapat dikatakan

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia ingin meningkatkan pencapaian di berbagai sektor. Peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. mahluk sosial dan sebagai mahluk individu. Dalam kehidupan sehari-harinya

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang dan peraturan serta ketentuan-ketentuan lain yang berlaku di

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan aset dan sebagai bagian dari generasi bangsa. Anak

Kebijakan Kriminal, Penyalahgunaan BBM Bersubsidi 36

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan negara. Agar kelak

BAB I PENDAHULUAN. aka dikenakan sangsi yang disebut pidana. mempunyai latar belakang serta kepentingan yang berbeda-beda, sehingga dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan karunia Tuhan yang senantiasa membawa perubahan dan

BAB I PENDAHULUAN. ada juga kejahatan yang dilakukan oleh anak-anak. Anak yaitu seorang yang belum berumur 18 tahun dan sejak masih dalam

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Adapun tujuan

I. PENDAHULUAN. harus dilindungi. Anak tidak dapat melindungi diri sendiri hak-haknya, berkepentingan untuk mengusahakan perlindungan hak-hak anak.

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

BAB V PENUTUP. unsur-unsurnya adalah sebagai berikut : dapat diminta pertanggung jawaban atas perbuatannya.

BAB I PENDAHULUAN. tahun), termasuk anak yang masih dalam kandungan. 1 Anak adalah amanah

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Anak merupakan generasi muda sebagai sumber daya manusia penerus cita-cita perjuangan bangsa dalam pembangunan nasional. Generasi muda diharapkan menjadi manusia berkualitas, mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam Wadah Kesatuan Negara Republik Indonesia dan Undang-Undang Dasar 1945. Penyimpangan tingkah laku atau perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh anak, disebabkan oleh berbagai faktor. Faktor itu antara lain adanya dampak negatif dari perkembangan yang cepat, arus globalisasi di bidang komunikasi dan informasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan gaya hidup sebagian orang tua. Perkembangan yang cepat membawa perubahan sosial yang mendasar dalam kehidupan masyarakat. Perkembangan tersebut sangat berpengaruh terhadap nilai dan perilaku anak. Selain itu, anak yang kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan, bimbingan, dan pembinaan dari orang tua, wali, atau orang tua asuh akan mudah terseret dalam arus pergaulan masyarakat dan lingkungannya yang kurang sehat dan merugikan orang tua, wali, atau orang tua asuh. Kurangnya pengawasan akan mudah membawa pengaruh terhadap anak yang dapat merugikan perkembangan pribadi anak. 1 1 Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997, Tentang Pengadilan Anak 1

2 Proses interaksi sosial dan perubahan sosial yang ada dalam suatu modernisasi dapat menumbuhkan keadaan tertentu yang menghambat kelancaran proses sosial. Perubahan tersebut dalam bentuk tingkah laku seseorang atau kelompok yang dinyatakan sebagai perilaku menyimpang (devisiasi) yang mengganggu atau merugikan kelangsungan pergaulan hidup masyarakat. Perilaku yang bersifat mengganggu tersebut akan mendapat cap (label) oleh masyarakat sebagai sikap dan pola perilaku jahat. 2 Anak nakal, adalah anak yang melakukan tindak pidana atau perbuatan yang terlarang bagi anak. Perbuatan terlarang tersebut menurut perundangundangan maupun peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat. Anak melakukan tindak pidana yakni apabila melanggar ketentuan dalam peraturan hukum pidana yang ada. Ketentuan tersebut misalnya, melnggar pasal-pasal yang diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) atau peraturan hukum pidana lainnya yang tersebar di luar KUHP, seperti tindak pidana narkotika, tindak pidana ekonomi, dan lain sebagainya. 3 Konvensi Hak-Hak Anak Tahun 1989 (Resolusi MU PBB No. 44/25) yang telah ditandatangani pemerintah Indonesia, disusul dengan Keputusan Presiden No. 36 Tahun 1990 Tentang Pengesahan Convention On The Right Of The Child, diatur Tentang Prinsip-Prinsip Perlindungan Terhadap Anak yang tertuang dalam Artikel 37 dan 40. 2 Bambang Poernomo, Pertumbuhan Hukum Penyimpangan di Luar Kodifikasi Hukum Pidana, Jakarta: Bina Aksara, 1984, hal 4 3 Darwan Prinst, Hukum Anak Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003, hal 24 2

3 Artikel 40 terdapat prinsip-prinsip mengenai putusan pengadilan terhadap anak yang melakukan tindak pidana, yaitu pada huruf (e) berisi: 4 Bermacam-macam putusan terhadap anak (a.l. perintah/tindakan untuk melakukan perawatan/pembinaan, bimbingan, pengawasan, programprogram pendidikan dan latihan serta pembinaan institusional lainnya) harus dapat menjamin kesejahteraan dan seimbang dengan keadaan lingkungan mereka serta pelanggaran yang dilakukan. Untuk pembinaan (Pasal 20 Undang-Undang No. 12 Tahun 1995) terhadap anak pidana Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) Anak dilakukan penggolongan berdasarkan: umur, jenis kelamin, lama pidana yang dijatuhkan, jenis kejahatan, dan kriteria lainnya sesuai dengan kebutuhan atau perkembangan pembinaan. 5 Mengingat persoalan yang dihadapi oleh anak dalam masa pertumbuhannya sangatlah komplek, ada yang bersifat negatif dan ada yang bersifat positif, misalnya perubahan berupa pertumbuhan jasmani secara cepat sehingga menyebabkan tubuhnya berubah dari segala segi serta perubahan fungsi organ tubuh. Perubahan itu menyebabkan perasaan (emosi) tidak stabil, disamping itu terjadi pula pertumbuhan kecerdasan dari berpikir khayal ke berpikir logis rasional. Pengaruh negatif dapat mempengaruhi anak melakukan kejahatan dengan menggunakan modus operandi dan teknologi canggih, termasuk usaha pengamanan kejahatan di bidang narkotika. Narkotika kemudian menjadi permasalahan besar akibat disalahgunakan pemakaiannya atau menjadi permasalahan besar akibat adanya motifasi lain dengan menjadikannya komoditas ilegal oleh golongan orang- 4 Djoko Prakoso, Hukum Panitensier di Indonesia, Yogyakarta: Liberti, 1988, hal 3 5 Darwan, Prinst, Op Cit, hal 59 3

4 orang tertentu. Indonesia adalah negara berkembang yang secara umum tidak terlapas dari akibat sampingan kemajuan ilmu pengetahuan yang berasal dari negara-negara maju. Satu diantara akibat sampingan itu ialah tumbuh suburnya penyalahgunaan narkotika di kalangan remaja Indonesia. Penyalahgunaan narkotika sebagai salah satu bentuk budaya baru tersebut menjadi trend baru di kalangan masyarakat dan khususnya kaum remaja. Hal ini menjadi tugas berat kita untuk menanggulanginya karena mengingat pengaruh buruk yang akan diderita oleh pemakainya. 6 Kompleknya permasalahan serta ancaman yang nyata telah melanda generasi muda kita. Penyalahgunaan narkotika ditetapkan sebagai permasalahan nasional yang harus dihadapi secara sungguh-sungguh malalui keterpaduan masyarakat. Berdsarkan struktur masyarakat kita yang agamis, maka pendekatan keagamaan menjadi hal yang sangat penting dan strategis untuk mempertebal keyakinan akan hukum dan kaidah-kaidah keislaman. Pendekatan merupakan upaya untuk mempersiapkan generasi muda yang sehat rohaninya dan mempunyai mentalitas tangguh. 7 Pembinaan terhadap warga binaan pemasyarakatan yang melakukan tindak pidana disesuaikan dengan azas-azas yang terkandung dalam Pancasila, undang-undang Dasar 1945 dan Standart Minimum Rules (SMR). Pembinaan warga binaan berdasarkan sistem pemasyarakatan tidak mutlak harus berupa 6 Harian Umum Republika, Edisi 19/8/1999. atau http: //www. Angel fire. Com/ de/ Assalam/ Assalam 072. html. 7 H.A. Jazuli, Fiqh Jinayat (Upaya Menanggulangi Kejahatan Dalam Islam), Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000, hal 95 4

5 penutupan dalam lingkup tembok LAPAS, mengingat bahwa yang diperlukan dalam kegiatan pembinaan di tengah-tengah masyarakat. Warga binaan dalam menjalani hukuman tertentu, kebebasan dan hakhaknya dibatasi sebab mereka ditempatkan di LAPAS sehingga untuk mewujudkan keinginan sangat terbatas, berbeda dengan orang yang tidak menjalani hukuman. Dengan kata lain bahwa kemerdekaan warga binaan terbentur oleh aturan yang berlaku di LAPAS. Pembinaan warga binaan di LAPAS mempunyai arti yang sangat penting. Pembinaan sebagai sarana dan membina warga binaan juga sebagai sarana pembangunan guna meningkatkan kemampuan hidup mandiri di tengah masyarakat. Salah satu program pembinaan yang mengintagrasikan warga binaan dengan masyarakat adalah melalui pelaksanaan cuti mengunjungi keluarga. Sehubungan dengan permasalahan diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian secara lebih mendalam dengan mengambil judul: PEMBINAAN TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA. (Studi Kasus di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) Anak Kutoarjo) B. Pembatasan Masalah Agar penulisan skripsi ini mengarah pada pembahasan yang diharapkan dan terfokus pada pokok permasalahan yang ditentukan, tidak 5

6 terjadi pengertian yang kabur karena ruang lingkupnya yang luas maka perlu adanya pembatasan masalah. Penelitian ini akan dibatasi pada pembinaan terhadap narapidana kasus penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh anak, kaitannya dengan upaya memasyarakatkan kembali anak ke dalam masyarakat. C. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah diatas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pembinaan dan kendala yang dihadapi LAPAS Anak Kutoarjo terhadap anak pelaku tindak pidana narkotika? 2. Bagaimana model pembinaan yang ideal terhadap anak pelaku tindak pidana narkotika? D. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui tentang pembinaan anak pelaku tindak pidana narkotika di LAPAS Anak Kutoarjo. b. Untuk mengetahui model pembinaan yang ideal terhadap anak pelaku tindak pidana narkotika. 2. Manfaat penelitian Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam segi teoritis dan segi praktis, yaitu sebagai berikut: 6

7 a. Segi Teoritik 1) Untuk memberikan sumbangan pemikiran yang dapat dijadikan sebagai data sekunder dan referensi bagi penelitian berikutnya. 2) Memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu hukum pidana, khususnya yang berhubungan dengan pembinaan anak yang melakukan tindak pidana. b. Segi Praktis 1) Sebagai wahana untuk mengembangkan wacana dan pemikiran bagi penulis. 2) Memberikan sumbangan pemikiran bagi petugas dan pejabat LAPAS berkaitan dengan pembinaan terhadap anak, khususnya pelaku tindak pidana narkotika. E. Kerangka Teori 1. Tinjauan Tentang Anak Menurut perundang-undangan di Indonesia, ketentuan mengenai pengertia anak diatur secara beragam. Menurut undang-undang No. 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak Pasal 1 ayat (2), merumuskan bahwa Anak adalah orang dalam perkara anak nakal yang telah mencapai umur 8 (delapan) tahun, tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas). Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 330 mengatakan, Orang-orang belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur 7

8 genap 21 (dua puluh satu) tahun dan tidak lebih dahulu telah kawin. Dari ketentuan tersebut dapat disimpulkan bahwa anak adalah mereka yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin. Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Pokok Perkawinan mengatakan, Seorang pria hanya diizinkan kawin apabila telah mencapai usia 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita telah mencapai umur 16 (enam belas) tahun. Dari ketentuan tersebut dapat disimpulkan bahwa anak adalah pria yang belum mencapai usia 19 (sembilan belas) tahun dan wanita yang belum mencapai usia 16 (enam belas) tahun. Pasal 45 KUHP, mendefinisikan Anak yang belum dewasa apabila belum berumur 16 (enam belas) tahun. Dari ketentuan tersebut dapat disimpulkan bahwa anak adalah orang yang belum berumur 16 (enam belas) tahun. Pasal 1 Undang-Undang No. 23 Tahun 2003 Tentang Perlindungan Anak, Anak adalah seorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. 2. Tinjauan Tentang Tindak Pidana Tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana belanda, yaitu strafbaar feit. Menurut Wiryono Projodikoro, tindak pidana adalah suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana. Sementara itu, Moeljatno memberi istilah perbuatan 8

9 pidana yaitu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa melanggar larangan itu. 8 Van Hamel memberikan definisi tindak pidana (strafbaar feit) yaitu kelakuan orang (menselijke gedraging) yang merumuskan dalam undang-undang, yang bersifat melawan hukum dan dilakukan dengan kesalahan. 9 J. Bauman mendefinisikan tindak pidana, yaitu perbuatan yang memenuhi rumusan delik, bersifat melawan hukum dan dilakukan dengan kesalahan. 10 Hazewinkel Suringa mendefinisikan tindak pidana, yaitu suatu perbuatan yang pada suatu saat tertentu telah ditolak didalam suatu pergaulan hidup tertentu dan dianggap sebagai perilaku yang harus ditiadakan oleh hukum pidana dengan menggunakan sarana-sarana yang bersifat memaksa yang terdapat di dalamnya. 11 D. Simons merumuskan pengertian tindak pidana (strafbaar feit) yaitu, tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun dengan tidak sengaja oleh seseorang yang dapat mempertanggungjawabkan tindakannya dan yang oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat di hukum. 12 8 Moeljatno, Azas-Azas Hukum Pidana, Yogyakarta: gadjah Mada University Press, 1980, hal 37 9 Moeljatno, Azas-Azas Hukum Pidana, Jakarta: Bina Aksara, 1987, hl 54 10 Soedarto, Hukum Pidana I, Semarang: Yayasan Soedarto, Fakultas Hukum UNDIP, 1990, hal 39 11 P.A,F Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Bandung: Sinar Baru, 1990, hal 176 12 Ibid, hal 76 9

10 Menurut W.P.J. Pompe, tindak pidana (strafbaar feit) ialah suatu pelanggaran norma (gangguan terhadap tertib hukum) yang dengan sengaja ataupun dengan tidak sengaja telah dilakukan oleh seorang pelaku, dimana penjatuhan hukuman terhadap pelaku tersebut adalah perlu demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum. Dengan kata lain, dapat pula dikatakan bahwa tindak pidana ialah suatu tindakan yang menurut suatu rumusan undang-undang telah dinyatakan sebagai tindakan yang dapat di hukum. 13 Menurut RUU KUHP Pasal 15 ayat (1), tindak pidana adalah perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana. 3. Tinjauan Tentang Pembinaan Narapidana Pembinaan berasal dari kata dasar bina (membina) yang artinya mendirikan, membangun, mengusahakan agar mempunyai kemajuan lebih. 14 Pembinaan menurut peraturan Perundang-Undangan Tentang Pemasyarakatan Buku ke VI Bidang Pembinaan, yaitu: Pembinaan narapidana dan anak didik yaitu semua usaha yang ditujukan untuk memperbiki dan meningkatkan akhlak (budi pekerti) para narapidana dan anak didik yang berada di dalam Lembaga Pemasyarakatan. Pembinaan menurut Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 1999 Pasal 1 ayat (1) pengertian lain pembinaan adalah Kegiatan untuk meningkatkan kualitas ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku profesional, kesehatan jasmani dan rohani narapidana dan anak didik pemasyarakatan. 13 Bambang Poernomo, Azas-Azas Hukum Pidana, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985, hal 173-174 14 Kamisa, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Surabaya: Kartika, 1997 10

11 Pembinaan di LAPAS sesuai Pasal 5 Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, yaitu perlakuan terhadap warga binaan pemasyarakatan dalam rangka melindungi masyarakat dari kemungkinan diulanginya tindak pidana oleh warga binaan pemasyarakatan agar menjadi warga yang berguna di dalam masyarakat. 15 4. Tinjauan Tentang Narkotika Tindak pidana penyalahgunaan narkotika termasuk dalam tindak pidana khusus. Undang-ndang terbaru mengenai penyalahgunaan narkotika terdapat dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1997, diatur dalam Pasal 85 yang berbunyi: Barang siapa tanpa hak dan melawan hukum: a. Menggunakan narkotika golongan I bagi diri sendiri, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun. b. Menggunakan narkotika golongan II bagi diri sendiri, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun. c. Menggunakan narkotika golongan III bagi diri sendiri, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun. Penjelasan mengenai penggolongan narkotika diuraikan dalam Penjelasan Undang-Undang No. 22 Tahun 1997 sebagai berikut: Pengertian narkotika golongan I yaitu Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk pengembangan ilmu pengetahuan, tidak digunakan dalam terapi serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Pengertian narkotika golongan II yaitu Narkotika yang berkhasiat untuk pengobatan, digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat 15 Darwan Prinst, Loc Cit, hal 68 11

12 digunakan dalam terapi atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mengakibatkan ketergantungan. Pengertian narkotika golongan III yaitu Narkotika yang berkhasiat untuk pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. 5. Tinjauan Tentang Pemasyarakatan Pasal 1 angka ke 1 Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, yang dimaksud dengan pemasyarakatan adalah Kegiatan untuk melakukan pembinaan warga binaan pemasyarakatan berdasarkan sistem, kelembagaan dan cara pembinaan yang merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam peradilan pidana. Pemasyarakatan menurut Soedarto adalah sebagai suatu proses pembinaan terpidana yang dengan keputusan hakim untuk menjalani pidananya dan ditempatkan dalam LAPAS. 16 Pengertian pemasyarakatan menurut Surat Keputusan Kepala Direktur Pemasyarakatan No. KP. 10. 13/ 3/1 Tanggal 8 Februari 1965 adalah suatu proses dimana para narapidana pada waktu masuk Lembaga Pemasyarakatan berada dalam keadaan tidak harmonis dengan masyarakat di sekitarnya, mempunyai hubungan yang negatif dengan (beberapa unsur dari) masyarakat. Sejak itu narapidana lalu mengalami pembinaan yang tidak lepas dan bersama dengan unsur-unsur lain dalam masyarakat yang bersangkutan tersebut, sehingga pada akhirnya narapppidana dengan 16 Soedarto, Kapita Selekta Huku Pidana, Bandung: Alumni, 1981, hal 89 12

13 masyarakat sekelilingnya merupakan suatu keutuhan dan keserasian hidup dan penghidupan tersembuhkan dari segi-segi yang merugikan. 17 Pengertian pemasyarakatan menurut Keputusan Menteri Kehakiman RI No. M. 02. PK. 04. 10 Tahun 1990 Tentang Pola Pembinaan Narapidana adalah bagian dari tata peradilan pidana darisegi pelayanan tahanan, pembinaan narapidana, anak negara, dan bimbingan klien pemasyarakatan yang dilaksanakan secara terpadu (dilaksanakan bersama-sama dengan semua aparat penegak hukum) dengan tujuan agar mereka setelah menjalani pidananya dapat kembali menjadi warga masyarakat yang baik. F. Metode Penelitian Penelitian agar memperoleh hasil yang maksimal maka diperlukan metode penelitian yang tepat. Untuk itu penulis menggunakan metode sebagai berikut: 1. Metode pendekatan Metode pendekatan yang diterapkan dalam penelitian ini adalah yuridis empiris. Pendekatan ini mengkaji mengenai pembinaan terhadap anak pelaku tindak pidana narkotika dalam upaya mamasyarakatkan kembali anak yang melakukan tindak pidana dalam perspektif yuridis maupun empiris, atau iplementasinya dalam masyarakat. 2. Jenis Penelitian 17 Bambang Poernomo, Pidana Penjara Dengan Sistem Pemasyarakatan, Yogyakarta: Liberti, 1986, hal 314 13

14 Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptaf, 18 yaitu untuk memberikan gambaran yang selengkap-lengkapnya tentang pembinaan dalam upaya memasyarakatkan kembali anak yang melakukan tindak pidana narkotika, baik secara normatif maupun empiris dan mengetahui model pembinaan yang ideal bagi anak pelaku tindak pidana narkotika. 3. Lokasi Penelitian Sesuai dengan pembtasan masalah, penelitian ini mengambil lokasi di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) Anak Kutoarjo, yang beralamat di Jalan Diponegoro Nomor 36A Kutoarjo. 4. Jenis Data dan Sumber Data Penelitian ini penulis akan menggunakan jenis data sebagai berikut: a. Jenis Data Primer Data primer merupakan keterangan atau fakta yang diperoleh secara langsung melalui penelitian lapangan atau di lokasi penelitian. b. Jenis Data Sekunder Data sekunder merupakan data yang tidak secara langsung diperoleh dari lokasi penelitian tetapi diperoleh melalui studi kepustakaan, literatur, peraturan perundang-undangan, buku-buku dan sumber-sumber tertulis lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini. Dalam penelitian ini penulis akan menggunakan sumber data sebagai berikut: 18 Amiruddin, Zaenal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Raja Grafindo Persada Penelitian deskriptif bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu. Keadaan gejala atau kelompok tertentu, untuk menentukan penyebaran suatu gejala, atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat. 14

15 a. Sumber Data Primer Sumber data primer adalah sumber data untuk memperoleh data primer yang diperoleh secara langsung dari keteranganketerangan dan penjelasan dari pihak yang berwenang. Data primer ini diperoleh dari penelitian lapangan yang dilaksanakan dengan mengadakan wawancara langsung antara penulis dengan informan. b. Sumber Data Sekunder Sumber data sekunder sebagai pendukung data primer yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan, yaitu dengan membaca dan mempelajari literatur, karya ilmiah, peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan masalah yang dibahas dalam skripsi ini. 5. Teknik Pengumpulan Data Untuk memperoleh data objektif yang dibutuhkan dalam penelitian ini maka pengumpulan data dilakukan dengan cara: a. Penelitian Lapangan Penelitian lapangan adalah suatu penelitian yang bertujuan untuk memperoleh data primer dengan cara terjun langsung ke lapangan. Teknik pengumpulan data yang dipakai dalam pengumpulan data ini adalah wawancara, yaitu suatu teknik pengumpulan data dimana peneliti mengadakan komunikasi secara langsung dengan mengajukan pertanyaan yang sudah tersusun, dalam hal ini pertanyaan diajukan kepada petugas yang berwenang di LAPAS Anak Kutoarjo. 15

16 b. Penelitia Kepustakaan Penelitian kepustakaan adalah penelitian yang dilakukan dengan menghimpun data dari berbagai literatur baik di perpustakaan maupun di tempat lain. Literatur dipergunakan tidak hanya terbatas pada buku-buku tetapi bahan-bahan dokumentasi dan masalah yang terkait dengan permasalahan. 6. Teknik Analisis Data Setelah data terkumpul kemudian dianalisa menggunakan metode analisis kuantitatif yaitu suatu analisa yang memahami kebenaran yang diperoleh dari hasil penelitian dan jawaban-jawaban responden untuk dicari hubungan antara satu dengan yang lain, kemudian disusu secara sistematis. 19 G. Sistematika Skripsi Penyusunan skripsi ini dibagi empet bab, yaitu: Bab I berisi pendahuluan, yang mencakup latar belakang masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka teori, metode penelitian, dan sistematika skripsi. Bab II berisi tinjauan pustaka, terdiri dari sub-bab, yaitu tinjauan tentang anak, tinjauan tentang tindak pidana, tinjauan tentang pembinaan, tinjauan tentang narkotika, serta tinjauan tentang pemasyarakatan. Bab III berisi hasil penelitian dan analisis data, dalam bab ini akan dibagi dua sub-bab, yaitu pelaksanaan pembinaan anak, meliputi juga kendala 19 Winarno Surakhmad, Paper, Skripsi, Thesis, Disertasi, Bandung: Tarsito, 1988, hal 16 16

17 yang dihadapi petugas LAPAS dan cara menghadapi kendala terhadap pembinaan anak pelaku tindak pidana narkotika, dan model pembinaan yang ideal. Bab IV penutup, berisi kesimpulan dan saran. 17