BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan saat ini, sangat diharapkan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah sebagai salah satu komponen dari pendidikan yang eksistensinya

BAB I PENDAHULUAN. tergantung pada unsur manusianya. Unsur manusia yang paling menentukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar yang dengan sengaja dirancang untuk

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan sumber daya tersebut. Sebagai institusi pendidikan, sekolah

BAB I PENDAHULUAN. selalu dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia. Masyarakat Indonesia dengan laju. peningkatan sumber daya manusia. Mulyasa (2011:3) mengemukakan:

BAB I PENDAHULUAN. signifikan tanpa didukung oleh guru yang profesional dan berkualitas.

institusional, instruksional, dan eksperiensial. Pencapaiaan tujuan dalam proses

BAB I PENDAHULUAN. strategis terhadap pencapaian tujuan dari program-program yang telah ditetapkan oleh sekolah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu alternatif untuk mengatasi berbagai krisis yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan fungsinya sebagai khalifah di bumi. Pendidikan adalah proses. dan khususnya melalui persekolahan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu aspek pembangunan sekaligus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan suatu negara, pendidikan memegang peranan yang

BAB I PENDAHULUAN. Dinas pendidikan pemuda dan olahraga memiliki kebijakan mutu yaitu

BAB I PENDAHULUAN. pemimpin kelas, dan berbagai peran lainnya. Sejatinya guru adalah sebagai. penjamin mutu pendidikan yang paling terdepan.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunannya masih menghadapi masalah pendidikan yang berat, terutama

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas yang mampu melahirkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Karena

BAB I PENDAHULUAN. mengusahakan tercapainya pendidikan nasional. Sistem Pendidikan Nasional

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. proses pembelajaran yang merupakan inti dari kegiatan sekolah.

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan, tanpa aspek manusia sulit kiranya instansi untuk mengembangkan

BAB I PENDAHULUHUAN. A. Latar Belakang Masalah. UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. tergolong cukup (48.51%). Komitmen afektif masih tergolong cukup dikarenakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Komitmen organisasional menjadi hal penting pada sebuah organisasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. potensi yang dimilikinya untuk kemajuan bangsa dan negara. Sejalan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Jawa Barat dan Banten Area Pelayanan dan Jaringan Bandung yang bergerak

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kesuksesan organisasi di masa depan. Kemampuan perusahaan. efektif dan efisien (Djastuti, 2011:2).

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. sekolah dengan keefektifan sekolah di MTs Kabupaten Labuhanbatu Utara.

BAB I PENDAHULUAN. kepemimpinannya. Pembahasan tentang kepuasan kerja karyawan tidak bisa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan dilakukan berdasarkan rancangan yang terencana dan terarah

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik dan lingkungannya. Artinya guru memiliki tugas dan tanggung

BAB I PENDAHULUAN. untuk memusatkan perhatian pada pengembangan SDM. soft skill yang di dalamnya terdapat unsur behavior dan attitude.

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaannya, seorang dengan tingkat kepuasan kerja tinggi menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan merupakan suatu sistem yang terdiri dari berbagai macam

BAB 1 PENDAHULUAN. modal dasar pembangunan nasional. Dengan kata lain manusia adalah unsur kerja

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Absen Guru Tahun Diklat /2013. Presentasi Kehadiran (%) 2010/ / /2013 Keterangan

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang.

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. salah satu diantaranya adalah turnover intention. Turnover menurut Robbins dan

BAB I PENDAHULUAN. Di era persaingan bisnis yang makin ketat seperti dewasa ini, sumber daya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sumber daya manusia yang kompetitif akan terlahir dari dunia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. individu menjadi tenaga kerja ahli yang terampil dan berkualitas. Ketika

BAB I PENDAHULUAN. operasional manajemen yang berisi kegiatan-kegiatan untuk memelihara dan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN. organisasi (Mowday, 1982, dalam Sopiah, 2008). Dalam hal ini yang

BAB I PENDAHULUAN. apabila ditunjang oleh sumber daya manusia yang berkualitas. serta biaya baru dalam merekrut karyawan baru.

2015 PENGARUH BUDAYA ORGANISASI TERHADAP LOYALITAS PEGAWAI DI KANTOR DINAS PENDIDIKAN KOTA BEKASI

BAB I PENDAHULUAN. mencapai tujuan, visi dan misi dari perusahaan. karyawan serta banyaknya karyawan yang mangkir dari pekerjaannya.

BAB I PENDAHULUAN. paling penting adalah soal kepemimpinan (Gunawan, Kompas, 20/01/2013).

BAB I PENDAHULUAN. karena di lembaga inilah setiap anggota masyarakat dapat mengikuti proses

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Kabupaten Bandung yang merupakan bagian integral dari sistem

BAB 1 PENDAHULUAN. Karyawan dalam suatu organisasi merupakan aset terpenting dalam

BAB I PENDAHULUAN. proses pemanusiaan dan kemanusiaan sudah diterima sepanjang sejarah

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi dinamika perubahan lingkungan. Kondisi tersebut menuntut

BAB I PENDAHULUAN. misi dan tujuan yang telah ditetapkan. Secanggih apapun peralatan dan perangkat

BAB I PENDAHULUAN. Kepuasan kerja (job satisfaction) merupakan sasaran penting dalam. yang memiliki lebih sedikit jumlah pegawai yang puas.

BAB I PENDAHULUAN. punggung utama penerapan BPJS Ketenagakerjaan. Jaminan Sosial) Ketenagakerjaan. PT Jamsostek (Persero) sebelum

BAB II KAJIAN PUSTAKA. organisasi tersebut (Mathis & Jackson, 2006). Menurut Velnampy (2013)

BAB I PENDAHULUAN. karena melibatkan berbagai elemen dalam sebuah organisasi; yaitu

BAB V SIMPULAN IMPLIKASI DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bangsa dan mengembangkan sumber daya manusia. Oleh karena

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah belum optimal.

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. a) Lingkungan kerja pada SMA Kecamatan Medan Tembung adalah cenderung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. SDM dapat menciptakan efisiensi dan efektifitas perusahaan. Tidak dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. berkembang akan menghadapi tantangan yang berat. Hal ini terjadi karena dalam

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi. Dengan adanya gaya kepemimpinan akan terjalin kerjasama serta

BAB I PENDAHULUAN. kepemimpinan (Ali, 2010). Sedangkan menurut Ivancevich, Konopaske, dan

I. PENDAHULUAN. Dalam mencapai tujuan, setiap organisasi dipengaruhi oleh perilaku

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peningkatan daya saing di era perdagangan bebas menjadi salah satu kunci ketahanan

BAB I PENDAHULUAN. tujuan. Aktivitas suatu perusahaan dalam pencapaian tujuan tersebut diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. untuk tetap ikut menjadi anggota organisasi. Komitmen seseorang dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terpenting di dalamnya. Tanpa adanya manusia, organisasi tidak mungkin dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Merriam Webster dalam (Zangaro, 2001), menyimpulkan definisi

MENGULAS KEMAMPUAN MANAJERIAL KEPALA SEKOLAH. DI ERA OTONOMI Oleh: Dr. H. Yoyon Bahtiar Irianto, M.Pd. (FIP-UPI)

BAB I PENDAHULUAN. tergantung pada kinerja atau produktivitas karyawannya. perusahaan untuk pemenuhan kebutuhannya.

BAB I PENDAHULUAN. terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi dilihat juga dari sikap dan mentalitasnya.

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan pendidikan yang bermutu bagi warga negaranya. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Runtunuwu (2015)

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan,

BAB I PENDAHULUAN. dengan baik mengenai isi pembelajaran yang disampaikan disekolah.

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh kesiapan dari pegawai tersebut, akan tetapi tidak sedikit organisasi

pengaruh variabel bebas (X1, dan X2) adalah besar terhadap adalah kecil terhadap variabel terikat (Y). BAB II URAIAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. maupun kinerja organisasi secara keseluruhan. Satu hal yang harus diperhatikan

BAB I PENDAHULUAN. berjalansecara berkesinambungan, maka sangat dibutuhkan karyawan yang dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam manajemen sumber daya manusia. Hal ini secara langsung maupun

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan untuk mempertahankan nilai-nilai agama, kebudayaan nasional

BAB I PENDAHULUAN. pendidikannya, karena kualitas pendidikan merupakan. tingkat kesejahteraan masyarakat pada suatu negara. Melalui pendidikan yang

DWI KUSTIANTI A FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

1. Terdapat hubungan yang signifikan dan berarti antara kepemimpinan kepala

BAB I PENDAHULUAN Penerapan Model Pembelajaran Active Learning Tipe Quiz Team Dengan Keterampilan Bertanya Probing Question

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kebutuhan tenaga - tenaga terampil dan cerdas di dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang RI No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, serta Peraturan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap perusahaan akan selalu berusaha untuk meningkatkan kinerja karyawan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan saat ini, sangat diharapkan guru-guru mempunyai komitmen yang kuat dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawab mereka. Komitmen merupakan keputusan seseorang dengan dirinya sendiri untuk melakukan suatu kegiatan. Dengan adanya komitmen akan menghasilkan kinerja yang lebih baik dan memiliki motivasi yang kuat untuk berprestasi. Rasa bangga sebagai guru dalam mengemban tugas mulia akan melahirkan semangat dari dalam diri guru itu sendiri untuk memberikan yang terbaik dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan dan pengajaran. Dalam usaha mewujudkan suasana yang kondusif di sekolah, maka komitmen guru dalam bekerja merupakan salah satu faktor penting. Komitmen guru merupakan kesadaran seorang guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di sekolah yang ditunjukkan dengan sikap, nilai dan kebiasaan atau kelakuan dalam bekerja. Komitmen guru ini berkaitan dengan pencapaian prestasi kerja guru dan erat pula hubungannya dengan prestasi siswa karena gurulah yang merangsang dan mendorong siswa untuk berprestasi. Guru dengan komitmen tinggi pada umumnya menghasilkan kinerja yang tinggi. Komitmen akan memberikan dukungan positif terhadap hasil yang diharapkan organisasi, seperti terhadap kinerja, menghindari pekerja berhenti dan ketidakhadiran

kerja. Dengan adanya komitmen dalam melaksanakan tugas maka hambatanhambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan tugas dalam hubungannya dengan siswa, kepala sekolah dan warga sekolah lain bukan menjadi hal yang menghambat guru untuk menghasilkan kinerja yang baik. Jika guru mempunyai komitmen yang tinggi, maka guru dengan kesederhanaannya akan menunjukkan rasa pengabdian dan tanggung jawab, rasa tulus ikhlas, konsentrasi dan kepeduliannya, semangat dan rasa kecintaan terhadap anak didik dan terhadap pekerjaannya sebagai guru, ia akan sediakan waktu, tenaga yang cukup dan tanpa keluh kesah untuk membantu siswa kelak menjadi generasi yang berguna bagi bangsa dan negara. Dengan memiliki komitmen yang tinggi, maka guru akan memberikan kinerja yang lebih baik. Kebanggaan sebagai guru akan melahirkan komitmen guru untuk terus memajukan dunia pendidikan melalui perbaikan proses kegiatan belajar mengajar secara terus menerus. Guru yang berkomitmen akan juga terus berupaya mencari cara-cara baru dalam peningkatan kualitas pekerjaannya. Schatz (1995:67) menyatakan bahwa komitmen merupakan hal yang paling mendasar bagi setiap orang dalam pekerjaannya, tanpa adanya suatu komitmen, tugas-tugas yang akan diberikan kepadanya akan sukar untuk terlaksana dengan baik. Seorang guru yang baik akan menetapkan komitmen pada dirinya untuk sanggup bekerja keras dan bertanggung jawab atas tugasnya. Komitmen guru terhadap lembaga sekolah sebagai organisasi pada dasarnya merupakan suatu kondisi yang dirasakan oleh guru yang dapat menimbulkan perilaku

positif yang kuat terhadap organisasi kerja yang dimilikinya. Komitmen terhadap organisasi berkaitan dengan identifikasi dan loyalitas pada organisasi serta tujuantujuannya. Surya (2000:4) mengatakan bahwa Dalam tingkatan operasional, guru merupakan penentu keberhasilan pendidikan melalui kinerjanya pada tingkat institusional, instruksional, dan eksperiensial Pencapaiaan tujuan dalam proses pembelajaran guru tampil di depan kelas untuk mengajar secara langsung maupun menggunakan perangkat proses pembelajaran. Jadi yang paling penting dalam mengajar itu bukanlah bahan mengajar yang disampaikan akan tetapi proses siswa dalam mempelajari bahan tersebut. Beberapa penelitian membuktikan bahwa komitmen pekerjaan merupakan aspek perilaku yang betul-betul perlu mendapatkan perhatian dalam meningkatkan kinerja seseorang. Bahkan Kusmryani (2007:98) mengatakan bahwa nilai-nilai komitmen pekerjaan ini perlu ditanamkan dengan melalui pendidikan nilai. Pendidikan nilai perlu menekankan pada kekuatan emosional pada bidang ilmu yang ditekuni, sehingga muncul rasa kebanggan pada pekerjaan. Rasa kebanggaan pada pekerjaan sebagai guru perlu dimulai sedini mungkin. Menurut Sugiyanto (2010:96) mengatakan bahwa komitmen organisasi merupakan kelekatan emosi, identifikasi dan keterlibatan karyawan dalam perusahaan serta keinginan untuk tetap menjadi anggota perusahaan. Selanjutnya Meyer, et all (2001) mengajukan konsep tiga komponen komitmen organisasi yaitu komitmen afektif, komitmen kontinuitas (berkelanjutan) dan komitmen normatif.

Guru yang memiliki komitmen dalam bekerja khususnya komitmen afektif dapat terlihat dari sikap yang ditunjukkan terhadap institusi sekolah berupa sikap senang sebagai guru, bangga terhadap sekolah, peduli terhadap sekolah, dan bertanggung jawab dalam tugas mengajar, mampu melibatkan diri sepenuhnya kepada aktivitas-aktivitas sekolah, siap dan bersedia mempertahankan nama baik sekolah serta mampu menunjukkan loyalitas yang tinggi kepada sekolah. Komitmen afektif yang berkaitan dengan aspek emosional identifikasi dan keterlibatan guru dalam organisasi sekolah. Komitmen afekltif merupakan proses sikap dimana seorang guru berfikir tentang hubungannya dengan sekolah dengan mempertimbangkan kesesuaian antara nilai dan tujuannya dengan nilai dan tujuan organisasi. Guru yang memiliki komitmen afektif dalam bekerja dapat terlihat dari kemampuan menjadikan dirinya sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan sekolah. Artinya guru tersebut mau dan mampu menerima nilai-nilai dan tujuan organisasi sekolah, mampu melibatkan diri sepenuhnya pada aktivitas-aktivitas sekolah siap dan sedia mempertahankan nama baik sekolah, serta mampu menunjukkan loyalitas yang tinggi terhadap sekolah. Komitmen afektif guru adalah sikap yang ditunjukkan seorang guru terhadap institusi sekolah yangsenang sebagai guru, bangga terhadap sekolah, peduli terhadap sekolah; dan bertanggung jawab dalam tugas mengajar. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada tahun 2014 terhadap guru pada salah satu SMK Kesehatan di Kota Medan, didapati kesenjangan antara harapan dengan kenyataan mengenai komitmen afektif yang ada pada diri

guru. Berdasarkan data empirik yang diperoleh dari hasil survei pendahuluan selama dua minggu pada bulan Oktober 2014 di salah satu SMK Kesehatan yang ada di Kota Medan, diperoleh data bahwa masih rendahnya komitmen afektif guru dalam melaksanakan tugas. Pertama, ditemukan masih ada beberapa guru yang terlambat datang tepat waktu. Kedua, ditemukan fenomena dimana para guru dalam pengumpulan RPP mengalami keterlambatan. Ketiga, adanya beberapa guru yang jarang menghadiri rapat di sekolah. Keempat, adanya keluhan-keluhan dari beberapa guru yang mendapatkan tugas tambahan yang diberikan pimpinan, meskipun untuk kepentingan bersama di sekolah. Berdasarkan hal-hal yang terjadi tersebut, dapat dilihat bahwa kecenderungan dari masalah itu meliputi hal-hal yang berkaitan dengan komitmen afektif guru. Colquiit, LePine, dan Wesson (2009:63) menggambarkan bahwa komitmen dipengaruhi oleh faktor-faktor yang meliputi: budaya organisasi (organizational culture), struktur organisasi (organizational structure), gaya dan perilaku kepemimpinan (leadership style and behavior), kekuatan dan pengaruh kepemimpinan (leadership power and influence), proses dan karakteristik tim (processes and characterisrics team), personal dan nilai budaya (personaity and cultural values), kemampuan (ability), sebagai faktor yang secara tidak langsung mempengaruhi pada komitmen. Faktor lain seperti kepuasan kerja (job satisfaction), stres (stress), motivasi (motivation), kepercayaan, keadilan, dan etika (trust, justice,

and ethics), dan pengambilan keputusan (learning and decision making) sebagai faktor yang secara langsung mempengaruhi komitmen. Berdasarkan pendapat ahli tersebut dapat dilihat berbagai faktor yang dapat menentukan tingkat komitmen baik yang berkaitan dengan mekanisme organisasi, mekanisme kelompok, karakteristik individu maupun mekanisme individu dengan masing-masing variabel yang melingkupinya. Pendapat mengenai faktor-faktor penentu komitmen tersebut telah mendorong peneliti untuk melakukan penelitian model komitmen afektif guru dilihat dari variabel kecerdasan emosional dan sikap inovatif guru. Menurut Furnham (2002:305), Kecerdasan emosional (EQ) didefinisikan sebagai kemampuan mengenali, memahami, menerima dan mengelola emosi diri sendiri dan orang lain serta menggunakannya secara efektif dalam berfikir, bersikap dan bertindak dalam mencapai pertumbuhan pribadi dan kinerja optimal, merupakan salah satu dimensi kecerdasan manusia yang belakangan ini makin populer. Secara teori dan berdasarkan hasil riset ilmiah, kecerdasan emosional dipandang sebagai faktor penting yang turut menentukan keberhasilan hubungan interpersonal dan intrapersonal antar pekerja. Menurut Bapuji & Crossan (2004) sebagaimana dikutip oleh Chiva (2007:683), menyatakan bahwa kualitas hubungan antara individu dalam lingkungan kerja sebagai salah satu bentuk hubungan antar individu dengan lingkungan, dan sikap pekerja terhadap keseluruhan maupun unsur atau aspek dari pekerjaannya, tentu berkaitan erat dengan intensitas sikap individu terhadap berbagai hal pada pekerjaan

atau lingkungannya. Sikap ini menggambarkan bagaimana komitmen individu tersebut terhadap lembaga tempat dia bernaung dan bekerja. Nilai mendasar yang dikembangkan dengan menampilkan kecerdasan emosional dalam dunia kerja adalah implikasinya terhadap penyelenggaraanpenyelenggaraan pelatihan, dengan memperhatikan bahwa kecerdasan emosional berperan aktif bagi kesuksesan seseorang dalam bekerja. Guru sebagai pendidik dan menejer dalam kelas seharusnya memiliki kecerdasan emosional. Young (2010:40) menyatakan bahwa salah satu faktor yang diduga menjadi penyebab menurunnya kinerja lembaga pelayanan sosial adalah menurunnya peran emosi dan intuisi dalam kerja sehari-hari. Dengan kata lain, menurutnya, ukuranukuran ilmiah seperti pencapaian target efisiensi dan efektivitas tidak lagi cukup sebagai pendorong transformasi perilaku para pekerja pada era sekarang. Selanjutnya Young (2010:41) mengatakan aktifitas bekerja saat ini lebih banyak dirasakan sebagai kumpulan pengalaman emosional dibandingkan sekedar untuk mengumpulkan sesuatu (harta dan kekayaan) demi hidup. Banyaknya kasus guru bermasalah sebagaimana dilansir oleh media masa khususnya, tentang banyaknya perilaku edukatif guru yang lepas kendali atau emosional, yang terjadi di dalam ruang kelas akhir-akhir ini, seperti tindakan pemukulan, melemparkan buku ke muka murid dan menendang anggota tubuh murid, melontarkan kata-kata yang tidak pantas dan merendahkan (Azhari,Kompas.com.29-03-2010), serta marah-marah dan mogok mengajar (Metrojambi.com, 08-02-2011), menimbulkan banyak pertanyaan tentang kualitas

dan kelayakan emosional guru dalam mengemban amanah mengajar. Meskipun kondisi di atas tidak ditemukan dalam studi pendahuluan pada responden penelitian ini, namun kutipan ini diharapkan memberikan penegasan tentang peran penting kecerdasan emosional. Dalam lingkungan organisasi (sekolah), setiap individu terlibat dalam proses persepsi, misalnya bawahan (guru) mempersepsikan atasan (kepala sekolah) sebagai figur yang komunikatif, protektif, tegas tetapi mendidik, arogan, acuh tak acuh, berwibawa, dan lan-lain tergantung masing-masing individu (guru) untuk mempersepsikannya. Persepsi merupakan suatu proses yang terjadi dalam diri seseorang yang bertujuan untuk mengetahui dan menginterpretasikan orang lain yang dipersepsi, baik mengenai sifatnya, kualitasnya ataupun keadaan lain yang melekat atau yang ada dalam diri orang yang dipersepsi sehingga terbentuk gambaran mengenai orang lain sebagai objek persepsi tersebut. Dengan persepsi akan terbentuk dorongan-dorongan dan hasrat dalam diri seseorang untuk merespon stimulus yang diperoleh dari lingkungan atau individu, kemudian memaknai dan mengambil manfaat bagi dirinya yaitu terjadinya perubahan perilaku yaitu sikap inovatif. Sikap inovatif yang timbul dalam diri guru tersebut akan membentuk guru meningkatkan komitmen dalam dirinya terhadap lembaga. Berdasarkan berbagai sudut pandang yang telah dipaparkan tersebut, dapat diprediksi terdapat hubungan antara kecerdasan emosional dan sikap inovatif dengan komitmen afektif khususnya pada guru. Upaya mengkaji prediksi itu dapat dilakukan dengan berbagai cara dan salah satu cara yang dilakukan adalah melaksanakan

penelitian yang dilakukan peneliti dengan judul: Hubungan Kecerdasan Emosional, dan Sikap Inovatif Guru Dengan Komitmen Afektif Guru SMK Kesehatan di Medan. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat diidentifikasi beberapa masalah yang berkaitan dengan komitmen afektif guru, yakni: (1) Apakah terdapat hubungan iklim organisasi dengan komitmen afektif guru? (2) Apakah terdapat hubungan budaya organisasi dengan komitmen afektif guru? (3) Apakah terdapat hubungan perilaku kepemimpinan dengan komitmen afektif guru? (4) Apakah terdapat hubungan kecerdasan emosional dengan komitmen afektif guru? (5) Apakah terdapat hubungan kepuasan kerja dengan komitmen afektif guru? (7) Apakah terdapat hubungan tim kerja dengan komitmen afektif guru? (8) Apakah terdapat hubungan pengambilan keputusan dengan komitmen afektif guru? (9) Apakah terdapat hubungan sarana prasarana dengan komitmen afektif guru? (10) Apakah terdapat hubungan besarnya imbalan dengan komitmen afektif guru? (11) Apakah terdapat hubungan sikap inovatif dengan komitmen afektif guru? C. Pembatasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah di atas banyak faktor yang mempengaruhi komitmen afektif guru, namun dalam penelitian ini dibatasi lingkup penelitian pada kecerdasan emosional guru, sikap inovatif guru dan komitmen afektif guru di SMK Kesehatan Kota Medan.

D. Perumusan Masalah Berdasarkan batasan masalah di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah terdapat hubungan antara kecerdasan emosional dengan komitmen afektif guru di SMK Kesehatan Kota Medan? 2. Apakah terdapat hubungan antara sikap inovatif dengan komitmen afektif guru di SMK Kesehatan Kota Medan? 3. Apakah terdapat hubungan antara kecerdasan emosional dan sikap inovatif secara bersama-sama dengan komitmen afektif guru di SMK Kesehatan Kota Medan? E. Tujuan Penelitian Mengacu kepada pokok masalah di atas, maka tujuan pokok dari penelitian ini adalah untuk : Untuk menguji bagaimana hubungan antara aspek-aspek dari kecerdasan emosional guru dan sikap inovatif guru dengan komitmen afektif guru. Adapun secara terinci tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui hubungan antara kecerdasan emosional dengan komitmen afektif guru di SMK Kesehatan Kota Medan. 2. Untuk mengetahui hubungan antara sikap inovatif dengan komitmen afektif guru di SMK Kesehatan Kota Medan. 3. Untuk mengetahui hubungan antara kecerdasan emosional dan sikap inovatif secara bersama-sama dengan komitmen afektif guru di SMK Kesehatan Kota Medan.

F. Manfaat Penelitian Secara garis besar manfaat yang diharapkan dapat dipetik oleh berbagai pihak dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Manfaat teoritis : Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah bahan dalam pengembangan pemikiran dalam psikologi kepribadian, khususnya keterkaitan antara kecerdasan emosional dan sikap inovatif guru. Kesimpulan yang diperoleh juga diharapkan dapat menjadi tambahan informasi dan landasan dalam melakukan penelitian lebih lanjut khususnya dalam bidang psikologi organisasi dan perilaku organisasi di dunia pendidikan. 2. Manfaat praktis Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat secara praktis bagi beberapa pihak, khususnya para pemangku kepentingan pendidikan. Manfaat yang di-maksud adalah: a. Diharapkan hasil penelitian ini nantinya bisa menjadi acuan dan bahan diskusi bagi kepala dinas dan kepala sekolah dalam menemukan model pembinaan dan pengembangan lingkungan kerja dan lingkungan sekolah yang lebih kondusif. b. Menjadi salah satu bahan masukan berharga bagi kepala sekolah dalam mengembangkan model dan menemukan fokus intervensi dalam peningkatan komitmen afektif guru yang lebih holistik berdasarkan variabel-variabel dan pendekatan yang mempertimbangkan aspek kecerdasan emosional dan sikap inovatif di tempat kerja, dengan mempertimbangkan variabel tersebut,

diharapkan mampu ditumbuhkan komitmen afektif guru yang lebih permanen dan berjangka panjang. c. Dapat dijadikan salah satu acuan oleh para supervisor dan pengelola Sekolah dan para guru pada umumnya untuk menemukan strategi yang tepat dalam meningkatkan produktifitas, mengurangi tingkat absensi, dan pindah kerja, meningkatkan komitmen terhadap pekerjaan yang di asumsikan berhubungan dengan sikap kecerdasan emosional guru dan sikap inovatif guru.