PENGARUH PENGOTOR PADA PENENTUAN BORON DALAM U 3 O 8 MENGGUNAKAN SPEKTROFLUOROMETRI LUMINESEN. Giyatmi*, Noviarty**, Sigit**

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS NEODIMIUM MENGGUNAKAN METODA SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS

ISSN , A'NALISIS ZIRKONI{l

ANALISIS UNSUR Pb, Ni DAN Cu DALAM LARUTAN URANIUM HASIL STRIPPING EFLUEN URANIUM BIDANG BAHAN BAKAR NUKLIR

ANALISIS KANDVNGAN PENGOTOR DALAM PELET VOz SINTER

ANALISIS UNSUR-UNSUR PENGOTOR DALAM YELLOW CAKE DARI LIMBAH PUPUK FOSFAT SECARA SPEKTROMETRI SERAPAN ATOM

ANALISIS KOMPOSISI KIMIA SERBUK HASIL PROSES HYDRIDING-DEHYDRIDING PADUAN U-Zr

PENGARUH APLIKASI METODA STANDAR INTERNAL PADA PENENTUAN UNSUR Cr DAN Ni DALAM ZIRKALOY 2 DENGAN METODA SPEKTROMETRI EMISI

PENGARUH URANIUM TERHADAP ANALISIS THORIUM MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETER UV-VIS

ANALISIS UNSUR PENGOTOR Fe, Cr, DAN Ni DALAM LARUTAN URANIL NITRAT MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETER SERAPAN ATOM

ANALISIS THORIUM MENGGUNAKAN SPEKTROFOTO METER UV-VIS

PENGARUH PENAMBAHAN URANIUM PADA ANALISIS THORIUM SECARA SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS DENGAN PENGOMPLEKS ARSENAZO(III)

PENENTUAN KANDUNGAN PENGOTOR DALAM SERBUK UO2 HASIL KONVERSI YELLOW CAKE PETRO KIMIA GRESIK DENGAN AAS

PENENTUAN KADAR ZIRKONIUM DALAM PADUAN U-ZR MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETER UV-VIS DENGAN PENGOMPLEKS ARSENAZO III

PENENTUAN KANDUNGAN Sn, Fe, Cr, Ni DAN PENGOTOR ZIRCALOY-2 SEBAGAI BAHAN KELONGSONG DAN TUTUP UJUNG ELEMEN BAKAR REAKTOR DAYA

PENGARUH KONSENTRASI PELARUT UNTUK MENENTUKAN KADAR ZIRKONIUM DALAM PADUAN U-Zr DENGAN MENGGUNAKAN METODE SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS

PENENTUAN UNSUR PEMADU DALAM BAHAN ZIRCALOY-2 DENGAN METODE SPEKTROMETRI EMISI DAN XRF

KONTROL KURVA KALIBRASI SPEKTROMETER EMISI DENGAN STANDAR ALUMINIUM CERTIFIED REFERENCE MATERIALS (CRM)

PENGUJIAN KEMAMPUAN XRF UNTUK ANALISIS KOMPOSISI UNSUR PADUAN Zr-Sn-Cr-Fe-Ni

ANALISIS SERBUK UMO UNTUK PEMBUATAN PELAT ELEMEN BAKAR DENGAN TINGKAT MUAT TINGGI

KUALIFIKASI AIR TANGKI REAKTOR (ATR) KARTINI BERDASARKAN DATA DUKUNG METODA NYALA SPEKTROMETRI SERAPAN ATOM (SSA) DAN ION SELECTIVE ELECTRODE (ISE)

ANALISIS KADAR URANIUM DAN UNSUR PENGOTOR DI DALAM SERBUK AUK DAN UO 2

PENGARUH UNSUR Al, Mg, DAN Na PADA ANALISIS URANIUM SECARA POTENSIOMETRI

METODE ANALISIS UNTUK PENENTUAN UNSUR AS DAN SB MENGGUNAKAN ICP AES PLASMA 40

NATALIA SUMANTRI

PENENTUAN URANIUM KONSENTRASI RENDAH DENGAN METODA SPEKTROFOTOMETER UV-VIS

APLIKASI SPEKTROMETER EMISI PADA ANALISIS UNSUR-UNSUR BAHAN PADUAN ALUMINIUM AlMgSi-1

KUALIFIKASI AIR TANGKI REAKTOR (ATR) KARTINI BERDASARKAN DATA DUKUNG METODA NYALA SPEKTROMETRI SERAPAN ATOM (SSA) DAN ION SELECTIVE ELECTRODE (ISE)

VALIDASI METODE ANALISIS UNSUR TANAH JARANG (Ce, Eu, Tb) DENGAN ALAT ICP-AES PLASMA 40

VALIDASI METODA XRF (X-RAY FLUORESCENCE) SECARA TUNGGAL DAN SIMULTAN. UNTUK ANALISIS UNSUR Mg, Mn DAN Fe DALAM PADUAN ALUMINUM

PENENTUAN KADAR BESI DALAM TABLET MULTIVITAMIN MENGGUNAKAN METODE SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM DAN UV-VIS

PENGGUNAAN SINAR-X KARAKTERISTIK U-Ka2 DAN Th-Ka1 PADA ANALISIS KOMPOSISI ISOTOPIK URANIUM SECARA TIDAK MERUSAK

PENGARUH KUAT ARUS PADA ANALISIS LIMBAH CAIR URANIUM MENGGUNAKAN METODA ELEKTRODEPOSISI

PENENTUAN KESTABILAN SPARKING SPEKTROMETER EMISI MENGGUNAKAN BAHAN PADUAN ALUMINIUM

BAB 3 PERCOBAAN. Pada bab ini dibahas mengenai percobaan yang dilakukan meliputi bahan dan alat serta prosedur yang dilakukan.

EKSTRAKSI STRIPPING URANIUM MOLIBDENUM DARI GAGALAN PRODUKSI BAHAN BAKAR REAKTOR RISET

PENGARUH KEVAKUMAN TERHADAP ANALISIS UNSUR TI DAN SI DALAM AlMg 2 MENGGUNAKAN XRF (X-RAY FLUORESCENCE)

VALIDASI METODA ANALISIS ISOTOP U-233 DALAM STANDAR CRM MENGGUNAKAN SPEKTROMETER ALFA

PENGARUH PROSES QUENCHING TERHADAP LAJU KOROSI BAHAN BAKAR PADUAN UZr

STUDI LAJU KOROSI PADUAN Zr-Mo-Fe-Cr DALAM MEDIA UAP AIR JENUH PADA TEMPERATUR C

PENENTUAN RASIO O/U SERBUK SIMULASI BAHAN BAKAR DUPIC SECARA GRAVIMETRI

KALIBRASI TENAGA DAN STANDAR MENGGUNAKAN ALAT X-RAY FLUORESENCE (XRF) UNTUK ANALISIS UNSUR ZIRKONIUM DALAM MINERAL

Air dan air limbah Bagian 2: Cara uji kebutuhan oksigen kimiawi (KOK) dengan refluks tertutup secara spektrofotometri

ANALISIS KADAR URANIUM DAN IMPURITAS DALAM PADUAN U-7MO-XTI DAN U-7MO-XZR

BAB IV ANALISIS DENGAN SPEKTROFOTOMETER

KUALIFIKASI ALAT SPEKTROMETER UV-Vis UNTUK PENENTUAN URANIUM DAN BESI DALAM -U30S --

VALIDASI METODA PENGUKURAN ISOTOP 137 Cs MENGGUNAKAN SPEKTROMETER GAMMA

OPTIMASI TRANSPOR Cu(II) DENGAN APDC SEBAGAI ZAT PEMBAWA MELALUI TEKNIK MEMBRAN CAIR FASA RUAH

PENENTUAN KADAR URANIUM DALAM SAMPEL YELLOW CAKE MENGGUNAKAN SPEKTROMETER GAMMA

PENGGUNAAN PEREAKSI XYLENOL ORANGE DALAM ANALISIS MOLYBDENUM MENGGUNAKAN METODE SPEKTROPHOTOMETRI

STUDI PEMISAHAN URANIUM DARI LARUTAN URANIL NITRAT DENGAN RESIN PENUKAR ANION

PENGARUH UNSUR AL DAN MO TERHADAP HASIL ANALISIS URANIUM DALAM PELAT ELEMEN BAKAR U-MO/AL DENGAN METODE POTENSIOMETRI

PENGARUH ph DAN PENAMBAHAN ASAM TERHADAP PENENTUAN KADAR UNSUR KROM DENGAN MENGGUNAKAN METODE SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

ANALISIS Zr DALAM PADUAN UZr (6%) MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS

IDENTIFIKASI LOGAM-LOGAM BERAT Fe, Cr, Mn, Mg, Ca, DAN Na DALAM AIR TANGKI REAKTOR DENGAN METODE NYALA SPEKTROMETRI SERAPAN ATOM (SAA)

KARAKTERISASI INGOT PADUAN U-7Mo-Zr HASIL PROSES PELEBURAN MENGGUNAKAN TUNGKU BUSUR LISTRIK

PENENTUAN UNSUR IMPURITAS DALAM SERBUK U 3 SI 2 DENGAN MENGGUNAKAN ALAT ICPS

UNJUK KERJA METODE FLAME ATOMIC ABSORPTION SPECTROMETRY (F-AAS) PASCA AKREDITASI

ANALISIS THORIUM MENGGUNAKAN SPEKTROFOTO METER UV-VIS

PENGUKURAN KANDUNGAN Fe DALAM PADUAN AlFeNi MENGGUNAKAN PENGOMPLEKS AMONIUM TIOSIANAT DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS

PENGUJIAN KADAR AIR, RASIO DIU, KANDUNGAN F DAN CL, DAN KEKASARAN PERMUKAAN PELET UOz SINTER

PENGARUH KANDUNGAN NIOBIUM TERHADAP MIKROSTRUKTUR, KOMPOSISI KIMIA DAN KEKERASAN PADUAN Zr Nb Fe Cr

SNI Standar Nasional Indonesia

BAB III METODE PENELITIAN

Analisis Kolorimetri Kadar Besi(III) dalam Sampel Air Sumur dengan Metoda Pencitraan Digital

PENGENDALIAN MUTU METODE NYALA SPEKTROMETRI SERAPAN ATOM (SSA) DENGAN UJI

PENYIAPAN LARUTAN URANIL NITRAT UNTUK PROSES KONVERSI KIMIA MELALUI EVAPORASI

PEMURNIAN GARAM DAPUR MELALUI METODE KRISTALISASI AIR TUA DENGAN BAHAN PENGIKAT PENGOTOR NA 2 C 2 O 4 NAHCO 3 DAN NA 2 C 2 O 4 NA 2 CO 3

ANALISIS KOMPOSISI BAHAN DAN SIFAT TERMAL PADUAN AlMgSi-1 TANPA BORON HASIL SINTESIS UNTUK KELONGSONG ELEMEN BAKAR REAKTOR RISET

UJI BANDING METODA SSA DAN AAN PADA ANALISIS UNSUR MAYOR DAN MINOR DALAM MINERAL ZIRKON KALIMANTAN

KOMPARASI HASIL ANALISIS KOMPOSISI KIMIA DI DALAM PADUAN U-Zr-Nb DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK XRF DAN AAS

IRADIASI NEUTRON PADA BAHAN SS316 UNTUK PEMBUATAN ENDOVASCULAR STENT

MEMPELAJARI PENGARUH LOGAM TANAH JARANG SERIUM (Ce) dan. LANTANUM (La) PADA ANALISIS TORIUM DENGAN METODA PENDAR SINAR-

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

REAKSI TERMOKIMIA PADUAN AlFeNi DENGAN BAHAN BAKAR U 3 Si 2

PERBANDINGAN METODA OTOMATIS DAN MANUAL DALAM PENENTUAN ISOTOP Cs-137 MENGGUNAKAN SPEKTROMETER GAMMA

METODA GRAVIMETRI. Imam Santosa, MT.

VALIDASI PENETAPAN KADAR BESI DALAM SEDIAAN TABLET MULTIVITAMIN DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS

KUALIFIKASI ALAT POTENSIOMETER METROHM 682 UNTUK PENENTUAN KADAR URANIUM

OPTIMASI PENENTUAN KONSENTRASI URANIUM DENGAN METODA POTENSIOMETRI

VALIDASI METODE F-AAS UNTUK MEMPEROLEH JAMINAN MUTU PADA ANALISIS UNSUR Cd, Cu, Cr, Pb, DAN Ni DALAM CONTOH UJI LIMBAH CAIR

PEMISAHAN RADIONUKLIDA 137 CS DENGAN METODA PENGENDAPAN CSCLO 4

PROSES RE-EKSTRAKSI URANIUM HASIL EKSTRAKSI YELLOW CAKE MENGGUNAKAN AIR HANGAT DAN ASAM NITRAT

Laporan Praktikum KI-3121 Percobaan 06 Spektrofotometri Emisi Atom (Spektrofotometri Nyala)

PENGUKURAN SIFAT TERMAL ALLOY ALUMINIUM FERO NIKEL MENGGUNAKAN ALAT DIFFERENTIAL THERMAL ANALYZER

ANALISIS DUA KOMPONEN TANPA PEMISAHAN

VALIDASI METODA PENENTUAN UNSUR RADIOAKTIF Pb-212, Cs-137, K-40 DENGAN SPEKTROMETER GAMMA

PENENTUAN SIFAT THERMAL PADUAN U-Zr MENGGUNAKAN DIFFERENTIAL THERMAL ANALYZER

PERBANDINGAN HASIL ANALISIS BAHAN BAKAR U-Zr DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK XRF DAN SSA

Air dan air limbah Bagian 20 : Cara uji sulfat, SO 4. secara turbidimetri

PENGARUH KANDUNGAN URANIUM DALAM UMPAN TERHADAP EFISIENSI PENGENDAPAN URANIUM

PENGARUH KUAT ARUS, WAKTU EKSITASI DAN JARAK ELEKTRODE PADA PENENTUAN UNSUR B, Cd DAN Cr DI DALAM ZrO 2 DENGAN METODE SPEKTROGRAFI EMISI

PENENTUAN EFISIENSI EKSTRAKSI URANIUM PADA PROSES EKSTRAKSI URANIUM DALAM YELLOW CAKE MENGGUNAKAN TBP-KEROSIN

PENENTUAN KADAR BESI DALAM SAMPEL AIR SUMUR SECARA SPEKTROFOTOMETRI

KOMPARASI ANALISIS KOMPOSISI PADUAN AlMgSI1 DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK X RAY FLUOROCENCY (XRF) DAN EMISSION SPECTROSCOPY (

LAPORAN KIMIA ANALITIK KI3121. Percobaan 04 PENENTUAN KEKERUHAN AIR SECARA TURBIDIMETRI

PENGARUH WAKTU PENGAMBILAN SAMPLING PADA ANALISIS UNSUR RADIOAKTIF DI UDARA DENGAN MENGGUNAKAN SPEKTROMETER GAMMA

OPTIMASI PENGUKURAN KEAKTIVAN RADIOISOTOP Cs-137 MENGGUNAKAN SPEKTROMETER GAMMA

PENGARUH UNSUR Zr PADA PADUAN U-Zr DAN INTERAKSINYA DENGAN LOGAM Al TERHADAP PEMBENTUKAN FASA

PENGGUNAAN METODE INTENSITAS SINAR-X KARAKTERISTIK RELATIF Cr, Mn DAN Ni TERHADAP Fe PADA ANALISIS KANDUNGAN Cr, Mn DAN Ni, DALAM PADUAN BESI

PEMBUANTAN NIKEL DMG KIMIA ANORGANIK II KAMIS, 10 APRIL 2014

Transkripsi:

Pengaruh Pengotor Pada Penentuan Boron Dalam U 3 O 8 Menggunakan Metoda Spektrofluorometri Luminesen Giyatmi, Noviarty, Sigit PENGARUH PENGOTOR PADA PENENTUAN BORON DALAM U 3 O 8 MENGGUNAKAN SPEKTROFLUOROMETRI LUMINESEN Giyatmi*, Noviarty**, Sigit** * Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir, Jl. Babarsari, Kotak Pos 6101 YKBB, Yogyakarta e-mail : giat_78@yahoo.com ** Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir BATAN, Kawasan PUSPIPTEK Serpong, Tangerang (Diterima 10-08-2011, disetujui 27-03-2012) ABSTRAK PENGARUH PENGOTOR PADA PENENTUAN BORON DALAM U 3 O 8 MENGGUNAKAN SPEKTROFLUOROMETRI LUMINESEN. Kandungan Boron yang terdapat dalam bahan bakar nuklir U 3 O 8 sangat rendah, sehingga untuk menganalisisnya diperlukan alat analisis yang mempunyai kemampuan untuk menentukan unsur berkadar rendah. Dalam hal ini analisis dilakukan dengan menggunakan alat spektrofluorometri luminesen. Adanya unsur-unsur pengotor lain seperti Fe, Ni, Cr, Zr, Mo, Si, dan Cd dalam bahan bakar nuklir U 3 O 8 diduga akan berpengaruh pada pengukuran intensitas fluoresen boron. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh unsur-unsur pengotor Fe, Ni, Cr, Zr, Mo, Si, dan Cd terhadap pengukuran intensitas fluoresen boron. Hasil analisis menunjukkan bahwa unsur pengotor Fe berpengaruh terhadap penurunan intensitas hingga mencapai 89,92 % bila konsentrasi pengotor Fe 100. Untuk unsur Zr, Cr, Mo, Cd dengan konsentrasi masingmasing 100, penurunan intensitas tidak terlalu besar yaitu 6,60%, 8,99%, 13,41%, dan 8,24%. Sebaliknya pengotor Si mempengaruhi pada kenaikan intensitas fluoresen boron,, kenaikan intensitas mencapai 17,33 % untuk konsentrasi Si 25. Unsur Ni berpengaruh pada kenaikan dan penurunan intensitas fluoresen boron, kenaikan intensitas 4,30%-7,70% terjadi pada kandungan Ni 5 dan penurunan intensitas sebesar 3,70%-19,41% terjadi pada kandungan Ni diatas 30. Kata kunci: U 3 O 8, boron, spektrofluorometri luminesen ABSTRACT THE INFLUENCE OF IMPURITIES ON THE DETERMINATION OF BORON IN U 3 O 8 USING SPECTROFLUOROMETRY LUMINESENCE METHOD. The content of Boron that exist in U 3 O 8 nuclear fuel is low, so that to analysis it needed equipment which has ability to determine low content element. In the case, analysis were performed by using luminesence spectrofluorometry. However, on existence of the impurities such as Fe, Si, Ni, Zr, Cr, Mo and Cd in U 3 O 8 nuclear fuel was predicted influence the measurement of Boron fluoresence intensity. Therefore it was nesessary to do a research to understand the influence of impurities such as Fe, Si, Ni, Zr, Cr, Mo and Cd on the measurement of Boron fluoresence intensity. The analysis results showed that impurity of Fe influenced the decrease of intensity. The decrease of Fe intensity reached 89,92 % if concentration of Fe impurity was 100. For Zr, Cr, Mo, Cd with each concentration 100, its decrease of their intensity were not so big namely 6,60 %, 8,99%, 13,41 %, and 8,24 %. On the other, Si impurity influence was an increasing of boron fluoresence intensity. The increasing of intensity reached 17,33 % for Si concentration 25. J.Tek. Bhn. Nukl. 49

J.Tek. Bhn. Nukl. Vol. 8 No. 1 Januari 2012: 1-66 ISSN 1907 2635 261/AU1/P2MBI/05/2010 (Masa berlaku Akreditasi s/d Mei 2012) The Ni element influences on increacing and decreasing of boron fluoresence intensity. The increase of intensity 4,3 % 7,70 % occurred at Ni content from 5 to 30, which the decreasing of intensity 3,7 19,41 % occurred at Ni content above 30. Keywords: U 3 O 8, boron, Spectrofluorometry Luminescence I. PENDAHULUAN Serbuk U 3 O 8 adalah salah satu bahan baku untuk pembuatan elemen bahan nuklir. Sebelum digunakan, serbuk U 3 O 8 tersebut harus melalui tahap uji kualitas bahan. Uji kualitas bahan bakar nuklir U 3 O 8 bertujuan untuk melakukan kendali kualitas terhadap produksi elemen bakar, agar produksi elemen bakar yang dihasilkan sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan. Uji kualitas bahan tersebut diantaranya adalah analisis unsur pengotor yang terdapat dalam bahan bakar tersebut [1]. Boron adalah salah satu unsur pengotor yang terdapat dalam serbuk U 3 O 8. Boron mempunyai tampang lintang/serapan netron yang besar yaitu 4020 Barn, sehingga keberadaannya dalam bahan bakar nuklir sangat dibatasi, umumnya sekitar 10. Analisis Boron dalam bahan bakar nuklir dapat dilakukan dengan menggunakan alat spektrofluorometer luminesen. Analisis dapat dilakukan dengan menggunakan metoda standar eksternal yaitu dengan memasukkan hasil pengukuran intensitas fluoresen sampel ke dalam persamaan garis regresi linear yang diperoleh dari pengukuran intensitas deret larutan standar. Selain itu, analisis kandungan boron juga dapat dilakukan dengan menggunakan metoda addisi standar, atau metoda standar internal. Metoda tersebut dilakukan dengan cara memasukkan hasil pengukuran intensitas fluoren dari sampel ke dalam persamaan garis regresi linear yang diperoleh dari pengukuran intensitas deret larutan standar yang telah ditambah dengan sejumlah sampel tersebut, sehingga kandungan boron dalam sampel dapat diketahui. Analisis boron neutron capture therapy dapat dilakukan dengan spektrometri atomik, radioanalitik dan teknik pencitraan. Cara lain penentuan boron adalah kalorimetri, polarografi, fluorometri, gravimetri, titrimetri tergantung kandungannya. Dipilih metoda spektrofluorometri luminesen karena kandungannya sesuai [2,3]. Analisis boron secara spektrofluorometri luminesen dapat menggunakan metoda standar eksternal namun keberadaan boron dalam sampel bahan bakar U 3 O 8 tidak dapat dideteksi, sedangkan analisis boron menggunakan metoda standar internal, keberadaan boron dalarn sampel dapat dideteksi, tetapi hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan spesifikasi yang diberikan oleh pabrikan. Hal ini diduga karena adanya pengotor-pengotor lain yang terdapat dalarn sampel bahan bakar U 3 O 8 tersebut seperti unsur Fe, Ni, Si, Zr, Cr, Mo, dan Cd yang mempengaruhi pengukuran intensitas fluoresen dari boron [4,5]. dengan mempertimbangkan hasil analisis di atas, dipandang perlu dilakukan penelitian tentang sejauh mana pengaruh gangguan dari unsur-unsur pengotor U 3 O 8 terhadap pengukuran intensitas fluoresen boron, sehingga untuk menganalisis boron dengan menggunakan spektrofluorometri luminesen ini keberadaan unsur-unsur pengotor lain yang terdapat dalam bahan bakar U 3 O 8 dapat diantisipasi dengan menghilangkan atau dengan meminimalkannya. Dengan demikian analisis boron menggunakan alat spektrofluorometer luminesen dapat dilakukan dangan harapan hasilnya dapat dimanfaatkan untuk keperluan kendali kualitas bahan bakar 50 J.Tek. Bhn. Nukl.

Pengaruh Pengotor Pada Penentuan Boron Dalam U 3 O 8 Menggunakan Metoda Spektrofluorometri Luminesen Giyatmi, Noviarty, Sigit nuklir. Metode analisa kimia spektrofluorometri ini sangat selektif, pemakaiannya terbatas pada senyawa senyawa yang berfluoresensi atau yang dapat berfluoresensi [6]. II. TATA KERJA Bahan yang digunakan yaitu larutan standar boron Spex, benzoin, glysin, larutan standar Fe, Ni, Si, Mo, Zr, dan Cd Spex, air bebas mineral, standar ovalen. Peralatan yang digunakan yaitu seperangkat alat Spektrofluorometer luminesen LS-5B [7] timbangan analitis, pemanas listrik dan peralatan gelas. Cara kerja yang dilakukan adalah sbb.: a. Kalibrasi alat Spektrofluorometer Luminesen Kalibrasi dilakukan dengan bahan standar ovalen, dengan cara penyapuan panjang gelombang eksitasi dan emisi dari alat spektrofluorometer luminesen. Daerah kerja eksitasi disapukan pada panjang gelombang (λ) 230-720 nm, sedangkan daerah kerja emisi disapukan pada panjang gelombang 250-800 nm. Hasil penyapuan panjang gelombang tersebut disesuaikan dengan spesifikasi panjang gelombang untuk bahan standar kalibrasi ovalen [8]. b. Pembuatan sampel simulasi boron Pembuatan sampel simulasi boron dibuat dengan mengencerkan l ml larutan standar spex boron 10.000 dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml dengan air bebas mineral hingga diperoleh larutan sampel simulasi boron dengan konsentrasi 100. c. Pembuatan larutan standar Fe Pembuatan larutan standar Fe dilakukan dengan cara mengencerkan l ml larutan standar spex Fe 10.000 dalam labu ukur l0 ml dengan air bebas mineral hingga diperoleh larutan standar Fe dengan konsentrasi 1000. d. Pembuatan larutan Benzoin Pembuatan larutan benzoin dilakukan dengan cara melarutkan 0,0165 g benzoin dengan air bebas rnineral sambil dipanaskan hingga larut. Larutan tersebut lalu dimasukkan ke dalam labu ukur 500 ml dengan air bebas mineral, sehingga diperoleh larutan benzoin dengan konsentrasi 30. e. Penentuan pengaruh unsur pengotor Fe Penentuan pengaruh unsur pengotor Fe terhadap intensitas sinar fluoresen boron dilakukan dengan menambahkan larutan standar Fe ke dalam larutan sampel simulasi boron 1, dengan konsentrasi larutan standar Fe yang bervariasi. Sampel simulasi boron 1 dibuat dari larutan sampel 100, dimasukkan ke dalam labu ukur l0 ml, ditambahkan larutan standar Fe dengan variasi konsentrasi 0, 0,5, l, 5, 10 25 50 75 100 dan l25, kemudian ditambahkan masing-masing 3 ml larutan glysin 100 dan ditepatkan hingga tanda batas dengan larutan benzoin 30. Selanjutnya dilakukan pengukuran intensitas sinar boron-benzoin pada panjang gelombang 320 nm dan 357 nm untuk daerah eksitasi dan untuk daerah emisi. f. Pembuatan larutan standar Si. Larutan standar Si dibuat dengan cara mengambil 1 rnl larutan standar spex Si 10.000, dimasukkan ke dalam labu ukur 10 ml, diberi air bebas mineral hingga diperoleh larutan standar Si dengan konsentrasi 1000. g. Penentuan pengaruh unsur pengotor Si Penentuan pengaruh unsur pengotor Si terhadap intensitas sinar fluoresen boron dilakukan dengan menambahkan J.Tek. Bhn. Nukl. 51

J.Tek. Bhn. Nukl. Vol. 8 No. 1 Januari 2012: 1-66 larutan standar Si ke dalam larutan sampel simulasi boron 1, dengan konsentrasi larutan standar Si yang bervariasi. Sampel simulasi boron l tersebut dibuat dari larutan sampel l00, dimasukkan ke dalam labu ukur l0 ml, ditambahkan larutan standar Si dengan variasi konsentrasi 0, 1, 2,5, 5, 10, 25, 50, 100 dan 125, kemudian ditambahkan masing- masing 3 ml larutan glysin 100 dan ditepatkan hingga tanda batas dengan larutan benzoin 30. Kemudian dilakukan pengukuran intensitas sinar boron benzoin pada panjang gelombang 320 nm dan 357 nm untuk daerah eksitasi dan untuk daerah emisi. h. Pembuatan larutan standar Ni Larutan standar Ni dibuat dengan cara mengencerkan l0 ml larutan standar dengan air bebas mineral, hingga diperoleh larutan standar Ni dengan konsentrasi 1000. i. Penentuan pengaruh unsur pengotor Ni Penentuan pengaruh unsur pengotor Ni terhadap intensitas sinar fluoresen boron dilakukan dengan menambahkan larutan standar Ni ke dalam larutan sampel simulasi boron l, dengan konsentrasi larutan standar Ni yang bervariasi. Sampel simulasi boron 1 dari larutan sarnpel 100, dimasukkan ke dalam labu ukur 10 ml, ditambahkan larutan standar Ni dengan variasi konsentrasi 0, 5 10 30 50 100 dan 150, 200, kemudian ditambahkan masing masing 3 ml larutan glysin l00 dan ditepatkan hingga tanda batas dengan larutan benzoin 30. Selanjutnya dilakukan pengukuran intensitas sinar boron benzoin pada panjang gelombang 320 nm dan 357 nm untuk daerah eksitasi dan untuk daerah emisi. ISSN 1907 2635 261/AU1/P2MBI/05/2010 (Masa berlaku Akreditasi s/d Mei 2012) j. Pembuatan larutan standar Zr Pembuatan larutan standar Zr dilakukan dengan cara mengencerkan l ml larutan standar spex Zr 10.000 di dalam labu ukur l0 ml dengan air bebas mineral hingga diperoleh larutan standar Zr dengan konsentrasi 1000. k. Penentuan pengaruh unsur pengotor Zr Penentuan pengaruh unsur Zr terhadap intensitas sinar fluoresen boron dilakukan dengan menambahkan larutan standar Zr ke dalam larutan sampel simulasi boron 1, dengan konsentrasi larutan standar Zr yang bervariasi. Ke dalam sampel simulasi boron 1 dalam labu ukur 10 ml, ditambahkan larutan standar Zr dengan variasi konsentrasi 0, l0, 30, 50, 100 dan 150, kemudian ditambahkan masing-masing 3 ml larutan glysin 100 dan ditepatkan hingga tanda batas dengan larutan benzoin 30. Selanjutnya dilakukan pengukuran intensitas sinar boron-benzoin pada panjang gelombang 320 nm dan 357 nm untuk daerah eksitasi dan untuk daerah emisi. l. Pembuatan larutan standar Cr Pembuatan larutan standar Cr dilakukan dengan cara mengencerkan l ml larutan standar spex Cr 10.000 di dalam labu ukur 10 ml dengan air bebas mineral, hingga diperoleh larutan standar Cr dengan konsentrasi 1000. m. Penentuan pengaruh unsur pengotor Cr Penentuan pengaruh unsur Cr terhadap intensitas sinar fluoresen boron dilakukan dengan menambahkan larutan standar Cr ke dalam larutan sampel simulasi boron 1, dengan konsentrasi larutan standar Cr yang bervariasi. Ke dalam sampel simulasi boron 1 dalam labu ukur 10 ml, ditambahkan larutan standar Cr dengan variasi konsentrasi 0, 5, 10 52 J.Tek. Bhn. Nukl.

Pengaruh Pengotor Pada Penentuan Boron Dalam U 3 O 8 Menggunakan Metoda Spektrofluorometri Luminesen Giyatmi, Noviarty, Sigit 30,50,100 dan 150, kemudian ditambahkan masing-masing 3 ml larutan glysin 100 dan ditepatkan hingga tanda batas dengan larutan benzoin 30. Kemudian dilakukan pengukuran intensitas sinar boron-benzoin pada panjang gelombang 320 nm dan 357 nm untuk daerah eksitasi dan daerah emisi. n. Pembuatan larutan standar Mo Larutan standar Mo dibuat dangan cara mengencerkan l ml larutan standar spex Mo 10.000 yang dimasukkan ke dalam labu ukur10 ml dengan air bebas mineral, sehingga diperoleh larutan standar Mo dengan konsentrasi 1000. o. Penentuan pengaruh unsur pengotor Mo Penentuan pengaruh unsur Mo terhadap intensitas sinar fluoresen boron dilakukan dengan menambahkan larutan standar Mo ke dalam larutan sampel simulasi boron 1, dengan konsentrasi larutan standar Mo yang bervariasi. Sampel simulasi boron 1 dalam labu ukur l0 ml, ditambahkan larutan standar Mo dengan variasi konsentasi 0, 1, 5, 10, 50, 100, kemudian ditambahkan masing-masing 3 ml larutan glysin 100 dan masing-masing ditepatkan hingga tanda batas dengan larutan benzoin 30. Selanjutnya dilakukan pengukuran intensitas sinar boron-benzoin pada panjang gelombang 320 nm untuk daerah eksitasi dan pada panjang gelombang 357 nm untuk daerah emisi. p. Pembuatan larutan standar Cd Pembuatan larutan standar Cd dilakukan dengan cara mengencerkan l ml larutan standar spex Cd 10.000 yang dimasukkan ke dalam labu ukur 10 ml, dengan air bebas mineral hingga diperoleh larutan standar Cd dengan konsentrasi 1000. q. Penentuan pengaruh unsur pengotor Cd Penentuan pengaruh unsur Cd terhadap intensitas sinar fluoresen boron dilakukan dengan menambahkan larutan standar Cd ke dalam larutan sampel simulasi boron 1, dengan konsentrasi larutan standar Cd yang bervariasi. ke dalam sampel simulasi boron 1 dalam labu ukur 10 ml, ditambahkan larutan standar Cd dengan dengan variasi konsentrasi 0, 1, 5, 10, 50, 100, kemudian ditambahkan masing masing 3 ml larutan glysin 100 dan masingmasing ditepatkan hingga tanda batas dengan larutan benzoin 30, selanjutnya dilakukan pengukuran intensitas sinar boron-benzoin pada panjang gelombang 320 nm dan 357 nm untuk daerah eksitasi dan daerah emisi. III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Kalibrasi alat luminesen. Pada kalibrasi alat luminesen dengan bahan standar kalibrasi ovalen menunjukkan bahwa alat masih dalam keadaan terkalibrasi dengan baik, hal ini ditunjukkan dari hasil pengukuran panjang gelombang eksitasi dan emisi untuk bahan standar ovalen, sesuai dengan spesifikasi bahan standar kalibrasi ovalen yaitu 482 nm untuk panjang gelombang emisi, dan 342 nm untuk panjang gelombang eksitasi, seperti pada Gambar 1. J.Tek. Bhn. Nukl. 53

J.Tek. Bhn. Nukl. Vol. 8 No. 1 Januari 2012: 1-66 ISSN 1907 2635 261/AU1/P2MBI/05/2010 (Masa berlaku Akreditasi s/d Mei 2012) Gambar 1. Spektrum kalibrasi panjang gelombang Ovalen 3.2. Pengaruh unsur pengotor Fe Pengaruh unsur Fe terhadap intensitas sinar fluoresen boron dilakukan dengan memvariasikan konsentrasi Fe dari 0 hingga 125 terhadap larutan standar boron 1. Hasil pengukuran intensitas tersebut dapat dilihat pada Gambar 2. Keberadaan unsur Fe ini menurunkan intensitas sinar fluoresen boron dimana semakin besar kandungan Fe yang terdapat dalam larutan sampel boron intensitas yang dihasilkan akan semakin kecil, sehingga keberadaan unsur Fe dalam pengukuran intensitas sinar fluoresen boron ini sangat mengganggu analisis. Penurunan intensitas dari boron yang diakibatkan oleh keberadaan unsur Fe adalah karena ikatan yang terjadi antara Fe dengan benzoin tidak berfluoresen, sedangkan ikatan boron dengan benzoin menghasilkan fluoresensi, sehingga melemahkan intensitas fluoresen yang dihasilkan benzoin [8]. Hal ini terlihat dari scanning panjang gelombang intensitas dari Fe-benzoin pada Gambar 3 dan persentase penurunan intensitas sinar fluoresen boron benzoin akibat dari keberadaan pengotor Fe ditunjukkan dalam Tabel 1. Gambar 2. Pengaruh konsentrasi pengotor Fe terhadap intensitas sinar fluoresen larutan kompleks boron-benzoin. 54 J.Tek. Bhn. Nukl.

Pengaruh Pengotor Pada Penentuan Boron Dalam U 3 O 8 Menggunakan Metoda Spektrofluorometri Luminesen Giyatmi, Noviarty, Sigit Gambar 3. Hubungan intensitas sinar fluoresen dengan panjang gelombang larutan B-benzoin, Benzoin, Fe-Benzoin. Tabel 1. Pengaruh pengotor Fe terhadap persentase penurunan intensitas fluoresen larutan komplek boron-benzoin. boron, pengotor Intensitas fluoresen boron Penurunan intensitas, % 1 0 67,5 0 1 0,5 65,8 2,52 1 1 60,4 10,52 1 5 46,9 30,51 1 10 41,6 38,37 1 25 22,7 66,37 1 50 13,7 79,70 1 75 8,10 88,00 1 100 6,80 89,92 1 125 5,80 91,40 Semakin besar konsentrasi pengotor Fe maka persentase penurunan intensitas yang terjadi semakin besar pula. Bahkan pada konsentrasi 125 persentase penurunan intensitas fluoresen boron yang terjadi hampir 100%. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa fluoresen dari boron sudah tidak terlihat lagi akibat adanya faktor self quenching karena konsentrasi unsur yang besar. 3.3. Pengaruh unsur Pengotor Si Variasi konsentrasi Si dari konsentrasi 0 hingga 25 terhadap larutan standar boron 1 memberikan hasil pengukuran intensitas seperti terlihat pada Gambar 4. Keberadaan unsur Si dapat menaikkan intensitas sinar fluoresen boron, hingga kandungan Si 10. Sedangkan untuk konsentrasi diatas 10 sudah tidak berpengaruh lagi terhadap intensitas boron. Hal tersebut disebabkan oleh terjadinya ikatan antara Si dengan benzoin yang juga berfluoresensi pada panjang gelombang yang sama dengan fluoresen panjang gelombang boron - benzoin, sehingga fluoresen boronbenzoin diperkuat oleh fluoresen yang dihasilkan Si-benzoin. Hal ini dapat dilihat dari scaning panjang gelombang Si-benzoin pada Gambar 5. Pengaruh keberadaan pengotor Si terhadap prosen-tase kenaikan intensitas sinar fluoresen larutan kompleks boron J.Tek. Bhn. Nukl. 55

J.Tek. Bhn. Nukl. Vol. 8 No. 1 Januari 2012: 1-66 benzoin dapat dilihat pada Tabel 2. Semakin besar konsentrasi pengotor Si, maka persentase kenaikan intensitas yang terjadi akan semakin besar sampai konsentrasi Si mencapai 10. Di atas ISSN 1907 2635 261/AU1/P2MBI/05/2010 (Masa berlaku Akreditasi s/d Mei 2012) konsentrasi tersebut persentase kenaikan intensitas relatif konstan yaitu 17,48 %. Gambar 4. Pengaruh konsentrasi pengotor Si terhadap intensitas sinar fluoresen larutan kompleks boron - benzoin Gambar 5. Hubungan intensitas sinar fluoresen dengan panjang gelombang larutan B-benzoin, benzoin dan Si-benzoin Tabel 2. Pengaruh pengotor Si terhadap persentase kenaikan intensitas sinar fluoresen larutan kompleks boron-benzoin boron, pengotor Si, Intensitas fluoresen boron Penurunan intensitas, % 1 0 67,5 1 2,5 70,3 4,15 1 5 76,5 10,52 1 10 79,3 17,48 1 25 79,2 17,33 56 J.Tek. Bhn. Nukl.

Pengaruh Pengotor Pada Penentuan Boron Dalam U 3 O 8 Menggunakan Metoda Spektrofluorometri Luminesen Giyatmi, Noviarty, Sigit 3.4. Pengaruh unsur pengotor Ni Hasil pengukuran intensitas dengan memvariasikan konsentrasi Ni dari konsentrasi 0 hingga 200 ditunjukkan dalam Gambar 6. Keberadaan unsur Ni ini dapat menaikkan intensitas sinar fluoresen boron sama halnya dengan pengaruh dari unsur Si, hanya saja kenaikan intensitas yang ditunjukkan berlangsung hingga kandungan Ni 30, sedangkan untuk konsentrasi di atas 30 intensitas yang ditunjukkan telah berkurang atau semakin kecil. Ikatan yang terjadi antara Ni dengan benzoin juga berfluoresensi pada panjang gelombang yang sama dengan boron-benzoin dan Si-benzoin. Hal ini dapat ditunjukkan pada Gambar 7. Intensitas sinar yang turun setelah Ni ditambahkan diatas 30 disebabkan karena kelebihan unsur Ni yang tidak terikat lagi dengan benzoin, dan menyebabkan terjadinya self quenching. Pengaruh keberadaan pengotor Ni terhadap prosen-tase kenaikan/penurunan intensitas sinar fluoresen larutan kompleks boron-benzoin dapat dilihat pada Tabel 3. Persentase kenaikan intensitas fluoresen boron terjadi hingga kandungan Ni 30 dengan persentase kenaikan 7,70%, sedangkan pada kandungan diatas Ni 30 terjadi penurunan hingga mencapai 19,41%. Gambar 6. Pengaruh konsentrasi pengotor Ni terhadap intensitas sinar fluoresen larutan kompleks boron -benzoin Gambar 7. Hubungan intensitas sinar fluoresen dengan panjang gelombang larutan B-benzoin, benzoin dan Ni- benzoin. J.Tek. Bhn. Nukl. 57

J.Tek. Bhn. Nukl. Vol. 8 No. 1 Januari 2012: 1-66 ISSN 1907 2635 261/AU1/P2MBI/05/2010 (Masa berlaku Akreditasi s/d Mei 2012) Tabel 3. Pengaruh pengotor Ni terhadap persentase kenaikan/penurunan intensitas sinar fluoresen larutan kompleks boron - benzoin boron, Ni, Intensitas fluoresen boron Kenaikan Intensitas, % Penurunan Intensitas, % 1 0 67,5 0-1 5 70,4 4,30-1 10 71,8 6,37-1 30 72,7 7,70-1 50 65-3,70 1 100 63-6,67 1 150 58,7-13,04 1 200 54,4-19,41 3.5. Pengaruh unsur pengotor Zr Hasil pengukuran intensitas sinar fluoresen boron karena pengaruh konsentrasi Zr ditunjukkan dalam Gambar 8. Keberadaan unsur Zr tidak terlalu mempengaruhi intensitas yang diberikan oleh kompleks boron-benzoin. Penurunan intensitas fluoresen yang terjadi hanya karena konsentrasi Zr yang ditambahkan besar sehingga menyebabkan terjadinya faktor self quenching. Zirkonium juga dapat membentuk kompleks dengan benzoin, dan juga berfluoresen pada panjang gelombang yang sama dengan B-benzoin, Sibenzoin, dan Ni-benzoin. Intensitas fluoresen yang diberikan sama kuatnya dengan intensitas fluoresen dari B-benzoin. Hal ini ditunjukkan dalam Gambar 9. Pengaruh keberadaan pengotor Zr ini terhadap persentase penurunan intensitas sinar fluoresen boron-benzoin dapat dilihat pada Tabel 4. Penurunan intensitas sinar fluoresen boron untuk konsentrasi pengotor dari 0 hingga 100 adalah 0 % sampai 6,60 %. Gambar 8. Pengaruh konsentrasi pengotor zr terhadap intensitas sinar fluoresen larutan kompleks boron-benzoin 58 J.Tek. Bhn. Nukl.

Pengaruh Pengotor Pada Penentuan Boron Dalam U 3 O 8 Menggunakan Metoda Spektrofluorometri Luminesen Giyatmi, Noviarty, Sigit Gambar 9. Hubungan intensitas sinar fluoresen dengan panjang gelombang larutan B-benzoin, benzoin dan Zr-benzoin Tabel 4. Pengaruh pengotor Zr terhadap persentase penurunan intensitas sinar fluoresen larutan kompleks boron benzoin boron, Zr, Intensitas fluoresen boron Penurunan Intensitas, % 1 0 66,7 0 1 5 65,7 1,50 1 5 64,5 3,30 1 10 62,9 5,70 1 25 62,8 5,85 1 100 62,3 6,60 3.6. Pengaruh unsur pengotor Cr Pengaruh konsentrasi Cr terhadap intensitas sinar fluoresen boron ditunjukkan pada Gambar 10. Keberadaan unsur Cr tidak terlalu mempengaruhi intensitas yang diberikan oleh kompleks boron-benzoin. Sama halnya dengan keberadaan pengotor Zr, penurunan intensitas fluoresen yang terjadi hanya karena konsentrasi Cr yang ditambahkan besar sehingga menyebabkan terjadinya faktor self quenching. Khrom juga dapat membentuk kompleks dengan benzoin, dan berfluoresen pada panjang gelombang yang sama dengan B-benzoin, Si-benzoin, Ni-benzoin dan Zrbenzoin. Intensitas fluoresen yang diberikan sama kuatnya dengan intensitas fluoresen dari B-benzoin, seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 11. Pengaruh keberadaan pengotor Cr terhadap persentase penurunan intensitas sinar fluoresen boron-benzoin dapat dilihat pada Tabel 5. Pengaruh pengotor Cr konsentrasi 0 hingga 100 terhadap persentase penurunan intensitas fluoresen boron adalah sebesar 0% sampai 8,99 %. J.Tek. Bhn. Nukl. 59

J.Tek. Bhn. Nukl. Vol. 8 No. 1 Januari 2012: 1-66 ISSN 1907 2635 261/AU1/P2MBI/05/2010 (Masa berlaku Akreditasi s/d Mei 2012) Gambar 10. Pengaruh konsentrasi pengotor Cr terhadap intensitas sinar fluoresen larutan kompleks boron-benzoin Gambar 11. Hubungan intensitas sinar fluoresen dengan panjang gelombang larutan B-benzoin, benzoin dan Cr-benzoin. Tabel 5. Pengaruh pengotor Cr terhadap persentase penurunan intensitas sinar fluoresen larutan kompleks boron benzoin. boron, Cr Intensitas fluoresen boron Penurunan intensitas, % 1 0 66,7 0 1 10 64,5 3,33 1 50 61,1 8,39 1 75 60,8 8,84 1 100 60,7 8,99 3.6. Pengaruh unsur pengotor Mo Untuk mengetahui pengaruh unsur Mo terhadap intensitas sinar fluoresen boron, dan juga sejauh mana pengaruh keberadaan unsur tersebut terhadap intensitas sinar fluoresen boron, dilakukan dengan memvariasikan konsentrasi Mo dari konsentrasi 0 hingga 200. Hasil pengukuran intensitas tersebut ditunjukkan dalam Gambar 12. Keberadaan unsur Mo, juga tidak terlalu mempengaruhi intensitas yang diberikan oleh kompleks boron-benzoin. Sama halnya dengan keberadaan pengotor Zr, dan Cr, penurunan intensitas fluoresen yang tejadi hanya karena konsentrasi Mo yang ditambahkan besar sehingga menyebabkan terjadinya faktor self quenching. Molibdenum juga dapat membentuk kompleks dengan benzoin, dan juga berfluoresen pada panjang gelombang 60 J.Tek. Bhn. Nukl.

Pengaruh Pengotor Pada Penentuan Boron Dalam U 3 O 8 Menggunakan Metoda Spektrofluorometri Luminesen Giyatmi, Noviarty, Sigit yang sama dengan B-benzoin, Si-benzoin, Ni-benzoin, Zr-benzoin dan Cr-benzoin. Intensitas fluoresen yang diberikan agak sedikit lemah dibandingkan intensitas fluoresen dari B-benzoin, hal ini ditunjukkan dalam Gambar 13. Pengaruh keberadaan pengotor Mo ini terhadap persentase penurunan intensitas sinar fluoresen boron-benzoin dapat dilihat pada Tabel 6. Pengaruh pengotor Mo konsentrasi 0 hingga 100 terhadap persentase penurunan intensitas fluoresen boron adalah sebesar 0 % sampai l3,l %. Gambar 12. Pengaruh konsentrasi pengotor Mo terhadap intensitas sinar fluoresen larutan kompleks boron-benzoin Gambar 13. Hubungan intensitas sinar fluoresen dengan panjang gelombang larutan B-benzoin, benzoin dan Mo benzoin. Tabel 6. Pengaruh pengotor Mo terhadap persentase penurunan intensitas sinar fluoresen larutan kompleks boron - benzoin. boron, Mo Intensitas fluoresen boron Penurunan intensitas, % 1 0 75,3 0 1 10 72,9 3,19 1 50 69,9 7,17 1 75 67,4 1,49 1 100 65,2 13,41 1 150 62,2 17,40 1 200 58,7 22,04 J.Tek. Bhn. Nukl. 61

J.Tek. Bhn. Nukl. Vol. 8 No. 1 Januari 2012: 1-66 3.7. Pengaruh unsur pengotor Cd Pada Gambar 14 dapat dilihat pengaruh pengaruh unsur Cd terhadap intasitas sinar fluoresen boron. Keberadaan unsur Cd sama halnya dengan keberadaan unsur Zr, Cr dan Mo tidak terlalu mempengaruhi intensitas yang diberikan oleh kompleks boron-benzoin. Penurunan intensitas sinar baru terjadi pada konsentrasi Cd diatas l0 dan penurunan intensitas yang terjadi tidak lain hanya karena faktor self quenching. Kadmium sebagaimana unsur lainnya seperti Zr, Cr, dan Mo, juga membentuk kompleks dengan benzoin dan memberikan fluoresen pada panjang gelombang yang sama dengan boron-benzoin, sehingga keberadaannya juga ISSN 1907 2635 261/AU1/P2MBI/05/2010 (Masa berlaku Akreditasi s/d Mei 2012) akan mempengaruhi pengukuran intensitas dari boron-benzoin. Besarnya intensitas fluoresen yang diberikan hampir sama dengan intensitas fluoresen B-benzoin, hal ini ditunjukkan dalam Gambar 15. Pengaruh keberadaan pengotor Cd ini terhadap persentase penurunan intensitas sinar fluoresen boron-benzoin dapat dilihat pada Tabel 7. Pengaruh pengotor Cd sampai dengan konsentrasi 10 masih belum tampak. Setelah konsentrasi Cd 50, pengaruh pengotor Cd mulai nampak yaitu dengan terjadi penurunan intensitas sebesar 3,29%. Untuk konsentrasi Cd yang tinggi yaitu 200 persentase penurunan intensitas mencapai 17,09%. Gambar 14. Pengaruh konsentrasi pengotor Cd terhadap intensitas sinar fluoresen larutan kompleks boron-benzoin Gambar l5. Hubungan intensitas sinar fluoresen dengan panjang gelombang larutan B-benzoin, benzoin dan Cd-benzoin 62 J.Tek. Bhn. Nukl.

Pengaruh Pengotor Pada Penentuan Boron Dalam U 3 O 8 Menggunakan Metoda Spektrofluorometri Luminesen Giyatmi, Noviarty, Sigit Tabel 7. Pengaruh pengotor Cd terhadap persentase penurunan intensitas sinar fluoresen larutan kompleks boron benzoin. boron, Cd, Intensitas fluoresen boron Penurunan intensitas, % 1 0 66,7 0 1 10 66,7 0 1 50 64,5 3,29 1 100 61,2 8,24 1 150 58,8 11,84 1 200 55,3 17,09 IV. KESIMPULAN 1. Unsur Fe, Zr, Cr, Mo dan Cd berpengaruh terhadap pengukuran intensitas sinar fluoresen boron yaitu terjadinya penurunan yang disebabkan oleh peristiwa peredaman (self quenching). 2. Pengaruh Fe terhadap penurunan intensitas sinar fluoresen boron sangat besar, dengan konsentrasi Fe 100 terjadi penurunan sebesar 89,92 %. Tetapi unsur Zr, Cr, Mo, Cd pengaruhnya terhadap intensitas fluoresen boron relatif kecil dibandingkan dengan pengaruh yang disebabkan oleh unsur Fe. Untuk konsentrasi Zr, Cr, Mo, Cd 100, penurunan intensitas fluoresen boron masing masing 6,60 %, 8,99 %, 13,41 % dan 8,24 %. 3. Unsur Si memberikan pengaruh terhadap pengukuran intensitas boron yaitu menyebabkan terjadinya kenaikan intensitas. Pada konsentrasi Si 2,5 dan 25 kenaikan intensitas masing masing besarnya 4,15 % dan 17,33 %. 4. Unsur Ni memberikan pengaruh pada pengukuran intensitas boron secara berlawanan. Untuk konsentrasi Ni 5 hingga 30 terjadi kenaikan intensitas hingga 7,7 %. Sebaliknya jika konsentrasi Ni diatas 30 terjadi penurunan mencapai 19,41 %. 5. Adanya unsur-unsur pengotor mempengaruhi pengukuran intensitas fluoresen boron, sehingga dalam analisis boron dalam U 3 O 8 perlu diperhatikan. V. DAFTAR PUSTAKA 1. Boybul, (1997), Analisis Bahan Bakar Nuklir, Buletin Daur Bahan Bakar Nuklir Urania, No. 9-10/Th III, ISSN 0852 4777 2. Probst, T.U., (1999), Methods For Boron Analysis In Boron Neutron Capture Therapy, Fresenius Journal of Analytical Chemistry, Vol. 364, No. 5, 392-403, DOI: 10.1007/s002160051356 3. Anonim, (1991), New Brunswick Laboratory Certified Reference Materials Certificate of Analysis, CRM(1-7) 4. Yusuf Nampira dkk., (1996), Pengaruh Ion Pengotor Pada Penentuan Uranium Secara Spektrofluorometri, Prosiding Presentasi Ilmiah Daur Bahan Bakar Nuklir II, Jakarta. 5. Purwadi Kasino Putra, (1977), Spektrofluorometri, Pelatihan Keahlian Analisis Kimia Bahan Bakar Nuklir Secara Spektrometri 6. R.A. Day, JR. and A.L. Underwood, (1983), Analisa Kimia Kuantitatif, Edisi ke 4, Penterjemah Drs. R. Soendoro, Penerbit Erlangga 7. Perkin Elmer, (1981), Operator s Manual Luminescence Spectrometer LS- J.Tek. Bhn. Nukl. 63

J.Tek. Bhn. Nukl. Vol. 8 No. 1 Januari 2012: 1-66 5, Perkin Elmer Ltd, Beaconsfield, Buckinghamshire, England 8. Noviarty, (2004), Kualifikasi Alat Luminesen Untuk Menentukan ISSN 1907 2635 261/AU1/P2MBI/05/2010 (Masa berlaku Akreditasi s/d Mei 2012) Kandungan Boron Dalam Bahan Bakar U 3 O 8, PTBN BATAN, Serpong 64 J.Tek. Bhn. Nukl.