Pendekatan Mutakhir Kelasi Besi pada Thalassemia

dokumen-dokumen yang mirip
MENGENAL KELASI BESI PADA TALASEMIA. Oleh : Lucky Bintang Kharismawati, S.Ked NIM. I1A Pembimbing : dr. Wulandewi Marhaeni, Sp.

BAB I PENDAHULUAN. mengandung badan inklusi di darah tepi menyebabkan anemia pada

Kebutuhan Transfusi Darah Pasca-Splenektomi pada Thalassemia Mayor

BAB 1 PENDAHULUAN. Thalassemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan (inherited) dan

BAB I PENDAHULUAN. orangtua kepada anaknya sejak masih dalam kandungan. Talasemia terjadi akibat

Artikel Asli. Kata kunci: fibrosis hati, matriks metaloproteinases-2 serum, skor APRI, thalassemia

Thalassemia mayor merupakan masalah

HUBUNGAN DERAJAT KLINIS DENGAN KADAR FERITIN PENYANDANG THALASSEMIA β DI RSUD ARIFIN ACHMAD

thiobarbituric acid (TBA) tidak spesifik untuk MDA (Montuschi et al., 2004; Singh, 2006; Rahman et al., 2012). Isoprostan (IsoPs) adalah

Pubertas Terlambat pada Anak Thalassemia di RSAB Harapan Kita Jakarta

BAB I PENDAHULUAN. Thalassemia adalah penyakit kelainan darah herediter dimana tubuh

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. yang ditandai dengan berkurangnya sintesis rantai. polipeptida globin (α atau β) yang membentuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Di

BAB I PENDAHULUAN UKDW. serta diwariskan melalui cara autosomal resesif (Cappillini, 2012).

Perbedaan Kadar Thyroid Stimulating Hormone dan Free Thyroxine pada Pasien Talasemia Β-Mayor dengan Kelasi Besi Deferasirox dan Deferiprone

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dirawat di Rumah Sakit minimal selama 1 bulan dalam setahun. Seseorang yang

BUKU AJAR KEPERAWATAN PEMASANGAN DESFERAL

RINGKASAN. commit to user

DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen

Thalassemia pertama kali diperkenalkan oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KELAINAN METABOLISME KARBOHIDRAT (PENYAKIT ANDERSEN / GLIKOGEN STORAGE DISEASE TYPE IV) Ma rufah

Bab 1 PENDAHULUAN. tetapi sering tidak diketahui, karena tidak menunjukkan gejala untuk waktu

BAB 1 PENDAHULUAN (Sari, 2007). Parasetamol digunakan secara luas di berbagai negara termasuk

Hubungan antara Kadar Feritin dengan Kadar BUN-Kreatinin pada Pasien Talasemia Beta Mayor di RSD dr. Soebandi Jember

BAB I PENDAHULUAN. kedua di dunia setelah HIV/AIDS. Pada tahun 2012, terdapat 8.6 juta orang

I. PENDAHULUAN. urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner dan Suddarth, 2002)

DAFTAR PUSTAKA. Bakta, I. M., Hematologi Klinik Ringkas. Denpasar: EGC.

BAB I PENDAHULUAN. adalah mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan tubuh dan

Thalassemia merupakan suatu kelompok

ANTIBIOTIK AMINOGLIKOSIDA

HUBUNGAN ANTARA FREKUENSI KONTROL DENGAN TINGGI BADAN PADA PASIEN TALASEMIA MAYOR SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan

Thalassemia merupakan kelompok kelainan

1 Universitas Kristen Maranatha

Pengaruh Penimbunan Besi Terhadap Hati pada Thalassemia

ABSTRAK DAMPAK PEMBERIAN TRANSFUSI DARAH DALAM JANGKA PANJANG PADA PENDERITA THALASSEMIA

I. PENDAHULUAN. Rifampisin (RFP) dan isoniazid (INH) merupakan obat lini pertama untuk

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MAKALAH PUBLIKASI ILMIAH PERBEDAAN KADAR SGOT, SGPT DAN GAMMA GT PADA PASIEN TALASEMIA BETA MAYOR DENGAN KELASI BESI DEFERASIROX DAN DEFERIPRONE

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN TALASEMIA By Rahma Edy Pakaya, S.Kep., Ns

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Defisiensi besi merupakan gangguan nutrisi yang secara umum. terjadi di seluruh dunia dan mengenai lebih kurang 25% dari seluruh

CLINICAL MENTORING TATALAKSANA ANEMIA DEFISIENSI BESI DALAM PRAKTEK SEHARI-HARI

I. PENDAHULUAN. prevalensi tuberkulosis tertinggi ke-5 di dunia setelah Bangladesh, China,

HUBUNGAN ANTARA KADAR FERITIN SERUM DENGAN KADAR HEPSIDIN PADA CARRIER TALASEMIA β ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH

Pengaruh Lama Pengobatan Awal Sindrom Nefrotik terhadap Terjadinya Kekambuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. komponen utama adalah hemoglobin A dengan struktur molekul α 2 β 2.

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1 P a g e

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. penyebab intrakorpuskuler (Abdoerrachman et al., 2007). dibutuhkan untuk fungsi hemoglobin yang normal. Pada Thalassemia α terjadi

Metabolisme Bilirubin di Hati 1. Pembentukan bilirubin Langkah oksidase pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan enzim heme

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. adekuat untuk mempertahankan glukosa plasma yang normal (Dipiro et al, 2005;

DETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK. Oleh: Yuyun Rindiastuti Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara

Daftar pustaka 1. Setianingsih I, Williamson R, Daud D, Harahap A, Marzuki S, and Forresst S, Phenotypic variability of filipino

Hubungan Albumin Serum Awal Perawatan dengan Perbaikan Klinis Infeksi Ulkus Kaki Diabetik di Rumah Sakit di Jakarta

TINJAUAN PUSTAKA. Ginjal adalah system organ yang berpasangan yang terletak pada rongga

Di bawah ini diuraikan beberapa bentuk peresepan obat yang tidak rasional pada lansia, yaitu :

BAB I PENDAHULUAN UKDW. kasus terbanyak yaitu 91% dari seluruh kasus DM di dunia, meliputi individu

Mengenal Penyakit Kelainan Darah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pneumonia merupakan salah satu infeksi berat penyebab 2 juta kematian

Thalassemia. Abdul Muslimin Dwi Lestari Dyah Rasminingsih Eka Widya Yuswadita Fitriani Hurfatul Gina Indah Warini Lailatul Amin N

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

THALASEMIA A. DEFINISI. NUCLEUS PRECISE NEWS LETTER # Oktober 2010

BAB I PENDAHULUAN. menempati peringkat kedua dengan jumlah penderita Diabetes terbanyak setelah

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia. Pertama, kurang energi dan protein yang. kondisinya biasa disebut gizi kurang atau gizi buruk.

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Hipertensi merupakan salah satu kondisi kronis yang sering terjadi di

Genetika dari Hemokromatosis Keturunan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan besarnya jumlah penderita kehilangan darah akibat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Ketersediaan kantong darah di Indonesia masih. sangat kurang, idealnya 2,5% dari jumlah penduduk untuk

Kelebihan besi sekunder pada thalassemia intermedia

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Metabolisme bilirubin meliputi sintesis, transportasi, intake dan konjugasi serta

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya semakin meningkat setiap tahun di negara-negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. untuk menelitinya lebih jauh adalah Coriolus versicolor.

BAB I PENDAHULUAN. kelahiran preterm, dan intrauterine growth restriction (IUGR) (Sibai, 2005;

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Talasemia adalah gangguan produksi hemoglobin yang diturunkan, pertama kali ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

Pengantar Farmakologi

BAB I PENDAHULUAN. Sindrom klinik ini terjadi karena adanya respon tubuh terhadap infeksi, dimana

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah suatu proses patofisiologi dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. ke dalam sirkulasi darah resipien sebagai upaya pengobatan (WHO,2009). Terapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hiperglikemia / tingginya glukosa dalam darah. 1. Klasifikasi DM menurut Perkeni-2011 dan ADA

PENGARUH DEFERASIROX TERHADAP KADAR T4 DAN TSH PADA PENDERITA -THALASSEMIA MAYOR DENGAN FERRITIN YANG TINGGI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dibandingkan populasi anak sehat (Witt et al., 2003). Pasien dengan penyakit

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat berpengaruh terhadap kualitas hidup dari pasien DM sendiri.

Anemia Megaloblastik. Haryson Tondy Winoto, dr.,msi.med.,sp.a Bag. Anak FK-UWK Surabaya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh protozoa genus Plasmodium

Transkripsi:

Sari Pediatri, Sari Pediatri, Vol. 8, No. Vol. 4 8, (Suplemen), No. 4 (Suplemen), Mei 2007: Mei 782007-84 Pendekatan Mutakhir Kelasi Besi pada Thalassemia Djajadiman Gatot, Pustika Amalia, Teny Tjitra Sari, Novie Amelia Chozie Divisi Hematologi onkologi, Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI RS Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta Abstrak. Hemosiderosis atau hemokromatosis merupakan masalah utama yang dialami oleh pasien thalassemia (β mayor/β-hb E) yang senantiasa memerlukan transfusi darah. Penimbunan besi dalam berbagai organ tubuh secara umum akan menyebabkan gangguan fungsi organ, sehingga mengakibatkan gangguan tumbuh kembang. Secara spesifik penimbunan besi dalam organ tertentu seperti jantung, hati, kelenjar endokrin dan paru memberikan dampak yang seolah berdiri sendiri-sendiri seperti gagal jantung, sirosis hati, gangguan endokrin, dan restriksi fungsi paru. Untuk mengatasi hal tersebut perlu upaya pencegahan penimbunan besi akibat transfusi berulang dengan cara meningkatkan pengeluaran besi (kelasi). Obat kelasi besi yang paling lama dan banyak dipakai ialah deferoksamin. Deferoksamin dengan segala efek sampingnya secara umum cukup aman dipakai, namun tidak nyaman bagi pasien karena harus diberikan melalui infus subkutan selama minimal 8 jam/hari terus menerus seumur hidupnya. Cara ini efektif menurunkan kadar besi dalam darah dan jaringan secara bermakna, bila dilakukan teratur dengan kepatuhan tinggi. Namun pada kenyataannya sulit terlaksana, maka dicari obat kelasi besi yang dapat diberikan secara lebih nyaman. Saat ini telah ditemukan obat kelasi besi yang dapat diberikan peroral, yaitu deferiprone(l1) dan deferasirox (ICL 670). Potensi kedua obat ini sebagai kelator besi sangat baik, walaupun masing-masing tetap memiliki efek samping yang membutuhkan monitor ketat. Kedua obat tersebut terbukti dapat mengeluarkan timbunan besi intraselular. Dengan pemberian peroral diharapkan kepatuhan pasien lebih baik, sehingga kerusakan organ akibat timbunan besi yang berlebihan menjadi minimal. Disayangkan harga obat tersebut belum dapat dijangkau oleh sebagian besar masyarakat di negara berkembang termasuk Indonesia. Kata kunci: thalassemia, hemosiderosis, kelasi besi oral Thalassemia merupakan salah satu penyakit genetik terbanyak di dunia. Pembawa sifat thalassemia-β dan thalassemia-α mencapai 1,67% populasi dunia sedangkan pembawa sifat Alamat korespondensi: Dr. Djayadiman Gatot, SpA(K) Divisi Hematologi Onkologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI- RSCM Jl. Salemba no. 6, Jakarta 10430. Telepon: 021-3907744, 31901170 Fax.021-3913982. hemoglobin E sekitar 0,95%. 1 Pembawa sifat thalassemia-β di Indonesia ditemukan lebih tingi yaitu 3%-10%, 2 pembawa sifat thalassemia-α 2,6%- 11% dan pembawa sifat hemoglobin E 1,5%-33%. 3 Di Pusat Thalassemia Jakarta pada akhir bulan Maret 2007 tercatat 1264 pasien dengan 80-100 pasien baru setiap tahun. Kasus thalassemia-b merupakan kasus yang terbanyak didapatkan yaitu 50,6%, thalassemia β-hbe 46,7% dan thalassemiaα 2,2%. 4 78

Pasien thalassemia akan senantiasa mengalami anemia akibat gangguan produksi hemoglobin. 1 Derajat anemia yang terjadi dapat bervariasi dari ringan hingga berat. Anemia ini merupakan masalah utama pada thalassemia mayor, baik pasien thalassemia-β mayor ataupun β-hb E. Transfusi darah merupakan tata laksana suportif utama pada pasien thalassemia dengan tujuan mempertahankan kadar hemoglobin 9-10 g/dl untuk meningkatkan tumbuh kembang anak serta mengurangi deformitas tulang dan hepatosplenomegali akibat hematopoeisis ekstramedular. 1 Anemia herediter pada thalassemia menyebabkan pasien harus mendapatkan transfusi darah terusmenerus yang dapat menimbulkan komplikasi penimbunan zat besi dalam tubuh. 5 Pada pasien yang tidak sering mendapatkan transfusi darah pun, tetap terjadi absorpsi besi abnormal yang menyebabkan penumpukan besi berkisar 2 5 gram per tahun. Kelebihan besi ini menyebabkan kapasitas transferin serum untuk mengikat besi bebas akan terlampaui sehingga besi bebas ini akan menghasilkan radikal bebas yang berbahaya bagi tubuh. Kelebihan besi (iron overload) ini dideposit dalam berbagai organ terutama di hati dan jantung hingga terjadi disfungsi organ tersebut dan mengakibatkan gangguan tumbuh kembang. 5 Kelebihan besi merupakan komplikasi yang fatal pada thalassemia bila tidak diatasi dengan baik, karena itu hal ini menjadi fokus utama dalam tata laksana thalassemia. 6 Bila seorang pasien thalassemia tidak mendapatkan kelasi besi, akan terjadi disfungsi pada hati, jantung, dan kelenjar endokrin yang progresif berakibat timbulnya fibrosis hati, sirosis hati, gagal jantung, diabetes melitus, hipogonadism, hipotiroidism, hipoparatiroidism hingga kematian. 1,5,7 Kematian pada thalassemia dilaporkan terbanyak akibat kelainan jantung yang didasari oleh hemokromatosis pada jantung. Borgna-Pignatti 6 di Italia, mendapatkan penyebab utama kematian pasien thalassemia adalah gagal jantung (50,8%). Pusat Thalassemia Jakarta juga mendapatkan penyebab kematian terbanyak pada thalassemia adalah gagal jantung. 4 Angka kesintasan thalassemia dilaporkan semakin membaik dengan mulai diberikannya terapi kelasi besi (deferoksamin/dfo) sejak pertengahan 1970-an, namun mortalitas akibat kelainan jantung terkait kelebihan besi masih tetap tinggi. 6 Adanya obat kelasi oral tahun 1990-an yang dapat digunakan secara monoterapi maupun kombinasi dengan deferoksamin dilaporkan menurunkan mortalitas thalassemia akibat kelainan jantung. 8 Terapi kelasi besi Tujuan utama terapi kelasi besi adalah mencapai kadar besi tubuh yang aman. Pemberian terapi kelasi besi yang adekuat dan kepatuhan pasien sangat menentukan keberhasilan terapi ini. 9,10 Terapi kelasi besi dimulai apabila kadar feritin serum mencapai 1000 ng/dl, yaitu kira-kira setelah 10-20 kali transfusi untuk mencegah kerusakan jaringan. Terapi kelasi besi yang ideal mempunyai syarat-syarat sebagai berikut. 9 Afinitas tinggi dan spesifik terhadap Fe 3+ Stabilitas kompleks besi-kelator Efisiensi kelasi tinggi Laju metabolisme rendah Berat molekul tidak terlalu besar Penetrasi jaringan dan sel Solubilitas dalam air dan lipid Tidak ada redistribusi besi Relatif non-toksik Pencapaian keseimbangan besi negatif Murah Dapat diberikan secara oral Penelitian untuk meningkatkan kualitas terapi kelasi besi telah dilakukan dalam 30 tahun terakhir. Deferoksamin merupakan kelasi besi yang paling lama dipakai di dunia. Pemberian deferoksamin secara subkutan ternyata memberikan perubahan yang besar dalam meningkatkan usia harapan hidup dan mengurangi komplikasi akibat kelebihan besi, sehingga terapi ini dijadikan terapi standar untuk pasien thalasemia di seluruh dunia. Tetapi pemberian dengan cara subkutan menyebabkan ketidakpatuhan yang cukup tinggi, sehingga para ahli dunia mencoba mencari alternatif lain dengan menemukan formulasi kelasi besi secara oral. 11 Deferoksamin Deferoksamin (DFO) merupakan kelator besi yang paling lama dan banyak dipakai yaitu sejak tahun 1976. Deferoksamin adalah molekul berbentuk heksadentat dengan berat molekul 560 kda, dengan demikian deferoksamin sulit diabsorpsi di saluran cerna. Satu 79

molekul DFO dapat mengikat 1 atom besi dan memiliki stabilitas yang tinggi terhadap Fe 3+. Deferoksamin merupakan suatu molekul hidrofilik sehingga ambilan ke dalam sel dan kompartemen subselular menjadi lambat, tetapi ambilan ke dalam hepatosit cukup cepat. Kadar terapi dicapai dalam waktu singkat yaitu 5-10 menit dan akan hilang segera setelah penghentian terapi yaitu sekitar 20 menit. Ekskresi obat terjadi melalui urin dan feses. 12 Dosis yang biasa diberikan adalah 40 mg/kg secara infus subkutan diberikan 8-12 jam, dalam 5-7 hari perminggu. Pemberian vitamin C sebesar 2-3 mg/kg peroral akan meningkatkan ekskresi besi di urin. 9,10,12 Pemakaian DFO cukup efektif dalam menurunkan kadar besi dalam darah dan jaringan secara bermakna. Hal tersebut mengakibatkan kesintasan pasien thalassemia mayor meningkat. 8,10,13 Gabutti 14 mendapatkan jumlah pasien yang hidup pada usia 30 tahun lebih besar pada kelompok yang patuh menggunakan DFO dibandingkan kelompok yang tidak patuh (95% vs 12%). Modell dkk 15 juga mendapatkan kematian yang masih terjadi akibat gagal jantung, terutama disebabkan oleh ketidakpatuhan dalam menggunakan kelasi besi. Masalah yang timbul pada penggunaan DFO adalah harga obat mahal, kepatuhan rendah dan komplikasi yang timbul. 10 Beberapa komplikasi akibat penggunaan DFO adalah gangguan pendengaran sensorineural frekuensi tinggi (18%), gangguan penglihatan/retina (6%), reaksi alergi (2%), gangguan pertumbuhan (2%), infeksi akibat Yersinia (1%), dan nyeri pada tempat pemasangan (9%). Cunningham 7 mendapatkan bahwa nyeri pada tempat pemasangan DFO merupakan penyebab tersering pasien thalassemia menghentikan penggunaan DFO. Olivieri dkk 16 merekomendasikan deteksi dini toksisitas DFO untuk mengembalikan abnormalitas dengan cara modifikasi terapi (Tabel 1). Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa DFP berhasil menurunkan kadar feritin secara bermakna. 17,18,19 Keuntungan lain menggunakan DFP adalah efek proteksi terhadap jantung yang merupakan penyebab kematian terbesar pada pasien thalassemia. Efek kardioproteksi dilaporkan lebih superior dibandingkan DFO. 8,20 Anderson dkk 21 menunjukkan bahwa pasien thalassemia yang menggunakan deferipron mempunyai kandungan besi di jantung yang lebih rendah dibandingkan dengan menggunakan deferoksamin. Pennell dkk 22 menemukan bahwa DFO monoterapi selama 1 tahun lebih efektif secara bermakna dibandingkan DFO dalam memperbaiki siderosis miokardial asimptomatik pada thalassemia-β mayor. Efek samping yang mungkin terjadi akibat penggunaan DFP adalah agranulositosis (0,5%), neutropenia (8,0%), artropati (15,0%), keluhan gastrointestinal (33,2%) dan peningkatan enzim transaminase hati. Agranulositosis dan neutropenia lebih sering timbul pada pasien yang mengalami hipersplenisme dan merupakan efek samping serius. 20 Meskipun demikian, Pennel dkk 22 menemukan dalam penelitian selama 1 tahun bahwa agranulositosis ini bersifat sementara dan bahkan dapat membaik tanpa penghentian pengobatan. Artropati awalnya diduga terkait dengan kadar feritin serum pasien, namun penelitian tidak dapat membuktikan adanya keterkaitan tersebut. 20 Keluhan gastrointestinal dan artropati akan makin menurun seiring dengan makin lama penggunaan DFP. 19 Tabel 1. Pemantauan toksisitas pada penggunaan deferoksamin 16 Toksisitas Pemeriksaan Frekuensi Perubahan terapi 1. Gangguan pendengaran Audiogram Setiap tahun; Hentikan DFO segera; evaluasi beban besi sensorineural frekuensi bila ada gejala: tubuh. Hentikan DFO 6 bulan bila tinggi evaluasi segera konsentrasi besi di hati mencapai 3,2-7 mg/g 2. Abnormalitas retina Pemeriksaan retina berat kering 3. Abnormalitas metafisis dan X-ray pergelangan Setiap tahun Kurangi dosis DFO menjadi 25 mg/kg/hari x spinal tangan, lutut, torako- 4/minggu. Evaluasi beban besi tubuh; lumbar, usia tulang Hentikan DFO 6 bulan bila konsentrasi besi di hati 3 mg/g berat kering 4. Penurunan percepatan Pengukuran tinggi Dua kali setahun tumbuh &/ tinggi duduk duduk dan berdiri 80

Pemberian DFP pada thalassemia pernah dikaitkan dengan peningkatan enzim alanin transferase (ALT) dan kejadian fibrosis hati. 19 Sejauh ini belum ada penelitian yang dapat menunjukkan adanya kaitan bermakna antara penggunaan DFP dan fibrosis hati. Wanless dkk 23 membuktikan dengan melakukan biopsi sebelum dan sesudah pemberian DFO pada pasien thalasemia dan tidak ada satupun pasien yang mengalami fibrosis hati. Fibrosis hati pada pemberian DFP lebih sering terjadi pasien thalassemia yang menderita hepatitis C sehingga diduga kuat bahwa kejadian fibrosis tersebut lebih disebabkan oleh infeksi hepatitis C. 20 Deferasirox Deferasirox atau ICL 670 adalah molekul tridentat yang molekulnya akan membentuk ikatan 2 kelator dengan 1 atom besi (2:1). Afinitas deferasirox terhadap besi sangat tinggi, mudah diabsorpsi,dan dapat bersirkulasi selama beberapa jam. Hal ini terjadi karena konsentrasi puncak plasma dicapai dalam waktu 2 jam, dan masih dapat terdeteksi selama 24 jam; rerata waktu paruh eliminasi antara 11-16 jam. Dengan demikian deferasirox dapat diberikan hanya dosis tunggal untuk mencapai kadar terapi. Ekskresi utama deferasirox adalah melalui feses. 10,12 Deferasirox telah disetujui oleh United States Food and Drug Administration untuk digunakan pada pasien kelebihan besi akibat transfusi bagi pasien berusia lebih dari 2 tahun. 24 Dosis deferasirox yang dapat diberikan adalah 20-40 mg/kg/hari. 25 Dengan dosis ini eksresi besi dalam feses paling sedikit 0,3 mg/kgbb/hari yang cukup baik untuk menjaga keseimbangan besi pada pasien thalassemia. Dosis 20 mg/kgbb/hari dalm 18 bulan pengobatan dilaporkan dapat mengurangi konsentrasi besi dalam hati sebanyak 1,2 mg/g berat kering hati dan ini sebanding dengan pengurangan besi hati oleh DFO yaitu 1,3 mg/g berat kering hati. Efek samping utama adalah ruam kemerahan yang timbul bila diberikan dosis melebihi 40 mg/kg/hari. 20 Ruam ini dapat hilang meskipun tanpa menghentikan pengobatan. Efek samping lain adalah peningkatan enzim transaminase, nausea, diare, nyeri kepala, dan nyeri abdomen. 20,24 Efek nefrotoksik pernah dilaporkan terjadi pada penelitian terhadap tikus yang sebelumnya tidak mengalami kelebihan besi, sehingga diduga efek ini terkait dengan deprivasi besi yang berat. 20 Proteinuria ringan sementara pernah terlihat pada pasien thalassemia yang mendapat deferasirox namun hal ini lebih disebabkan oleh adanya kelainan ginjal sebelumnya. 24 (Tabel 2) Terapi kombinasi Terapi kombinasi adalah terapi kelasi besi yang menggunakan 2 jenis kelator yaitu deferoksamin dan deferipron. Kebutuhan akan terapi kombinasi didasari oleh perlunya kepatuhan dalam terapi kelasi besi dan kebutuhan kardioproteksi. 26 Kombinasi tersebut memungkinkan pasien untuk menyuntikkan DFO lebih sedikit sehingga meningkatkan kepatuhan dan mengatasi keterbatasan DFP dalam menginduksi Tabel 2. Perbandingan antara ketiga kelator besi 10 Deferoksamin Heksadentat 560 1:1 20 menit Dapat diabaikan Urin, feses 40 mg/kg Parenteral 30 tahun Ototoksisitas, Toksisitas retina, pertumbuhan tulang rawan Deferipron Bidentat 139 1:3 53-166 menit Puncak : 45 menit Urin 75 mg/kg Oral 16 tahun Agranulositosis, artropati, gangguan gastrointestinal, transient transaminitis, defisiensi zinc ICL 670 Tridentat 373 1:2 1-16 jam Puncak : 1-2,9 jam Feses 20 40 mg/kg Oral 1-2 tahun Kemerahan pada kulit, gangguan gastrointestinal, transient transaminitis Molekul Berat molekul Kompleks besi:kelator Plasma clearance, T 1/2 Absorpsi oral Ekskresi besi Dosis terapetik/hari Rute Pengalaman klinis Efek samping 81

keseimbangan besi negatif. Dasar terapi kombinasi adalah adanya shuttle effect. Deferipron memasuki sel dan mengikat besi yang kemudian membawa ke dalam plasma. Besi selanjutnya ditransfer menjadi deferoksamin untuk diekskresikan ke urin dan feses (Gambar 1). 10 Terapi kombinasi tersebut menunjukkan hasil yang cukup baik, terlihat dari penurunan kadar feritin yang cukup bermakna untuk memperbaiki gangguan intolerasni glukosa. 27 Kattamis dkk melakukan penelitian terapi kombinasi menggunakan DFP 50 mg/kg/hari dan DFO 2,5-3 g/hari 3 hari/minggu dan menemukan peningkatan eksresi besi melalui urin dan penurunan kadar feritin serum yang baik. 28 Origa dkk 29 melaporkan pemberian DFP rutin dan DFO intermitten efektif dalam menurunkan kelebihan besi dan meningkatkan fungsi jantung pasien thalassemia. Pemakaian terapi kombinasi tersebut juga dilaporkan meningkatkan kesintasan thalassemia yang bermakna di Cyprus. 26 Terapi kombinasi dapat diberikan secara simultan maupun sekuensial dalam waktu yang berbeda. 10,11 Cara dan dosis pemakaian tertera pada Tabel 3. Gambar 1. Dasar terapi kombinasi 10 Keterangan: DFO, deferoksamin; DFP, deferipron; NTBI, non-transferrin-bound plasma iron Tabel 3. Kombinasi terapi deferoksamin(dfo) dan deferipron (DFP) 10 Jumlah Lama Dosis Dosis Jumlah Feritin (bulan) DFP DFO DFO/ Kemaknaan (mg/kg/h) (/hari) minggu Awal Akhir Wonke dkk 5 6 75-110 2 g 2-6 6397 2439 ns Balveer dkk 7 12 75-85 1 g 2 6619 2996 P<.01 Mourad dkk 11 12 75 2 g 2 4153 2805 P<.01 Farmaki dkk 40 6-12 75-100 40-60 mg/kg 2-6 1907 385 N g Alymara dkk l 21 6 60 50 mg/kg 6 3146 1799 N g Galanello dkk 34 3-10 75 20-50 mg/kg 2-5 5097 3963 N g Kattamis et al 18 12 50 2,53-3 g 3 4543 3297 P<.007 Ng : tidak diketahui Ns : tidak bermakna 82

Sebagai kesimpulan, upaya pencegahan kelebihan besi pada pasien thalassemia mayor yang banyak dipakai saat ini adalah deferoksamin subkutan. Cara ini efektif dalam menurunkan kadar besi bila dilakukan teratur dengan kepatuhan yang tinggi. Untuk meningkatkan kepatuhan, dapat digunakan obat kelasi besi peroral yaitu deferipron (L1) atau deferasirox (ICL 670) yang dapat diberikan secara monoterapi ataupun kombinasi. Terapi kelasi besi peroral diharapkan meningkatkan kepatuhan pasien sehingga kerusakan organ akibat hemokromatosis dapat direduksi. Disayangkan harga obat-obat tersebut belum dapat dijangkau oleh sebagian besar masyarakat di negara berkembang termasuk Indonesia. Daftar Pustaka 1. Rund D, Rachmilewitz E. b-thalassemia. N Engl J Med 2005; 353:1135-46. 2. Sofro AS. Molecular pathology of the â-thalassemia in Indonesia. South east As J Trop Med and Pub Health 1995; 26:5-8. 3. Nainggolan IM, Harahap A, Liliani RV, Setianingsih I. Alpha thalassemia in Indonesia: molecular defect and hematologic features base on population and studies. Presentasi poster pada Symposium Indonesia-Italy Meeting: Future Trends in Molecular Medicine, 2003 4. Data Pusat Thalassemia Jakarta, Maret 2007 5. Olivieri NF. The β-thalassemias. N Engl J Med 1999;341:99-109. 6. Borgna-Pignatti C, Rugolotto S, De Stefano P, Zhao H, Cappellini MD, Del Vecchio GC dkk. Survival and complications in patients with thalassemia major treated with transfusion and deferoxamine. Hematologica 2004; 89:1187-93. 7. Cunningham MJ, Macklin EA, Neufeld EJ, Cohen AR. Complication of b-thalassemia major in North America. Blood. 2004; 104:34-39. 8. Borgna-Pignatti C, Cappellini MD, De Stefano P, Del Vecchio GC, Forni GL, Gamberini MR dkk. Cardiac morbidity and mortality in deferoxamine- or deferipronetreated patients with thalassemia major. Blood 2006; 107:3733-7. 9. Thalassemia International Federation. Guidelines for the clinical management of thalassaemia. Athens: Thalassemia International Federation; 2000. 10. Beutler E, Hoffbrand AV, Cook JD. Iron chelation therapy. Hematology Am Soc. Hematol Educ Program. Review, 2003:2003;:40-61. 11. Piga A. New approaches to iron chelation. Abstrak. Disampaikan pada 10th International Conference on Thalassemia and Hemoglobinopathies. Dubai, Januari 2006. 12. Cohen AR, Galanello R, Pennel DJ, Cunningham MJ, Vichinsky E. Thalassemia. Hematology 2004; 1:14-32. 13. Brittenham GM, Griffith PM, Nienhuis AW, McLaren CE, Young NS, Tucker EE, dkk. Efficacy of deferoxamine in preventing complications of iron overload in patients with thalassemia major. N Engl J Med. 1994; 331:567-73. 14. Gabutti V, Piga A. Results of long-term iron-chelating therapy. Acta Haematologica. 1996; 95:26-36. 15. Modell B, Khan M, Darlison M. Survival in beta thalassaemia major in the United Kingdom: data from the U.K. Thalassaemia Register. Lancet. 2000; 355:2051-52. 16. Olivieri NF, Brittenham GM. Iron-chelating therapy and the treatment of thalassemia. Blood 1997; 89:739-61. 17. Olivieri NF, Brittenham GM, McLaren CE, Templeton DM, Cameron RG, McClelland RA. Long-term safety and effectiveness of iron-chelation therapy with deferiprone for thalassemia major. N Engl J Med 1998; 339:417-23. 18. Mazza P, Amurri B, Lazzari G, Masi C, Palazzo G, Spartera MA, dkk.. Oral iron chelating therapy. A single center interim report on deferiprone (L1) in thalassemia. Haemotologica 1998; 83:496-501. 19. Cohen AR, Galanello R, Piga A, De Sanctis, Tricta F. Safety and effectiveness of long-term therapy with the oral iron chelator deferiprone. Blood 2003; 102:1583-7. 20. Kwiatkowski JL, Cohen AR. Iron chelation therapy in sickle-cell disease and other transfusion-dependent anemias. Hematol Oncol Clin N Am 2004; 18:1355-77. 21. Anderson LJ, Wonke B, Prescott E, Holden S, Walker JM, Pennell DJ. Comparison of effects of oral deferiprone and subcutaneous desferrioxamine on myocardial iron concentrations and ventricular function in beta-thalassemia. Lancet 2002; 360:516-20. 22. Pennell DJ, Berdoukas V, Karagiorga M, Ladis V, Piga A, Aessopos A dkk. Randomized controlled trial of deferiprone or deferoxamine in beta-thalassemia major patients with asymptomatic myocardial siderosis. Blood 2006; 107:3738-44. 23. Wanless IR, Sweeney G, Dhillon AP, Guido M, Piga A, Galanello R, dkk. Lack of progressive hepatic fibrosis during long-term therapy with deferiprone in subjects with transfusion dependent beta-thalassemia. Blood 2002; 100:1566-9. 24. Cappellini MD, Cohen A, Piga A, Bejaoui M, Perrotta S, Agaoglu L.. Phase three study of deferasirox (ICL670), 83

a once-daily oral iron chelator in patients with â thalassaemia. Blood 2006; 107:3455-62. 25. Porter JB. Deferasirox; an update on the new clinical studies on the oral chelator. Abstrak. Disampaikan pada 10th International Conference on Thalassemia and Hemoglobinopathies. Dubai, Januari 2006. 26. Telfer P, Coen PG, Cristou S, Hadjigavriel M, Kolnakou A, Pangalou E, dkk. Survival of medically treated thalassemia patients in Cyprus. Trends and risk factors over the periode 1980-2004. Haematologica 2006; 91:1187-92. 27. Farmaki K, Angelopoulos N, Anagnostopoulos G, Gotsis E, Rombopoulos G, Tolis G. Effect of enhanced iron chelation therapy on glucose metabolism in patients with β-thalassemia major. Br J Haematol 2006; 134:438-44. 28. Kattamis A, Kassou C, Ladis V, Berdoussi H, Papasotiriou I, Kattamis C. Safety and efficacy of combining deferiprone and deferoxamine in iron chelation therapy in patients with thalassemia. Blood 2002; 100:11.(abstrac) 29. Origa R, Bina P, Agus A, Crobu G, Defraia E, Dessi C, dkk. Combined therapy with deferiprone and desferoxamine in thalassemia major. Hematologiza 2005; 90:1309-14. 84