BAB II PROSES PERALIHAN OBJEK WARISAN SECARA AB INTESTATO BILA DI TINJAU DARI HUKUM PERDATA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III KEWARISAN DALAM HUKUM PERDATA. Hukum waris Eropa yang dimuat dalam Burgerlijk Wetboek

TINJAUAN YURIDIS AHLI AHLI WARIS AB INTESTATO MENURUT HUKUM PERDATA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN

HUKUM WARIS. Hukum Keluarga dan Waris ISTILAH

BAB III HAK WARIS ANAK SUMBANG. A. Kedudukan Anak Menurut KUH Perdata. Perdata, penulis akan membagi status anak ke dalam beberapa golongan

Lex et Societatis, Vol. III/No. 9/Okt/2015

BAB II STATUS HUKUM HARTA WARIS YANG DIPEROLEH BERDASAR PADA WASIAT / TESTAMEN. hubungan pewarisan antara pewaris dan ahli waris.

Waris Menurut BW Bab I Pendahuluan

BAB I TENJAUAN UMUM TENTANG HUKUM WARIS

BAB IV. PEMBAGIAN WARISAN DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF KUHPerdata

Lex et Societatis, Vol. V/No. 3/Mei/2017. KEDUDUKAN AHLI WARIS DITINJAU DARI KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 1 Oleh : Daniel Angkow 2

PENERAPAN LEGITIME FORTIE (BAGIAN MUTLAK) DALAM PEMBAGIAN WARISAN MENURUT KUH PERDATA. SULIH RUDITO / D

HUKUM WARIS PERDATA BARAT

ANALISIS YURIDIS PENDAFTARAN PERALIHAN HAK GUNA BANGUNAN AKIBAT PEWARISAN SECARA AB INTESTATO DI KOTA MEDAN BERLIANA YUNITA HUTAGALUNG ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. dasar, antara lain bersifat mengatur dan tidak ada unsur paksaan. Namun untuk

PEMBAGIAN HAK WARIS KEPADA AHLI WARIS AB INTESTATO DAN TESTAMENTAIR MENURUT HUKUM PERDATA BARAT (BW)

BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR

TINJAUAN MENGENAI ASPEK HUKUM PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Jepara)

TINJAUAN HUKUM SURAT WASIAT MENURUT HUKUM PERDATA M. WIJAYA. S / D

BAB I PENDAHULUAN. orang lain berkewajiban untuk menghormati dan tidak mengganggunya dan

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Mewaris adalah menggantikan hak dan kewajiban seseorang yang

Lex et Societatis, Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017. PEMBATALAN ATAS PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA 1 Oleh : Erni Bangun 2

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB V. KOMPARASI PEMBAGIAN WARIS DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF KHI, CLD KHI DAN KUHPerdata

TINJAUAN YURIDIS ATAS AHLI WARIS PENGGANTI DALAM HUKUM WARIS

BAB III WASIAT PENGANGKATAN AHLI WARIS (ERSFTELLING) DALAM KUHPERDATA. yaitu segala hukum yang mengatur kepentingan-kepentingan perorangan.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran,

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

Diskusi Mata Kuliah Gemar Belajar Perjanjian dan Waris

Lex Privatum Vol. VI/No. 1/Jan-Mar/2018

BAB II PENGATURAN HIBAH DAN HIBAH WASIAT DALAM PEWARISAN MENURUT KUHPERDATA. A. Ketentuan Umum Pewarisan Menurut KUHPerdata

BAB II. A. Hukum Waris Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. kewajiban-kewajiban seseorang yang telah meninggal dunia itu.

BAB II KEDUDUKAN HUKUM AHLI WARIS GOLONGAN II SETELAH TERBITNYA PENETAPAN PENGESAHAN YANG DILAKUKAN SETELAH PEWARIS MENINGGAL DUNIA

BAB I PENDAHULUAN. suatu kejadian penting dalam suatu masyarakat tertentu, ketika seorang anggota dari

Lex Crimen Vol. VI/No. 9/Nov/2017

SISTEM PEWARISAN APABILA PEWARIS DAN AHLI WARISNYA MENINGGAL DUNIA PADA SAAT BERSAMAAN DITINJAU BERDASARKAN KITAB UNDANG -UNDANG HUKUM PERDATA

PEWARISAN DAN AHLI WARIS PENGGANTI BIJ PLAATSVERVULLING

BAB I PENDAHULUAN. mahkluk sosial, manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa adanya bantuan

DAFTAR PUSTAKA. Abdurrahman, Soejono. Prosedur Pendaftaran Tanah Tentang Hak Milik, Hak Sewa Bangunan,Hak Guna Banguna. Jakarta.

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017. KEDUDUKAN PELAKSANA WASIAT ATAU TESTAMENT MENURUT KITAB UNDANG- UNDANG KUH PERDATA 1 Oleh : Riansyah Towidjojo 2

BAB III AKIBAT HUKUM PENGHIBAHAN HARTA WARISAN YANG MELANGGAR BAGIAN MUTLAK ATAU LEGITIME PORTIE AHLI WARIS OLEH PEWARIS MENURUT KUHPERDATA

BAB I PENDAHULUAN. yang sudah ada sejak dahulu yaitu hukum Waris Adat, Hukum Waris Islam, dan hukum Waris Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

KEWENANGAN PENGADILAN AGAMA DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PERKARA WARIS Rahmatullah, SH.,MH Dosen Fakultas Hukum UIT Makassar

KEDUDUKAN HUKUM AHLI WARIS YANG MEWARIS DENGAN CARA MENGGANTI ATAU AHLI WARIS BIJ PLAATSVERVULLING MENURUT BURGERLIJK WETBOEK

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria

Upik Hamidah. Abstrak

BAB III WASIAT DALAM KUH PERDATA. perbuatan pewaris pada masa hidupnya mengenai harta kekayaannya apabila

Lex Administratum, Vol. V/No. 6/Ags/2017. TINJAUAN HUKUM MENGENAI PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA 1 Oleh: Pratini Salamba 2

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

HUKUM HIBAH WASIAT TERHADAP ANAK ANGKAT MENURUT HUKUM PERDATA

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan akhir dari perjalanan kehidupan seorang manusia dan

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah

BAB I PENDAHULUAN. menurut Mr.A.Pitlo adalah rangkaian ketentuan-ketentuan, dimana,

B AB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Pasal 875 BW, yang dimaksud Surat Wasiat (testament) adalah suatu

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III AKIBAT HUKUM PEMBAGIAN WARISAN APABILA PADA AKHIRNYA DIKETAHUI ADANYA AKTA WASIAT.

AKIBAT HUKUM TERHADAP PENGHIBAHAN SELURUH HARTA WARISAN OLEH PEWARIS SEHINGGA MELANGGAR LEGITIME PORTIE

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria

BAB IV ANALISIS DATA A. Persamaan dan Perbedaan Hukum Islam dan Hukum Perdata Indonesia Tentang Hibah dalam Keluarga

BAB III ANALISA TERHADAP AHLI WARIS PENGGANTI (PLAATSVERVULLING) PASAL 841 KUH PERDATA DENGAN 185 KHI

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia saat ini masih terdapat beraneka sistem hukum

BAB I PENDAHULUAN. Sistem hukum waris Adat diperuntukan bagi warga Indonesia asli yang pembagiannya

1. Pewarisan Langsung (uit eigen hoofde) 2. Pewarisan melalui Penggantian tempat (bij plaats vervulling)

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau beberapa orang lain. Intinya adalah peraturan yang mengatur akibat-akibat

PEWARISAN HAK CIPTA MENURUT KUHPERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA

BAB III KETENTUAN HAK WARIS ANAK ZINA MENURUT PASAL 869 KUH PERDATA. pada BW, merupakan bagian dari hukum harta kekayaan, oleh karena itu

BAB III KEWARISAN ANAK DALAM KANDUNGAN MENURUT KUH PERDATA 1. A. Hak Waris Anak dalam Kandungan menurut KUH Perdata

diasuh oleh team-teaching PROGRAM PASCASARJANA USU Program Magister Kenotariatan

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

TINJAUAN TENTANG BAGIAN AHLI WARIS YANG MENOLAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERDATA BW

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. Belanda, meskipun saat ini penggolongan penduduk telah dihapus semenjak adanya

BAB I PENDAHULUAN. harus terjadi perselisihan atau sengketa dalam proses pembagian harta warisan

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENGGUNAAN SURAT KETERANGAN WARIS UNTUK PENDAFTARAN TANAH SILVANA MUKTI DJAYANTI / D ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam hidupnya akan mengalami berbagai peristiwa hukum.

PERBANDINGAN PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT HUKUM ADAT DAN MENURUT BW DI INDONESIA

NASKAH PUBLIKASI PEMBAGIAN WARISAN BERDASARKAN WASIAT BAGI ANAK ANGKAT DITINJAU DALAM HUKUM PERDATA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya,

BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dilahirkan, maka ia dalam hidupnya akan mengemban hak dan

BAB I PENDAHULUAN. Pada waktu manusia dilahirkan ke dunia ini telah tumbuh tugas baru

Singh, selaku ahli waris Harminder Singh tanggal 14 Mei 2012.

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA)

8. PENDAFTARAN KARENA PERUBAHAN DATA YURIDIS

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah

BAB I PENDAHULUAN. Setiap makhluk hidup pasti akan mengalami kematian, demikian juga

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia

PERBANDINGANN ANTARA HUKUM WARIS BARAT DENGAN HUKUM WARIS ISLAM

KAJIAN TERHADAP HAK MEWARIS ANAK ANGKAT DIDASARKAN HIBAH WASIAT MENURUT HUKUM PERDATA. ( Studi di Pengadilan Negeri Jakarta Timur )

KAJIAN YURIDIS PERALIHAN HAK ATAS TANAH WARISAN YANG SEDANG DIBEBANI HAK TANGGUNGAN JULIA FRANCISKA ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. yang satu ke orang lain.tanah sebagai benda yang bersifat permanen tetap, banyak

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhannya manusia tetap bergantung pada orang lain walaupun sampai

BAB I PENDAHULUAN. hukum tersebut memiliki unsur-unsur kesamaan, walaupun dalam beberapa

BAB III KEDUDUKAN ANAK MENURUT KUHPERDATA. Ada Beberapa Status Anak Dalam Kitab Undang-Undang HukumPerdata. memperoleh si suami sebagai bapaknya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pemberi Wasiat adalah seseorang baik laki-laki maupun perempuan yang

Transkripsi:

25 BAB II PROSES PERALIHAN OBJEK WARISAN SECARA AB INTESTATO BILA DI TINJAU DARI HUKUM PERDATA A. Hukum Waris di Indonesia Hukum Waris merupakan salah satu bagian dari hukum Perdata secara keseluruhan dan merupakan bagian terkecil dari hukum kekeluargaan. Hukum Waris sangat erat kaitannya dengan ruang lingkup kehidupan manusia, sebab setiap manusia pasti akan mengalami peristiwa hukum yang dinamakan kematian. Akibat hukum yang selanjutnya timbul dengan terjadinya peristiwa hukum kematian seseorang diantaranya ialah masalah bagaimana pengurusan dan kelanjutan hak-hak dan kewajiban seseorang yang meninggal dunia tersebut. 38 Kemajemukan masyarakat di Indonesia diikuti dengan kemajemukan Hukum Perdatanya. Dimana Hukum Waris merupakan salah satu bagian dari Hukum Perdata yang berkembang dengan sangat kental di masyarakat Indonesia. Kita ketahui kegiatan waris mewaris tidak bisa terlepas dari tata kehidupan masyarakat. Dalam hukum waris perdata di Indonesia terdapat beberapa macam cara yang dianut oleh masyarakat Indonesia dikarenakan banyaknya ras, suku, agama yang hidup berdampingan. Telah diketahui, bahwa di Indonesia berlaku lebih dari satu sistem Hukum Perdata yaitu, Hukum Barat (Hukum Perdata Eropa), Hukum Adat dan Hukum Islam. 38 M. Idris Ramulyo, Hukum Waris Indonesia dalam Perspektif Islam, Adat dan BW. Bandung. Refika Aditama, 2005, Hal. 3 25

26 Ketiga sistem hukum tersebut semuanya antara lain juga mengatur cara pembagian harta warisan. Hukum Waris Perdata ini digunakan bagi orang yang mengesampingkan Hukum Adat Waris dalam mendapatkan penyelesaian pembagian warisan. Hukum Waris erat hubungannya dengan Hukum Keluarga, karena seluruh masalah mewaris yang diatur undang-undang didasarkan atas hubungan kekeluargaan sedarah karena perkawinan 39. Hukum Waris sebagai bidang yang erat kaitannya dengan hukum keluarga adalah salah satu contoh klasik dalam kondisi masyarakat Indonesia yang heterogen yang tidak mungkin dipaksakan agar terjadi unifikasi. 40 Berdasarkan pasal 528 KUH Perdata, hak mewaris diidentikkan dengan hak kebendaan, sedangkan ketentuan Pasal 584 KUH Perdata menyebutkan hak waris sebagai salah satu cara untuk memperoleh hak kebendaan. Di dalam sistematik Hukum Perdata Barat yang berlaku sekarang hukum waris dimuat dalam Buku II Tentang Kebendaan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dengan demikian hak waris dianggap sebagai hak kebendaan 41. Hukum Waris di Indonesia masih bersifat pluralistis, karena saat ini berlaku tiga sistem hukum kewarisan yaitu hukum waris adat, hukum waris Islam dan hukum waris kitab undang-undang hukum perdata. Hukum Waris di Indonesia berbeda-beda antara lain 42 : 39 Pitlo, Hukum Waris Buku Kesatu, diterjemahkan oleh F. Tengker, Bandung, PT. Cipta Aditya Bakti, 1995, Hal. 8 40 Irman Suparman, Hukum Perselisihan, Jakarta. Refika Aditama, 2005, Hal. 128 41 Ali Afandi, Op.Cit, Hal. 9 42 Surini Ahlan dan Nurul Elmiyah, Hukum Kewarisan Perdata Barat, Jakarta, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005, Hal. 2-3

27 1. Adanya hukum waris Islam yang berlaku untuk segolongan penduduk Indonesia. 2. Adanya hukum waris menurut hukum perdata barat yang berlaku untuk golongan penduduk yang tunduk pada hukum perdata barat. 3. Adanya hukum adat yang disana sini berbeda-beda tergantung pada daerah masing-masing yang berlaku bagi orang-orang yang tunduk kepada hukum adat. Berdasarkan Pasal 131 jo Pasal 163 Indische Staatsregeling, hukum waris yang diatur dalam KUH Perdata berlaku bagi orang-orang Eropa dan mereka yang dipersamakan dengan orang-orang Eropa tersebut. Berdasarkan Staatsblad 1917 No.129 hukum waris perdata berlaku bagi golongan timur asing Tionghoa. Golongan Timur Asing Bagi golongan Timur Asing, terhadap mereka yang beragama Kristen, sesuai dengan ketentuan staatsblad 1847 Nomor 23, berlakulah ketentuan Hukum Perdata Eropa. Bagi yang tidak beragama Kristen, golongan ini dibagi menjadi dua yaitu Golongan Timur Asing Tionghoa dan Golongan Timur Asing bukan Tionghoa. Untuk Golongan Timur Asing Tionghoa sejak tahun 1919 dikenakan hampir seluruh ketentuan KUH Perdata (staatsblad 1917 Nomor 129 yang mulai diberlakukan tanggal 29 Maret 1917). Bagi Golongan Timur Asing bukan Tionghoa seperti Arab, Pakistan, India dan sebagainya (umumnya orang Asia) diberlakukan sebagian KUH Perdata yang pada pokoknya hanya mengenai hukum harta kekayaan, sedaangkan untuk hukum perorangan, hukum keluarga dan hukum waris (personen, familie en erfrecht) tetap

28 tunduk pada hukum negaranya sendiri (staatsblad 1924 Nomor 556 yang mulai berlaku tanggan 1 Maret 1925). 43 Hukum Waris yang dipergunakan di Indonesia untuk setiap Warga Negara Indonesia yaitu 44 : a) Pada dasarnya hukum Adat berlaku untuk orang Indonesia Asli, dimana telah dijelaskan berbeda dari bermacam-macam daerah serta masih ada kaitannya dengan ketiga macam sifat kekeluargaan, yaitu sifat kebapakan, sifat keibuan dan sifat kebapak-ibuan. b) Peraturan warisan dari hukum Agama Islam pada umumnya mempunyai pengaruh yang mutlak bagi orang Indonesia Asli di berbagai daerah. c) Hukum warisan dari agama Islam pada umumnya diperlakukan bagi orangorang Arab. d) Hukum warisan Burgerlijk Wetboek (buku II title 12 sampai dengan 18 pasalpasal 830 sampai 1130) diperlakukan bagi orang-orang Tionghoa. Hukum Waris di Indonesia terdiri dari tiga macam peraturan yaitu Hukum Adat, Hukum Agama Islam dan Hukum Buregerlijk Wetboek. Unsur-unsur dalam hukum waris yaitu 45 : 1. Unsur Individual (menyangkut diri pribadi seseorang), seseorang pemilik atas suatu benda mempunyai kebebasan yang seluas-luasnya sebagai individu untuk berbuat apa saja atas benda yang dimilikinya. 43 Mulai berlaku Mei 1919 bagi golongan tionghoa untuk daerah-daerah tertentu berlaku Hukum Perdata Barat (BW), termasuk hukum waris, penundukan diri terhadap hukum Eropa, maka bagi orang-orang Indonesia dimungkinkan pula menggunakan hukum waris yang tertuang dalam KUHPerdata. 44 Omersalim, Dasar-Dasar Hukum Waris Di Indonesia, Jakarta, Bina Aksara, 1987, Hal. 9 45 Surini Ahlan Sjarif dan Nurul Elmiyah, Op.Cit, Hal. 13.

29 2. Unsur Sosial (menyangkut kepentingan bersama) perbuatan yang dilakukan oleh seseorang pemilik harta kekayaan sebagaimana dijelaskan dalam unsur individual, yaitu kebebasan melakukan apa saja terhadap harta benda miliknya dengan menghibahkan kepada orang lain akan dapat menimbulkan kerugian pada ahli warisnya. Oleh karena itu undang-undang memberikan kebebasan pewaris demi kepentingan ahli waris yang sangat dekat yang bertujuan untuk melindungi kepentingan mereka. Pembatasan tersebut dalam kewarisan perdata disebut dengan istilah Legitieme Portie. Prinsip Umum Pewarisan adalah 46 : a) Pada asasnya yang dapat beralih pada ahli waris hanya hak dan kewajiban di bidang hukum kekayaan saja. b) Dengan meninggalnya seseorang seketika itu segala hak dan kewajiban pewaris beralih pada ahli warisnya. c) Yang berhak mewaris pada dasarnya adalah keluarga sedarah dengan pewaris. d) Pada asasnya harta peninggalan tidak boleh dibiarkan dalam keadaan tidak terbagi (Pasal 1066 KUH Perdata). e) Pada asasnya setiap orang termasuk bayi yang baru lahir, cakap mewaris, kecuali mereka yang dinyatakan tak patut mewaris (Pasal 838 KUH Perdata). 46 Ibid, Hal 15-16

30 Pengertian hukum waris tidak di jelaskan dalam Pasal tertentu dalam KUH Perdata tetapi melalui BAB XII Bagian Kesatu Ketentuan Umum Pasal 830 menyatakan bahwa pewarisan hanya berlangsung karena kematian. Hukum waris adalah kumpulan peraturan yang mengatur hukum mengenai kekayaan karena wafatnya seseorang yaitu mengenai pemindahan kekayaan yang ditinggalkan oleh si mati dan akibat dari pemindahan ini bagi orang-orang yang memperolehnya baik dalam hubungan antara mereka dengan mereka maupun dalam hubungan antara mereka dengan pihak ketiga. 47 Hukum Waris adalah hukum yang mengatur tentang peralihan harta kekayaan yang ditinggalkan seseorang yang meninggal serta akibatnya bagi para ahli waris. 48 Karakteristik daripada warisan memberikan batasan-batasan antara lain: 49 1. Seseorang yang meninggalkan warisan (Erflater) pada saat orang tersebut meninggal dunia. 2. Seseorang atau beberapa orang ahli waris (Erfenaam) yang mempunyai hak menerima kekayaan yang di tinggalkan pewaris. 3. Harta warisan (Nalaten schap) yaitu wujud kekayaan yang ditinggalkan dan selalu beralih kepada para ahli waris tersebut. Unsur-Unsur Hukum Waris. Adapun unsur-unsur yang dapat menyebabkan adanya warisan adalah 50 : 47 A.Pitlo. Hukum Waris Menurut KUH Perdata. Terjemahan Isa Arif. Jakarta. Intermasa. 1979. Hal.1 48 Effendi Perangin. Hukum Waris. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada. 2010. Hal. 3 49 R. Wirjono Prodjodikoro, Op.Cit, Hal. 9

31 1. Adanya pewaris. Pewaris atau peninggal warisan adalah orang yang meninggal dunia dan meninggalkan harta kekayaan pada orang yang masih hidup. Istilah pewaris dipakai untuk menunjukkan orang yang meneruskan harta peninggalan ketika hidupnya kepada waris atau orang yang setelah wafat meninggalkan harta peninggalan yang diteruskan atau dibagikan kepada waris. Tegasnya pewaris adalah yang memiliki harta peninggalan atau harta warisan. Menurut Pasal 830 KUHPerdata dikatakan bahwa : Pewaris hanya terjadi atau berlangsung dengan adanya kematian. Kematian seseorang dalam hal ini orang yang meninggal dengan meninggalkan harta kekayaan merupakan unsur yang mutlak untuk adanya pewarisan, karena dengan adanya kematian seseorang maka pada saat itu pula mulailah harta warisan itu dapat dibuka atau dibagikan. Dan pada saat itu pula para ahli waris sudah dapat menentukan haknya untuk diadakan pembagian warisan, karena dengan meninggalnya perwaris maka seluruh aktiva atau seluruh harta kekayaanya maupun seluruh pasiva atau seluruh hutang-hutangnya secara otomatis akan jatuh/beralih kepada ahli waris yang ada. 2. Adanya harta warisan. Harta warisan adalah sejumlah harta kekayaan yang ditinggalkan seseorang yang meninggal dunia berupa kumpulan aktiva dan passiva. Menurut 50 Rizal Effendi, Pelaksanaan Pendaftaran Peralihan Hak atas Tanah karena warisan Berkaitan dengan Pembuatan Akta Pembagian Hak Bersama, UNDIP, 2008, Hal. 25

32 ketentuan undang-undang hanya hak-hak dan kewajiban-kewajiban dalam lapangan hukum meninggalkan harta kekayaanlah yang dapat diwarisi oleh para ahli waris. 3. Adanya ahli waris. Ahli waris adalah setiap orang yang berhak atas harta peninggalan pewaris dan berkewajiban menyelesaikan hutang-hutangnya. Hak dan kewajiban tersebut timbul setelah pewaris meninggal dunia. Hak waris ini didasarkan pada hubungan perkawinan, hubungan darah dan surat wasiat yang diatur dalam undang-undang. Dalam hukum waris menurut BW berlaku suatu asas bahwa apabila seseorang meninggal dunia, maka seketika itu juga segala hak dan kewajibannya beralih kepada sekalian ahli warisnya. Hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang beralih pada ahli waris adalah sepanjang termasuk dalam lapangan hukum harta kekayaan atau hanya hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang. Merupakan ciri khas hukum waris menurut BW antara lain adanya hak mutlak dari para ahli waris masing-masing untuk sewaktu-waktu menuntut pembagian dari harta warisan. Ini berarti, apabila seorang ahli waris menuntut pembagian harta warisan di depan pengadilan, tuntutan tersebut tidak dapat ditolak oleh ahli waris yang lainnya. Ketentuan ini tertera dalam pasal 1066 BW, yaitu: 1. Seseorang yang mempunyai hak atas sebagian dari harta peninggalan tidak dapat dipaksa untuk memberikan harta benda peninggalan dalam keadaan tidak terbagi-bagi di antara para ahli waris yang ada.

33 2. Pembagian harta benda peninggalan itu selalu dapat dituntut walaupun ada perjanjian yang melarang hal tersebut. 3. Perjanjian penangguhan pembagian harta peninggalan dapat saja dilakukan hanya untuk beberapa waktu tertentu. 4. Perjanjian penagguhan pembagian hanya berlaku mengikat selama lima tahun, namun dapat diperbaharui jika masih dikehendaki oleh para pihak. Dari ketentuan pasal 1066 BW tentang pemisahan harta peninggalan dan akibat-akibatnya itu, dapat dipahami bahwa sistem hukum waris menurut BW memiliki ciri khas yang berbeda dari hukum waris yang lainnya. Ciri khas tersebut di antaranya hukum waris menurut BW menghendaki agar harta peninggalan seorang pewaris secepat mungkin dibagi-bagi kepada mereka yang berhak atas harta tersebut. Kalau pun hendak dibiarkan tidak terbagi, harus terlebih dahulu melalui persetujuan seluruh ahli waris. 51 B. Ahli Waris dan Akibat Pewarisan Keturunan dari orang yang meninggalkan warisan merupakan ahli waris yang terpenting karena pada kenyataannya mereka merupakan satu-satunya ahli waris, dan sanak keluarganya tidak menjadi ahli waris, jika orang yang meninggalkan warisan itu mempunyai keturunan. 52 51 Ksatria Justicia. Dasar-Dasar Hukum Perdata. http://zakaaditya.blogspot.com/2012/03/dasar-dasar-hukum-waris-perdata.html. diunduh pada hari Rabu tanggal 13 Maret 2013 Oemarsalim, Op.Cit, Hal 24

34 Pada asasnya setiap orang, meskipun seorang bayi yang baru lahir, adalah cakap untuk mewaris. Hanya oleh undang-undang telah ditetapkan ada orang-orang yang karena perbuatannya, tidak patut menerima warisan, mereka itu adalah 53 : 1. Seorang waris yang dengan putusan hakim telah dihukum karena dipersalahkan membunuh atau mencoba membunuh si meninggal 2. Orang yang dengan keputusan hakim pernah dipersalahkan memfitnah si pewaris, berupa fitnah dengan ancaman hukuman lima (5) tahun atau lebih berat. 3. Orang yang dengan kekerasan atau perbuatan telah mencegah si pewaris untuk membuat atau mencabut surat wasiatnya. 4. Orang yang telah menggelapkan, merusak atau memalsukan surat wasiat si pewaris. Ahli waris adalah anggota keluarga orang yang meninggal dunia yang menggantikan kedudukan pewaris dalam bidang hukum kekayaan karena meninggalnya pewaris. 54 Ahli waris menurut KUH Perdata dapat diidentifikasi melalui adanya hubungan sedarah, semenda (ikatan perkawinan), dan orang lain yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan pewaris (melalui surat wasiat). Dalam Pasal 290 ayat (1) KUH Perdata: keluarga sedarah adalah pertalian kekeluargaan antara mereka, yang mana yang satu adalah keturunan yang lain, atau yang semua mempunyai nenek moyang yang sama. Sedangkan cara mengatur 53 Effendi Perangin, Op. Cit, Hal. 10 54 Surini Ahlan Sjarif dan Nurul Elmiyah, Op.Cit, Hal 11

35 perderajatan diatur dalam Pasal 290 (2) KUH Perdata: Pertalian keluarga sedarah dihitung dengan jumlah kelahiran dinamakan derajat. Garis lurus yaitu urutan perderajatan antara mereka yang satu adalah keturunan yang lain. Contohnya hubungan anak dengan orang tuanya. Sedangkan yang dimaksud garis menyamping yaitu urutan perderajatan antara mereka yang mana yang satu bukanlah keturunan yang lain, melainkan yang mempunyai nenek moyang yang sama (Pasal 291 KUH Perdata). Contohnya hubungan antara seseorang dengan saudara saudaranya. Menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata ada dua cara untuk mendapatkan warisan, yaitu 55 : a. Sebagai ahli waris menurut Undang-undang (ab intestato) pewarisan berdasarkan undang-undang adalah suatu bentuk pewarisan dimana hubungan darah merupakan faktor penentu dalam hubungan pewarisan antara pewaris dan ahli waris. b. Karena ditunjuk dalam surat wasiat (testament) Dalam hal ini testamen merupakan suatu akta yang memuat tentang apa yang dikehendaki terhadap harta setelah pewaris meninggal dunia dan dapat dicabut kembali (pernyataan sepihak), testament ini diatur dalam Pasal 875 KUHPerdata. Pewarisan secara ab intestato tanpa testamen yang juga ada istilah yang dipergunakan dalam bahasa Belanda yaitu erfrecht bij versterf (hukum waris karena kematian) diatur dalam pasal 833 KUH Perdata yang berbunyi: 55 Effendi Perangin, Op.Cit, Hal. 4

36 sekalian ahli waris dengan sendirinya karena hukum memperoleh hak milik atas segala barang, segala hak dan segala piutang si yang meninggal. Arti dari pasal ini ialah, bahwa pada prinsipnya yang berlaku terhadap suatu warisan ialah hukum waris tanpa wasiat karena dengan sendirinya ahli waris memperoleh dari harta peninggalan pewaris. Undang-undang telah menetapkan tertib keluarga yang menjadi ahli waris, yaitu: isteri atau suami yang ditinggalkan dan keluarga sah dari pewaris. Ahli waris menurut undang undang atau ahli waris ab intestato berdasarkan hubungan darah terdapat 2 (dua) cara yaitu 56 : 1. Pewarisan Langsung (uit eigen hoofde) karena pribadi itu dipanggil atau ditetapkan oleh undang-undang untuk mewaris karena orang itu adalah keluarga sedarah yang terdekat derjat pertalian darahnya dalam kelas ahli waris yang terdekat pula dengan pewaris. Dapat dibagi menjadi 4 (empat) golongan yaitu : a. Golongan pertama, keluarga dalam garis lurus ke bawah, meliputi anakanak beserta keturunan mereka beserta suami atau isteri yang ditinggalkan atau yang hidup paling lama. Suami atau isteri yang ditinggalkan atau hidup paling lama ini baru diakui sebagai ahli waris pada tahun 1935, sedangkan sebelumnya suami / isteri tidak saling mewarisi. 56 Syafnil Gani. Ocw.usu.ac.id/../kn_510_slide_cara_pewarisan_ab intestato-2 diunduh pada hari Kamis tanggal 14 Maret 2013

37 b. Golongan kedua, keluarga dalam garis lurus ke atas, meliputi orang tua dan saudara, baik laki-laki maupun perempuan, serta keturunan mereka. Bagi orang tua ada peraturan khusus yang menjamin bahwa bagian mereka tidak akan kurang dari ¼ (seperempat) bagian dari harta peninggalan, walaupun mereka mewaris bersamasama saudara pewaris. c. Golongan ketiga, meliputi kakek, nenek, dan leluhur selanjutnya ke atas dari pewaris. d. Golongan keempat, meliputi anggota keluarga dalam garis ke samping dan sanak keluarga lainnya sampai derajat keenam. Jika pewaris dan ahli waris sama-sama meninggal tanpa dapat diketahui siapa yang lebih dahulu meninggal, mereka dianggap meninggal pada saat yang sama dan di antara mereka tidak terjadi saling mewaris (pasal 831 dan 894 KUH Perdata).Jika semua golongan tidak ada, maka harta warisan ini jatuh pada negara yang wajib melunasi utang-utang pewaris sekadar harta warisan itu mencukupi. 2. Pewarisan melalui Penggantian tempat (bij plaats vervulling) suatu cara pewarisan dengan mana seseorang menjadi ahli waris karena menggantikan tempat orang lain yang sekiranya akan mewaris jika orang yang digantikan itu masih hidup pada saat kematian pewaris. Syarat-syarat penggantian tempat : a. Orang yang menggantikan itu haruslah keluarga sedarah dari pewaris, tidak tergolong orang yang tidak pantas mewaris, tidak ditiadakan haknya mewaris (onerfd) oleh pewaris dengan surat wasiat.

38 b. Orang yang digantikan tempatnya harus sudah meninggal dunia lebih dahulu dari pewaris. c. Pasal 847 KUH Perdata tiada seorang pun boleh menggantikan tempat orang yang masih hidup. Undang-undang tidak membedakan ahli waris laki-laki dan perempuan, juga tidak membedakan urutan kelahiran, hanya ada ketentuan bahwa ahli waris golongan pertama jika masih ada maka akan menutup hak anggota keluarga lainnya dalam dalam garis lurus ke atas maupun ke samping. Demikian pula golongan yang lebih tinggi derajatnya menutup yang lebih rendah derajatnya. Dasar hukum tersebut menentukan bahwa untuk melanjutkan kedudukan hukum bagi harta seseorang yang meninggal, sedapat mungkin disesuaikan dengan kehendak dari orang yang meninggal itu. Undang-undang berprinsip bahwa seseorang bebas menentukan kehendaknya tentang harta kekayaannya setelah ia meninggal dunia. Namun, bila orang dimaksud tidak menentukan sendiri ketika ia masih hidup tentang apa yang akan terjadi terhadap harta kekayaannya, dalam hal demikian undang-undang kembali akan menentukan perihal pengaturan harta yang ditinggalkan oleh seseorang dimaksud. Pewaris dengan surat wasiat dapat menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang termuat dalam undang-undang. Akan tetapi para ahli waris dalam garis lurus baik ke atas maupun ke bawah tidak dapat sama sekali dikecualikan. Menurut undang-undang mereka dijamin dengan adanya legitieme portie (bagian mutlak). Menurut pasal 874 KUH Perdata harta peninggalan seorang yang meninggal adalah

39 kepunyaan ahli waris menurut undang-undang, sepanjang si pewaris tidak menetapkan sebagai lain dengan surat wasiat. 57 Menurut Pasal 838 Kitab Undang-undang Hukum Perdata Ahli waris yang dinyatakan tidak patut untuk menerima warisan adalah : a. Mereka yang telah dihukum karena dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh si pewaris. b. Mereka yang dengan putusan hakim pernah dipersalahkan karena secara fitnah telah melakukan pengaduan terhadap si pewaris, ialah suatu pengaduan telah melakukan kegiatan kejahatan yang diancam hukuman penjara lima tahun lamanya atau lebih berat. c. Mereka yang dengan kekerasan atau perbuatan telah mencegah si pewaris untuk membuat atau mencabut surat wasiat. d. Mereka yang telah menggelapkan, merusak atau memalsukan surat wasiat si pewaris. Suatu harta peninggalan (warisan) diwarisi berdasar wasiat dan berdasar undang-undang. Dengan surat wasiat, si pewaris dapat mengangkat seseorang atau beberapa orang ahli waris dan pewaris dapat memberikan sesuatu kepada seseorang atau beberapa orang ahli waris tersebut. Dalam pasal 875 KUH Perdata surat wasiat atau testamen itu adalah suatu akta yang memuat pernyataan seseorang tentang apa 57 Effendi Perangin, Op. Cit, Hal. 77

40 yang dikehendakinya akan terjadi setelah ia meninggal dunia dan dapat dicabut kembali. 58 Harta warisan seseorang yang meninggal dunia menurut Kitab Undang- Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetbook) yang beralih pada hakikatnya adalah semua harta warisan yang meliputi juga utang-utang dari si peninggal warisan. Menurut KUH Perdata yang diwarisi adalah aktiva dan passiva, dengan adanya ketentuan sebagaimana tersebut diatas maka para ahli waris itu dapat memilih satu diantara 3 (tiga) sikap yaitu 59 : 1. Menerima secara keseluruhan jadi inklusif utang pewaris. 2. Menerima dengan syarat, warisan diterima secara terperinci sedangkan utangnya pewaris akan dibayar berdasarkan harta benda yang diterima ahli waris. 3. Menolak ahli waris tidak mau tahu tentang pengurusan atau penyelesaian warisan tersebut. Menerima secara keseluruhan atau menerima secara murni, maka ia bertanggung jawab dengan segala kekayaannya untuk bagiannya yang sebanding dalam utang harta peninggalan. Apabila ia menolak maka ia tidak akan menerima apa-apa, jalan tengah adalah menerima secara benefisier berarti menerima dengan syarat. Apabila harta peninggalan memperlihatkan saldo merugikan (nadelig saldo), 58 Ibid, Hal 77-78 59 Imam Sudiyat, Peta Hukum Waris di Indonesia, Jakarta, Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman, 1989, Hal. 26

41 maka ia hanya membayar utang peninggalan, jika ada saldo yang menguntungkan maka itu adalah untuk ahli waris. 60 KUH Perdata telah mengatur adanya proses pewarisan yang terkait dengan hak untuk menolak dan menerima warisan. Hal ini sesuai dengan pasal 1045 BW bahwa seseorang memiliki kebebasan untuk menerima dan menolak warisan. Penerimaan seseorang terhadap warisan dapat diartikan bahwa orang tersebut tidak mempunyai hak lagi untuk menolak warisan sehingga aktiva dan passiva warisan beralih kepada ahli waris yang menerimanya. Penerimaan hak atau hak waris dari pewaris atau orang yang memberikan harta warisannya memiliki hak dan kewajiban masing-masing dari kedua belah pihak yaitu: 61 1. Hak dan kewajiban pewaris a. Hak pewaris Hak pewaris timbul sebelum terbukanya harta peninggalan dalam arti bahwa pewaris sebelum meninggal dunia berhak menyatakan kehendaknya dalam sebuah wasiat. Isi dari wasiat dapat berupa : 1) Enfstelling, yaitu suatu penunjukan satu atau beberapa orang menjadi ahli waris untuk mendapatkan sebagian atau seluruh harta peninggalan. Orang yang ditunjuk dinamakan testamentain erfgenaam (ahli waris menurut wasiat ) 60 Hartono Soerjopratiknjo, Hukum Waris Tanpa Wasiat, Jakarta, Intermasa, 1975, Hal. 63 61 J. Satrio, Hukum Waris tentang Pemisahan Boedel, Bandung, PT. Citra Aditya, 1998, Hal. 55

42 2) Legaat, adalah pemberian hak kepada seseorang atas wasiat yang khusus. Pemberian itu dapat berupa : a) Hak atas satu atau beberapa benda tertentu. b) Hak atas seluruh dari satu macam benda tertentu c) Hak atas sebagian atau seluruh warisan. 3) Testament Rahasia dibuat oleh calon pewaris tidak harus ditulis tangan kemudian testamen tersebut disegel dan diserahkan kepada seorang Notaris yang disaksikan oleh 4 (empat) orang saksi. b. Kewajiban pewaris Kewajiban pewaris adalah merupakan pembatasan terhadap haknya yang ditentukan undang-undang. Pewaris harus menguatkan adanya legitisme portie, yaitu suatu bagian tertentu dari harta peninggalan yang tidak dapat dihapuskan oleh orang yang meninggalkan warisan. Jadi legitisme portie adalah pembatasan terhadap hak pewaris dalam membuat testament atau wasiat. 2. Hak dan kewajiban ahli waris a. Hak ahli waris Setelah terbuka warisan, ahli waris diberi hak untuk menentukan sikap : 1) Menerima secara penuh, yang dapat dilakukan secara tegas atau secara lain. Dengan tegas yaitu jika penerimaan tersebut dituangkan dalam suatu akta yang memuat penerimaannya sebagai ahli waris. Secara diam-diam, jika ahli waris tersebut melakukan perbuatan penerimaannya sebagai ahli

43 waris dan perbuatan tersebut harus mencerminkan penerimaan terhadap ahli waris yang meluang, yaitu dengan mengambil,menjual, atau melunasi hutang-hutang pewaris. 2) Menerima dengan hak menukar. Hal ini harus dinyatakan pada panitera pengadilan negeri ditempat warisan terbuka. Akibat yang terpenting dari warisan ini adalah kewajiban untuk melunasi hutang-hutang dan beban lain sipewaris dibatasi sedemikian rupa sehingga pelunasannya dibatasi menurut kekuatan warisan, dalam hal ini berarti Ahli Waris tersebut tidak usah menanggung pembayaran hutang dengan kekayaan sendiri, jika hutang pewaris lebih besar dari harta bendanya. 3) Menolak warisan. Hal ini mungkin jika ternyata jumlah harta kekayaan yang berupa kewajiban membayar hutang lebih besar daripada hak untuk menikmati harta peninggalan. Penolakan wajib dilakukan dengan suatu pernyataan kepada panitera pengadilan negeri setempat. b. Kewajiban ahli waris 1) Memelihara keutuhan harta peninggalan sebelum harta peninggalan dibagi. 2) Mencari cara pembagian yang sesuai dengan ketentuan dan lain-lain. 3) Melunasi hutang pewaris jika pewaris meninggalkan hutang. 4) Melaksanakan wasiat yang ada. Apabila ahli waris menolak warisan yang terbuka baginya, maka saat mulai berlakunya penolakan dianggap terjadi saat hari meninggalnya si pewaris. Ahli waris

44 yang menolak warisan berarti melepaskan pertanggungjawabannya sebagai ahli waris dan menyatakan tidak menerima pembagian harta peninggalan. 62 Pasal 1057 KUH Perdata : menolak suatu warisan harus terjadi dengan tegas dan harus dilakukan dengan suatu pernyataan yang dibuat di Kapaniteraan Pengadilan negeri yang dalam daerah hukumnya telah terbuka warisan itu. Dalam hal ini, penolak warisan harus datang menghadap Panitera Pengadilan Negeri setempat, lalu menyatakan keinginannya dan panitera membuat akta penolakan. Apabila si penolak warisan tidak datang sendiri, ia boleh menguasakan penolakan itu kepada orang lain akan tetapi surat kuasa itu haruslah notariil. 63 C. Proses Peralihan Warisan AB Intestato dan Kepastian Hukum Bilamana orang membicarakan masalah warisan, maka orang akan sampai kepada dua masalah pokok, yaitu seorang yang meninggal dunia yang meninggalkan harta kekayaanya sebagai warisan dan meninggalkan orang-orang yang berhak untuk menerima harta peninggalan tersebut. Hubungan persaudaraan bisa berantakan jika masalah pembagian harta warisan seperti rumah atau tanah tidak dilakukan dengan adil, kekayaan yang dimaksud adalah sejumlah harta kekayaan yang ditinggalkan seseorang yang meninggal dunia berupa kumpulan aktiva dan pasiva. Salah satu sebab terjadinya peralihan hak adalah karena adanya peristiwa pewarisan. Peralihan hak atas tanah adalah merupakan peralihan hak atas tanah dari 62 Effendi Perangin. Op.Cit. Hal 171 63 Ibid

45 seseorang kepada orang lain. Salah satunya dengan pewarisan. Dengan demikian peralihan hak adalah merupakan perbuatan hukum yang terjadi secara otomatis dikarenakan adanya peritiwa kematian. Maka hak pewaris langsung beralih kepada ahli warisnya, artinya peralihan hak terjadi dengan tidak disengaja. Pada dasarnya proses beralihnya harta kekayaan seseorang kepada ahli warisnya, yang dinamakan pewarisan, terjadi hanya karena kematian. Untuk menghindari masalah, sebaiknya pembagian warisan diselesaikan dengan adil, salah satu caranya adalah menggunakan Hukum Waris menurut Undang-Undang (KUH Perdata). Pada asasnya yang beralih adalah seluruh kekayaan Pewaris, semua hak-hak dan kewajiban-kewajiban Pewaris dalam lapangan hukum kekayaan yang seringkali disebut dengan istilah boedel warisan. Boedel warisan meliputi, baik hak-hak maupun kewajiban-kewajiban Pewaris dalam lapangan Hukum Kekayaan. Pitlo mengemukakan hukum waris adalah kumpulan peraturan yang mengatur hukum mengenai kekayaan karena wafatnya seseorang, yaitu mengenai perpindahan kekayaan yang ditinggalkan oleh orang yang mati dan akibat dari hubungan antara mereka dengan mereka, maupun dalam hubungan antara mereka dengan pihak ketiga. 64 Pewarisan secara undang-undang (ab intestato) telah dijelaskan diatas merupakan pewarisan berdasarkan hubungan darah, menurut hukum perdata jika pemegang suatu hak atas tanah meninggal dunia hak tersebut karena hukum beralih 64 Idris Ramulyo. Hukum Perkawinan, Hukum Kewarisan. Jakarta. Sinar Grafika. 2006. Hal. 129

46 kepada ahli warisnya yaitu orang-orang keturunan dari orang yang meninggal tersebut berhak menerima dan menggunakan segala hak dan kewajiban dari orang yang meninggal tersebut. Apabila harta peninggalan warisan secara ab intestato berupa hak atas tanah belum dibagi dan didiamkan dalam waktu yang lama maka pada saat melakukan permohonan peralihan hak atas tanah akibat pewarisan mengalami kendala dalam hal administrasi, pajak yang tinggi (disesuaikan dengan harga tanah pada saat melakukan peralihan hak atas tanah), dan ahli waris dari pewaris tersebut sudah ada yang meninggal maka akan terjadi pergantian tempat (bij plaats vervulling). 65 Dalam Pasal 42 ayat 4 PP Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah menyebutkan : Jika penerima warisan lebih dari satu orang dan pada waktu peralihan hak tersebut didaftarkan disertai dengan akta pembagian waris yang memuat keterangan bahwa hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun tertentu jatuh kepada seorang penerima warisan tertentu, pendaftaran peralihan haknya dilakukan langsung kepada penerima warisan yang bersangkutan berdasarkan surat tanda bukti sebagai ahli waris dan akta pembagian waris tersebut. Ketentuan dalam Pasal 105 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah menyebutkan bahwa : 1) Pencatatan peralihan hak dalam buku tanah, sertipikat dan daftar lainnya dilakukan sebagai berikut : 65 Hasil Wawancara dengan Notaris Mulia Ginting SH

47 a) Nama pemegang hak lama di dalam buku tanah dicoret dengan tinta hitam dan dibubuhi paraf Kepala Kantor Pertanahan atau Pejabat yang ditunjuk. b) Nama atau nama-nama pemegang hak yang baru dituliskan pada halaman dan kolom yang ada dalam buku tanahnya dengan dibubuhi tanggal pencatatan, dan besarnya setiap pemegang hak dalam hal penerima hak beberapa orang dan besarnya bagian ditentukan, dan kemudian ditandatangani oleh Kepala Kantor Pertanahan atau pejabat yang ditunjuk dan cap dinas Kantor Pertanahan. c) Yang tersebut pada huruf a dan b juga dilakukan pada sertipikat hak yang bersangkutan dan daftar-daftar umum lain yang memuat nama pemegang hak lama. d) Nomor hak dan identitas lain dari tanah yang dialihkan dicoret dari Daftar Nama pemegang hak lama dan nomor hak dan identitas tersebut dituliskan pada Daftar Nama penerima hak. 2) Apabila pemegang hak baru lebih dari 1 (satu) orang dan hak tersebut dimiliki bersama, maka untuk masing-masing pemegang hak dibuatkan Daftar Nama dan dibawah nomor hak atas tanahnya diberi garis dengan tinta hitam. 3) Apabila peralihan hak hanya mengenai sebagian dari sesuatu hak atas tanah sehingga hak atas tanah itu menjadi kepunyaan bersama pemegang hak lama dan pemegang hak baru, maka pendaftrannya dilakukan dengan menuliskan besarnya bagian pemegang hak lama di belakang namanya dan menuliskan nama pemegang hak yang baru beserta besarnya bagian yang diperolehnya dalam halaman perubahan yang disediakan. 4) Sertipikat hak yang dialihkan diserahkan kepada pemegang hak baru atau kuasanya. Peralihan hak guna bangunan oleh seseorang karena warisan yang berarti peralihan hak dari pewaris kepada ahli waris diperlukan jaminan kepastian hukum. Pelaksanaan pendaftaran peralihan hak milik atas tanah karena warisan diatur dalam Undang- Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, yang pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah. Dengan mendaftarkan tanahnya maka akan mendapatkan Surat Tanda Bukti Pemilikan Tanah yang disebut sertifikat. Pemberian sertifikat tersebut dimaksudkan

48 untuk memberikan wewenang kepada yang memperoleh hak untuk mempergunakan tanah tersebut. Pendaftaran peralihan hak akibat pewarisan diwajibkan dalam rangka memberikan perlindungan hukum kepada ahli waris dan demi ketertiban tata usaha pendaftaran tanah, agar data yang tersimpan dan tersaji dalam buku tanah merupakan keadaan yang mutakhir 66. Pendaftaran hak karena pewarisan tersebut wajib dilakukan, namun tidak disebutkan konsekuensinya apabila kewajiban tersebut tidak dilaksanakan. 67 66 Mhd. Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis, Op.Cit, Hal. 513 67 Ibid, Hal, 514