PROSES PENGERINGAN SINGKONG (Manihot esculenta crantz) PARUT DENGAN MENGGUNAKAN PNEUMATIC DRYER

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. pengeringan hingga kadar airnya menurun dan tahan terhadap. mikroba dan jamur, sehingga bisa disimpan dalam waktu cukup

ABSTRAK. penting dalam penentuan kualitas dari tepung. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mencari hubungan matematis

PENGERINGAN UMBI KIMPUL (Xanthosoma sagittifolium Schott) SAWUT DENGAN PNEUMATIC DRYER

Pengaruh Laju Udara dan Suhu Selama Pengeringan Kelapa Parut Kering Secara Pneumatic

PENGERINGAN KERUPUK SINGKONG MENGGUNAKAN PENGERING TIPE RAK. Joko Nugroho W.K., Destiani Supeno, dan Nursigit Bintoro ABSTRACT

PENGARUH VARIASI PERBANDINGAN PUTARAN HAMMER MILL DAN SCREW CONVEYOR FLASH DRYER TERHADAP HASIL PENGERINGAN

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman sukun tumbuh tersebar merata di seluruh daerah di Indonesia,

PENGERINGAN BAHAN PANGAN (KER)

MEKANISME PENGERINGAN By : Dewi Maya Maharani. Prinsip Dasar Pengeringan. Mekanisme Pengeringan : 12/17/2012. Pengeringan

Prinsip proses pengawetan dengan penurunan kadar air pada bahan pangan hasil ternak. Firman Jaya

BAB I PENDAHULUAN. kedua terbesar setelah padi, sehingga singkong mempunyai potensi. bebagai bahan baku maupun makanan ringan. Salah satunya dapat

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dibandingkan sesaat setelah panen. Salah satu tahapan proses pascapanen

STUDI EXPERIMENT KARAKTERISTIK PENGERINGAN BATUBARA TERHADAP VARIASI SUDUT BLADE PADA SWIRLING FLUIDIZED BED DRYER.

BAB I PENDAHULUAN. masih bertumpu pada beras. Meskipun di beberapa daerah sebagian kecil penduduk

PENINGKATAN KUALITAS PENGERINGAN IKAN DENGAN SISTEM TRAY DRYING

PENINGKATAN KUALITAS PRODUK DAN EFISIENSI ENERGI PADA ALAT PENGERINGAN DAUN SELEDRI BERBASIS KONTROL SUHU DAN HUMIDITY UDARA

TEMPERATUR UDARA PENGERING DAN MASSA BIJI JAGUNG PADA ALAT PENGERING TERFLUIDISASI

Dewi Maya Maharani, STP, MSc

Perpindahan Massa Pada Pengeringan Gabah Dengan Metode Penjemuran

SCALE UP DAN UJI TEKNIS ALAT PENGERING TIPE FLUIDIZED BED Scale Up and Technical Test of Fluidized Bed Dryer

STUDI EKSPERIMEN PENGARUH UKURAN PARTIKEL BATUBARA PADA SWIRLING FLUIDIZED BED DRYER TERHADAP KARAKTERISTIK PENGERINGAN BATUBARA

BAB I PENDAHULUAN. Kacang tanah merupakan komoditas pertanian yang penting karena banyak

PENGUJIAN THERMAL ALAT PENGERING PADI DENGAN KONSEP NATURAL CONVECTION

KADAR AIR KRITIS PADA PROSES PENGERINGAN DALAM PEMBUATAN TEPUNG UBI JALAR (Ipomoea batatas (L) Lam.) ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan komoditas sektor perkebunan yang cukup strategis di. Indonesia. Komoditas kopi memberikan kontribusi untuk menopang

Pengembangan Metode dan Peralatan Pengering Mekanis untuk Biji-bijian dalam Karung

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISA TERMODINAMIKA LAJU PERPINDAHAN PANAS DAN PENGERINGAN PADA MESIN PENGERING BERBAHAN BAKAR GAS DENGAN VARIABEL TEMPERATUR LINGKUNGAN

ANALISIS SISTEM PENGERING OPAK SINGKONG TIPE RUANG KABINET DENGAN MENGGUNAKAN BIOMASSA LIMBAH PELEPAH PINANG DAN PELEPAH KELAPA

BAB I PENDAHULUAN. Sorgum manis (Sorghum bicolor L. Moench) merupakan tanaman asli

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Devi Yuni Susanti 1), Joko Nugroho Wahyu Karyadi 1), dan Setiawan Oky Hartanto 2) Mada Jl. Flora No 1. Bulaksumur, Yogyakarta 55281; ABSTRACT

I. PENDAHULUAN. Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai

Gambar 19. Variasi suhu input udara

KARAKTERISTIK PENGERINGAN BIJI KOPI BERDASARKAN VARIASI KECEPATAN ALIRAN UDARA PADA SOLAR DRYER

I. PENDAHULUAN. ditingkatkan dengan penerapan teknik pasca panen mulai dari saat jagung dipanen

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2014) ISSN: ( Print) B-91

PENGERINGAN. Teti Estiasih - PS ITP - THP - FTP - UB

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat

Studi Eksperimen Pengaruh Sudut Blade Tipe Single Row Distributor pada Swirling Fluidized Bed Coal Dryer terhadap Karakteristik Pengeringan Batubara

PENGARUH KONDISI OPERASI TERHADAP KURVA PENGERINGAN TEPUNG TAPIOKA MENGGUNAKAN PENGERING KONVEKTIF KONTINYU

BAB I PENDAHULUAN. penjemuran. Tujuan dari penjemuran adalah untuk mengurangi kadar air.

Pengeringan (drying)/ Dehidrasi (dehydration)

I. PENDAHULUAN. Mesin pengering merupakan salah satu unit yang dimiliki oleh Pabrik Kopi

VARIASI TEMPERATUR DAN RASIO PUTARAN PADA HAMMER MILL DAN SCREW CONVEYOR FLASH DRYER TERHADAP HASIL PENGERINGAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

METODE PENELITIAN. Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Batch Dryer, timbangan, stopwatch, moisturemeter,dan thermometer.

Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas

1. Pendahuluan PENGARUH SUHU DAN KELEMBABAN UDARA PADA PROSES PENGERINGAN SINGKONG (STUDI KASUS : PENGERING TIPE RAK)

Kinerja Pengeringan Chip Ubi Kayu

Analisa Mekanisme Pembuatan Pisang Sale di Desa Bandar Tinggi

Tujuan pengeringan yang tepat untuk produk: 1. Susu 2. Santan 3. Kerupuk 4. Beras 5. Tapioka 6. Manisan buah 7. Keripik kentang 8.

ANALISIS PERFORMANSI MODEL PENGERING GABAH POMPA KALOR

JENIS-JENIS PENGERINGAN

III. METODE PENELITIAN. dan di Ruang Gudang Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas

TINJAUAN PUSTAKA. Df adalah driving force (kg/kg udara kering), Y s adalah kelembaban

UJI KINERJA ALAT PENGERING LORONG BERBANTUAN POMPA KALOR UNTUK MENGERINGKAN BIJI KAKAO

JURNAL RONA TEKNIK PERTANIAN ISSN : Uji Kinerja Pengering Surya dengan Kincir Angin Savonius untuk Pengeringan Ubi Kayu (Manihot esculenta)

LAMPIRAN II PERHITUNGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MENENTUKAN JUMLAH KALOR YANG DIPERLUKAN PADA PROSES PENGERINGAN KACANG TANAH. Oleh S. Wahyu Nugroho Universitas Soerjo Ngawi ABSTRAK

KARAKTERISTIK PENGERINGAN GABAH PADA ALAT PENGERING KABINET (TRAY DRYER) MENGGUNAKAN SEKAM PADI SEBAGAI BAHAN BAKAR

Pengujian Pengeringan Garam Briket Skala Laboratorium

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Studi Eksperimen Pengaruh Sudut Blade Tipe Single Row Distributor pada Swirling Fluidized Bed Coal Dryer terhadap Karakteristik Pengeringan Batubara

Model Pengeringan Lapisan Tipis Cengkeh (Syzygium aromaticum) 1) ISHAK (G ) 2) JUNAEDI MUHIDONG dan I.S. TULLIZA 3) ABSTRAK

PERPINDAHAN MASSA PADA PENGERINGAN JAHE MENGGUNAKAN EFEK RUMAH KACA *

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai Maret 2013 di

KARAKTERISTIK PRODUK BUBUK EKSTRAK JAGUNG MANIS INSTAN HASIL PENGERINGAN TIPE SPOUTED-VORTEX-BED SKRIPSI. Oleh NETI SURAMI NIM

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 2007 BPS mencatat rata-rata konsumsi ubi jalar orang Indonesia

Pada proses pengeringan terjadi pula proses transfer panas. Panas di transfer dari

Pengeringan Untuk Pengawetan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DINAMIKA PINDAH MASSA DAN WARNA SINGKONG (Manihot Esculenta) SELAMA PROSES PENGERINGAN MENGGUNAKAN OVEN

BAB I PENDAHULUAN. Daun stevia merupakan daun yang berasal dari tanaman stevia (Stevia

HASIL DAN PEMBAHASAN

Konstanta Laju Pengeringan Pada Proses Pemasakan Singkong Menggunakan Tekanan Kejut

PENGUAPAN AIR DAN PENYUSUTAN IRISAN UBI KAYU SELAMA PROSES PENGERINGAN MENGGUNAKAN MESIN CABINET DRYER. ABSTRAK ABSTRACT

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam SNI (2002), pengolahan karet berawal daripengumpulan lateks kebun yang

III. METODOLOGI PENELITIAN. pengeringan tetap dapat dilakukan menggunakan udara panas dari radiator. Pada

PENGGUNAAN TEKNOLOGI PENGERING UNGGUN TERFLUIDISASI UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI PENGERINGAN TEPUNG TAPIOKA

II. TINJAUAN PUSTAKA

PENENTUAN LAJU PENURUNAN KADAR AIR OPAK SINGKONG DENGAN MENGGUNAKAN RUANG PENGERING BERENERGI BIOMASSA LIMBAH PELEPAH KELAPA SAWIT

Disusun Oleh : REZA HIDAYATULLAH Pembimbing : Dedy Zulhidayat Noor, ST, MT, Ph.D.

PENGERINGAN GABAH DENGAN PENERAPAN DCS PADA ROTARY DRYER

PENENTUAN KARAKTERISTIK PENGERINGAN BAWANG PUTIH(ALLIUM SATIVUM L.) (Variabel Bentuk Bahan dan Suhu Proses)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. yang dimiliki oleh suatu negara. Indonesia merupakan negara berkembang

ALAT PENGERING HASIL - HASIL PERTANIAN UNTUK DAERAH PEDESAAN DI SUMATERA BARAT

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I.

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) 1

Pengukuran Difusivitas Termal dan Sifat Dielektrik pada Frekuensi Radio dari Andaliman

BAB I PENDAHULUAN. Tepung terigu digunakan untuk pembuatan mie, roti, kue sebagai bahan

ANALISIS PENYEBARAN PANAS PADA ALAT PENGERING JAGUNG MENGGUNAKAN CFD (Studi Kasus UPTD Balai Benih Palawija Cirebon)

RANCANG BANGUN ALAT PENGERING UBI KAYU TIPE RAK DENGAN MEMANFAATKAN ENERGI SURYA

Teknologi pengeringan bed fluidasi (fluidized Bed)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Buah Kakao Menurut Susanto (1994) klasifikasi buah kakao adalah sebagai berikut: : Dicotyledon

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pohonan tahunan tropika dan subtropika dari keluarga Euphorbiaceae. Umbinya

Bab III CUT Pilot Plant

Analisis Distribusi Suhu, Aliran Udara, Kadar Air pada Pengeringan Daun Tembakau Rajangan Madura

Transkripsi:

PROSES PENGERINGAN SINGKONG (Manihot esculenta crantz) PARUT DENGAN MENGGUNAKAN PNEUMATIC DRYER Joko Nugroho W.K., Primawati Y.F, Nursigit Bintoro,. Jurusan Teknik Pertanian, FTP UGM Jl. Flora No. 1 Bulaksumur, Yogyakarta email : jknugroho@ugm.ac.id ABSTRAK Ubi kayu (Manihot esculenta crantz) dalam keadaan segar tidak bertahan lama, karena memiliki kandungan air yang cukup tinggi. Penepungan merupakan salah satu cara untuk menyimpan bahan dalam waktu yang lebih lama Salah satu tahapan dalam pembuatan tepung singkong adalah pengeringan. Pneumatic (flash) dryern memanfaatkan hembusan udara panas berkecepatan tinggi sebagai media pengering. Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengkaji proses pengeringan singkong parut dengan menggunakan pneumatic (flash) dryer. Bahan yang dikeringkan adalah singkong parut yang berkadar air 6%.. Alat yang digunakan adalah pengering tipe flash yang memiliki 3 buah heater sebagai pemanas udara, screw conveyor sebagai pengumpan bahan, dan cyclone untuk memisahkan udara dengan produk kering. Pengeringan dilakukan dengan 3 variasi laju aliran udara dan 3 variasi suhu. Variasi laju aliran udara dilakukan dengan mengatur bukaan inlet udara, yaitu,6 m 3 /s (bukaan 3 / 8 ),,9 m 3 /s (bukaan 4 / 8 ), dan,11 m 3 /s (bukaan 5 / 8 ). Sedangkan variasi suhu dilakukan dengan mengatur jumlah heater yang digunakan, yaitu 1 heater, 2 heater, dan 3 heater. Data properties udara, seperti suhu (lingkungan dan di dalam duct pengering) dan kelembaban relatif lingkungan sekitar diukur setiap 2 menit sekali. Dari penelitian ini diperoleh terminal velocity untuk singkong parut basah adalah 7,25-7,4 m/s, dengan laju pengeringan berkisar antara,8-,33 %/detik. Efisiensi sistem pemanasan pada alat pengering ini sudah cukup baik, dengan rata-rata > 69%. Tepung singkong yang dihasilkan memiliki warna yang cenderung putih dan tidak kusam, beraroma khas singkong, dengan ukuran diameter partikel,18±,4 mm. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa suhu memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap penurunan kadar air singkong parut. Kata kunci : suhu pengeringan, singkong parut, tepung, pneumatic dryer PENDAHULUAN Ubi kayu atau singkong (cassava) merupakan salah satu bahan makanan yang kaya akan karbohidrat, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi. Ubi kayu dalam keadaan segar tidak bertahan lama, karena memiliki kandungan air yang cukup tinggi. Untuk pemasaran yang memerlukan waktu lama, ubi kayu harus diolah terlebih dahulu menjadi bentuk lain yang lebih awet, seperti tepung singkong atau tapioka. Beragam jenis makanan juga dapat diolah dari bahan ini. Berdasarkan data statistik FAO (Food and Agriculture Organization) dunia, tercatat bahwa produktivitas singkong cenderung meningkat setiap tahunnya. Hal ini menjadi salah satu alasan kuat dipilihnya singkong sebagai salah satu bahan pangan alternatif setelah beras. Dipilihnya singkong juga sangat tepat mengingat manfaat dan kegunaan singkong yang 96

cukup luas, terutama untuk industri makanan. Dari segi produk olahan, mulai dari bahan mentah singkong segar dapat dibuat menjadi produk olahan langsung dan produk awetan. Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa singkong setelah diproses menjadi tepung singkong, merupakan salah satu tepung yang paling cocok sebagai pengganti tepung terigu. Ketiadaan gluten pada tepung singkong ini dapat dilihat sebagai keunggulan, sehingga secara kesehatan dapat digunakan untuk diet bagi penderita autis. Salah satu bentuk penanganan pascapanen yang harus ditempuh dalam pembuatan tepung singkong adalah pengeringan. Pengeringan merupakan salah satu usaha untuk mengurangi kadar air yang terkandung pada bahan. Dengan dilakukannya pengeringan, resiko kerusakan atau penurunan kualitas akibat aktivitas enzimatis dari mikroba atau jamur dapat dikurangi, sehingga suatu produk akan aman untuk disimpan maupun diolah lebih lanjut. Pada saat dipanen, kadar air singkong masih cukup tinggi, yaitu berkisar 6% 7%. Untuk penanganan lebih lanjut perlu dilakukan pengeringan hingga kadar airnya di bawah 1%. Hingga saat ini studi mengenai pembuatan tepung singkong masih terus dikembangkan. Efektivitas pembuatan tepung singkong ini sangat bergantung pada bagaimana dan metode apa yang digunakan dalam usaha pengurangan kadar air produk. Metode yang biasa diterapkan untuk mengurangi kadar air dalam ubi kayu sebelum dilakukan penepungan adalah dengan metode pengeringan konvensional atau pengovenan. Namun, kedua metode ini memiliki beberapa kelemahan, diantaranya adalah membutuhkan waktu yang cukup lama sehingga dapat memperpanjang waktu proses pengolahan secara keseluruhan. Waktu proses pengeringan juga berbanding lurus dengan jumlah energi yang digunakan. Oleh sebab itu, untuk menekan penggunaan energi yang lebih besar dan mempersingkat waktu proses pengeringan, maka dibutuhkan suatu mesin pengering yang dapat mengeringkan dalam waktu yang lebih singkat. Pada penelitian ini proses pengeringan dilakukan menggunakan pneumatic (flash) dryer. Pneumatic (flash) dryer merupakan mesin pengering yang memanfaatkan udara panas berkecepatan tinggi dalam proses pengeringan bahannya. Bahan yang dapat dikeringkan menggunakan pneumatic (flash) dryer adalah bahan yang memiliki partikel kecil, seperti tepung-tepungan. Hasil parutan singkong yang memiliki ukuran partikel kecil cocok dikeringkan menggunakan pneumatic (flash) dryer. Dengan kecepatan udara yang cukup tinggi, ditambah panas yang dihasilkan oleh heater, maka proses pengeringan parutan singkong dapat dilakukan dalam waktu yang lebih singkat. Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengkaji proses pengeringan singkong parut dengan menggunakan pneumatic (flash) dryer. Dan secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh suhu terhadap perubahan kadar air, efisiensi pengeringan, dan efisiensi sistem pemanasan selama proses pengeringan berlangsung, serta mendapatkan model matematis persamaan laju perpindahan massa yang terjadi selama proses pengeringan. METODOLOGI Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknik Pangan dan Pascapanen, Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada. Sedangkan untuk pembuatan mesin pengering dilakukan di bengkel yang berlokasi di Yogyakarta. Penelitian ini dilakukan dari September-April 212. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ketela pohon/ubi kayu/singkong, dengan kadar air berkisar antara 6-7%, dan untuk setiap pengeringan membutuhkan 5 gr singkong kupas. Alat utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengering tipe pneumatic (flash) dryer (Gambar 1.), yang memiliki komponen utama yaitu blower, heater, mini screw conveyor, duct pengering, dan cyclone. 97

Gambar 1. Alat pengering tipe pneumatic dengan sumber pemanas dari listrik. Alat ini pengering skala laboratorium ini memiliki kapasitas masukan 1,5 kg bahan, dan menggunakan tiga buah pemanas listrik yang memiliki total daya listrik 4,5 kilowatt. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini, dilakukan variasi terhadap kecepatan udara pengering sebagai media pembawa panas. Variasi kecepatan udara dilakukan dengan mengatur bukaan inlet udara yang terdapat di sisi bagian depan blower, yaitu dengan menggunakan plat penutup dengan delapan variasi bukaan, yaitu ( 1 / 8 ), ( 2 / 8 ), ( 3 / 8 ), ( 4 / 8 ), ( 5 / 8 ), ( 6 / 8 ), ( 7 / 8 ), dan ( 8 / 8 ). Berdasarkan hasil pengukuran yang telah dilakukan, pengaruh bukaan inlet udara terhadap kecepatan udara ditunjukkan pada Gambar 2. Pengukuran kecepatan udara dilakukan di dalam duct pengering yang memiliki luas penampang berbeda, yaitu duct berpenampang besar (,135 m 2 ) dan duct berpenampang kecil (,58 m 2 ). Semakin besar bukaan inlet udara, maka kecepatan udara yang dihembuskan oleh blower akan semakin tinggi. Kec. udara (m/s) 25 2 15 1 5 1 2 3 4 5 6 7 8 Bukaan inlet udara Luas penampang,135 m2 Luas penampang,58 m2 Gambar 2 Pengaruh bukaan inlet udara terhadap kecepatan udara. 98

Untuk mencapai suatu proses pengeringan yang efisien, laju aliran udara pengering yang digunakan harus lebih besar daripada kecepatan minimum yang diperlukan untuk memindahkan bahan tersebut. Sehingga penentuan kecepatan udara yang akan digunakan untuk mengeringkan suatu bahan menjadi penting untuk diperhatikan. Kecepatan udara yang dihembuskan oleh blower atau fan harus lebih besar dari kecepatan jatuh bebas partikel yang akan dikeringkan (bahan basah). Kecepatan aliran udara selama proses pengeringan dengan menggunakan pneumatic (flash) dryer tidak boleh terlalu rendah ataupun terlalu tinggi. Pada kecepatan yang terlalu rendah, partikel bahan tidak dapat terangkat oleh aliran udara, sehingga proses pengeringan tidak dapat berjalan sempurna. Sedangkan aliran kecepatan udara yang terlalu tinggi akan menyebabkan kontak panas antara udara kering dengan bahan akan menjadi terlalu singkat, akibatnya proses pengeringan menjadi tidak efektif, karena air yang teruapkan hanya sedikit, dan kadar air akhir produk biasanya masih tinggi. Suhu udara pengering didefinisikan sebagai suhu rata-rata udara yang digunakan untuk mengeringkan sejumlah bahan yang diukur di dalam ruang pengering. Selama proses pengeringan berlangsung, suhu sangat berperan dalam proses penguapan air, baik yang terdapat pada permukaan bahan maupun yang terdapat pada bagian dalam bahan. Suhu udara pengering sebaiknya diatur setinggi mungkin tanpa melebihi batas kritis sensitivitas termal bahan, hal ini dilakukan agar kualitas bahan selama proses pengeringan dapat terjaga dengan baik. Pada proses pengeringan singkong parut dengan menggunakan pneumatic (flash) dryer ini, suhu udara pengering divariasikan dengan mengatur jumlah pemanas (heater) yang digunakan, yaitu 1 heater (15 Watt), 2 heater (3 Watt), dan 3 heater (45 Watt). Gambar 3 menunjukkan pengaruh jumlah heater dan laju aliran udara terhadap suhu udara pengering yang dihasilkan. Dari kurva tersebut terlihat bahwa semakin besar debit udara yang dihembuskan oleh blower, suhu udara pengering yang dihasilkan akan semakin rendah. Selain itu, grafik diatas juga menggambarkan bahwa jumlah heater yang digunakan secara efektif akan meningkatkan suhu udara pengering. Pada penggunaan 1 heater, suhu udara panas yang dihasilkan berkisar antara 4 C-6 C. Pada penggunaan 2 heater, suhu udara panas yang dihasilkan berkisar antara 65 C-86 C. Sedangkan pada penggunaan 3 heater, suhu udara akan semakin tinggi, yaitu berkisar antara 86 C-12 C. Meskipun suhu udara panas tersebut relatif menurun ketika debit udara bertambah besar. Suhu ( C) 14 12 1 8 6 4 2,,2,4,6,8,1,12 Debit udara (m 3 /s) 15 Watt 3 Watt 45 Watt Gambar 3. Pengaruh jumlah heater dan debit udara terhadap suhu udara pengering. Pada penelitian ini, untuk menganalisa proses perpindahan massa selama proses pengeringan dilakukan tiga variasi suhu dengan tiga variasi kecepatan udara pengering, serta tiga kali pengulangan untuk tiap-tiap prosesnya. Variasi suhu udara pengering yang digunakan untuk mengeringkan singkong parut yaitu penggunaan 1 heater, 2 heater, dan 3 heater. Sedangkan variasi kecepatan udara pengering dilakukan dengan mengatur bukaan 99

inlet udara, yaitu pada bukaan ( 3 / 8 ), ( 4 / 8 ), dan ( 5 / 8 ). Badan Standarisasi Nasional (BSN) telah menetapkan bahwa tepung singkong berkualitas baik adalah tepung singkong dengan kadar air maksimum 12% (SNI, 212). Namun pada penelitian ini, pengeringan tidak dilakukan hingga kadar air mencapai kadar air tepung, melainkan hanya 2 siklus pengeringan. Dalam hal ini, siklus ketiga sudah pernah dicoba, namun ternyata proses pengeringan tidak bisa dilakukan karena menemui beberapa kendala, yaitu bahan tidak bisa masuk menuju menuju duct pengering, melainkan terhambur keluar melalui screw pengumpan bahan. Hal ini terjadi karena pada siklus ketiga, partikel bahan memiliki massa yang lebih ringan daripada sebelumnya, sehingga partikel bahan tersebut tidak mampu melawan aliran udara yang diberikan. Akibatnya partikel bahan tersebut akan terhambur keluar melalui screw pengumpan bahan. Perubahan kadar air singkong parut yang terjadi selama proses pengeringan pada berbagai variasi suhu udara pengering ditunjukkan pada Gambar 4, Gambar 5 dan Gambar 6. KA (%, wb) 6 5 4 3 2 1 5 1 15 2 25 Waktu pengeringan (s) 56,38 C 85,85 C 119,78 C Gambar 4. Perubahan KA bahan selama pengeringan pada laju aliran udara,6 m 3 /s. 6 5 KA (%, wb) 4 3 2 1 5 1 15 2 25 5,45 C 72,5 C 96,67 C Gambar 5 Perubahan KA bahan selama pengeringan pada laju aliran udara,9 m 3 /s. KA (%, wb) 6 5 4 3 2 1 Waktu pengeringan (s) 5 1 15 2 Waktu pengeringan (s) 47,52 C 66,56 C Gambar 6. Perubahan KA bahan selama pengeringan pada laju aliran udara,11 m 3 /s. 1

Dari gambar tersebut terlihat bahwa semakin tinggi suhu udara yang digunakan untuk pengeringan, maka penurunan kadar air bahan juga akan semakin besar, sehingga waktu yang dibutuhkan untuk pengeringan akan menjadi semakin cepat. Hal ini disebabkan karena, semakin tinggi suhu udara pengering yang diberikan, maka perbedaan tekanan uap antara udara dengan tekanan uap pada bahan akan semakin besar. Dengan demikian, proses perpindahan uap air dari dalam bahan menuju udara sekeliling akan menjadi lebih cepat. Tabel1. Penurunan KA (%,wb) pada berbagai variasi suhu dan laju aliran udara pengering Bukaan inlet udara (3/8) (4/8) (5/8) Heater Suhu ( C) Kadar air bahan (%, wb) Awal Siklus 1 Siklus 2 1 56,38 5,18 17,67 12,53 2 85,85 47,7 15,15 9,27 3 119,78 46,3 9,8 6,52 1 5,45 48,46 31,12 21,25 2 72,5 48,56 23,75 14,99 3 96,67 51,39 16,49 7,64 1 47,52 47,61 39,65 33,83 2 66,56 49,42 31, 21,3 3 86,51 48,81 19,64 11,24 Hasil analisa pada Tabel.1 memperlihatkan bahwa semakin tinggi suhu udara pengering maka proses pengeringan singkong parut akan menjadi lebih efektif, karena semakin tinggi suhu udara pengering, partikel air yang teruapkan semakin banyak, dan bahan akan semakin kering. Pada laju aliran udara,6 m 3 /s, pengeringan dengan menggunakan 1 heater (suhu 56,38 C) menghasilkan kadar air akhir 12,53%; ketika suhu dinaikkan menjadi 85,85 C (2 heater) kadar air akhir bahan akan menjadi lebih rendah, yaitu 9,27%; dan pada penggunaan 3 heater (suhu 119,78 C) kadar airnya menjadi 6,52%. Hal yang sama juga berlaku pada pengeringan yang berlangsung pada laju aliran udara,9 m 3 /s dan,11 m 3 /s. Konstanta laju pengeringan (k) merupakan suatu besaran yang menyatakan kecepatan air untuk berdifusi keluar meninggalkan bahan yang dikeringkan persatuan waktu. Pada umumnya laju pengeringan dinyatakan dalam satuan per detik, per menit atau per jam. Besarnya laju pengeringan dari setiap bahan akan memiliki nilai yang berbeda-beda, tergantung dari sifat dan karakteristik bahan tersebut. Berdasarkan analisa yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa laju pengeringan singkong parut yang terjadi selama proses pengeringan dengan menggunakan pneumatic (flash) dryer adalah periode laju pengeringan konstan (constant rate period). Hasil perhitungan pada Tabel 2. menunjukkan pengaruh variasi suhu (penggunaan heater) terhadap besarnya konstanta laju pengeringan yang dihasilkan. Nilai konstanta laju pengeringan (k) cenderung cenderung meningkat ketika suhu udara pengering yang digunakan semakin tinggi. Semakin banyak heater yang digunakan, suhu yang dihasilkan juga akan semakin tinggi, dengan demikian, transfer panas dari media pengering (udara panas) menuju bahan akan semakin cepat, sehingga partikel-partikel air yang terdapat dalam bahan akan lebih cepat terdifusi keluar meninggalkan bahan menuju udara bebas. Hal ini mengakibatkan nilai konstanta laju pengeringan semakin besar. Dalam hal ini, analisa perhitungan laju pengeringan dilakukan dengan perhitungan basis kering (dry basis). 11

Tabel 2. Konstanta laju pengeringan singkong parut pada variasi suhu dan laju aliran udara Bukaan inlet udara (3/8) (4/8) (5/8) Q (m 3 /s) Heater (unit) Suhu ( C) k (% detik -1 ),6 1 56,38,4,6 2 85,85,38,6 3 119,78,41,9 1 5,45,33,9 2 72,5,41,9 3 96,67,56,11 1 47,52,24,11 2 66,56,51,11 3 86,51,76 Efisiensi sistem pemanasan merupakan perbandingan antara jumlah panas keseluruhan yang disuplai ke ruang pengeringan dengan panas yang tersedia dari bahan bakar yang digunakan. Pada analisa perhitungan nilai efisiensi sistem pemanasan, diketahui bahwa semakin tinggi suhu yang digunakan untuk pengeringan, maka nilai efisiensi pemanasannya akan menjadi semakin rendah. Hal ini dipengaruhi oleh penggunaan jumlah heater selama proses pengeringan berlangsung. Untuk menghasilkan suhu udara yang lebih tinggi, maka penggunaan heater juga harus ditambah, dengan demikian daya yang dibutuhkan untuk pengeringan juga akan menjadi lebih besar. Kebutuhan daya yang semakin besar inilah yang kemudian menyebabkan nilai efisiensi sistem pemanasan menjadi lebih rendah. Selain itu, penurunan nilai efisiensi sistem pemanasan juga dapat dipengaruhi oleh banyaknya panas yang hilang melalui dinding ruang pengering. Semakin banyak heater yang digunakan, suhu udara yang dihasilkan akan menjadi lebih tinggi, akibatnya panas yang hilang melalui dinding ruang pengering juga akan semakin besar. Hal ini dapat terjadi karena di sekeliling ruang pengering tidak dipasang isolator untuk meminimkan panas hilang melalui dinding ruang pengering. η pemanasan (%) 1 9 8 7 6 4 5 6 7 8 9 1 Suhu ( C),6 m3/s,9 m3/s,11 m3/s Gambar 7. Efisiensi sistem pemanasan selama pengeringan singkong parut. Kurva pada gambar 3.6 juga memperlihatkan pengaruh laju aliran udara terhadap nilai efisiensi sistem pemanasan. Semakin tinggi laju aliran udara yang digunakan, maka nilai efisiensi sistem pemanasannya cenderung mengalami peningkatan. Ketika proses pengeringan berlangsung pada suhu yang sama, semakin tinggi laju aliran udara maka proses pengeringannya dapat menjadi lebih singkat, dengan demikian proses pengeringan dapat berlangsung dengan efektif. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa efisiensi sistem 12

pemanasan pada alat ini sudah cukup baik, yaitu dengan rata-rata >69%. Artinya panas yang tersedia dapat disuplai menuju ruang pengeringan dengan baik. Efisiensi pengeringan merupakan perbandingan antara jumlah panas keseluruhan yang digunakan untuk pengeringan dengan panas yang disuplai ke ruang pengeringan. Kurva pada Gambar 8. memperlihatkan nilai efisiensi yang cenderung semakin rendah ketika suhu udara yang digunakan bertambah tinggi. Hal ini dipengaruhi oleh jumlah heater yang digunakan selama pengeringan berlangsung. Semakin banyak heater yang digunakan, maka daya yang dibutuhkan akan semakin besar, sehingga nilai efisiensi pengeringan akan cenderung turun. Selain itu, ketika suhu udara yang disuplai ke ruang pengering semakin tinggi, panas yang hilang melalui dinding ruang pengering juga akan semakin besar. Akibatnya efisiensi pengeringan yang terhitung akan cenderung turun. Hal ini dapat diatasi dengan memasang isolator di sekeliling dinding ruang pengering, sehingga dapat meminimkan jumlah panas yang hilang melalui dinding ruang pengering. η pengeringan (%) 2 15 1 5,6 m3/s,9 m3/s,11 m3/s 4 5 6 7 8 9 1 Suhu ( C) Gambar 8. Efisiensi sistem pengeringan pneumatic (flash). Dengan cara analisa yang sama, dapat diketahui hubungan laju aliran udara terhadap efisiensi pengeringan, yaitu semakin tinggi laju aliran udara yang digunakan, nilai efisiensi pengeringannya cenderung mengalami penurunan, dengan catatan bahwa proses pengeringan berlangsung pada suhu yang sama. Laju aliran udara yang semakin tinggi akan menyebabkan bahan terhembus dengan semakin cepat pula, akibatnya kontak panas antara bahan dengan udara pengering berlangsung dengan sangat cepat. Hal ini menyebabkan panas yang disuplai ke ruang pengering tidak dapat dimanfaatkan secara efektif untuk mendesak air keluar meninggalkan bahan. Berbeda halnya dengan efisiensi pemanasan, hasil perhitungan menunjukkan bahwa nilai efisiensi pengeringan singkong parut dengan menggunakan pneumatic (flash) dryer masih sangat rendah, yaitu tidak lebih dari 13,73 %. KESIMPULAN Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pengeringan singkong parut dengan pneumatic (flash) dryer dapat dilakukan. Secara khusus dapat disimpulkan bahwa bahwa suhu memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap penurunan kadar air singkong parut, efisiensi pengeringan, dan efisiensi sistem pemanasan selama proses pengeringan dengan menggunakan pneumatic (flash) dryer. Laju pengeringan yang terjadi selama proses pengeringan merupakan periode laju konstan, dengan nilai k berkisar,24-,76 (% detik -1 ). Analisis grafik hubungan KA Observasi terhadap KA Prediksi menunjukkan validasi yang cukup baik, dengan nilai R 2 mendekati 1, sehingga persamaan prediksi tersebut dapat digunakan untuk memprediksi penurunan kadar air bahan (singkong parut) selama proses pengeringan. 13

DAFTAR PUSTAKA Borde I. and Levy A., 26, Pneumatic and Flash Drying. Taylor and Francis Group, LLC. Grift T.E., Walker J.T. and Hofstee J.W., 1997, Aerodynamic Properties of Individual Fertilizer Particles. Trans. AS AE. 4(1):13-2. Gursoy S. dan Guzel E., 21, Determination of Physical Properties of Some Agricultural Grains. Research Jurnal of Applied Sciences, Engineering and Technology 2(5):492-498. Maxwell Scientific Organization. Cukurova University. Turkey. Hatamipour M.S. dan Mowla D., 22, Shrinkage of Carrots During Drying in an Inert Medium Fluidized Bed. Journal of Food Engineering 55:247-252. Published by Elsevier Science Ltd. All Right Reserved. Shiraz University. Iran. Hidayat T. dkk, 211, Bisnis Singkong Sebagai Pengembangan Produk Berbahan Dasar Lokal Solusi Diversifikasi Pangan. http://www.okefood.com/read//tepung-singkong-kaya-manfaat. Accessed 3-3-12. Krokida M.K., 2, Water Loss and Oil Uptakes as a Function of Frying Time. Journal of Food Engineering Vol.44 :39-46. Munson B.R., Young D.F. and Okiishi T.H., 24, Mekanika Fluida. Edisi Keempat. Erlangga. Jakarta. Novianti A., 1991, Disain dan Uji Teknis Alat Pemisah Biji bijian Secara Pneumatic dengan Hembusan Udara Secara Horizontal. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Rahmawati F., 21, Pengembangan Industri Kreatif Melalui Pemanfaatan Pangan Lokal Singkong. Pendidikan Teknik Boga dan Busana. Fakultas Teknik. Universitas Negeri Yogyakarta. http://staff.uny.ac.id//pengembanganindustrikreatifmelaluipemanfaatanpanganlokalsingkong. pdf. Accessed 1-3-12. Saravacos G.D., 1928, Handbook of Food Processing Equipment. Kluwer Academic, Plenum Publisher. New York. Wachiraphansakul S., and Devahastin S., 25, Drying Kinetics and Quality of Okara Dried in a Jet Spouted Bed of Sorbent Particles. Jurnal of Food Science and Technology LWT 4 (27) 27-219. Published by Elsevier Ltd. All right reserved. Thailand. 14