PENINGKATAN PRODUKSI DAGING SAPI HASIL SILANGAN MELALUI PEMBERIAN PAKAN KONSENTRAT

dokumen-dokumen yang mirip
PEMANFAATAN PAKAN MURAH UNTUK PENGGEMUKAN SAPI POTONG DI LOKASI PRIMA TANI KABUPATEN TULANG BAWANG

FORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN

RESPON JERAMI PADI FERMENTASI SEBAGAI PAKAN PADA USAHA PENGGEMUKAN TERNAK SAPI

OPTIMALISASI USAHA PENGGEMUKAN SAPI DI KAWASAN PERKEBUNAN KOPI

METODE. Materi 10,76 12,09 3,19 20,90 53,16

PEMBERIAN PAKAN PADA PENGGEMUKAN SAPI

Sistem Usahatani Terpadu Jagung dan Sapi di Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

RESPONS SAPI PO DAN SILANGANNYA TERHADAP PENGGUNAAN TUMPI JAGUNG DALAM RANSUM

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Efisiensi Penggunaan Pakan

PENGGEMUKAN SAPI POTONG POLA LOW EXTERNAL INPUT SUSTAINABLE AGRICULTURE

EFEK PENGGUNAAN KONSENTRAT PABRIKAN DAN BUATAN SENDIRI DALAM RANSUM BABI STARTER TERHADAP EFISIENSI PENGGUNAAN RANSUM. S.N.

Tabel 1 Komposisi konsentrat komersial (GT 03) Nutrisi Kandungan (%) Bahan Protein 16 Jagung kuning, dedak gandum, Lemak 4 dedak padi, bungkil kacang

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

PENDAHULUAN. dengan meningkatnya jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi. Menurut

PEMANFAATAN LIMBAH PERKEBUNAN DALAM SISTEM INTEGRASI TERNAK UNTUK MEMACU KETAHANAN PAKAN DI PROVINSI ACEH PENDAHULUAN

PEMANFAATAN JERAMI JAGUNG FERMENTASI PADA SAPI DARA BALI (SISTEM INTEGRASI JAGUNG SAPI)

MATERI DAN METODE. Materi

Reny Debora Tambunan, Reli Hevrizen dan Akhmad Prabowo. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Lampung ABSTRAK

METODE. Materi. Gambar 2. Contoh Domba yang Digunakan dalam Penelitian Foto: Nur adhadinia (2011)

PENGANTAR. Latar Belakang. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi yang sangat besar

PENGGEMUKAN SAPI LOKAL HASIL INSEMINASI BUATAN DAN SAPI BAKALAN IMPOR DENGAN MENGGUNAKAN BAHAN PAKAN LOKAL

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian

EVALUASI PENGGUNAAN KULIT SINGKONG PADA USAHA PEMBIBITAN SAPI POTONG RAKYAT: STUDI BANDING DI KECAMATAN MERGOYOSO, KABUPATEN PATI

Petunjuk Praktis Manajemen Pengelolaan Limbah Pertanian untuk Pakan Ternak sapi

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Konsumsi Pakan

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

KAJIAN PEMANFAATAN PAKAN LOKAL DAN UREA MOLASES BLOK (UMB) UNTUK PENGGEMUKAN SAPI POTONG DI KABUPATEN PINRANG SULAWESI SELATAN

BAB XVI KEGIATAN AGRIBISNIS

RESPON KINERJA PRODUKSI DOMBA YANG MEMPEROLEH SUBSTITUSI PAKAN BERBASIS LIMBAH PERKEBUNAN

TINGKAT PENGGUNAAN ONGGOK SEBAGAI BAHAN PAKAN PENGGEMUKAN SAPI BAKALAN

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

MATERI DAN METODE. Materi

I. PENDAHULUAN. yang memiliki potensi hijauan hasil limbah pertanian seperti padi, singkong, dan

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

ANALISIS NILAI TAMBAH LIMBAH JAGUNG SEBAGAI PAKAN TERNAK SAPI DI SULAWESI SELATAN ABSTRAK

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Ternak Kerbau yang Digunakan Dalam Penelitian

Pengaruh Jarak Waktu Pemberian Pakan Konsentrat dan Hijauan Terhadap Produktivitas Kambing Peranakan Etawah Lepas Sapih

PEMANFAATAN LIMBAH PRODUKSI MIE SEBAGAI ALTERNATIF PAKAN TERNAK

ANALISIS PERFORMA PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETERNAK AYAM BROILER DENGAN SISTEM PEMELIHARAAN CLOSED HOUSE

PERFORMANCE AND CARCASS PERCENTAGE OF BRAHMAN CROSS STEER SUPLEMENTED BY DIFFERENT IN PREMIX CONCENTRATE ABSTRACT

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi

PENGGEMUKAN SAPI BALI JANTAN DILAHAN KERING BERBASIS LIMBAH KELAPA SAWIT DI LOKASI PENDAMPINGAN PROGRAM PSDSK PENDAHULUAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama 13 minggu, pada 12 Mei hingga 11 Agustus 2012

PENDAHULUAN. rendah adalah masalah yang krusial dialami Indonesia saat ini. Catatan Direktorat

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan di Kandang Peternakan Koperasi PT Gunung

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi

Agros Vol. 17 No.1, Januari 2015: ISSN

Tennr Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian 2006 Skala usaha penggemukan berkisar antara 5-10 ekor dengan lama penggemukan 7-10 bulan. Pakan yan

INOVASI PAKAN KOMPLIT TERHADAP PERTAMBAHAN BERAT BADAN HARIAN TERNAK SAPI PERANAKAN ONGOLE JANTAN

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Soedjana (2011) berdasarkan data secara nasional, bahwa baik

KONVERSI SAMPAH ORGANIK MENJADI SILASE PAKAN KOMPLIT DENGAN PENGGUNAAN TEKNOLOGI FERMENTASI DAN SUPLEMENTASI PROBIOTIK TERHADAP PERTUMBUHAN SAPI BALI

PENGARUH SUBSTITUSI KONSENTRAT KOMERSIAL DENGAN TUMPI JAGUNG TERHADAP PERFORMANS SAPI PO BUNTING MUDA

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Lanjutan Substitusi Ampas Tahu pada Pakan Basal (BR-2) Terhadap Penampilan Ayam Broiler Umur 4-6 Minggu (Fase Finisher)

KANDUNGAN LEMAK, TOTAL BAHAN KERING DAN BAHAN KERING TANPA LEMAK SUSU SAPI PERAH AKIBAT INTERVAL PEMERAHAN BERBEDA

ANALISIS INTRODUKSI TEKNOLOGI SAPI POTONG TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI ABSTRACT

POTENSI DAN PROSPEK PENGGUNAAN LIMBAH JAGUNG SEBAGAI PAKAN TERNAK SAPI DI LAHAN KERING KABUPATEN TANAH LAUT, KALIMANTAN SELATAN

PENDAHULUAN. memadai, ditambah dengan diberlakukannya pasar bebas. Membanjirnya susu

PENGGEMUKAN SAPI BALI JANTAN MENGGUNAKAN ONGGOK DI LOKASI PENDAMPINGAN PSDSK DI KABUPATEN KEPAHIANG PENDAHULUAN

ANALISIS EKONOMI PENGGEMUKAN KAMBING KACANG BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL. Oleh : M. Jakfar dan Irwan* ABSTRAK

Penampilan Produksi Sapi PO dan PFH Jantan yang Mendapat Pakan Konsentrat dan Hay Rumput Gajah

PENGANTAR. Latar Belakang. andil yang besar dalam pemenuhan kebutuhan pangan terutama daging.

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Kecernaan dan Deposisi Protein Pakan pada Sapi

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

KAJIAN PENGOLAHAN JERAMI PADI SECARA KIMIA DAN BIOLOGI SERTA PENGARUHNYA TERHADAP PENAMPILAN SAPI PERANAKAN ONGOLE

MATERI DAN METODE. Materi

PENGGUNAAN BAHAN PAKAN LOKAL SEBAGAI UPAYA EFISIENSI PADA USAHA PEMBIBITAN SAPI POTONG KOMERSIAL: Studi Kasus di CV Bukit Indah Lumajang

MATERI DAN METODE. Materi

Lingkup Kegiatan Adapun ruang lingkup dari kegiatan ini yaitu :

PENINGKATAN PERFORMANS SAPI POTONG DENGAN PEMBERIAN PAKAN BERBASIS LIMBAH JAGUNG DI KABUPATEN BANTAENG SULAWESI SELATAN

I. PENDAHULUAN. Barat cendrung meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data Badan Pusat

KINERJA AYAM KAMPUNG DENGAN RANSUM BERBASIS KONSENTRAT BROILER. Niken Astuti Prodi Peternakan, Fak. Agroindustri, Univ. Mercu Buana Yogyakarta

PROFITABILITAS PENGGEMUKAN SAPI PO PADA DAERAH BERBASIS USAHATANI PADI DI KABUPATEN SUBANG

POTENSI INTEGRASI TANAMAN - TERNAK DI SULAWESI TENGGARA

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian telah dilaksanakan selama 2 bulan dari tanggal 5 Agustus

I. PENDAHULUAN. Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga

BAB III MATERI DAN METODE. dengan kuantitas berbeda dilaksanakan di kandang Laboratorium Produksi Ternak

ALOKASI WAKTU KERJA DAN PENDAPATAN PETERNAK SAPI POTONG DI KECAMATAN MEGANG SAKTI KABUPATEN MUSI RAWAS

Kontribusi Usahatani Padi dan Usaha Sapi Potong Terhadap Pendapatan Keluarga Petani di Kecamatan Purwodadi Kabupaten Grobogan Provinsi Jawa Tengah

FORMULASI PAKAN SAPI POTONG BERBASIS SOFTWARE UNTUK MENDUKUNG PROGRAM SWASEMBADA DAGING SAPI DAN KERBAU

PENDAHULUAN. yang sangat penting untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Ternak Domba yang Digunakan

RESPON PRODUKSI SAPI MADURA DAN SAPI PERANAKAN ONGOLE TERHADAP PERUBAHAN KONDISI LINGKUNGAN

KOMPOSISI FISIK POTONGAN KOMERSIAL KARKAS DOMBA LOKAL JANTAN DENGAN RASIO PEMBERIAN PAKAN YANG BERBEDA SELAMA DUA BULAN PENGGEMUKAN

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

Pengaruh Imbangan Hijauan-Konsentrat dan Waktu Pemberian Ransum terhadap Produktivitas Kelinci Lokal Jantan

PENGARUH PEMBERIAN RUMPUT RAJA (Pennisetum purpupoides) DAN TEBON JAGUNG TERHADAP PERFORMANS SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) BETINA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH PEMBERIAN PAKAN KONSENTRAT YANG DISUSUN DARI LIMBAH PERTANIAN TERHADAP PRODUKTIVITAS TERNAK SAPI POTONG

SISTEM PERTANIAN TERPADU TEBU-TERNAK MENDUKUNG SWASEMBADA GULA DAN DAGING

ANALISIS BIAYA PRODUKSI PENGOLAHAN PAKAN DARI LIMBAH PERKEBUNAN DAN LIMBAH AGROINDUSTRI DI KECAMATAN KERINCI KANAN KABUPATEN SIAK

PENGARUH SUBSTITUSI RUMPUT GAJAH DENGAN LIMBAH TANAMAN SAWI PUTIH FERMENTASI TERHADAP PENAMPILAN PRODUKSI DOMBA LOKAL JANTAN EKOR TIPIS SKRIPSI

STRATEGI PEMBERIAN PAKAN BERBAHAN BIOMASS LOKAL PADA PETERNAK SAPI POTONG KOMERSIAL: STUDI PERBAIKAN PAKAN PADA USAHA PENGGEMUKAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

PENINGKATAN PRODUKSI DAGING SAPI HASIL SILANGAN MELALUI PEMBERIAN PAKAN KONSENTRAT (Increasing Crossbred Beef Production through Feeding Concentrate) SUPRIADI Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta, Jl. Rajawali No. 28 Demangan Baru, Yogyakarta ABSTRACT This research was conducted during May until August 2010, this activity is conducted in three districts namely Bantul, Sleman and Gunung Kidul Regency. Forage feed used on the existing technology is any type of forage used by farmers as animal feed, while for the treatment group, fermented hay and concentrate were given ad libitum. Diet was provided as follows: P1 = 50% concentrate and 50% forage; P2 = 60% concentrate and 40% forage; P3 = 70% concentrate and 30% forage; and Control = usual feeding done by farmer. Concentrate given was produced by PMT Nutrifeed, with BC's production code 133. Result showed that all cows could not finish the concentrate that has been provided in accordance with the treatment. Daily weight gain (ADG) in cattle consuming concentrate treatment P1 with as much as 2% of body weight reached 0.85 kg /head/day with FCR 25, whereas the P2 treatment, ADG reached 0.91 kg/head/day with concentrate consumed as much as 3% of body weight and FCR values 22.8. At P3, ADG reach 0.73 kg/head/day, with consumption of concentrate as much as 8.5 kg/head/day or 3.7% of body weight or 41% of the diet consumed, FCR value of 28. Results of analysis of beef cattle farming on assessments site obtained value of R/C ranged from 1.02 to 1.15. Key Words: Cattle, Fattening, Concentrate ABSTRAK Pengkajian ini dilaksanakan pada Bulan Mei sampai dengan Bulan Agustus 2010, kegiatan ini dilakukan di tiga kabupaten yaitu, Kabupaten Bantul, Kabupaten Sleman dan Kabupaten Gunung Kidul. Pakan hijauan yang digunakan pada teknologi existing adalah semua jenis hijauan yang biasa digunakan oleh petani sebagai pakan ternak; sedangkan untuk kelompok perlakuan diberikan jerami fermentasi secara ad libitum dan konsentrat. pemberian ransum dengan perencanaan pemberian sebagai berikut: P1 = 50% konsentrat dan 50% hijauan; P2 = 60% konsentrat dan 40% hijauan; P3 = 70% konsentrat dan 30% hijauan; dan Kontrol = pemberian pakan yang biasa dilakukan petani, pakan konsentrat yang diberikan diproduksi oleh PMT Nutrifeed, dengan kode produksi BC 133. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa semua sapi tidak bisa menghabiskan konsentrat yang sudah disediakan sesuai dengan perlakuan. Pertambahan berat badan harian (PBBH) pada sapi perlakuan P1 dengan mengkonsumsi konsentrat sebanyak 2% dari bobot badan dapat mencapai 0,85kg/hari/ekor dengan FCR 25, sedangkan pada perlakuan P2, PBBH dapat mencapai 0,91 kg/ekor/hari dengan mengkonsumsi konsentrat sebanyak 3% dari bobot badan dan nilai FCR 22,8. Pada perlakuan P3, PBBH dapat mencapai 0,73 kg/ekor/hari, dengan konsumsi konsentrat sebanyak 8,5 kg/ekor/hari atau 3,7% dari bobot badan atau 41% dari ransum yang terkonsumsi, nilai FCR sebesar 28. Hasil analisis usahatani sapi potong di lokasi pengkajian diperoleh nilai R/C berkisar dari 1,02 1,15. Kata Kunci: Sapi, Penggemukan, Konsentrat PENDAHULUAN Permintaan produksi hasil ternak seperti daging, telur dan susu di negara-negara berkembang seperti Indonesia, akan terus meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk. Konsumsi daging sapi pada tahun 2010 pemerintah memproyeksikan sebesar 1,7 kg/kapita/tahun (SITUSPAJAK.COM, 22 Juni 2010), sehingga kebutuhan daging dalam negeri sebesar 405.280 ton pada populasi penduduk sebanyak 238,4 juta jiwa (HILEUD.COM 2010), berdasarkan target pencapaian swasembada daging sapi pada program PSDS pada tahun 2010 dari penyediaan daging sapi produksi lokal sebesar 347

282.900 ton ditambah dari impor sapi bakalan setara daging sebanyak 46.300 ton dan impor daging sebanyak 73.700 ton akan dapat penyediaan daging sapi sebanyak 402.700 ton, dari jumlah tersebut masih ada kesenjangan penyediaan daging sapi pada tahun 2010 sebanyak 2.580 ton. Lain hal populasi ternak sapi potong di DIY setiap tahunnya terus meningkat dari tahun 2007 tercatat sebanyak 257.836 ekor, di tahun 2008 meningkat menjadi 269.927 ekor dan di tahun 2009 menjadi 276.173 ekor, namun masih belum cukup untuk menyumbang stok daging di tingkat nasional. Permasalahan tersebut dapat diatasi dengan mengadakan peningkatan produktivitas ternak potong secara nasional, meningkatkan populasi ternak, yang diimbangi dengan ketersediaan pakan yang cukup. Berbagai usaha untuk menemukan pakan yang murah dengan teknologi yang sederhana dan mudah dikerjakan oleh petani sampai saat ini masih terus dilakukan untuk membantu pemecahan masalah pakan. Masalah kekurangan hijauan pakan ternak erat hubungannya dengan pergantian musim, sehingga kekurangan hijauan pada musim kemarau dan kelebihan dimusim penghujan selalu dialami oleh para peternak. Kualitas produksi ternak di suatu wilayah sangat erat hubungannya dengan kualitas pakan lokal yang tersedia, sehingga pemanfaatan sumber pakan lokal secara optimal dapat menentukan tercapainya produktivitas secara maksimal. Berdasarkan bahan kering kebutuhan ransum sapi setiap hari berkisar antara 2 3 % dari bobot badan atau sekitar 7 9 kg untuk bobot sapi 300 kg. Untuk usaha penggemukan 70% dari kebutuhan ransum adalah pakan konsentrat atau sekitar 5 6 kg konsentrat. Faktor yang menjadi penghambat lambatnya perkembangan sapi potong di Indonesia diantaranya adalah: Pemeliharaannya menyebar menurut rumah tangga peternak; Ternak hanya diberi pakan limbah pertanian; Teknologi budidaya masih rendah dan Tujuan berternak ke arah menghasilkan daging dan berorientasi pasar masih rendah (SURYANA, 2009). Peningkatan produksi hijauan makanan ternak (HMT) melalui perluasan lahan tidak dapat dilaksanakan secara maksimal karena dihadapkan pada suatu kenyataan bahwa perluasan tanaman pangan merupakan prioritas yang paling utama dilakukan, selain itu juga pertumbuhan penduduk yang cepat mengakibatkan lahan pertanian banyak digunakan untuk pemukiman penduduk. Namun demikian perluasan tanaman pangan ternyata membawa dampak positif untuk mengatasi permasalahan ketersediaan HMT. Dampak positif tersebut adalah produksi limbah pertanian akan meningkat, yang berpotensi sebagai pakan. Berkaitan dengan berbagai permasalahan tersebut maka penggemukan sapi dengan pemanfaatan dan pengembangan bahan pakan lokal perlu dioptimalkan disamping pemberian konsentrat berkualitas baik untuk percepatan peningkatan bobot badan harian juga perlu diperhatikan. MATERI DAN METODE Pengkajian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2010, kegiatan ini dilakukan di tiga kabupaten yaitu, Kabupaten Bantul, Kabupaten Sleman dan Kabupaten Gunung Kidul. Pakan yang digunakan pada teknologi existing adalah semua jenis hijauan pakan yang dapat dikonsumsi ternak; sedangkan untuk kelompok perlakuan diberikan jerami fermentasi secara ad libitum dan konsentrat. Setiap kabupaten terdiri dari satu kelompok ternak sapi hasil silangan sebanyak 5 ekor sapi jantan, pemberian konsentrat di kelompokkan menjadi 3 kelompok pemberian ransum dengan perencanaan pemberian sebagai berikut: P1 : 50% konsentrat dan 50% hijauan (Bantul) P2 : 60% konentrat dan 40% hijauan P3 (Sleman) : 70% konsentrat dan 30% hijauan (Gunung Kidul) Kontrol: pemberian pakan yang biasa dilakukan petani Pemberian pakan jerami terfermentasi kelompok perlakuan diberikan secara ad libitum, air minum disajikan secara ad libitum. Pemberian konsentrat mengikuti pola peternak, yaitu dicampurkan dengan air minum. Data yang dikumpulkan antara lain konsumsi pakan, kenaikan bobot badan dan konversi pakan. 348

Konsumsi pakan Konsumsi pakan dari masing-masing ternak, dihitung dengan cara menimbang pakan yang diberikan pada pagi dan sore hari, dikurangi pakan yang tersisa pada keesokan hari berikutnya, sehingga dapat diketahui konsumsi pakannya berdasarkan bahan kering yang dihitung dalam satuan kg dalam sehari. Kenaikan bobot badan Kenaikan bobot badan diamati setiap dua minggu dengan cara mengukur bagian yang berkorelasi yaitu lingkar dada dengan berat badan ternak; dengan rumus Scorll yang dimodifikasi: 2 ( 22) W G 124 W : bobot badan (kg) G : lingkar dada (cm) diperoleh dengan cara melingkarkan pita ukur pada bagian tulang rusuk 3 4 (tulang belikat) yang terletak pada belakang kaki depan. Bobot badan sapi yang telah diketahui tersebut dikurangi bobot badan dua minggu sebelumnya, untuk mengetahui pertambahan bobot badan harian (PBBH) atau average daily gain (ADG) dihitung dengan rumus sebagai berikut: Kenaikan bobot badan = PBBH = W t W (t 2 minggu) W t : bobot badan pada minggu ke-t W (t 2minggu) : bobot badan pada waktu t - 2 minggu Konversi pakan Konversi pakan Feed conversion ratio (FCR) dihitung dengan cara membagi jumlah pakan terkonsumsi (kg/ekor/hari) dengan pertambahan bobot badan harian (PBBH) (kg/ekor/hari). Data dianalisis berdasarkan analisis deskriptif. HASIL DAN PEMBAHASAN Konsentrat yang digunakan adalah konsentrat sapi potong yang diproduksi oleh PMT Nutrifeed, dengan kode produksi BC 133; komposisi nutrien tertera di dalam Tabel 1. Tabel 1. Komposisi nutrien pakan konsentrat penggemukan * Nutrien Kadar Bahan kering (%) 86,00 Protein kasar (%) 12,50 Serat kasar (%) 16,00 Lemak kasar (%) 3,50 BETA-N (%) 58,00 Calcium (%) 0,90 Phospor (%) 0,50 Vitamin KIU/kg 0,30 NE g (kkal/kg) 1,400 DE (kkal/kg) 2,00 ME (kkal/kg) 2,500 *Sumber: PMT Nutrifeed Lama pengamatan untuk setiap perlakuan di setiap kabupaten tidak bisa diseragamkan/ serentak karena berbagai hal yang ada di tingkat petani, lama efektif untuk setiap kelompok penggemukan adalah sebagai berikut: P1 selama : 90 hari P2 selama : 85 hari P3 selama : 90 hari Kontrol selama : 2 minggu Konsumsi ransum Hasil pengukuran konsumsi ransum dilakukan dengan penimbangan pakan yang diberikan pada pagi dan sore hari, dikurangi pakan yang tersisa pada keesokan hari berikutnya, sehingga dapat diketahui konsumsi pakannya, pengukuran dilakukan satu hari dalam setiap minggu. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa, rata-rata sapi perlakuan tidak bisa menghabiskan konsentrat yang sudah disediakan sesuai dengan perlakuan hal ini dikarenakan masih banyaknya hijauan segara yang diberikan. Konsumsi pakan tertera pada Tabel 2. Hasil pengukuran total konsumsi ransum pada kelompok sapi P1; P2 dan P3 tidak menunjukkan adanya perbedaan yang 349

Tabel 2. Rataan konsumsi ransum sapi penggemukan (kg) Perlakuan Berat sapi awal Konsumsi Konsentrat Jerami Rumput Total ransum P1 233.92 5,0 7,8 8,8 21,6 P2 220.23 6,5 6,7 7,6 20,8 P3 226.48 8,5 5,6 6,4 20,5 mencolok, semuanya berkisar antara 9% sampai dengan 9,2% dari bobot badan, konsumsi konsentrat berkisar antara 2 3% dari bobot badan dengan porsi berkisar antara 23 41% dari total ransum yang terkonsumsi. Para ahli mengemukakan setiap hari sapi memerlukan pakan hijauan kira-kira sebanyak 10% dari berat badannya dan pakan tambahan 1 2% dari berat badan (BBP2TP, 2008; BALITNAK, 1991). Data pertabahan berat badan tertera pada Tabel 3. Pertambahan berat badan harian Feed conversion ratio (FCR) pada Tabel 3 menunjukkan bahwa perbandingan antara jumlah makanan yang dihabiskan oleh seekor sapi dalam sehari dengan peningkatan berat badan sapi tersebut dalam sehari, semakin tinggi nilai FRC semakin rendah tingkat efisiensinya. Perlakuan P1 menunjukkan angka yang cukup baik, karena PBBH yang dapat dicapai rata-rata 0,85 kg/ekor/hari dengan konsumsi konsentrat rata-rata 5 kg/ekor/hari atau 2% dari bobot badan atau 23% dari jumlah konsumsi ransum dengan nilai FCR sebesar 25,4. Konsumsi konsentrat sebanyak ini masih dibawah standar untuk usaha penggemukan sapi, dimana pada umumnya konsumsi konsentrat untuk usaha penggemukan adalah sebanyak 70% dari kebutuhan ransum. Pencapaian PBBH sebanyak ini masih di bawah target PSDS dimana untuk sapi unggul harus diatas 0,9 kg/ekor/hari, namun demikian perlakuan ini masih lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok sapi kontrol. Perlakuan P2 lama pemeliharaan 85 hari menunjukkan angka yang lebih baik dibandingkan dengan P1 dengan nilai FCR sebesar 22,8 lebih efisien dibandingkan dengan P1. Rata-rata PBBH pada P2 sebesar 0,91 kg, konsumsi konsentrat sebanyak 6,5 kg.ekor/hari atau 3% dari bobot badan atau 31% dari ransum, tingkat PBBH pada perlakuan P2 sudah dapat mencapai target program PSDS. Perlakuan P3, PBBH dapat mencapai 0,73 kg/ekor/hari, dengan konsumsi konsentrat sebanyak 8,5 kg/ekor/hari atau 3,7% dari bobot badan atau 41% dari ransum yang terkonsumsi, nilai FCR sebasar 28. Dilihat dari nilai FCR sebesar 28 menunjukkan bahwa perlakuan P3 yang paling tidak efisien dibandingkan dengan perlakuan yang lain, namun masih lebih tinggi dari pada hasil penelitian GUNAWAN. GUNAWAN et al. (2004) melaporkan bahwa kebutuhan BK 2,6% bobot badan/hari (4,7 kg/ekor/hari) dengan protein kasar 10,4 % dan TDN 58% pada sapi potong bobot badan 180 kg dengan peningkatan bobot badan harian 0,45 kg, sedangkan pola pemberian pakan tambahan konsentrat sebesar 1,5% berdasarkan bobot badan. Selanjutnya GUNAWAN et al. (2004) melaporkan kebutuhan BK 2,5% bobot Tabel 3. Rata-rata peningkatan bobot badan sapi penggemukan. Perlakuan BB awal BB akhir PBBH Konsumsi konsentrat Konsumsi hijauan --------- (kg) --------- -------------------------- (kg/ekor/hari) ----------------------- FCR P1 233,92 301,44 0,85 5,0 16,6 25,4 P2 220,23 294,87 0,91 6,5 14,3 22,8 P3 226,48 292,35 0,73 8,5 12,0 28,0 Kontrol 280,13 292,10 0,30 18,0 9,3 91,0 BB: Berat badan; PBBH: Pertambahan berat badan harian; FCR: Feed conversion ratio 350

badan/hari (6,8 kg/ekor/hari) dengan protein kasar 10,8 % dan TDN 66% pada sapi potong bobot badan 270 kg dengan peningkatan bobot badan harian 0,9 kg Pertambahan berat badan harian (PBBH) pada kelompok sapi kontrol mencapai 0,3 kg/ekor/hari. Konsentrat yang diberikan berupa ampas tahu dengan kadar air sebanyak 90%, sedangkan hijauan yang diberikan sama dengan pada kelompok perlakuan. Rendahnya pemberian pakan tambahan/ konsentrat pada kelompok sapi kontrol disebabkan oleh banyak faktor diantaranya adalah keterbatasan modal untuk membeli konsentrat. Jenis pakan tambahan yang tersedia dan diberikan oleh peternak dilokasi pengkajian berupa ampas tahu dengan kandungan bahan kering sebanyak 10%, kadar air 90%; di sisi lain konsentrat yang beredar dipasaran memiliki kandungan zat makanan yang rendah serta ketersediaannya belum kontinyu. Analisis finansial Model analisis usaha peternakan yang paling sederhana adalah pendekatan proses produksi dengan menggunakan estimasi marjin kotor. Analisis yang lebih sederhana diperoleh dengan cara mengurangi biaya variabel dari pendapatan kotor (SOEKARTAWI et al., 1986, dalam SOEHARSONO et al., 2004). Analisis finansial penggemukan sapi potong dengan pola pemberian ransum konsentrat ditunjukkan pada Tabel 4. Petani dalam mengusahakan ternak sapi potong sebagai usaha sambilan oleh sebab itu biaya upahnya sangat rendah, upah tenaga kerja yang berlaku di lokasi pengkajian di tiga kabupaten rata-rata sebesar Rp 20.000 setiap harinya selama 8 jam. Curahan tenaga kerja yang digunakan dalam pengelolaan ternak di tiga kabupaten rata-rata 0,5 jam/hari, waktu tersebut hanya dipakai dalam memberikan pakan, minum, pembersihan kandang dan sedikit untuk mencari hijauan, karena pakan sudah ditambah dari konsentrat sehingga tidak perlu lagi mecari pakan hijauan dengan jumlah yang banayak. SUHARTO (2003) melaporkan bahwa dengan pemberian konsentrat dapat meningkatkan jumlah sapi yang dipelihara tanpa harus bersusah payah mencari rumput dalam jumlah yang banyak dan sisa waktu bisa digunakan untuk yang lain yang lebih produktif. Harga bobot hidup sapi Rp 23.000/ kg dan harga pupuk kandang segar Rp 100/kg, dimana dalam satu hari akan menghasilkan pupuk kandang rata-rata 15 kg/ekor. Sedangkan harga konsentrat Rp 1.600/kg. Usaha pemeliharaan sapi potong dengan pola pemberian pakan konsentrat pada perlakuan P1 menunjukkan biaya variabel sebesar Rp. 6.136.100. Penerimaan petani dihitung dari tingkat harga rata-rata peningkatan bobot badan harian dengan harga berat hidup sapi potong Rp 23.000/kg selama pemeliharaan 90 hari, ditambah dengan hasil penjualan pupuk kandang, menunjukkan penerimaan petani sebesar Rp. 7.068.120 Tabel 4. Analisis finansial usaha sapi penggemukan Komponen biaya Perlakuan P1 P2 P3 Kontrol Biaya variabel (a) 6.136.100 5.892.176 6.165.660 6.580.990 Sapi potong (kg) 5.380.000 5.065.290 5.209.040 6.442.990 Pakan (konsentrat) 633.600 713.136 834.120 128.000 Obat cacing (paket) 10.000 10.000 10.000 5.000 Tenaga kerja (HOK) 112.500 103.750 112.500 5.000 Penerimaan (b) 7.068.120 6.906.510 6.859.050 6.742.300 Sapi potong (kg) 6.933.120 6.782.010 6.724.050 6.718.300 Pupuk kandang 135.000 124.500 135.000 24.000 Keuntungan (b - a) 932.020 889.834 693.390 161.310 R/C 1,15 1,15 1,11 1,02 351

dengan tingkat keuntungan Rp. 932.020 (R/C= 1,15). Sedangkan pada perlakuan P2 biaya pembelian sapi sebesar Rp. 5.065.290 dengan biaya variabel untuk keseluruhannya adalah sebesar Rp. 5.892.176, tingkat penerimaan sebesar Rp. 6.906.510 sehingga ada keuntungan sebesar Rp. 889.834 dengan tingkat R/C sebesar 1,5. Kelompok sapi perlakuan P3 menunjukkan biaya variabel sebesar Rp. 6.165.660 lama pemeliharaan 90 hari, petani mendapatkan penerimaan sebesar Rp. 6.859.050 dengan tingkat keuntungan Rp. 693.390 (R/C = 1,11). Sedangkan pada kelompok kontrol biaya variabel sebesar Rp. 6.580.990 dengan penerimaan sebesar Rp. 6.742.300 dengan tingkat keuntungan Rp. 161.310 (R/C = 1,02). Dilihat dari nilai efisiensi R/C rasio menunjukkan bahwa usaha ternak sapi potong antara perlakuan dan kontrol tidak jauh berbeda, tetapi dari pendapatan nyata yang diperoleh petani, bahwa dengan pemberian konsentrat dapat mendatangkan keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. KESIMPULAN Semua sapi perlakuan pemberian konsentrat sudah menunjukkan adanya peningkatan berat badan harian. Pertambahan berat badan harian (PBBH) pada sapi perlakuan P1 dengan mengkonsumsi konsentrat sebanyak 2% dari bobot badan dapat mencapai 0,85kg/hari/ekor dengan FCR 25, sedangkan pada perlakuan P2, PBBH dapat mencapai 0,91 kg/ekor/hari dengan mengkonsumsi konsentrat sebanyak 3% dari bobot badan dan nilai FCR 22,8. Pada perlakuan P3, PBBH dapat mencapai 0,73 kg/ekor/hari, dengan konsumsi konsentrat sebanyak 8,5 kg/ekor/hari atau 3,7% dari bobot badan atau 41% dari ransum yang terkonsumsi, nilai FCR sebasar 28. Hasil analisis usahatani sapi potong di lokasi pengkajian diperoleh nilai R/C berkisar dari 1,02 1,15. UCAPAN TERIMA KASIH Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Ir. A. Musofie, MS. APU selaku penanggung jawab pada kegiatan ini, yang telah mengarahkan dan memberikan masukan mulai dari pelaksanaan sampai pada penulisan makalah ini. DAFTAR PUSTAKA BALITNAK. 1991. Pedoman Cara Pemanfaatan Jerami Padi Pada Pakan Ruminansia. Balai Penelitian Ternak. BBP2TP. 2008. Teknologi Budidaya Sapi Potong. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Bogor. DITJENNAK. 2009. Srategi Penguatan Produksi Daging Sapi dalam Negeri. TIM Direktorat Kesmavet. Direktorat Jenderal Peternakan. GUNAWAN, D.E. WAHYONO dan P.W. PRIHANDINI. 2004. Strategi penyusunan pakan murah sapi potong mendukung agribisnis. Pros. Lokakarya Nasional Sistem Integrasi Kelapa Sawit Sapi, Bengkulu, 9 10 September 2003. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 137 146. HILEUD.COM. 2010. Jumlah penduduk 2010 html. SRIGANDONO, B. 1995. Kamus Istilah Peternakan. Ed. 2. Gadjah Mada University Press. SURYANA. 2009. Pengembangan usaha ternak sapi potong berorientasi agribisnis dengan pola kemitraan. J. Litbang Pertanian file:///h:/ternak%20potong_files/viewer_003. png. (14 April 2011). SITUSPAJAK.COM. 2010. (22 Juni 2010). SOEHARSONO, A. MUSOFIE, PRAJITNO, SUPRIADI, H. HANAFI, S. RUSTIJARNO, S.B. LESTARI, KURNIANITA dan SUKAR. 2004. Pengkajian Sistem Usahatani Integrasi Tanaman-Ternak di Agroekosistem Lahan Kering. Laporan Pengkajian Proyek Pembinaan Kelembagaan Litbang Pertanian D.I.Yogyakarta. SITUSPAJAK.COM. 2011. Mentan diminta stop impor daging dan jerohan. www.situspajak.com. (14 April 2011). 352