BAB VI PENDEKATAN PERANCANGAN TAMAN BUDAYA CIREBON

dokumen-dokumen yang mirip
BAB VII PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN TAMAN BUDAYA CIREBON. Tabel 7.1 Total Kebutuhan Luas Bangunan Taman Budaya Cirebon

BAB VI PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR

Bab V. PROGRAM PERENCANAAN dan PERANCANGAN MARKAS PUSAT DINAS KEBAKARAN SEMARANG. No Kelompok Kegiatan Luas

BAB IV: KONSEP Pendekatan Aspek Kinerja Sistem Pencahayaan Sistem Penghawaan Sistem Jaringan Air Bersih

BAB VI PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANAGAN

BAB V PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

PUSAT MODIFIKASI MOBIL BAB V KONSEP PERANCANGAN KONSEP METAFORA PADA BANGUNAN Beban angin pada ban lebih dinamis.

Tabel 5.1. Kapasitas Kelompok Kegiatan Utama. Standar Sumber Luas Total Perpustakaan m 2 /org, DA dan AS 50 m 2

BAB V PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN TEMPAT ISTIRAHAT KM 166 DI JALAN TOL CIKOPO-PALIMANAN

BAB V KONSEP DAN PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR

Tabel 6.1. Program Kelompok Ruang ibadah

BAB VI PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V PROGRAM PERENCANAAN & PERANCANGAN KOLAM RENANG INDOOR UNDIP

BAB V LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR STASIUN INTERMODA DI TANGERANG

BAB V KONSEP DASAR PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR. Tabel 5.1 Program Ruang Kegiatan Pelayanan Umum. Jenis Ruang

BAB V KONSEP DASAR DAN PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR

BAB V PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN RELOKASI PASAR IKAN HIGIENIS REJOMULYO SEMARANG

BAB VI LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V KONSEP DASAR PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR. Tabel 5.1 Program Ruang Kegiatan Pelayanan Umum. Jenis Ruang

BAB V KONSEP. perencanaan Rumah Susun Sederhana di Jakarta Barat ini adalah. Konsep Fungsional Rusun terdiri dari : unit hunian dan unit penunjang.

Terminal Antarmoda Monorel Busway di Jakarta PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN TERMINAL ANTARMODA

BAB V KONSEP PERANCANGAN ARSITEKTUR

BAB VI KONSEP DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN STUDENT APARTMENT STUDENT APARTMENT DI KABUPATEN SLEMAN, DIY Fungsi Bangunan

BAB V PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN PROYEK

BAB V PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ART CENTRE FAKULTAS ILMU BUDAYA UNDIP

BAB V PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN KAMPUS II PONDOK PESANTREN MODERN FUTUHIYYAH DI MRANGGEN

BAB V PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN REST AREA TOL SEMARANG BATANG. Tabel 5.1. Besaran Program Ruang

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB 5 PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ASRAMA MAHASISWA UNIVERSITAS DIPONEGORO

BAB V. Tabel 5.1. Besaran Kebutuhan Ruang Kelompok Kegiatan Belajar-Mengajar (Sumber: Analisa Pribadi, 2016)

BAB V. KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. Total keseluruhan luas parkir yang diperlukan adalah 714 m 2, dengan 510 m 2 untuk

Fire Extinguisher. Samisse Hydrant Hydrant

BAB VI KONSEP DASAR PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR. Aktivitas Utama Ruang Jumlah Kapasitas Luas (m 2 ) Entrance hall dan ruang tiket

BAB V KONSEP. Konsep Dasar dari Balai Pengobatan Kanker terpadu adalah Thibbun Nabawi. Adapun pemaparan konsep adalah sebagai berikut:

BAB V KONSEP PERANCANGAN

STADION AKUATIK DI SEMARANG

BAB VI PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB III KONSEP. Konsep edukasi pada redisain galeri Saptohoedojo ini ditekankan pada

BAB VI HASIL RANCANGAN. Perancangan Kembali Citra Muslim Fashion Center di Kota Malang ini

BAB V KONSEP 5.1 Konsep Tata Ruang Luar Gambar 5.1 Skema Site Plan

BAB V PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN MUSEUM BATIK INDONESIA

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN PASAR

BAB V LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR STASIUN KERETA API TAMBUN BEKASI

BAB IV PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN GOR BASKET DI KAMPUS UNDIP TEMBALANG. sirkulasi/flow, sirkulasi dibuat berdasarkan tingkat kenyamanan sbb :

BAB V PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. Pelatihan

BAB VI PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN TERMINAL TIPE B DI KAWASAN STASIUN DEPOK BARU

Konsep dasar perancangan pada Sekolah Pembelajaran Terpadu ini terbentuk. dari sebuah pendekatan dari arsitektur prilaku yaitu dengan cara menganalisa

BAB VI PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN GOR KUDUS

BAB V PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN SMAN 54 JAKARTA

AKADEMI SEPAKBOLA INDONESIA KONSEP EKSTERIOR

BAB V PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

TUGAS AKHIR PERIODE 128/

BAB IV PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA DI KELURAHAN KALIGAWE

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V PROGRAMMING. Luas (m 2 ) (orang) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) KELOMPOK KEGIATAN MASJID

BAB V LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN TERMINAL BUS TIPE A DI CILACAP

BAB VI PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

b. Kebutuhan ruang Rumah Pengrajin Alat Tenun

BAB VI PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR

Tabel 5.1 Perhitungan Besaran Program Ruang Gelanggang a. Pengelola. No Ruang Kapasitas Standar Ruang Luas Ruang Sumber

BAB IV KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB VI. KONSEP DESAIN MUSEUM dan PUSAT PELATIHAN BENCANA di YOGYAKARTA

BAB V KONSEP. V.1 Konsep Dasar Perencanaan dan Perancangan

LP3A REDESAIN TERMINAL BUS BAHUREKSO KENDAL TIPE B BAB V KONSEP DAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN TERMINAL BUS BAHUREKSO KENDAL

SISTEM STRUKTUR PADA BANGUNAN GEDUNG BERTINGKAT

BAB VI PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN FASILITAS TRANSPORTASI INTERMODA BSD

Tabel 5.1 : Rekapitulasi Program Ruang Depo Lokomotif

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB VII PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN GEDUNG KULIAH SISTEM KOMPUTER UNIVERSITAS DIPONEGORO

BAB VI PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN PENGEMBANGAN ASRAMA MAHASISWA UNIVERSITAS DIPONEGORO

REDESAIN PASAR INDUK KABUPATEN WONOSOBO

Asrama Mahasiswa Universitas Atma Jaya Yogyakarta

REDESAIN RUMAH SAKIT ISLAM MADINAH TULUNGAGUNG TA-115

BAB V PROGRAM PERANCANGAN FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO

BAB 5 KONSEP DAN PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. Ruang Kapasitas Unit Ruang

BAB 5 KONSEP PERANCANGAN. Terakota di Trawas Mojokerto ini adalah lokalitas dan sinergi. Konsep tersebut

BAB V KONSEP. dasar perencanaan Asrama Mahasiswa Binus University ini adalah. mempertahankan identitas Binus University sebagai kampus Teknologi.

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PROGRAM DASAR PERANCANGAN

BAB VI PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN HOTEL

BAB VI PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

5.1 Konsep Perencanaan Konsep Lokasi dan Tapak Memuat persyaratan-persyaratan atau batasan dan paparan kondisi tapak serta luasan tapak.

BAB V KONSEP. Gambar 5.1: Kesimpulan Analisa Pencapaian Pejalan Kaki

BAB V KONSEP. Secara umum, arahan yang diberikan dalam rangka perencanaan Apartemen Di

BAB V PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR

BAB V KONSEP. a. Memberikan ruang terbuka hijau yang cukup besar untuk dijadikan area publik.

BAB VI KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN SHOPPING CENTER DI YOGYAKARTA

BAB VI KONSEP PERENCANAAN DAN PROGRAM DASAR PERANCANGAN

Jenis dan besaran ruang dalam bangunan ini sebagai berikut :

BAB IV: KONSEP PERANCANGAN

BAB V KONSEP DASAR PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR

BAB VI KONSEP DAN PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR

BAB V PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN HOTEL RESORT

BAB V PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN TRANS STUDIO SEMARANG. Keg. Penerima Gate / Main Entrance Disesuaikan Parkir Pengunjung 16.

BAB IV KONSEP PERANCANGAN. Tujuan dari perancangan Pusat Gerontologi di Jawa Barat merupakan

BAB VI PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

Transkripsi:

BAB VI PENDEKATAN PERANCANGAN TAMAN BUDAYA CIREBON 6.1. PENDEKATAN ASPEK KINERJA 6.1.1. Sistem Pencahayaan Sumber pencahayaan yang digunakan yaitu pencahayaan alami dan pencahayaan buatan. Pencahayaan alami yang digunakan dalam ruangan bukan merupakan sinar matahari langsung melainkan cahaya langit, karena sinar matahari langsung dapat membawa panas dan menyilaukan. Pada area yang mendapatkan cahaya matahari langsung, dapat diantisipasi dengan sun shading atau material peredam panas, seperti lembar insulasi thermal dibawah atap. Pencahayaan buatan yang digunakan merupakan sumber cahaya diluar pencahayaan alami, seperti cahaya lampu yang bersumber dari energy listrik baik dari PLN maupun dari generator, namun diminimalisasi penggunaannya, penggunaannya dioptimalisasi pada ruang ruang yang membutuhkan pencahayaan secara aktif atau ruang yang memiliki syarat penerangan khusus seperti Gedung Teater, Gedung Pameran, Balai Seni. Untuk Gedung Teater, Gedung Pameran, dan Balai Seni secara garis besar jenis-jenis pencahayaan buatan yang dibutuhkan untuk pementasan antara lain : a) Spotlight, jenis lampu spot memiliki jangkauan penyebaran cahaya yang sempit, sehingga menimbulkan bayangan kuat. Untuk menerangi area panggung pada titik tertentu dan memberikan efek bayangan. b) Floodlight, menjangkau area yang luas, untuk menerangi area panggung secara keseluruhan. c) Softlight, untuk background atau area penonton. Pencahayaan buatan ini dikontrol dalam ruang kontrol cahaya di setiap gedung tersebut. 6.1.2. Sistem Penghawaan Penghawaan berkaitan dengan kenyamanan pelaku didalam ruangan, dimana berkaitan juga dengan pengkondisian udara. Sistem penghawaan yang digunakan dalam ruangan di Taman Budaya ini terbagi menjadi dua yaitu penghawaan alami dan penghawaan buatan. Penghawaan alami memanfaatkan sirkulasi udara didalam ruangan dengan memanfaaatkan bukaan yang ada pada jendela maupun atap, sehingga terjadi cross ventilation. Penghawaan buatan dengan menggunakan AC. Penggunaan sistem pengkondisian udara tergantung pada fungsi ruangnya, dimana suhu ideal yaitu 20 C, dengan kelembaban 40%-70%. Sistem penghawaan buatan yang digunakan yaitu sistem split, digunakan pada ruang ruang yang khususnya membutuhkan sistem akustik. 6.1.3. Sistem Jaringan Air Bersih Sistem jaringan atau distribusi air bersih yang digunakan yaitu Up Feed Distribution System, dimana sistem ini bekerja dengan mengalirkan air dari PDAM, ditampung di ground reservoir lalu di pompakan dan dialirkan ke titik-titik kran setiap ruang yang membutuhkan. Keuntungan sistem ini tidak membutuhkan tangki penyimpanan diatas bangunan, namun kerugiannya aliran air bersih tidak dapat 65

mengalir bila aliran listrik padam, dibutuhkan pompa tekan otomatis kekuatan tinggi dan umumnya pada daerah teratas kekuatan air menjadi relatif kecil. 6.1.4. Sistem Pembuangan Air Kotor Sistem pembuangan air kotor dibedakan menjadi: a) Air Kotor yang berasal dari kamar mandi (air mandi dan bekas cuci), wastafel, kantin/dapur/pantry (tempat cuci piring), atau limbah jenis ini disebut Grey water. b) Air Kotor yang berasal dari buangan WC dan urinoir (yang mengandung kotoran manusia), atau limbah jenis ini dikenal dengan sebutan Black water. c) Air hujan yang jatuh ke atap bangunan atau tapak. Sistem pembuangan Grey water disalurkan melakui shaft ke sumur resapan lalu ke saluran lingkungan kota. Sedangkan sistem pembuangan Black water dialirkan dahulu ke septictank, septictank yang digunakan adalah STP (Sewage Threatment Plant), di dalamnyaa akan mengalami penguraian oleh bakteri aerob yang produk akhirnya berupa lumpur dan air untuk dialirkan ke sumur resapan dan sebagian ke saluran lingkungan kota. Dan Air Hujan dapat langsung dialirkan ke saluran kota. 6.1.5. Sistem Jaringan Listrik Sumber utama daya listrik secara optimal memanfaatkan listrik dari PLN, dan sumber daya listrik cadangan berasal dari generator yang dilengkapi dengan automatic switch system untuk mengatasi kondisi darurat. Sumber listrik ini akan melayani beban penerangan, sound system, pompa-pompa, AC, dan peralatan MEE yang lain. Daya listrik umumnya dipasok dari Pembangkit Tenaga Listrik melalui jaringan kabel tegangan tinggi (diatas 20.000 volt), yang kemudian digunakan menjadi tegangan menengah (1.000-20.000 volt) dan rendah (< 1000 volt) oleh transformator step down. 6.1.6. Sistem Pembuangan Sampah Persampahan dibedakan menurut jenisnya, yaitu organik, anorganik, dan B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun). Sistemnya yaitu dengan menempatkan tempat sampah pada ruangan ruangan, kemudian dikumpulkan menggunakan troli ke penampungan sampah sementara, selanjutnya diangkut oleh Dinas Kebersihan ke tempat pembuangan akhir. 6.1.7. Sistem Pencegahan Kebakaran Sistem yang dimaksudkan adalah yang memudahkan dalam antisipasi, pencegahan, dan pemadaman kebakaran. Sistem ini meliputi: a) Sistem Deteksi Awal Kebakaran Sistem ini bekerja sebagai pendeteksi awal bila ada gejala kebakaran. Sistem ini berupa pendeteksi awal seperti asap ataupun panas api, dimana akan diteruskan ke alarm kebakaran sebagai tanda bahaya. b) Sistem Pemadam Api Sistem yang bekerja untuk memadamkan api untuk mencegah kebakaran yang lebih besar. Beberapa alat yang dipakai dalam sistem ini adalah : sprinkle, hydrant box, hydrant pillar, dan fire extinguisher. 66

Elemen elemen dalam system pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran, serta prinsip dasar penggunaannya: 1) Heat Detector dan Smoke Detector Luas Pelayanan 75 m 2, dihubungkan dengan alarm untuk mendeteksi kemungkinan adanya kebakaran. Alat yang bekerja secara otomatis bila kepala sprinkle (terbuat dari karet/karbon) mendeteksi hawa panas atau api, kepala sprinkle tersebut akan pecah dan menyemburkan air untuk memadamkan api. Pada umumnya terpadu dengan smoke-heat detector. 2) Portable Fire Extinguisher Jarak maksimum 25 m dengan luas pelayanan 800 m2 ditempatkan di daerah umum atau pada bangunan yang kecil. Alat pemadam kebakaran yang menggunakan bahan kimia tertentu yang berfungsi memadamkan api secara langsung. Bentuknya berupa tabung dengan ukuran tertentu. 3) Hydrant Box Jarak maksimum 30 m dan luas pelayanan 800 m2 ditempatkan pada koridor dan tempat-tempat yang mudah dicapai. Terdiri atas keran putar, selang air yang tergulung rapi dalam box dan terhubung dengan menara air. Panjang selang kurang lebih 30 m yang diletakan minimal satu unit pada setiap lantai bangunan. Alat ini diletakan di kotak kaca yang ditempelkan ke dinding. 4) Pylar Hydrant Terletak di bagian luar bangunan berfungsi sebagai tempat penyambungan antara selang air dengan ground reservoir dan secara otomatis jika hydrant pilar dibuka maka air akan memancar. Sedangkan siamase, alat yang digunakan untuk menyambungkan selang air dengan ground reservoir namun dalam penggunaanya harus dengan bantuan pompa dari mobil pemadam kebakaran dalam memancarkan air. 5) Tangga Darurat Syarat tangga darurat diantaranya yaitu: Diposisikan dengan jarak maksimal 25m, lebar tangga dan bordes minimal 120, dengan antrade 28cm dan optrade 20cm. Dilengkapi dengan pintu kebakaran tahan api dan mampu menutup sendiri, tanpa harus ditutup kembali setelah dibuka untuk dilalui. Bersifat kedap asap dan dilengkapi dengan penerangan darurat. Langsung menghubungkan dengan lantai dasar atau tempat yang mudah dijangkau dan aman untuk menyelamatkan diri. Konstruksi tahan api minimal 2 jam Pencapaiannya mudah 6) Pintu Keluar Lebar minimum yaitu 90cm dengan arah bukaan keluar. 7) Koridor Lebar minimum koridor yaitu 1,8m dengan jarak koridor ke pintu kebakaran maksimal 25m, dilengkapi dengan penerangan darurat dari sumber daya listrik darurat. 67

8) Sumber Daya Listrik Darurat Sumber daya listrik darurat dapat menggunkan genset. 6.1.8. Sistem Komunikasi Sistem komunikasi di suatu bangunan dapat terbagi menjadi dua, yaitu komunikasi internal dan eksternal bangunan. a) Komunikasi Internal Komunikasi yang terjadi antara suatu tempat ke tempat lain yang masih di dalam satu bangunan yang sama. Alat yang digunakan dalam komunikasi internal adalah : Speaker/sound system dan car call untuk komunikasi umum satu arah Intercom, HT untuk penggunaan individual dua arah Local Area Network (LAN) yaitu sistem komunikasi data berkecapatan tinggi berupa pertukaran informasi antar komputer antar ruangan dalam bangunan. b) Komunikasi eksternal, komunikasi dari dalam dan keluar bangunan, berupa: Telepon, untuk pembicaraan individual dua arah Faximile, komunikasi melalui jaringan telepon dengan catatan tertulis langsung. Sistem PABX sebagai sentral telepon antar sambungan cabang/ nomor extension yang satu dengan sambungan cabang/ nomor extension yang lain. 6.1.9. Sistem Penangkal Petir Sistem penangkal petir yang dapat digunakan sebagai sistem pengamanan bangunan adalah : 1. Sistem Faraday Berupa tiang-tiang kecil yang tingginya kurang lebih 30 cm, dengan jarak 3,5m per tiang yang saling dihubungkan dengan seutas kawat dan disalurkan ke tanah. Sistem ini cocok untuk bangunan memanjang dengan atap datar. 2. Sistem Franklin Perlindungan bangunan dengan daerah perlindungan berupa gelombang berbentuk kerucut yang melindungi bangunan dibawahnya. Cocok digunakan pada bangunan menara dan cerobong asap. Direncanakan perlindungan pada bangunan di Taman Budaya Cirebon adalah sistem Faraday. 6.1.10. Sistem Keamanan Sistem keamanan yang ada di Taman Budaya CIrebon terdiri dari sistem keamanan bangunan dan kawasan Taman Budaya. Sistem keamanan ini agar bisa menjaga keamanan antar pengunjung maupun pengelola. Alat yang biasa digunakan antara lain : CCTV (kamera pemantau) yang diletakan di beberapa tempat yang membutuhkan keamanan. Security checking di area pintu masuk Taman Budaya Alat deteksi bahan peledak 68

Jaringan system keamanan diterapkan sepenuhnya kedalam bangunan dan area Taman Budaya secara menyeluruh dan saling mendukung. 6.1.11. Sistem Transportasi Vertikal Sistem transportasi vertikal yang dapat diaplikasikan adalah tangga, ramp, elevator, eskalator atau lift. Untuk bangunan dengan jumlah lantai yang sedikit lebih sering menggunakan tangga, ramp dan eskalator. 6.1.12. Sistem Akustik Untuk merancang sistem akustik di bangunan Taman Budaya Cirebon, prosedurnya yaitu: a) Mengenali fungsi utama ruangan b) Mengenali lingkungan sekitar ruangan c) Merancang detail/bahan bangunan yang digunakan. Gangguan bunyi atau kebisingan dipengaruhi dari dalam dan dari luar, dari dalam berupa bunyi peralatan/mesin, langkah kaki, suara pintu dan sebagainya. Sedangkan gangguan bunyi dari luar yaitu gangguan dari lingkungan dan kebisingan suara kendaraan. Penanganan gangguan bunyi atau kebisingan dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya yaitu: Perencanaan bentuk ruang yang tidak memungkinkan terjadinya pentulan bunyi, gema yang terus menerus. Penempatan ruang terhadap lingkungan, dengan cara peraturan zoning. Pemakaian material penyerap bunyi. Menjauhkan bukaan (pintu dan jendela) dari sumber kebisingan. Ruangan dengan sistem akustik sebaiknya menggunakan penghawaan buatan (seperti AC) Pemakaian unsur vegetasi sebagai peredam kebisingan lingkungan. 6.2. PENDEKATAN ASPEK TEKNIS Bangunan Taman Budaya Cirebon merupakan bangunan bermasa banyak dengan karakter dan fungsi yang berbeda pada tiap bangunanya. Pendekatan sistem struktur yang akan digunakan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : Struktur yang dapat mendukung fungsi bangunan, seperti mewadahi aktivitas dalam bangunan, menjamin kelancaran sirkulasi, mendukung sistem kerja peralatan perlengkapan bangunan. Struktur harus mampu memenuhi tuntutan keamanan fisik bangunan, yaitu kekakuan, kekuatan, dan kestabilan. Struktur yang mampu mendukung tampilan bangunan yang diinginkan dengan citra/image bangunan. Mempertimbangkan kaidah-kaidah normatif, kosmologis, peran serta budaya lokal dalam kehidupan masyarakat serta keselarasan antara bangunan, alam, dan lingkungan. Dengan mempertimbangkan persyaratan diatas, maka sistem struktur dan jenis material utama yang direncanakan penggunaannya adalah : Untuk struktur bagian bawah, bangunan Taman Budaya mempunyai ketinggian bangunan maksimal 3 lantai, dengan karakter bangunan yang berbeda. Untuk bangunan dengan ketinggan dua atau tiga lantai dengan bentang yang pendek 69

cukup dengan menggunakan pondasi plat setempat. Sedangkan bangunan dengan bentang lebar seperti gedung pementasan dapat menggunakan pondasi tiang pancang sebagai alternatif pemilihan sistem pondasi. Untuk struktur tengah bangunan, dinding massif dengan menonjolkan aspek budaya lokal seperti batu bata. Untuk penggunaan sistem struktur atap harus mempertimbangkan bentang bangunan, bentuk atap dan pencitraan bangunan. Sebagai alternatif untuk bangunan dengan bentang yang lebar dapat menggunakan sistem advance structure (shell atau space frame atau folded plate) sebagai pemilihan struktur atap. Untuk pencitraan bangunan yang menggambarkan arsitektur neo vernakular, atap yang biasa digunakan yaitu atap bubungan pada bangunan yang bentangnya lebih pendek. 6.3. PENDEKATAN ASPEK VISUAL ARSITEKTURAL Pendekatan visual arsitektural yang digunakan pada Taman Budaya Cirebon ini adalah arsitektur neo-vernakular, beberapa pertimbangannya yaitu: a) Penerapan elemen arsitektur yang mengandung unsur unsur lokal yang mangalami pembaruan menuju suatu karya yang lebih maju tanpa mengesampingkan nilai-nilai tradisi setempat. b) Bentuk bentuk yang menerapkan unsur unsur budaya, lingkungan dan termasuk iklim setempat yang diungkapkan dalam bentuk arsitektural c) Dapat mengambil unsur-unsur lokal dengan menerapkan detail dan ornamental bangunan. Ciri-ciri Arsitektur Neo Vernakular sebagai berikut: 1) Biasanya menggunakan atap bubungan 2) Batu bata (dalam hal ini merupakan elemen konstruksi lokal) 3) Mengembalikan bentuk-bentuk tradisional yang ramah lingkungan dengan proporsi yang lebih vertikal. 4) Kesatuan antara interior yang terbuka melalui elemen yang modern dengan ruang terbuka di luar bangunan. 5) Warna-warna yang kuat dan kontras. Visual arsitektural dari Taman Budaya Cirebon ini sebuah penggambaran dari ciri - ciri arsitektur Neo-Vernakular, penerapannya yaitu berupa: Penggunaan atap bubungan menyesuaikan pada bangunan tertentu, dimana dilengkapi dengan kuncup bunga teratai, sebagai bentuk penerapan unsur lokal Cirebon. Penggunaan batu bata dan batu alam (andesit) di beberapa bagian sebagai elemen dinding, dimana ini menjadi suatu penghubung konsep Taman Budaya Cirebon sebagai pengembangan Panggung Budaya Sunyaragi yang menggunakan batu bata dan batu karang sebagai elemen bangunannya. Menerapkan ornamen ornamen lokal yang menyesuaikan dengan bangunan Panggung Budaya yang telah lebih dulu ada, yaitu didominasi oleh ornamen mega mendung, motif tanaman dan batu karang. 70

Warna yang dapat dijadikan sebagai konsep visual arsitektural adalah warna atraktif (merah, biru, hijau, kuning, ungu, merah muda, putih) dan klasik (kuning, hitam, krem, merah tua, biru tua), yang diambil dari konsep pewarnaan batik sebagai salah satu wujud kebudayaan Cirebon. Dua pasang candi bentar sebagai simbol gaya Hindu Klasik yang mempengaruhi bangunan di Cirebon, biasanya dijadikan sebagai pintu gerbang sebuah kawasan bangunan. Gapura yang ada di Keraton Kanoman, dikembangkan untuk diterapkan sebagai poin di plaza, sehingga mampu memberikan kesan Kota Cirebon kepada pengunjung Taman Budaya. Gambar 6.1 Visual Arsitektural Panggung Budaya Sunyaragi Sumber: Dokumentasi Pribadi 71