BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menggunakan laporan keuangan sebagai alat analisis. Pengertian laporan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penguji dari pekerjaan bagian pembukuan, tetapi untuk selanjutnya laporan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rasio keuangan merupakan alat analisis keuangan yang paling sering

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. laporan keuangan yang dapat berfungsi sebagai alat ukur dalam menilai kinerja

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sari dan Zuhrotun (2006), teori sinyal (signaling theory)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akuntansi. Akuntansi mampu memberikan informasi tentang kondisi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rasio keuangan merupakan kegiatan membandingkan angka-angka yang ada dalam

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Djarwanto (2004:5) laporan keuangan merupakan hasil dari

BAB II KAJIAN PUSTAKA. saat tertentu atau jangka waktu tertentu. Menurut Hery (2012:3) laporan keuangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan jumlah yang lain, dan dengan menggunakan alat analisis berupa rasio akan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab 9 Teori Rasio Keuangan

RASIO LAPORAN KEUANGAN

Analisis Laporan Keuangan PT. UNILEVER Indonesia, Tbk Periode Tahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAPORAN KEUANGNAN DAN ANALISIS LAPORAN KEUANGAN. Febriyanto, S.E., M.M.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Terdapat beberapa pengertian mengenai analisis, yaitu : 1. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002) :

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

hendro 6/30/2010 PRESENTASI VIII :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian dan Karakteristik Laba. dengan pendapatan tersebut. Pengertian laba menurut Harahap (2008:113)

BAB II LANDASAN TEORITIS. merupakan suatu ringkassan dari transaksi-transaksi keuangan yang terjadi

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kinerja Keuangan 2.2. Laporan Keuangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pelaksanaan keuangan secara baik dan benar. (Irham Fahmi, 2011 : 239)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seorang penganalisis untuk mengevaluasi tingkat earning dalam hubungannya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II URAIAN TEORITIS

MAKALAH Untuk Memenuhi Tugas Manajemen Keuangan ANALISIS RASIO KEUANGAN : PT. HOLCIM tbk

BAB II LANDASAN TEORI. Manajemen keuangan adalah aktivitas pemilik dan manajemen perusahaan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Laporan Keuangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab 3 Analisis Rasio Keuangan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II URAIAN TEORITIS

ANALISIS KEUANGAN. o o

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan dunia usaha yang semakin maju, sejalan dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II URAIAN TEORITIS. Penelitian oleh Simbolon (2006) Analisis Laporan Keuangan dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. secara efektif dan efisien. Terlebih lagi dalam situasi globalisasi seperti masa

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. serta kondisi keuangan perusahaan. Melalui laporan keuangan perusahaan dapat

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang cepat dalam berbagai segi kehidupan, baik segi sosial,

ANALISIS KEUANGAN. 1) faktor kritis dalam analisis rasio keuangan, 2) mempelajari bagaimana analisis rasio keuangan tersebut dipergunakan dan

PROGRAM MAGISTER STUDI EKONOMI MANAJEMEN

Analisa Rasio Keuangan

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. suatu proses untuk menghasilkan sesuatu (output) atau pencapaian suatu tujuan

BAB II LANDASAN TEORI

TIME SERIES ANALYSIS DARI LAPORAN KEUANGAN PT. UNILEVER INDONESIA Tbk. TRIWULAN REKRUTMEN FINANCIAL ASSISTANT COMMUNITY

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rasio keuangan merupakan alat analisis keuangan yang paling sering

ANALISIS RASIO KEUANGAN

Dalam menganalisa laporan keuangan terdapat beberapa metode yang bisa dijadikan tolak ukur untuk menilai posisi keuangan perusahaan antara lain:

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. yang merangkum semua aktivitas perusahaan. Sedangkan menurut Hendra (2010

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Akuntansi merupakan suatu sistem informasi yang memberikan

luas, maka ruang lingkup penelitian ini dibatasi hanya pada Pengaruh Rasio

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. berupa promosi atau informasi lain yang menyatakan bahwa perusahaan lebih baik dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab II. Tinjauan Pustaka

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Alat analisis laporan keuangan H A S B I A N A D A L I M U N T H E S E., M. A K

BAB I PENDAHULUAN. berhasil memenangkan persaingan apabila dapat menghasilkan laba yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Analisis rasio keuangan (financial statement analysis) adalah aplikasi dari

BAB II TINJAUAN PUTAKA. Kebutuhan dana tersebut digunakan untuk membiayai kebutuhan investasi maupun

II. LANDASAN TEORI. dengan menggunakan aktiva lancar yang tersedia. Menurut Brigham dan Houston,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN. suatu perusahaan dalam periode tertentu. Salah satu cara dalam penilaian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. banyak diminati masyarakat saat ini. Menerbitkan saham merupakan salah

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis terhadap laporan keuangan PT. Astra Agro

ANALISIS PERKEMBANGAN PT ANEKA TAMBANG DITINJAU DARI ANALISIS LAPORAN KEUANGAN BAB I PENDAHULUAN

BAB III PEMBAHASAN. A. Pengertian dan Fungsi Manajemen Keuangan 1. Pengertian Manajemen Keuangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian Laporan Keuangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 11 ANALISIS LAPORAN KEUANGAN PERUSAHAAN

BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN. dan dapat dipercaya untuk menilai kinerja perusahaan dan hasil dari suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membayar upah buruh dan gaji pegawai serta biaya-biaya lainnya.

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Laporan Keuangan Laporan keuangan merupakan dasar bagi upaya analisis atas suatu perusahaan, maka terlebih dahulu harus diketahui sifat, cakupan, dan keterbatasannya sebelum menggunakan laporan keuangan sebagai alat analisis. Pengertian laporan keuangan menurut PSAK No. 1, Paragraf 07 (SAK:2007) yaitu sebagai berikut: Laporan Keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara misalnya, sebagai laporan arus kas, atau laporan arus dana), catatan dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan. Disamping itu juga termasuk skedul dan informasi tambahan yang berkaitan dengan laporan tersebut, misalnya, informasi keuangan segmen industri dan geografis serta pengungkapan pengaruh perubahan harga. Laporan keuangan juga dapat didefenisikan sebagai suatu alat dengan mana informasi dikumpulkan dan diproses dalam akuntansi keuangan yang dikomunikasikan secara periodik kepada para pemakainya. Pemakai laporan keuangan tersebut meliputi pihak eksternal dan pihak internal yang menggunakan laporan keuangan untuk memenuhi berbagai kebutuhan informasi yang berbeda.

Laporan keuangan yang menjadi alat analisis dalam penelitian ini adalah neraca dan laporan laba-rugi dikarenakan neraca dan laporan laba-rugi cukup memadai untuk menggambarkan posisi keuangan dan hasil operasi yang telah dicapai perusahaan. Neraca menunjukkan posisi harta, kewajiban dan modal pada suatu waktu tertentu sedangkan laporan laba-rugi menggambarkan pendapatan yang diperoleh dan biasanya yang dikeluarkan untuk memperoleh keuntungan atau justru mengalami kerugian. 2. Unsur-unsur Laporan Keuangan Laporan keuangan menggambarkan kondisi keuangan dan hasil usaha suatu perusahaan pada saat tertentu atau jangka waktu tertentu. Laporan keuangan inilah yang menjadi bahan informasi bagi para pemakainya sebagai salah satu bahan dalam proses pengambilan keputusan. Dalam penelitian ini, penulis hanya menjelaskan mengenai neraca dan laporan laba rugi saja. a. Neraca (Balance Sheet) Neraca adalah suatu laporan yang sistematis tentang aktiva (assets), utang (liabilities), dan modal sendiri (owners equity) dari suatu perusahaan pada tanggal tertentu (Djarwanto, 2004:20). Penggolongan perkiraan neraca akan lebih memudahkan proses analisisnya. 1) Aktiva (Assets) Aktiva mencakup biaya-biaya yang belum ditandingkan dengan pendapatan di masa lalu dan diharapkan dapat memberi manfaat ekonomi

berupa pendapatan di masa depan. Djarwanto (2004:24) menggolongkan aktiva yang terdiri dari 6 bagian. a. Aktiva Lancar b. Investasi Jangka Panjang c. Aktiva Tetap d. Aktiva Tidak Berwujud e. Bebab Biaya yang Ditangguhkan; dan f. Aktiva Tidak Lancar Lainnya (a) Aktiva Lancar (Current Assets); yaitu pos-pos di neraca yang diharapkan dapat dikonversikan ke kas atau setara kas dalam periode waktu yang relatif singkat yang meliputi : kas dan setara kas, investasi jangka pendek, wesel tagih, piutang usaha, persediaan, serta biaya dan pos lain yang dibayar dimuka yang diharapkan akan terealisasi dalam jangka waktu yang tidak lebih dari 12 bulan dari tanggal neraca. Aktiva lancar secara normal dicatat pada neraca menurut urutan likuiditasnya kecuali persediaan dan surat berharga yang dapat segera dijual dilaporkan menurut nilai estimasi yang dapat direalisasikan. Oleh karena itu, saldo piutang harus dikurangi dengan penyisihan piutang tak tertagih. (b) Aktiva Tetap (Fixed Assets); yaitu aktiva yang bersifat tetap dan permanen, tidak untuk diperdagangkan dan digunakan dalam operasi perusahaan, misalnya: tanah, bangunan, mesin, peralatan, kendaraan dan alat-alat lain. (c) Aktiva Tidak Berwujud (Intangible Assets); yaitu aktiva yang tidak nyata secara fisik tetapi merupakan suatu hak yang mempunyai nilai

dan dimiliki perusahaan untuk mendukung aktivitasnya, misalnya : hak cipta, merek dagang, lisensi, goodwill dan lainnya. (d) Investasi Jangka Panjang (Longterm Investment); yaitu bagian aktiva yang dapat direalisasikan menjadi kas dalam jangka waktu yang lebih dari satu periode akuntansi (umumnya 12 bulan), terdiri dari saham dan obligasi perusahaan lain. (e) Beban Biaya yang Ditangguhkan (Deffered charges) adalah pengeluaran-pengeluaran atau biaya yang mempunyai manfaat jangka panjang, dimana pembebanannya sebagai biaya usaha berlangsungnya untuk beberapa tahun atau periode. (Djarwanto, 2004: 34) (f) Aktiva Lain-lain (Other Assets); yaitu aktiva perusahaan yang tidak termasuk dalam kategori sebelumnya, misalnya : gedung dalam proses, tanah dalam penyelesaian, dan piutang jangka panjang. 2) Kewajiban/Utang (Liabilities) Menurut Djarwanto (2004: 34): Utang merupakan kewajiban perusahaan kepada pihak lain untuk membayar sejumlah uang atau menyerahkan barang atau jasa pada tanggal tertentu. Berdasarkan jangka waktu pengembaliannya atau pelunasannya, utang dibedakan menjadi utang jangka pendek (current liabilities) dan utang jangka panjang (noncurrent liabilities). (a) Kewajiban jangka pendek (Current Liabilities), merupakan kewajiban keuangan perusahaan yang pelunasannya akan dilakukan dalam waktu singkat (satu siklus operasi normal atau satu tahun), misalnya : utang dagang, utang wesel, utang pajak, biaya yang masih harus dibayar,

utang jangka panjang yang segera jatuh tempo dan penghasilan yang diterima dimuka. (b) Kewajiban jangka panjang (Noncurrent Liabilities), merupakan kewajiban keuangan perusahaan yang jangka waktu pembayarannya (jatuh tempo) dalam waktu lama (lebih dari satu tahun sejak tanggal neraca), misalnya : utang wesel jangka panjang, utang obligasi, utang hipotek dan pinjaman jangka panjang lainnya. 3) Modal (Owner s Equity) Modal merupakan dana yang bersumber dari pemilik perusahaan ataupun kepentingan pemilik perusahaan maupun pemegang saham atas aktivitas perusahaan. Unsur-unsur modal suatu perusahaan terdiri dari : modal saham, cadangan-cadangan dan laba yang ditahan. b. Laporan Laba-Rugi (Income Statement) Menurut Kasmir (2008: 45), Laporan laba-rugi merupakan laporan yang menunjukkan jumlah pendapatan atau penghasilan yang diperoleh dan biaya-biaya yang dikeluarkan dan laba rugi dalam suatu periode tertentu. Djarwanto (2004:44) meyebutkan bahwa: Unsur-unsur penting dari laporan laba-rugi adalah terdiri dari penghasilan utama (operating revenue atau sales), harga pokok penjualan (cost of goods sold), biaya usaha (operating expenses), penghasilan dan biaya di luar usaha pokok (other income and expenses atau nonoperating), dan pos-pos insidentil atau pos-pos luar biasa (extraordinary items). Bentuk penyajian laporan laba-rugi yang biasa digunakan menurut Kasmir (2008: 49) ada dua bentuk.

1) Bentuk tunggal (Singgle step); yaitu dengan menggabungkan semua penghasilan dalam satu kelompok dan semua biaya dalam satu kelompok sehingga laba atau rugi bersih dihitung dengan satu langkah yakni mengurangkan total pendapatan dengan total biaya. 2) Bentuk bertahap (Multiple Step); yang mengelompokkan laba-rugi secara lebih teliti sesuai dengan prinsip yang digunakan secara umum. 3. Analisis Laporan Keuangan Analisis laporan keuangan melibatkan penggunaan laporan keuangan, terutama neraca dan laba rugi karena laporan keuangan menyajikan informasi mengenai suatu perusahaan. Analisis keuangan (financial analysis) merupakan penggunaan laporan keuangan untuk menganalisis posisi dan kinerja keuangan perusahaan, dan untuk menilai kinerja keuangan di masa depan. Ada delapan teknis dalam menganalisis laporan keuangan menurut Abdullah (2005:40) yang dijelaskan sebagai berikut. a. Analisa Perbandingan Laporan Keuangan, merupakan teknis analisis dengan cara membandingkan laporan keuangan dua periode atau lebih dengan menunjukkan perubahan baik dalam jumlah (absolut) maupun dalam persentase (relatif) b. Analisa Trend (tendensi posisi), merupakan teknis analisis untuk mengetahui tendensi keadaan keuangan apakah menunjukkan perubahan naik atau mengalami penurunan. Hal yang membedakan antara kedua teknik analisa ini adalah tahun atau periode pembanding. Apabila analisa perbandingan menggunakan tahun sebelumnya (n-1) sebagai tahun pembanding, maka analisa trend menggunakan tahun dasar (Po) sebagai tahun pembanding. c. Analisa Persentase per Komponen (Common Size), teknik analisa untuk mengetahui persentase investasi pada masing-masing aktiva terhadap total aktivanya. Juga untuk mengetahui berapa besar proporsi setiap pos aktiva maupun hutang terhadap keseluruhan/total aktiva maupun hutang.

d. Analisa Sumber dan Penggunaan Modal Kerja, merupakan teknik analisa untuk mengetahui besarnya sumber dan penggunaan modal kerja melalui dua periode waktu yang dibandingkan. Selain mengetahui posisi modal kerja juga dimaksudkan untuk mengetahui sebab-sebab terjadi perubahan modal kerja dalam suatu periode tertentu. e. Analisa Sumber dan Penggunaan Kas, merupakan teknik analisis untuk mengetahui kondisi kas disertai sebab-sebab terjadinya perubahan kas pada suatu periode waktu tertentu. f. Analisa Rasio Keuangan, merupakan teknik analisis keuangan untuk mengetahui hubungan diantara pos-pos tertentu dalam neraca maupun laporan laba rugi baik secara individu maupun secara simultan. g. Analisa Perubahan Laba Kotor, merupakan teknik analisis untuk mengetahui posisi laba dan sebab-sebab terjadinya perubahan laba. Analisis ini juga dimaksudkan untuk mengetahui posisi laba yang dibudgetkan dengan laba yang benar-benar dapat dihasilkan. h. Analisa Break Even, merupakan teknik analisis untuk mengetahui tingkat penjualan yang harus dicapai agar perusahaan tidak mengalami kerugian, tetapi pada tingkat penjualan tersebut perusahaan belum memperoleh keuntungan. 4. Analisis Rasio Keuangan Salah satu alat analisis laporan keuangan yang paling umum dan biasa digunakan dalam menilai kinerja keuangan adalah analisis rasio keuangan. a. Pengertian Analisis Rasio Keuangan Salah satu cara untuk melakukan analisis keuangan adalah dengan cara mempelajari hubungan antara berbagai perkiraan-perkiraan dalam laporan keuangan. Hubungan antara pos-pos tersebut dinyatakan dengan angka yang disebut dengan rasio. Rasio-rasio ini penting bagi analisis intern maupun ekstern dan menilai perusahaan dari laporan keuangan yang diumumkan perusahaan. Analisis rasio dapat mengungkapkan hubungan penting dan menjadi dasar perbandingan dalam menemukan kondisi dan tren yang sulit untuk dideteksi dengan mempelajari masing-masing komponen yang membentuk rasio. Rasio

menggambarkan suatu hubungan atau perlambangan antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah lain, dan dengan menggunakan alat analisa berupa rasio yang akan menjelaskan atau menggambarkan kepada penganalisa baik atau buruknya keadaan posisi keuangan suatu perusahaan. Dari definisi tersebut diatas, maka dapat disimpulkan analisa rasio keuangan adalah teknik atau alat untuk mengukur prestasi perusahaan dalam hal menentukan tingkat likuiditas, solvabilitas, keefektifan operasi serta derajat keuntungan perusahaan dengan menghubungkan antar pos-pos dalam neraca atau laporan rugi-laba atau kombinasi dari keduanya. Untuk dapat menginterpretasikan hasil perhitungan rasio keuangan, maka diperlukan adanya pembanding. Menurut Syamsuddin (2000:39): Pada pokoknya ada dua cara yang dapat dilakukan di dalam membandingkan rasio financial perusahaan, yaitu Cross-sectional approach dan Time series analysis. Yang dimaksud dengan cross sectional approach adalah suatu cara mengevaluasi dengan jalan membandingkan ratio-ratio antara perusahaan yang satu dengan perusahaan yang lainnya yang sejenis pada saat bersamaan. Time series analysis dilakukan dengan jalan membandingkan ratio-ratio finansial perusahaan dari satu periode ke periode lainnya. Pembandingan antara ratio yang dicapai saat ini dengan ratio-ratio pada masa lalu akan memperlihatkan apakah perusahaan mengalami kemajuan atau kemunduran. Rasio keuangan akan memberikan manfaat apabila rasio tersebut dianalisis. Menurut Kiomn et al (2005:108) Rasio keuangan dapat digunakan untuk menjawab setidaknya 4 pertanyaan: (1)Bagaimana tingkat likuiditas perusahaan? (2) Apakah manajemen efektif

dalam menghasilkan laba operasi atas aktiva yang dimiliki perusahaan? (3) Bagaimana perusahaan didanai? (4) Apakah para pemegang saham biasa mendapat tingkat pengembalian yang cukup? Analisis dan interpretasi dari bermacam-macam rasio dapat memberikan pandangan yang lebih baik tentang kondisi keuangan dan prestasi perusahaan bagi para analis dibandingkan analisis yang hanya didasarkan atas data keuangan sendiri-sendiri yang tidak berbentuk rasio. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menggunakan rasio keuangan sebagai alat analisis. Hal-hal tersebut akan membantu analisis dalam menginterpretasikan hasil perhitungan rasio keuangan sehingga dihasilkan kesimpulan yang lebih tepat. Syamsuddin (2000:40) mengemukakan beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menggunakan rasio keuangan sebagai alat analisis. 1. Sebuah rasio saja tidak dapat digunakan untuk menilai keseluruhan operasi yang telah dilaksanakan. Untuk menilai keadaan perusahaan secara keseluruhan sejumlah rasio haruslah dinilai secara bersama-sama. Kalau sekiranya hanya satu aspek saja yang ingin dinilai, maka satu atau dua rasio saja sudah cukup digunakan 2. Pembandingan yang dilakukan haruslah dari perusahaan yang sejenis dan pada saat yang sama. Tidaklah tepat kita membandingkan rasio finansial perusahaan A pada tahun 19X0 dengan rasio finansial perusahaan B pada tahun 19X1. 3. Sebaiknya perhitungan rasio finansial didasarkan pada data laporan keuangan yang telah diaudit (diperiksa). Laporan keuangan yang belum diaudit masih diragukan kebenarannya, sehingga rasio-rasio yang dihitung juga kurang akurat 4. Adalah sangat penting untuk diperhatikan bahwa pelaporan atau akuntansi yang digunakan haruslah sama. Analisis rasio keuangan memiliki beberapa keunggulan sebagai alat analisis sebagaimana yang dikemukakan oleh Harahap (2006:298).

1. rasio merupakan angka-angka atau ikhtisar statistik yang lebih mudah dibaca dan ditafsirkan; 2. merupakan pengganti yang lebih sederhana dari informasi yang disajikan laporan keuangan yang sangat rinci dan rumit; 3. mengetahui posisi perusahaan di tengah industri lain; 4. sangat bermanfaat untuk bahan dalam mengisi model-model pengambilan keputusan dan model prediksi (Z-score); 5. menstandarisir size perusahaan; 6. lebih mudah memperbandingkan perusahaan dengan perusahaan lainnya atau melihat perkembangan perusahaan secara periodik atau time series 7. lebih mudah melihat tren perusahaan serta melakukan prediksi di masa yang akan datang. Sebagai alat analisis keuangan, analisis rasio keuangan juga memiliki keterbatasan atau kelemahan antara lain : 1. Banyak perusahaan besar yang mengoperasikan beberapa divisi yang berbeda pada industri yang berbeda pula dan dalam keadaan seperti ini, sulit untuk mendapatkan rata-rata industri yang bisa digunakan sebagai pembanding yang tepat. Hal ini cenderung membuat analisis rasio lebih berguna bagi perusahaan kecil dengan biang usaha yang lebih sempit daripada perusahaan besar dengan banyak divisi yang berbeda-beda. 2. Hampir semua perusahaan ingin berprestasi di atas rata-rata walaupun pada kenyataannya lima puluh persen dari perusahaan-perusahaan tersebut akan berada pada posisi di bawah rata-rata dan selebihnya berada si atas rata-rata, sehingga pencapaian prestasi rata-rata semata belumah dapat dinyatakan baik. Bagi yang menargetkan prestasi yang tinggi, acuan yang terbaik adalah perusahaan dengan rasio keuangan yang sangat baik. 3. Inflasi menyebabkan distorsi besar pada neraca. Nilai yang tercatat di neraca sering dan sangat berbeda dengan nilai sebenarnya. Lebih jauh lagi

karena inflasi mempengaruhi baik beban penyusutan maupun biaya persediaan, maka laba juga tentu terpengaruh. Oleh karena itu, analisis rasio bagi perusahaan dari tahun ke tahun atau analisis komparatif atas perusahaan-perusahaan pada usia yang berbeda harus diinterpretasikan secara cermat dan penuh pertimbangan. 4. Perbedaan antara praktik dengan operasi dapat menyebabkan distorsi dalam perbandingan. Seperti metode penilaian persediaan dan penyusutan dapat mempengaruhi laporan keuangan dan karena itu mendistorsikan perbandingan di antara perusahaan. Jika sebagian besar aktiva perusahaan adalah aktiva lease, mungkin tidak akan disajikan di dalam daftar hutang, karena itu leasing, bisa saja memperbagus rasio perputaran dan rasio hutang. 5. Sulit untuk menetapkan secara pasti apakah suatu rasio baik atau buruk. Misalnya rasio lancar yang tinggi mungkin menunjukkan posisi likuiditas yang kuat, tetapi bisa juga menandakan adanya kas berlebih yang tentunya tidak baik bagi perusahaan karena tidak efektif dalam penggunaan kas. b. Jenis-Jenis Rasio Keuangan Ada banyak jenis-jenis rasio keuangan yang biasa digunakan dalam melakukan analisis keuangan. Sebagaimana yang dikemukanan oleh Wachowicz (2005:204) : Rasio-rasio keuangan yang umumnya digunakan pada dasarnya terdiri atas dua jenis. Jenis pertama meringkas beberapa aspek dari kondisi keuangan perusahaan untuk suatu periode-periode dengan neraca yang telah dibuat.

Rasio-rasio ini disebut rasio neraca (balance sheet ratio), karena baik pembilang maupun penyebut dalam setiap rasio berasal langsung dari neraca. Jenis kedua dari rasio meringkas beberapa aspek kinerja perusahaan selama periode waktu tertentu, biasanya dalam setahun. Rasio-rasio ini disebut sebagai rasio laporan laba rugi (income statement ratio) atau rasio laba rugi/neraca (income statement/balance sheet ratio). Pada umumnya ada 4 aspek penilaian rasio keuangan menurut Abdullah (2005:44) yaitu rasio likuiditas, aktivitas, solvabilitas dan profitabilitas. (a) Rasio Likuiditas Rasio likuiditas biasa digunakan dalam melakukan analisis kredit karena likuiditas berkaitan dengan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Pihak-pihak yang berkepentingan dalam menilai tingkat likuiditas perusahaan adalah kreditor-kreditor jangka pendek seperti pemasok dan bankir. Menurut Syamsuddin (2000:41) Likuiditas tidak hanya berkenaan dengan keadaan keseluruhan keuangan perusahaan, tetapi juga berkenaan dengan kemampuannya untuk mengubah aktiva lancar tertentu menjadi uang kas. Perusahaan harus mengubah aktiva lancar tertentu menjadi kas untuk membayar kewajiban lancarnya, misalnya perusahaan perlu menagih piutang atau menjual persediaannya sehingga perusahaan memperoleh kas. Rasio likuiditas dapat dibagi lagi menjadi beberapa jenis. Masing-masing rasio likuiditas mencerminkan perspektif yang berbeda dalam mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Menurut Syahyunan (2004:83) Rasio yang biasa digunakan untuk mengukur

likuiditas, yaitu Current Ratio, Quick Ratio, Cash Ratio, dan Net Working Capital. 1. Current Ratio Current ratio menunjukkan hubungan antara aktiva lancar dengan kewajiban lancar suatu perusahaan. Aktiva lancar umumnya meliputi kas, sekuritas, piutang usaha, dan persediaan. Sedangkan kewajiban lancar terdiri atas utang usaha, wesel tagih jangka pendek, utang jatuh tempo yang kurang dari satu tahun, akrual pajak, dan beban-beban akrual lainnya (terutama gaji). Semakin besarnya perbandingan antara aktiva lancar dan hutang lancar maka semakin tinggi pula kemampuan perusahaan dalam menutupi kewajiban jangka pendeknya. Artinya aktiva lancar harus lebih besar dibandingkan dengan jumlah hutang lancar. Dan persamaan untuk mencari current ratio adalah : Current Ratio = 2. Quick Ratio atau Acid Test Ratio Rasio ini merupakan rasio uji cepat yang menunjukkan kemampuan perusahaan membayar kewajiban jangka pendek dengan aktiva lancar tanpa memperhitungkan persediaan. Hal ini disebabkan persediaan memerlukan waktu yang relatif lebih lama diuangkan bila dibandingkan dengan aset aktiva lancar lainnya. Rumus untuk mencari quick ratio adalah sebagai berikut :

3. Cash Ratio Cash ratio merupakan rasio untuk mengukur seberapa besar uang kas yang tersedia untuk membayarkan hutang. Hal ini ditunjukkan dari tersedianya dana kas atau setara kas seperti rekening giro. Semakin besar perbandingan kas atau setara kas dengan hutang lancar akan semakin baik. Dan rumus untuk mencari cash ratio adalah : 4. Net Working Capital Rasio ini untuk menghitung berapa kelebihan aktiva lancar di atas hutang lancarnya, dengan rumus : (b) Rasio Leverage (Rasio Solvabilitas) Rasio leverage (rasio utang) menurut Wachowicz (2005:209) adalah rasio yang menunjukkan sejauh mana perusahaan dibiayai oleh utang. Rasio leverage disebut juga rasio solvabilitas. Rasio leverage atau rasio solvabilitas adalah rasio untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jika perusahaan tersebut dilikuidasi. Adapun rasio leverage yang umumnya dipakai menurut Syahyunan (2004: 83) antara lain adalah Debt Ratio, Debt to Equity Ratio, Time Interest Earned Ratio, Fixed Charge Coverage Ratio, dan Debt Service Coverage.

1. Debt Ratio Debt to ratio atau debt to asset ratio merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur perbandingan antara total hutang dengan total aktiva. Artinya seberapa besar aktiva perusahaan yang dibiayai oleh hutang atau seberapa besar hutang perusahaan berpengaruh terhadap pengelolaan aktiva dengan rumus : 2. Debt to Equity Ratio Debt to equity ratio adalah rasio yang membandingkan utang perusahaan dengan total ekuitas. DER merupakan financial leverage yang dipertimbangkan sebagai variabel keuangan karena secara teoritis menunjukkan resiko suatu perusahaan sehingga berdampak pada ketidakpastian harga saham. DER yang tinggi mempunyai dampak yang buruk terhadap kinerja perusahaan karena tingkat utang yang semakin tinggi berarti beban bunga akan semakin besar yang berarti mengurangi keuntungan. Sebaliknya, tingkat DER yang rendah menunjukkan kinerja yang semakin baik, karena menyebabkan tingkat pengembalian yang semakin tinggi. Sehingga investor cenderung memilih saham dengan DER yang rendah. 3. Time Interest Earned

Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan memenuhi beban tetapnya berupa bunga. Rumusnya adalah : 4. Fixed Charge Coverage Ratio Rasio ini mengukur berapa besar kemampuan perusahaan untuk menutup beban tetapnya termasuk pembayaran dividen saham preferen, bunga, angsuran pinjaman dan sewa. Rumus rasio ini adalah sebagai berikut: 5. Debt Service Coverage Rasio yang mengukur kemampuan perusahaan memenuhi beban tetapnya termasuk angsuran pokok pinjaman. Rumusnya adalah: (c) Rasio Aktivitas Activity ratio merupakan rasio yang sering juga disebut sebagai rasio efisiensi atau rasio pemanfaatan aktiva. Rasio aktivitas (activity ratio) menurut Van Horne et al (2005 : 212) adalah rasio yang mengukur seberapa efektif perusahaan menggunakan berbagai aktivanya. Rasio aktivitas yang umumnya

digunakan menurut Syahyunan (2004:83) yaitu Average Collection Period, Inventory Turn-over, Fixed Asset Turn-over, dan Total Asset Turn-over. 1. Average Collection Period Rasio ini untuk menghitung berapa kali dana yang tertanam dalam piutang perusahaan berputar dalam setahun (Syahyunan, 2004). Rumus untuk mencari average collection period adalah : 2. Inventory Turnover Ratio Perputaran persediaan adalah rasio antara harga pokok penjualan terhadap persediaan rata-rata menunjukkan seberapa cepat persediaan tersebut dapat dijual. Rumus untuk menghitung inventory turnover yaitu: 3. Fixed Assets Turnover Ratio Rasio perputaran aktiva tetap (fixed assets turnover) merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur berapa kali dana yang ditanamkan dalam aktiva tetap berputar dalam satu periode. Dengan kata lain, rasio ini digunakan untuk mengukur apakah perusahaan sudah menggunakan kapasitas aktiva tetap dengan sepenuhnya atau belum. Rumus untuk menghitung fixed assets turnover ratio yaitu:

4. Total Assets Turnover (TATO) Total assets turnover menurut Syamsuddin (2000:73) mengukur berapa kali total aktiva perusahaan menghasilkan volume penjualan. TATO juga dapat didefenisikan sebagai kemampuan perusahaan dalam menggunakan aktiva yang dimiliki untuk menghasilkan penjualan digambarkan dalam rasio ini. Rumus untuk menghitung total asstes turnover adalah: Rumus tersebut menunjukkan hubungan antara penjualan bersih dengan total aktiva. Sama seperti rasio perputaran aktiva tetap, untuk mengetahui apakah perusahaan cukup efektif dalam menggunakan aktivanya, hasil perhitungan harus dibandingkan dengan rata-rata industri atau hasil perhitungan tahun-tahun sebelumnya. (d) Rasio Profitabilitas Rasio profitabilitas bertujuan mengukur efektifitas manajemen yang tercermin pada imbalan dan hasil dari investasi melalui kegiatan penjualan (Djarwanto, 2004:148). Rasio-rasio lain dapat memberikan petunjuk-petunjuk yang digunakan untuk menilai keefektifan dari operasi sebuah perusahaan, tetapi rasio profitabilitas akan menunjukkan kombinasi dari efek likuiditas,

manajemen aktiva, dan utang pada hasil-hasil operasi. Rasio ini akan memberikan jawaban akhir tentang efektivitas manajemen perusahaan. Rasio profitabilitas atau kinerja operasi digunakan untuk mengevaluasi margin laba dari aktivitas operasi yang dilakukan perusahaan. Menurut Sayhyunan (2004: 85), rasio profitabilitas ini terbagi atas Gross Profit Margin, Operating Profit Margin, Net Profit Margin, Return on Investment dan Return on Equity 1. Gross Profit Margin Ratio Rasio ini mengukur efisiensi pengendalian harga pokok. Persamaan untuk rasio ini adalah : 2. Return on Investment (ROI) ROI dapat mengukur kemampuan perusahaan dengan menghitung jumlah aktiva yang digunakan dalam operasi perusahaan untuk menghasilakan laba. Rasio ini menunjukkan produktivitas dari seluruh dana perusahaan baik modal pinjaman maupun modal sendiri. Persamaan rasio ini menurut Wachowicz (2005:224) adalah : ROI = 3. Return on Equity (ROE)

ROE (return on equity) merupakan rasio yang membandingkan laba bersih dengan total ekuitas. ROE digunakan untuk mengukur tingkat pengembalian perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan ekuitas yang dimiliki oleh perusahaan. Rasio ini juga menunjukkan sejauh mana kemampuan perusahaan menghasilkan laba yang dapat diperoleh oleh pemegang saham. Semakin tinggi ROE menunjukkan semakin efisien perusahaan menggunakan modal sendiri untuk menghasilkan laba bagi pemegang saham. ROE = 4. Operating Profit Margin Rasio ini mengukur tingkat laba operasi dibandingkan dengan volume penjulan dengan persamaan sebagai berikut: 5. Net Profit Margin Net profit margin merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur laba bersih sesudah pajak dibandingkan dengan volume penjulan. Dan rumus untuk mencari rasio ini adalah : 5. Penilaian Kinerja Keuangan a. Pengertian Penilaian dan Kinerja

Menurut Umar (2002:26) penilaian atau evaluasi didefenisikan sebagai berikut. Suatu proses untuk menyediakan informasi tentang sejauh mana suatu kegiatan tertentu telah dicapai, bagaimana perbedaan pencapaian itu dengan suatu standar tertentu untuk mengetahui apakah ada selisih diantara keduanya, serta bagaimana manfaat yang telah dikerjakan itu bila dibandingkan dengan harapan-harapan yang ingin diperoleh. Sedangkan menurut Hansen et al (2000:6) defenisi kinerja yaitu Kinerja adalah tingkat konsistensi dan kebaikan fungsi-fungsi produk. Kinerja juga dapat didefenisikan sebagai suatu istilah umum yang digunakan untuk sebagian atau seluruh tindakan atau aktivitas dari suatu organisasi pada satu periode, seiring dengan referensi pada sejumlah standar seperti biaya-biaya masa lalu atau yang diproyeksikan, suatu standar efisiensi, pertanggungjawaban atau akuntabilitas manajemen dan semacamnya. Menurut Bastian (2001:274) Kinerja adalah gambaran pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi. Daftar apa yang ingin dicapai tertuang dalam perumusan skema strategis (strategic planning) suatu organisasi. Dari defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa evaluasi kinerja adalah tindakan pengukuran yang dilakukan terhadap berbagai aktivitas dalam rantai nilai yang ada pada perusahaan. b. Penilaian dan Prosedur Penilaian

Hasil dari penilaian kinerja perusahaan akan dijadikan umpan balik (feedback) bagi formulasi atau pengimplentasian strategi. Proses suatu evaluasi pada umumnya memiliki tahapan-tahapannya sendiri. Walaupun tidak selalu sama, tetapi yang terpenting adalah bahwa prosesnya sejalan dengan fungsi evaluasi itu sendiri. Tahapan evaluasi yang sifatnya umum antara lain : a. Menentukan apa yang akan dievaluasi Dalam bisnis yang dapat dievaluasi mengacu pada program kerja perusahaan. Pada program kerja perusahaan inilah akan terdapat aspek-aspek yang memerlukan evaluasi. b. Merancang (mendesain) kegiatan evaluasi Sebelum evaluasi dilakukan, tentukan dahulu desain evaluasinya agar data apa yang dibutuhkan, tahapan-tahapan kerja apa yang dilakukan, siapa saja yang akan dilibatkan dan apa saja yang akan dihasilkan menjadi lebih jelas. c. Pengumpulan Data Setelah desain dilakukan maka pengumpulan data dapat dilakukan secara efektif yaitu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan serta ilmiah. d. Pengolahan dan analisis data Setelah data terkumpul, data tersebut diolah untuk dikelompokkan agar mudah dianalisis sehingga menghasilkan fakta yang dapat dipercaya. Selanjutnya dibandingkan antara fakta dan rencana untuk menghasilkan perbedaan. Besarnya perbedaan (gap) tersebut akan disesuaikan dengan tolak ukur tertentu sebagai hasil evaluasi. e. Pelaporan hasil evaluasi

Hasil evaluasi hendaknya didokumentasikan secara tertulis dan dikonfirmasikan secara lisan maupun tulisan agar hasil evaluasi tersebut dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang membutuhkannya. f. Tindak lanjut hasil evaluasi Hasil evaluasi hendaknya dimanfaatkan oleh manajemen untuk mengambil keputusan dalam rangka mengatasi masalah manajemen. Baik di tingkat strategi maupun di tingkat implementasi strategi. c. Penilaian Kinerja Keuangan Hasil dari penilaian kemudian digunakan sebagai umpan balik yang akan memberikan informasi tentang prestasi pelaksanaan suatu rencana dan titik dimana perusahaan memerlukan penyesuaian-penyesuaian atas aktivitas perencanaan dan pengendalian. Adapun manfaat penilaian kinerja bagi manajemen menurut Bastian (2001:275) antara lain untuk: 1. Memastikan pemahaman para pelaksana dan ukuran yang digunakan untuk pencapaian kinerja, 2. Memastikan tercapainya skema kinerja yang disepakati, 3. Memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan kinerja dan membandingkannya dengan skema kerja serta melakukan tindakan untuk memperbaiki kinerja, 4. Memberikan penghargaan dan hukuman yang objektif atas kinerja yang dicapai setelah dibandingkan dengan skema indikator kinerja yang telah disepakati, 5. Menjadikan alat komunikasi antara bawahan dan pimpinan dalam upaya memperbaiki kinerja organisasi,

6. Mengidentifikasi apakah kepuasan pelanggan sudah terpenuhi, 7. Membantu memahami proses kegiatan instansi pemerintah, 8. Memastikan bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara objektif, 9. Menunjukkan peningkatan yang perlu dilakukan, 10. Mengungkapkan permasalahan yang terjadi. Dalam melakukan evaluasi dibutuhkan tolak ukur tertentu sebagai acuan seperti yang terdapat dalam suatu program kerja. Program kerja ini pada gilirannya akan dilaksanakan dan dievaluasi. Evaluasi kinerja dapat dilakukan perusahaan digolongkan kepada dua aspek yaitu evaluasi kinerja terhadap aspek keuangan dan evaluasi kinerja terhadap aspek non-keuangan. Evaluasi kinerja terhadap aspek keuangan ini didasarkan pada laporan keuangan, sedangkan evaluasi terhadap aspek non-keuangan tergantung pada bidang apa yang akan dianalisis misalkan aspek strategis perusahaan, aspek pemasaran, aspek operasional dan aspek sumber daya manusia. Dalam penelitian ini peneliti hanya membahas evaluasi kinerja dari aspek keuangannya saja. Evaluasi kinerja dari aspek keuangan dapat dilakukan dengan berbagai cara, namun dalam penelitian ini peneliti hanya membahas penilaian kinerja dari aspek keuangan dengan menggunakan analisis rasio keuangan. d. Analisis Rasio Keuangan untuk Menilai Kinerja Keuangan Perusahaan Dalam menilai kinerja keuangan suatu perusahaan dapat menggunakan analisis rasio keuangan yang diambil dari bagian-bagian laporan keuangan perusahaan. Di bagian sebelumnya telah dipaparkan mengenai jenis-jenis rasio

keuangan yang umumnya digunakan dalam menilai kinerja keuangan perusahaan. Rasio tersebut dapat menjelaskan bagaimana keadaan kinerja keuangan baik dengan menganalisis satu rasio keuangan saja maupun dengan menganalisis beberapa rasio keuangan. Menurut Djarwanto (2004:143): Secara individual rasio itu kecil artinya, kecuali jika dibandingkan dengan suatu standar rasio yang layak dijadikan dasar pembanding. Bila tidak ada standar yang dipakai sebagai dasar pembanding, dari penafsiran rasio-rasio suatu perusahaan, penganalisisan tidak dapat menyimpulkan apakah rasiorasio itu menunjukkan kondisi yang menguntungkan atau tidak menguntungkan. Dalam menilai kinerja keuangan yang menggunakan analisis rasio keuangan perlu diketahui standar rasio keuangan tersebut. Standar ini ditentukan dengan membandingkan beberapa rasio keuangan perusahaan sejenis. Menurut Djarwanto (2004:144) Standar rasio yang baik adalah yang memberikan gambaran rata-rata. Gambaran rata-rata yang paling tepat adalah rasio industri (gabungan perusahaan sejenis). Dengan adanya standar ini, perusahaan dapat menentukan apakah kinerja keuangannya baik atau tidak. Penilaian ini dilakukan dengan membandingkan rasio keuangan yang diperoleh dengan standar rasio keuangan yang ada. Pada umumnya, kinerja keuangan perusahaan dikategorikan baik jika besarnya rasio keuangan perusahaan bernilai sama dengan atau di atas standar rasio keuangan. Selian membandingkan rasio keuangan dengan standar rasio, kinerja keuangan juga dapat dinilai dengan membandingkan rasio keuangan tahun yang dinilai dengan rasio keuangan pada tahun-tahun sebelumnya (beberapa tahun

perbandingan). Dengan membandingkan rasio keuangan pada beberapa tahun penialaian dapat dilihat bagaimana kemajuan ataupun kemundurun kinerja keuangan sesuai dengan kegunaan masing-masing rasio tersebut. Penilaian kinerja keuangan dengan menganalisis rasio keuangan dapat ditunjukkan dalam contoh perhitungan pada ilustrasi perusahaan berikut ini (Syamsuddin, 2000:41). Dari laporan laba rugi dan neraca Perusahaan Riam Remo di atas dapat dianalisis rasio keuangannya untuk menilai kinerja keuangan perusahaan. Penilaian kinerja tersebut terlihat dalam perhitungan rasio-rasio keuangan sebagai berikut. 1. Rasio Likuiditas a. Current Ratio Current ratio menunjukkan hubungan antara aktiva lancar dengan kewajiban lancar yang ditunjukkan oleh persamaan berikut. Current Ratio = Tahun 19X0 = = 2,08 kali Tahun 19X1 = = 1,97 kali Perhitungan di atas menunjukan berapa kali aset lancar dapat membiayai hutang lancar perusahaan. Semakin tinggi rasio ini maka semakin baik kinerja keuangan perusahaan yang ditunjukkan. Menurut

Kasmir (2008:143) standar industri current ratio adalah sebanyak 2 kali. Maka pada tahun 19X0 perusahaan berkinerja baik karena berada di atas rata-rata industri dan pada tahun19x1 walaupun mengalami penurunan tetapi masih dalam kinerja yang baik karena tidak jauh berada di bawah standar rasio. b. Quick Ratio Quick rasio atau acid test ratio merupakan rasio uji cepat yang menunjukkan kemampuan perusahaan membayar kewajiban jangka pendeknya dengan rumus: Tahun 19X0 = = 1,49 kali Tahun 19X1 = = 1,50 kali Semakin tinggi nilai rasio ini maka menunjukkan semakin baik pula kinerja keuangan yang dicapai oleh perusahaan. Standar rasio yang dikemukakan Kasmir (2008:143) adalah 1,5 kali. Rasio pada tahun 19X0 dan 19X1 relatif bernilai sama dan diketegorikan berkinerja baik karena besarnya rasio sama dengan standar rata-rata industri. c. Cash Ratio Rasio ini untuk menghitung kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendek dengan kas yang tersedia dengan rumus:

Tahun 19X0 = = 0,70 atau 70% Tahun 19X1 = = 0,69 atau 69% Standar industri untuk cash ratio adalah 50% (Kasmir, 2008:143) dimana semakin tinggi rasio ini maka semakin baik kinerja keuangan yang dilakukan oleh perusahaan. Riam Remo memiliki kinerja keuangan yang baik karena berada di atas rata-rata industri baik pada tahun 19X0 dan 19X1 yang bernilai 70% dan 69%. d. Net Working Capital Rasio ini untuk menghitung berapa kelebihan aktiva lancar di atas hutang lancar. Persamaan untuk mencari rasio ini adalah: Tahun 19X0 = Rp 1.003.200,00 Rp 481.940,00 = Rp 521.260,00 Tahun 19X1 = Rp 1.222.715,00 Rp 620.750,00 = Rp 601.965,00 Tingginya nilai rasio ini akan menunjukkan kinerja keuangan yang baik karena aset lancar lebih besar daripada kewajiban lancarnya. Pada tahun 19X1 lebih besar daripada tahun 19X0 dimana keduanya menunjukkan kinerja keuangan yang baik karena selisih aset lancar dengan kewajiban lancar bernilai positif. 2. Rasio Leverage a. Debt Ratio

Debt to ratio atau debt to asset ratio merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur perbandingan antara total hutang dengan total aktiva. Tahun 19X0 = = 0,44 atau 44 % Tahun 19X1 = = 0,46 atau 46% Semakin rendah rasio ini menunjukkan bahwa semakin baik keadaan keuangan perusahaan. Standar industri untuk rasio ini menurut Kasmir (2008:164) adalah sebesar 35%. Riam Remo pada tahun 19X0 dan 19X1 memiliki debt ratio yang di atas standar industri dimana menunjukkan bahwa kinerja keuangannya dalam kategori baik. b. Debt to Equity Ratio (DER) Debt to equity ratio adalah rasio yang membandingkan utang perusahaan dengan total ekuitas. Tahun 19X0 = = 0,79 atau 79 % Tahun 19X1 = = 0,84 atau 84 % Semakin tinggi rasio ini akan menunjukkan kinerja yang buruk bagi perusahaan. Maka perusahaan harus berusaha agar DER bernilai rendah atau berada di bawah standar industri yaitu 90% (Kasmir, 2008:164). Riam

Remo memiliki kinerja keuangan yang sangat baik karena berada di bawah standar rasio industri baik pada tahun 19X0 maupun tahun 19X1. c. Time Interest Earned Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan memenuhi beban tetapnya berupa bunga. Rumusnya adalah : Tahun 19X0 = = 5,16 kali Tahun 19X1 = = 6,23 kali Menurut Kasmir (2008:164) standar industri untuk rasio ini adalah sebesar 10 kali. Semakin tinggi rasio ini maka semakin baik kinerja keuangan yang ditunjukkan oleh perusahaan. Riam Remo berada di bawah standar indutri yang menunjukkan bahwa kinerja keuangan perusahaan dalam kategori kurang baik. d. Fixed Charged Coverage Rasio ini mengukur berapa besar kemampuan perusahaan untuk menutup beban tetapnya termasuk pembayaran dividen saham preferen, bunga, angsuran pinjaman dan sewa. Rumus rasio ini adalah sebagai berikut: Tahun 19X0 = = 3,48 kali Tahun 19X1 = = 3,96 kali

Standar industri untuk rasio ini adalah 10 kali setiap tahunnya (Kasmir, 2008:164). Semakin tinggi rasio ini maka semakin baik kinerja keuangan yang ditunjukkan oleh perusahaan. Pada tahun 19X0 dan 19X1 besarnya rasio ini berada di bawah rata-rata industri dan hal ini menunjukkan bahwa kinerja keuangan perusahaan kurang baik. e. Debt Service Coverage Rasio yang mengukur kemampuan perusahaan memenuhi beban tetapnya termasuk angsuran pokok pinjaman. Rumusnya adalah: Tahun 19X0 = = 1,36 kali Tahun 19X1 = = 1,47 kali Semakin tinggi rasio ini maka akan menunjukkan semakin kecil resiko yang akan dihadapi perusahaan dalam pembayaran bunga dan pinjaman pokok perusahaan. Rasio perusahaan berada di bawah standar industri yang berarti kinerja keuangan perusahaan kurang baik dalam membayar bunga dan pinjaman pokoknya. 3. Rasio Aktivitas a. Average Collection Period

Rasio ini untuk menghitung berapa kali dana yang tertanam dalam piutang perusahaan berputar dalam setahun (Syahyunan, 2004). Rumus untuk mencari average collection period adalah : Tahun 19X0 = = 53,15 kali Tahun 19X1 = = 58,85 kali Jika rata-rata industri untuk rasio ini adalah 25 kali, maka kinerja keuangan perusahaan yang ditunjukkan oleh rasio ini dalam kategori sangat baik karena berada di atas rata-rata industri. b. Inventory Turnover Perputaran persediaan adalah rasio antara harga pokok penjualan terhadap persediaan rata-rata menunjukkan seberapa cepat persediaan tersebut dapat dijual. Rumus untuk menghitung inventory turnover yaitu: Tahun 19X0 = = 6,89 kali Tahun 19X1 = = 8,05 kali Menurut Kasmir (2008:187) standar industri untuk rasio ini adalah sebanyak 20 kali dalam setahun. Riam Remo pada tahun 19X0 dan 19X1 berada jauh di bawah rata-rata industry yang menunjukkan bahwa kinerja keuangan perusahaan kurang baik dalam perputaran persediaannya.

c. Fixed Asset Turnover Rasio ini digunakan untuk mengukur apakah perusahaan sudah menggunakan kapasitas aktiva tetap dengan sepenuhnya atau belum. Rumus untuk menghitung fixed assets turnover ratio yaitu: Tahun 19X0 = = 1,15 kali Tahun 19X1 = = 1,30 kali Standar industri untuk rasio ini adalah sebanyak 5 kali dalam setahun (Kasmir, 2008:187). Pada tahun 19X0 dan tahun 19X1 keduanya berada di bawah rata-rata industri yang menunjukkan bahwa perputaran aktiva tetap kurang baik. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja Riam Remo kurang baik dalam rasio ini. d. Total Assets Turnover (TATO) Total assets turnover menurut Syamsuddin (2000:73) mengukur berapa kali total aktiva perusahaan menghasilkan volume penjualan. Rumus untuk menghitung total asstes turnover adalah: Tahun 19X0 = = 0,80 kali Tahun 19X1 = = 0,85 kali

Rasio ini memiliki standar industri sebanyak 2 kali dalam setahun (Kasmir, 2008:187). Dapat dilihat bahwa TATO Riam Remo pada dua tahun tersebut berada jauh di bawah standar industri yang menunjukkan bahwa kinerja keuangan perusahaan dalam hal perputaran total aktivanya kurang baik. 4. Rasio Profitabilitas a. Gross Profit Margin Rasio ini mengukur efisiensi pengendalian harga pokok. Persamaan untuk rasio ini adalah : Tahun 19X0 = = 0,26 atau 26 % Tahun 19X1 = = 0,24 atau 24 % Jika standar industri untuk rasio ini adalah 30%, pada tahun 19X0 dan tahun 19X1 berada di bawah rata-rata standar industri. Namun perbedaan ini tidak begitu jauh sehingga dapat dikatakan kinerja keuangan perusahaan sudah cukup baik walaupun tidak begitu maksimal. b. Operating Profit Margin Rasio ini mengukur tingkat laba operasi dibandingkan dengan volume penjulan dengan persamaan sebagai berikut:

Tahun 19X0 = = 0,17 atau 17% Tahun 19X1 = = 0,13 atau 13% Semakin tinggi rasio ini maka akan menunjukkan semakin baik pula kinerja keuangan yang telah dilakukan oleh manajemen perusahaan. Kinerja keuangan perusahaan pada tahun 19X0 lebih baik daripada tahun 19X1 karena rasio yang dicapai pada tahun tersebut lebih tinggi. c. Net Profit Margin Net profit margin merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur laba bersih sesudah pajak dibandingkan dengan volume penjulan. Dan rumus untuk mencari rasio ini adalah : Tahun 19X0 = = 0,07 atau 7% Tahun 19X1 = = 0,08 atau 8% Semakin tinggi rasio ini maka akan menunjukkan semakin baik kinerja keuangan yang dicapai suatu perusahaan. Standar industri untuk rasio ini adalah sebesar 20% (Kasmir, 2008:208). Pada kedua tahun tersebut net profit margin berada jauh di bawah rata-rata industri yang berarti bahwa kinerja keuangan perusahaan dalam kategori tidak baik. d. Return on Investment

ROI dapat mengukur kemampuan perusahaan dengan menghitung jumlah aktiva yang digunakan dalam operasi perusahaan untuk menghasilakan laba. Persamaan rasio ini menurut Wachowicz (2005:224) adalah : ROI = Tahun 19X0 = = 0,05 atau 5% Tahun 19X1 = = 0,06 atau 6% Standar industri rasio ini menurut Kasmir (2008:208) adalah sebesar 30% dimana semakin tinggi rasio ini maka semakin baik pula kinerja perusahaan terutama dalam pengembaliam investasi yang didapatnya. Pada tahun 19X0 dan 19X1 nilai ROI berada jauh di bawah standar industri yang menunjukkan bahwa kurang baiknya kinerja keuangan perusahaan yang dilakukan oleh perusahaan. e. Return on Equity Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan memperoleh laba yang tersedia bagi pemegang saham perusahaan dengan persamaan sebagai berikut: ROE =

Tahun 19X0 = = 0,10 atau 10% Tahun 19X1 = = 0,12 atau 12% Rasio ini jika semakin tinggi maka akan menunjukkan semakin baik kinerja keuangan perusahaan dimana menurut Kasmir (2008:208) standar industri untuk ROE adalah sebesar 40%. Dapat dilihat bahwa besarnya ROE Riam Remo pada tahun 19X0 dan 19X1 berada jauh di bawah standar industri. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan tidak mampu menghasilkan laba secara maksimal dari dana yang telah diberikan oleh pemegang saham yang berarti kinerja keuangan perusahaan kurang baik. Perhitungan rasio keuangan di atas telah menunjukkan bagaimana keadaan kinerja keuangan yang dilakukan oleh perusahaan selama dua tahun tersebut. Penilaian kinerja keuangan ini dapat dianalisis melalui masing-masing rasio maupun dengan semua rasio secara bersamaan. Penilaian kinerja keuangan ini dapat ditentukan dengan membandingkan rasio perusahaan dengan rasio perusahaan lainnya yang sejenis. Cara lain yang dapat dilakukan adalah dengan membandingkan rasio keuangan perusahaan pada tahun yang diteliti dengan rasio perusahaan pada tahun-tahun sebelumnya. B. Tinjauan Penelitian Terdahulu Penelitian yang terdahulu dilakukan dalam menilai kinerja perusahaan baik itu kinerja manajemen, kinerja operasional dan kinerja keuangan dapat dianalisis

dengan menggunakan analisis rasio keuangan. Analisis rasio keuangan dapat menunjukkan bagaimana kinerja keuangan suatu perusahaan yang ditunjukkan oleh beberapa penelitian terdahulu sebagai berikut : Tabel 2.3 Ringkasan Tinjauan Penelitian Terdahulu Nama Judul Variabel yang digunakan Hasil Penelitian Lidia K. Analisis Penerapan EVA dan Sianturi Economic Value Added kinerja (2007) (EVA) sebagai Alat Ukur keuangan Penilaian Kinerja Nardi Gunawan (2005) Arfian Zuhri Nasution (2008) Keuangan pada PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk. Evaluasi Kinerja Keuangan Perusahaan BUMN dengan Menggunakan Teknik Analisis Rasio Keuangan (Studi Kasus pada PT. Pelabuhan Indonesia I Medan) Peranan Rasio Keuangan dalam Mengukur Kinerja Keuangan PT. Bank Sumut, Cabang Utama Medan Rasio keuangan dan kinerja keuangan Rasio keuangan dan kinerja keuangan Dari tahun 2003 sampai 2005, nilainya terus meningkat yaitu tahun 2003 sebesar Rp 2,223 triliun, 2004 sebesar Rp 4,731 triliun dan 2005 sebesar Rp 7,236 triliun. Kinerja keuangan yang paling baik adalah tahun 2001 dengan skor 48 atau 96% dari total skor, tetapi rata-rata setiap tahun kinerja keuangan perusahaan dikategorikan sangat baik. Kinerja keuangan PT. Bank Sumut Cabang Utama Medan yang paling baik terjadi pada tahun 2006 dengan skor 28 atau 93,33% dari total skor dan dalam kategori sangat baik dan yang paling rendah pada tahun 2005 dengan skor 26 atau 76,67% dari

Sumber: Data diolah penulis, 2010 total skor tetapi masih dalam kategori sangat baik. C. Kerangka Konseptual Variabel independen dalam penelitian ini adalah rasio keuangan yang terdiri atas ROI (X1), ROE(X2), quick ratio (X3), current ratio(x4), inventory turnover (X5), total asset turnover (X6), debt ratio (X7), debt to equity ratio (X8). Rasiorasio ini jika dianalisis dapat secara bersama-sama maupun parsial dapat digunakan untuk menilai kinerja keuangan perusahaan sebagai variabel dependen (Y). ROI (X1) dan ROE (X2) merupakan rasio profitabilitas yang akan menilai kinerja keuangan perusahaan dalam mengukur kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba. Semakin tinggi rasio ini maka semakin baik perusahaan dalam menghasilkan labanya. Quick ratio (X3) dan current ratio (X4) digunakan untuk mengukur seberapa likuid perusahaan. Semakin tinggi angka rasio yang didapat maka akan menunjukkan semakin mampu perusahaan dalam membiayai tagihannya (likuid). Begitu juga dengan inventory turnover (X5), total asset turnover (X6), menunjukkan seberapa efektif perusahaan dalam mengelola aktivanya. Dimana semakin tinggi rasio ini maka semakin efektif perusahaan dalam mengelola aktivanya. Untuk debt ratio (X7) dan debt to equity rasio (X8) merupakan rasio

leverage (utang) dimana semakin rendah rasio ini maka semakin tinggi tingkat pendanaan perusahaan yang harus disediakan oleh pemegang saham. Serta keseluruhan rasio tersebut secara bersama-sama juga akan dapat menyimpulkan bagaimana sebenarnya kinerja keuangan perusahaan (Y). Berdasarkan uraian di atas, maka dibuat kerangka konseptual sebagai berikut : ROI (X1) ROE (X2) Quick Ratio (X3) Current Ratio (X4) Inventory Turnover (X5) TATO (X6) Kinerja Keuangan (Y) Debt Ratio (X7) Debt to Equity Ratio (X8) Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Sumber: Data diolah penulis, 2010