BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan proses-proses sosial di dalam masyarakat (Bungin 2006: 48). Dalam lembaga

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. adanya diskriminasi termasuk anak-anak yang mempunyai kelainan atau anak

PENDIDIKAN KHUSUS LANDASAN YURIDIS

Bagaimana? Apa? Mengapa?

2015 PEMBELAJARAN TARI MELALUI STIMULUS GERAK BURUNG UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KINESTETIK PADA ANAK TUNAGRAHITA SEDANG DI SLB YPLAB LEMBANG

PENDIDIKAN KHUSUS PUSAT KURIKULUM BALITBANG DIKNAS

SEMINAR TENTANG ABK DISAMPAIKAN DALAM RANGKA KAB. BANDUNG BARAT (10 MEI 2008) OLEH: NIA SUTISNA, DRS. M.Si

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia tidak hanya diperuntukkan bagi anak- anak yang

PENDIDIKAN KHUSUS & PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS

PENDIDIKAN KHUSUS PUSAT KURIKULUM BALITBANG DIKNAS. DRS. MUHDAR MAHMUD.M.Pd

BAB I PENDAHULUAN. masih tanggung jawab orang tua. Kewajiban orang tua terhadap anak yaitu membesarkan,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada setiap budaya dan lingkungan masyarakat, keluarga memiliki struktur yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia merupakan suatu hal yang wajib ditempuh oleh semua warga negara.

IDENTIFIKASI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DAN STRATEGI PEMBELAJARANNYA. Oleh Mardhiyah, Siti Dawiyah, dan Jasminto 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. segala potensinya. Oleh sebab itu pendidikan harus diterima olah setiap warga negara,

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dengan kata lain tujuan membentuk Negara ialah. mengarahkan hidup perjalanan hidup suatu masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan segala aktifitas di berbagai bidang. Sesuai dengan UUD 1945

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori atau Konsep 1. Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus Anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa yang berbeda

BAB I PENDAHULUAN. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki perbedaan

BAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, karena itu

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Manusia merupakan mahluk individu karena secara kodrat manusia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MODEL & STRATEGI PEMBELAJARAN ABK DLM SETTING PENDIDIKAN INKLUSIF

BAB I PENDAHULUAN I.1

AHMAD NAWAWI JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI BANDUNG 2010

MENGENAL ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

Seminar Tugas Akhir BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. mencapai tujuan dalam pembangunan. Salah satu cara untuk meningkatkan

WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KHUSUS DAN LAYANAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan bernegara, ada yang namanya hak dan kewajiban warga

Adaptif. Adaptif dapat diartikan sebagai, penyesuaian, modifikasi, khusus, terbatas, korektif, dan remedial.

BAB I PENDAHULUAN. dijamin dan dilindungi oleh berbagai instrumen hukum internasional maupun. nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.

II. Deskripsi Kondisi Anak

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Salah satu tujuan bangsa Indonesia yang tertuang dalam pembukaan

LAPORAN OBSERVASI LAPANGAN PERKEMBANGAN DAN PROSES PEMBELAJARAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN. berpotensi, karena itu pendidikan, pelatihan dan pembinaan untuk anak harus

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU

BAB I PENDAHULUAN. tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. Dalam

Adhyatman Prabowo, M.Psi

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Tubuh manusia mengalami berbagai perubahan dari waktu kewaktu

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan pendidikan adalah milik semua orang, tidak. terkecuali Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Keterbatasan yang dialami

Implementasi Pendidikan Segregasi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk suatu profesi, tetapi mampu menyelesaikan masalah-masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Memasuki akhir milenium kedua, pertanyaan tentang

Hakikat Pendidikan Khusus

BAB I. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan dijadikan sorotan oleh berbagai negara-negara di dunia saat

BAB I. sosialnya sehingga mereka dapat hidup dalam lingkungan sekitarnya. Melalui

PENDIDIKAN KHUSUS/PLB (SPECIAL EDUCATION) MENUJU PENDIDIKAN BERMUTU DAN BERTANGGUNG JAWAB

BAB I PENDAHULUAN. berbagai pihak diantaranya adalah guru dan siswa. Pembelajaran adalah pembelajaran yang

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi diantara umat manusia itu sendiri (UNESCO. Guidelines for

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Pendidikan luar biasa

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. I.1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENDIDIKAN KHUSUS DAN PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS

PERANAN KONSELOR DALAM MENANGANI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

BAB I LATAR BELAKANG. dari anak kebanyakan lainnya. Setiap anak yang lahir di dunia dilengkapi dengan

Implementasi Program Nawacita dalam Bidang Pendidikan untuk. Siswa Berkebutuhan Khusus di Sekolah Luar Biasa. Negeri 1 Bantul Tahun 2017

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mampu mengemban tugas yang dibebankan padanya, karena

BAB I PENDAHULUAN. SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/MA/SMALB/Paket C, SMK/MAK, atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan lainnya. Setiap manusia memiliki kekurangan. Semua anak manusia tidak

BAB I PENDAHULUAN. 1 SLB Golongan A di Jimbaran. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat telah banyak mengangap bahwa anak yang dilahirkan karena suatu

BAB I PENDAHULUAN. potensi sumber daya manusia melalui kegiatan pembelajaran yang

repository.unisba.ac.id BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hal yang sangat mendasar untuk perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. yang diciptakan oleh Tuhan yang memiliki kekurangsempurnaan baik dalam segi

BAB I PENDAHULUAN. realitas diri dengan mengoptimalkan semua potensi kemanusiaan. (educational for all) yang tidak diskriminatif.

BAB I PENDAHULUAN. Ai Nuraeni, 2014 Pembelajaran PAI Untuk Siswa Tunarungu Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.

BAB I PENDAHULUAN. Hakikat semua manusia yang ada dimuka bumi ini adalah sama. Semua manusia

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial. Dalam perkembangannya yang normal,

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah hak asasi setiap warga negara. Oleh karena itu, pemerintah

PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan fisik dan juga kelainan fisik yang sering disebut tunadaksa.

BAB I PENDAHULUAN. orang tua. Anak bisa menjadi pengikat cinta kasih yang kuat bagi kedua orang

BAB I PENDAHULUAN. Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan fasilitas tumbuh kembang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Meirani Silviani Dewi, 2013

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kepada sekolah, keluarga, serta masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Bentuk, Bidang, dan Perkembangan Usaha. merespon perubahan perubahan yang terkait secara cepat, tepat

PENDIDIKAN SISWA BERKEBUTUAN KHUSUS. Kuliah 1 Adriatik Ivanti, M.Psi

BAB I PENDAHULUAN. yang begitu bahagia dan ceria tanpa lagi ada kesepian. dengan sempurna. Namun kenyataannya berkata lain, tidak semua anak dapat

Bab I Pendahuluan. Sekolah Luar Biasa Tunagrahita di Bontang, Kalimantan Timur dengan Penekanan

BAB I PENDAHULUAN. semangat untuk menjadi lebih baik dari kegiatan belajar tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan manusia tersebut salah satunya adalah kematangan sosial.

mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas umum Pemerintahan dan pembangunan dibidang kesejahteraan sosial dan keagamaan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. secara fisik. Anak Berkebutuhan Khusus dibagi ke dalam dua kelompok yaitu

ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS TUNAGRAHITA

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan jasmani adaptif merupakan luasan dari kata pendidikan jasmani

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan penelitian dan pengembangan serta akan diuraikan juga mengenai

TINJAUAN MATA KULIAH...

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Lembaga Sosial Lembaga sosial adalah sekumpulan tata aturan yang mengatur interaksi dan proses-proses sosial di dalam masyarakat (Bungin 2006: 48). Dalam lembaga sosial ini ada norma berupa aturan, tata, cara, kegiatan yang terorganisir dengan baik. Dimana lembaga sosial itu memiliki fungsi-fungsi tertentu yaitu: 1. Memberi pedoman kepada warga masyarakat bagaimana mereka harus bertingkah laku atau bersikap menghadapi masalah-masalah dalam masyarakat terutama yang menyangkut kebutuhan pokok. 2. Untuk menjaga keutuhan masyarakat yang bersangkutan. 3. Memberi pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan sistem pengendalian sosial. Lembaga sosial juga memiliki karakteristik sendiri yaitu: 1. Memiliki tujuan utama yaitu memenuhi kebutuhan-kebutuhan khusus masyarakat. 2. Lembaga mempunyai nilai-nilai pokok yang bersumber dari anggotanya. 3. Lembaga relatif bersifat permanen. 4. Dasar-dasar lembaga sosial begitu luas sehingga kegiatan-kegiatan mereka menempati kedudukan sentral dalam masyarakat. 5. Lembaga disusun dan diorganisasikan secara sempurna disekitar rangkaian pola-pola norma, nilai, dan perilaku yang diharapkan. 6. Ide-ide lembaga pada umumnya diterima oleh mayoritas anggota masyarakat tidak peduli apakah mereka turut berpartisipasi atau tidak dalam lembaga.

2.2 Teori Fungsional Menurut Robert K. Merton Robert K. Merton dalam Ritzer (2003:138-139) mengatakan bahwa fungsi adalah konsekuensi-konsekuensi yang dapat diamati yang menimbulkan adaptasi atau penyesuaian dari sistem tertentu. Stuktur atau institusi dapat menyumbang pemeliharaan bagian-bagian lain dari sistem sosial, stuktur atau institusi. Teori ini menilai bahwa semua sistem yang ada di dalam masyarakat pada hakikatnya mempunyai fungsi tersendiri. Dalam pikiran Merton sasaran studi struktural fungsional antara lain peran sosial, pola institusional, proses sosial, pola kultural, norma sosial, organisasi kelompok, struktur sosial, perlengkapan untuk pengendalian sosial. Teori fungsional ini memandang bahwa segala pranata sosial yang ada dalam masyarakat itu bersifat fungsional dalam artian positif dan negatif. Merton menjelaskan bahwa aliran fungsionalis dapat juga diterapkan pada organisasi, institusi dan kelompok. Selain itu ia memperkenalkan mengenai fungsi manifest (nyata) merupakan fungsi yang diharapakan dan fungsi laten (tersembunyi) merupakan fungsi yang tidak diharapkan. Dimana fungsi tersembunyi ini adalah satu jenis dari akibat yang tidak diharapkan. Ia berpendapat bahwa teori ini merupakan strategi untuk analisa. Kedua fungsi ini memiliki konsekuensi yang kemungkinan mengutungkan sistem. (Doyle 1986:158) Menurut sudut pandang Merton bahwa analsisis fungsional memusatkan pada organisasi, kelompok, masyarakat dan kebudayaan, harsuslah terpola dan berlangsung. Lebih jauh dari itu konsepnya mengenai fungsi manifest dan laten telah membuka bahwa fungsi selalu berada dalam daftar menu struktur.

a. Fungsi Manifes Terdapat fungsi yang oleh banyak orang dipandang dan diharapkan akan dipenuhi oleh lembaga itu sendiri. Contoh: Keluarga harus memelihara anak. Lembaga ekonomi harus menghasilkan dan mendistribusikan kebutuhan pokok dan mengarahkan arus modal ke tempat yang membutuhkan. Sekolah harus mendidik anak-anak. Fungsi manifes adalah jelas, diakui dan biasanya, dipuji. b. Fungsi Laten Terdapat beberapa konsekuensi lembaga yang tidak dikehendaki dan tidak dapat diramalkan. Lembaga pendidikan tidak hanya mendidik anak-anak, tetapi juga menyelenggarakan hiburan dan menjauhkan orang-orang muda usia dari pasar tenaga kerja, yang menurut beberapa ahli teori konflik, melindungi anakanak orang kaya dari persaingan dengan anak-anak orang miskin. Program kesejahteraan pemerintah tidak hanya membantu orang miskin, tetapi juga memberikan pekerjaan kepada kelas menengah. Fungsi laten adalah suatu tipe konsekuensi yang tidak terantisipasi, sesuatu yang fungsional bagi sistem yang dirancang. (http://www.idpeurope.org/docs/uio_upi_inclusion_book/6menuju_inklusi_da n_pengayaan.pdf) 2.3 Lembaga Pendidikan Pendidikan merupakan hal yang wajib didapat oleh seorang anak. Dimana Pendidikan sangat membantu seseorang untuk berkarya. Untuk mencapai pendidikan seoarang anak akan ditempatkan ke suatu lembaga yaitu lembaga

pendidikan. Lembaga pendidikan sebagai suatu wadah untuk mendidik anak memiliki beberapa fungsi diantaranya fungsi manifest dan fungsi laten. Fungsi manifest adalah fungsi yang diharapkan yaitu : - Mempersiapkan anggota masyarakat mencari nafkah. - Mengembangkan bakat seseorang demi kepuasan pribadi maupun anggota masyarakat. - Melestarikan kebudayaan. - Menanamkan keterampilan yang perlu bagi partisipasi dalam demokrasi. Sedangkan fungsi laten adalah fungsi yang terselubung. Fungsi laten pendidikan antara lain: - Pemupukan keremajaan - Pengurangan pengendalian orang tua - Penyediaan sarana untuk pembangkangan - Dipertahankannya sistem kelas sosial - Penundaan usia perkawinan Alpha Omega sebagai lembaga pendidikan untuk ABK memiliki peran penting dalam mengembangkan potensi anak yaitu : Menjalin komunikasi dua arah dengan anak Mengembangkan situasi belajar yang menyenangkan tanpa membebani anak harus belajar diluar kemampuannya. Mengembangkan rasa percaya diri anak.

2.4 Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. Anak dengan kebutuhan khusus adalah anak yang secara signifikan mengalami kelainan/ penyimpangan (fisik, mental, intelektual, sosial, dan emosional) dalam proses tumbuhkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain yang seusia sehingga memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Anak berkebutuhan khusus (ABK) ini ada dua kelompok, yaitu: ABK temporer (sementara) dan permanen (tetap). Adapun yang termasuk kategori ABK temporermeliputi: anak-anak yang berada di lapisan strata sosial ekonomi yang paling bawah, anak-anak jalanan (anjal), anak-anak korban bencana alam, anakanak di daerah perbatasan dan di pulau terpencil, serta anak-anak yang menjadi korban HIV-AIDS. Sedangkan yang termasuk kategori ABK permanen adalah anak-anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, Autis, ADHD (Attention Deficiency andhiperactivity Disorders), Anak Berkesulitan Belajar, Anak berbakat dan sangat cerdas (Gifted). Anak berkebutuhan khusus yang paling banyak mendapat perhatian guru antara lain. a. Tunagrahita (Mental retardation) Definisi tunagrahita yang dipublikasikan oleh American Association on Mental Retardation (AAMR). Di awal tahun 60-an, tunagrahita merujuk pada keterbatasan fungsi intelektual umum dan keterbatasan pada keterampilan adaptif. Keterampilan adaptif mencakup area komunikasi, merawat diri, keterampilan sosial, bermasyarakat, mengontrol diri, waktu luang, dan kerja. Menurut definisi

ini, ketunagrahitaan muncul sebelum usia 18 tahun. Menurut WHO seorang tunagrahita memiliki dua hal yang esensial yaitu fungsi intelektual secara nyata di bawah rata-rata dan adanya ketidakmampuan dalam menyesuaikan diri dengan norma dan tututan yang berlaku dalam masyarakat. b. Tunalaras (Emotional or behavioral disorder) Tunalaras adalah individu yang mengalami hambatan dalam mengendalikan emosi dan kontrol sosial. individu tunalaras biasanya menunjukan prilaku menyimpang yang tidak sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku disekitarnya. Tunalaras dapat disebabkan karena faktor internal dan faktor eksternal yaitu pengaruh dari lingkungan sekitar.secara umum mereka selalu dalam keadaan pervasive dan tidak menggembirakan atau depresi. c. Tunarungu Wicara (Communication disorder and deafness) Tunarungu adalah individu yang memiliki hambatan dalam pendengaran baik permanen maupun tidak permanen, karena memiliki hambatan dalam pendengaran individu tunarungu memiliki hambatan dalam berbicara sehingga mereka biasa disebut tunawicara. Cara berkomunikasi dengan individu menggunakan bahasa isyarat, untuk abjad jari telah dipatenkan secara internasional sedangkan untuk isyarat bahasa berbeda-beda di setiap negara. Individu tunarungu cenderung kesulitan dalam memahami konsep dari sesuatu yang abstrak.

d. Tunanetra (Partially seing and legally blind) Tunanetra adalah individu yang memiliki hambatan dalam penglihatan. tunanetra dapat diklasifikasikan kedalam dua golongan yaitu: buta total (Blind) dan low vision. Tunanetra memiliki keterbatasan dalam indra penglihatan maka proses pembelajaran menekankan pada alat indra yang lain yaitu indra peraba dan indra pendengaran e. Tunadaksa (physical disability) Tunadaksa adalah individu yang memiliki gangguan gerak yang disebabkan oleh kelainanneuro-muskular dan struktur tulang yang bersifat bawaan, sakit atau akibat kecelakaan, termasuk celebral palsy, amputasi, polio, dan lumpuh. Tingkat gangguan pada tunadaksa adalah ringan yaitu memiliki keterbatasan dalam melakukan aktivitas fisiktetap masih dapat ditingkatkan melalui terapi, sedang yaitu memilki keterbatasan motorik dan mengalami gangguan koordinasi sensorik, berat yaitu memiliki keterbatasan total dalam gerakan fisik dan tidak mampu mengontrol gerakan fisik. f. Tunaganda (Multiple handicapped) Tunaganda adalah mereka yang mempunyai kelainan perkembangan mencakup kelompok yang mempunyai hambatan-hambatan perkembangan neurologis yang disebabkan oleh satu atau dua kombinasi kelainan dalam kemampuan seperti intelegensi, gerak, bahasa, atau hubungan pribadi di masyarakat.

g. Kesulitan Belajar (Learning disabilities) Anak dengan kesulitan belajar adalah individu yang memiliki gangguan pada satu atau lebih kemampuan dasar psikologis yang mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa, berbicara dan menulis yang dapat memengaruhi kemampuan berfikir, membaca,berhitung, berbicara yang disebabkan karena gangguan persepsi, disfungsi minimal otak, dislexia, dan afasia perkembangan. individu kesulitan belajar memiliki IQ rata-rata atau diatas rata-rata, mengalami gangguan motorik persepsi-motorik, gangguan koordinasi gerak, gangguan orientasi arah dan ruang dan keterlambatan perkembangan konsep. h. Anak Berbakat (Giftedness and special talents) Anak berbakat adalah mereka yang mempunyai skor IQ 140 atau lebih diukur dengan instrument Stanford Binet, mempunyai kreativitas tinggi kemampuan memimpin dan kemampuan dalam seni drama, seni tari dan seni rupa. Anak berbakat mempunyai empat kategori, sebagai berikut: Mempunyai kemampuan intelektual atau intelegensi yang menyeluruh, mengacu pada kemampuan berpikir secara abstrak dan mampu memecahkan masalah secara sistematis dan masuk akal. Kemampuan intelektual khusus, mengacu pada kemampuan yang berbeda dalam matematika, bahasa asing, music, atau ilmu pengetahuan alam.

Berpikir kreatif atau berpikir murni menyeluruh. Pada umumnya mampu berpikir untuk menyelesaikan masalah yang tidak umum dan memerlukan pemikiran tinggi. Mempunyai bakat kreatif khusus, bersifat orisinil dan berbeda dengan yang lain. i. Anak Autistik Autism Syndrome merupakan kelainan yang disebabkan adanya hambatan pada ketidakmampuan berbahasa yang diakibatkan oleh kerusakan pada otak. Gejala-gejalanya antara lain: Senang tidur bermalas-malasan atau duduk menyendiri dengan tampang acuh, muka pucat, dan mata sayu dan selalu memandang ke bawah. Selalu diam sepanjang waktu. Jika ada pertanyaan terhadapnya, jawabannya sangat pelan dengan nada monoton, kemudian dengan suara yang aneh akan menceritakan dirinya dengan beberapa kata kemudian diam menyendiri lagi. Tidak pernah bertanya, tidak menunjukkan rasa takut dan tidak menyenangi sekelilingnya. Tidak tampak ceria. Tidak peduli terhadap lingkungannya, kecuali terhadap benda yang disukainya.

Secara umum anak autis mengalami kelainan dalam berbicara, kelainan fungsi saraf dan intelektual, Hal tersebut dapat terlihat dengan adanya keganjilan perilaku dan ketidakmampuan berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. j. Hiperaktif(Attention Deficit Disorder with Hyperactive) Hiperaktif bukan merupakan penyakit tetapi suatu gejala atau symptoms. Dewasa ini banyak kalangan medis masih menyebut anak hiperaktif dengan istilah attention deficit disorder (ADHD) (http://www.gbkp.or.id). 2.5 Perkembangan Pendidikan berkebutuhan Khusus di Indonesia Di Indonesia, perkembangan pendidikan luar biasa dimulai sebelum masa kemerdekaan yaitu dengan berdirinya dan untuk pertama kalinya, Lembaga Penyandang Cacat Tunanetra di Bandung pada tahun 1901. Lalu pada 1927 dibuka sekolah bagi anak tunagrahita di kota yang sama dan pada saat yang hampir bersamaan didirikan sekolah khusus bagi anak tunarungu pada 1930 di Bandung juga. Selain itu ada juga YPAC Surakarta yang berdiri Tanggal 5 Februari 1953 di Surakarta dan didirikan oleh Prof. DR. dr. Soeharso. Untuk Sumatera Utara sendiri pada tahun 1964 di Medan di didirikan sekolah untuk anak cacat. Hingga saat ini pendidikan luar biasa di Indonesia sebagian besar masih bersifat segregratif, yaitu memisahkan antara anak berkebutuhan khusus dari anak-anak normal dan menempatkan mereka di sekolah khusus atau yang dikenal dengan Sekolah Luar Biasa (SLB). Model pendidikan segregratif ini bertujuan agar ABK memperoleh pendidikan yang sesuai dengan karakteristik kecacatannya

sehingga dapat mengembangkan kemampuannya secara optimal. SLB terdiri dari jenjang pra sekolah TKLB, pendidikan dasar (SDLB, SMPLB) dan pendidikan menengah (SMLB). Dengan penggolongan jenis sekolah yaitu: SLB A untuk Tunanetra SLB B untuk tunarungu SLB C untuk tunagrahita SLB D untuk tunadaksa SLB E untuk tunalaras SLB G untuk tunaganda. Selain model pendidikan segregatif ada juga model pendidikan inklusif yaitu sekolah yang menampung semua murid di kelas yang sama, sekolah ini menyediakan pendidikan yang layak, dan sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan setiap murid. Biasanya ABK disekolahkan di tempat yang terdekat dengan mereka. Mulai 2001 pendidikan inklusi telah menjadi program Direktorat Pendidikan Luar Biasa yang bertugas untuk mengatur pelaksanaan pendidikan luar biasa tidak hanya di SLB namun juga di sekolah-sekolah reguler, termasuk salah satunya adalah membekali para guru di semua sekolah reguler dengan pengetahuan dan keterampilan layanan bagi anak berkebutuhan khusus. Beberapa sekolah baik itu SD, SMP dan SMA reguler telah ditunjuk menjadi sekolah penyelenggara pendidikan inklusif. Walaupun memang dalam pelaksanaannya masih terdapat hambatan. Untuk memenuhi guru yang mengajar di sekolah luar biasa yang diperuntukkan bagi anak luar biasa, didirikan lembaga pendidikan guru sesuai dengan kebutuhan di lapangan.pendidikan guru untuk

PLB yang pertama, Sekolah Guru Pendidikan Luar Biasa (SGPLB), didirikan di Bandung pada tahun 1952. (http://www.google.co.id/urlsaanak+berkebutuhan+khusus source.ditplb.or.id)