BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan tinggi, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Lembaga

dokumen-dokumen yang mirip
HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI UJIAN SBMPTN NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan tinggi memiliki tujuan yaitu menyiapkan peserta didik menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. Kecemasan adalah suatu keadaan khawatir yang mengeluhkan sesuatu yang buruk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. antar bangsa yang semakin nyata serta agenda pembangunan menuntut sumber

INFORMASI SELEKSI BERSAMA MASUK PERGURUAN TINGGI NEGERI (SBMPTN) 2018

BAB I PENDAHULUAN. Mekanisme koping adalah suatu cara yang digunakan individu dalam

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang khas yang menghadapkan manusia pada suatu krisis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Peningkatan

Amanda Luthfi Arumsari Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro Semarang ABSTRAK

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Ami Ridho Utami, 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sehari-hari manusia. Nevid (2005) berpendapat bahwa kecemasan

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi atau Universitas merupakan lembaga pendidikan tinggi di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecemasan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Saat ini pendidikan adalah penting bagi semua orang baik bagi

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi merupakan salah satu jenjang yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Pendidikan pada hakikatnya adalah suatu interaksi atau hubungan timbal

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dian Amirulloh

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu bidang kehidupan yang dirasakan penting

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU pendidikan No.2 Tahun,1989, pendidikan adalah usaha sadar untuk

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan tinggi. Secara umum pendidikan perguruan tinggi bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

DEWI KUSUMA WARDHANI F

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perawat dalam pelayanan kesehatan dapat diartikan sebagai tenaga

BAB I PENDAHULUAN. Pada bagian ini akan dijabarkan mengenai latar belakang, rumusan

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN ADVERSITY DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI DUNIA KERJA

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional Pengertian Kecemasan Menghadapi Ujian

2016 HUBUNGAN SENSE OF HUMOR DENGAN STRES REMAJA SERTA IMPLIKASINYA BAGI LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengatasi hambatan maupun tantangan yang dihadapi dan tentunya pantang

BAB 1 Pendahuluan. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diwujudkan melalui pelaksanaan Ujian Nasional. Salah satu yang menjalani ujian nasional

bagaimana seseorang melihat atau memahami dirinya (sense of self) serta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai tenaga kerja merupakan salah satu aset yang menentukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Pendidikan menyediakan sumber yang besar dari pengalaman emosional.

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang cenderung pernah merasakan kecemasan pada saat-saat

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk

BAB I PENDAHULUAN. dengan menjadi mahasiswa di suatu perguruan tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Sekolah merupakan sarana untuk menuntut ilmu yang di percaya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bangsa, maju tidaknya suatu bangsa dipengaruhi oleh kualitas pendidikan bangsa

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Sebagai salah satu program kerja pemerintah, Ujian Nasional diadakan

SBMPTN Info Day Acara Sosialisasi Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri Tahun Dr. Emil Budianto Ketua Pantia Lokal SBMPTN Jakarta

PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional di Indonesia berkembang seiring dengan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman mendorong terjadinya perubahan di berbagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditandai efek negatif dan gejala-gejala ketegangan jasmaniah seseorang yang

BIMBINGAN KONSELING SMA TARAKANITA 1 KAMIS, 02 FEBRUARI 2017

SELEKSI NASIONAL MASUK PERGURUAN TINGGI NEGERI (SNMPTN) DAN SELEKSI BERSAMA MASUK PERGURUAN TINGGI NEGERI (SBMPTN) TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengajaran di perguruan tinggi maupun akademi. Tidak hanya sekedar gelar,

BAB I PENDAHULUAN. Kecemasan dialami pada waktu tertentu oleh tiap individu tanpa

INFORMASI SELEKSI NASIONAL MASUK PERGURUAN TINGGI NEGERI (SNMPTN) TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada umumnya adalah usaha sadar dan terencana

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Agni Marlina, 2014

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN. Dari hasil analisa utama bab 4 dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial teman

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, sehingga terus berusaha untuk memajukan kualitas pendidikan yang ada.

BAB 1 PENDAHULUAN. pengalaman yang membahagiakan. Kehamilan merupakan pengalaman yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan rakyatnya rendah dan tidak berkualitas. Sebaliknya, suatu negara dan

TINGGI NEGERI (SNMPTN) PANITIA SNMPTN 2014 BANDUNG, 11 DESEMBER 2013

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang sangat menyenangkan dan indah untuk dikenang. Santrock

PENGARUH BIMBINGAN BELAJAR TERHADAP KECEMASAN SISWA DALAM MENGHADAPI UJIAN NASIONAL. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kecemasan dapat dialami oleh para siswa, terutama jika dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dunia pendidikan diperlukan untuk mempersiapkan generasi muda

BAB I PENDAHULUAN. Kampus UIN Maulana Malik Ibrahim (MMI) Malang sebagai kampus. berbasis Islam menerapkan beberapa kebijakan yang ditujukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. untuk dua mata pelajaran dan minimal 4,25 untuk mata pelajaran lainnya.

BAB II LANDASAN TEORI. A. Wanita

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keahlian dalam kerja akademis yang dinilai oleh para pengajar melalui tes, ujian,

SOSIALISASI SNMPTN dan SBMPTN Jakarta, 12 Januari 2018

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. beragam status pernikahannya. Ada yang sudah menikah, ada juga yang belum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. jiwa, kepribadian serta mental yang sehat dan kuat. Selayaknya pula seorang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sumber daya manusia yang berkualitas agar perusahaan dapat bersaing dan

BAB I PENDAHULUAN. dihadapinya, baik masalah pribadi maupun masalah yang ada di sekitar lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dari persyaratan akhir pendidikan akademisnya pada program strata satu (Kamus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tingkat perceraian di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun. hal

BAB I PENDAHULUAN. terhadap adanya tuntutan atau beban. Menurut Griffin dalam Sood (2013)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ujian Nasional (UN) merupakan salah satu sumber penyebab kecemasan

BAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian (Latar Belakang Masalah) (WHO), Setiap tahun jumlah penderita kanker payudara bertambah sekitar tujuh

BAB I PENDAHULUAN. yang sedang di hadapi. Self efficacy (kemampuan diri) sendiri

DAFTAR ISI. Lembar Pengesahan Riwayat Hidup. Abstract Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Gambar Daftar Tabel Daftar Lampiran

BAB 1 PENDAHULUAN. meghasilkan calon penerus bangsa yang cerdas dan berpendidikan tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam rentang kehidupan, individu berkembang dari masa kanak-kanak

kelas, yang bukan disebabkan oleh kurangnya pengetahuan akan tetapi

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Perguruan tinggi merupakan satuan penyelenggara pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pembawan diri yang tepat. Kemampuan mahasiswa berbicara di depan umum

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting, bahkan pendidikan telah

BAB 1 PENDAHULUAN. Keputusan No. 153/U/2003 tentang Ujian Akhir Nasional, salah satu isinya

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan perasaan tegang, pikiran khawatir dan. perubahan fisik seperti meningkatnya tekanan darah.

BAB I PENDAHULUAN. yang mana anggapan salah mengenai khalayak menjadi hantu yang menakutkan

Panduan Peserta SBMPTN 2014 KATA PENGANTAR

INFORMASI TEKNIS Penjaringan Calon Mahasiswa di PTN Tahun 2015 Asep Sutiadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 2003, UN merupakan kegiatan penilaian hasil belajar siswa yang telah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

1. Bab II Landasan Teori

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi merupakan suatu lembaga yang menyelenggarakan pendidikan tinggi, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Lembaga tersebut juga menghasilkan manusia terdidik dengan menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan memperkaya khasanah ilmu pengetahuan, teknologi, serta kesenian. Selain itu perguruan tinggi bertujuan dalam mengembangkan, menyebarluaskan ilmu pengetahuan dan mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat serta memperkaya kebudayaan nasional (Sudiyono, 2004). Pendidikan tinggi terdiri dari pendidikan akademik dan profesional. Sementara pendidikan tinggi dapat berbentuk akademi dan politeknik, sekolah tinggi, institute, dan universitas (Sudiyono, 2004). Universitas merupakan perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan dapat menyelenggarakan pendidikan vokasi dalam berbagai rumpun ilmu pengetahuan atau teknologi dan jika memenuhi syarat, universitas dapat menyelenggarakan pendidikan profesi (Dikti, 2014). Jalur memasuki Perguruan Tinggi Negeri (PTN) diantaranya yaitu melalui Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN), Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN), serta Ujian Mandiri. Akhmaloka, 1

2 Ketua Panitia SBMPTN mengungkapkan bahwa SNMPTN adalah cara menyeleksi calon mahasiswa dengan jalur undangan berdasarkan prestasi yang bersangkutan selama di SMA. Sedangkan SBMPTN, pada dasarnya adalah tes tertulis, dan masih satu panitia dengan SNMPTN. Ujian mandiri diatur oleh masing-masing perguruan tinggi (Chandrataruna & Rahadian, 2013). Berdasarkan Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 2 Tahun 2015 ditentukan bahwa penerimaan mahasiswa baru tahun akademik 2015 dapat dilakukan melalui tiga jalur, diantaranya yaitu jalur SNMPTN dengan kuota minimum 50% dari daya tampung, jalur SBMPTN dengan kuota minimum 30% dari daya tampung, dan jalur mandiri yang diadakan masing-masing PTN dengan kuota maksimum 20% dari daya tampung. SBMPTN merupakan nama lain dari SNMPTN yang mulai diberlakukan pada tahun 2013. SBMPTN sendiri merupakan seleksi masuk PTN melalui jalur tes tulis dan atau keterampilan yang dilaksanakan secara serentak di 62 PTN. SBMPTN ini dilaksanakan untuk memberi kesempatan kepada lulusan SMA/MA/SMK/MAK pada 3 tahun terakhir untuk mengikuti seleksi pada tahun ini. Soal ujian tertulis SBMPTN dirancang untuk mengukur kemampuan umum yang diduga menentukan keberhasilan calon mahasiswa di semua program studi, yakni kemampuan penalaran tingkat tinggi (higher order thinking), yang meliputi potensi akademik, penguasaan bidang studi dasar, bidang saintek atau bidang sosial dan humaniora (Infosbmptn, 2014).

3 Dirjen Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemedikbud) menyebutkan bahwa dari total 587.789 peserta SBMPTN pada tahun 2013 yang tersebar di 62 PTN seluruh Indonesia yang terdiri dari 220.769 pendaftar di kelompok sains dan teknologi, 232.613 pendaftar di kelompok sosial dan humaniora, serta 132.407 di kelompok campuran, sebanyak 109.853 peserta dinyatakan lulus SBMPTN. Sehingga terdapat 477.936 peserta ujian yang gagal pada SBMPTN 2013, atau dengan kata lain secara statistik terdapat 81,3% peserta gagal dalam mengikuti SBMPTN 2013 (Kompas, 2013). Sedangkan pada tahun 2014 jumlah total peserta SBMPTN sebanyak 664.509 siswa, dengan rincian untuk kategori saintek mencapai 240.278 orang. Kemudian untuk kategori sosial humaniora (soshum) 258.035 orang. Sedangkan pelamar kelompok campuran (saintek dan soshum) berjumlah 166.196 orang. Masing-masing peserta SBMPTN tersebut memperebutkan satu dari 86 ribu kursi yang disediakan oleh 64 PTN di seluruh Indonesia. Sebanyak 104.862 siswa diterima SBMPTN pada tahun 2014, dari total jumlah peserta sebanyak 664.509 siswa yang mengikuti SBMPTN, sehingga terdapat 559.647 peserta ujian yang gagal pada SBMPTN 2014, atau dengan kata lain secara statistik terdapat 84,2 % peserta gagal dalam mengikuti SBMPTN 2014 (Infosbmptn, 2014). Dari pemaparan data tersebut akan berdampak pada timbulnya kecemasan pada siswa yang akan mengikuti SBMPTN, dimana kuota jumlah peserta SBMPTN lebih banyak dari pada jumlah peserta yang diterima. Selain itu dari tahun ke tahun jumlah peserta SBMPTN mengalami peningkatan, sehingga peluang untuk diterima dalam SBMPTN semakin berkurang. Hal ini dinyatakan oleh Dirjen

4 Direktorat Pendidikan Tinggi (Dikti) Kemendikbud Djoko Santoso, bahwa pada tahun 2013 terdapat 587.789 peserta, sedangkan pada tahun 2014 terdapat 664.509 peserta sehingga terdapat kenaikan sekitar 13.5% dari peserta tahun lalu (Infosbmptn, 2014). Berdasarkan hasil wawancara pada tanggal 7 Februari 2015 kepada 13 siswa kelas XII pada salah satu SMA swasta yang akan mengikuti SBMPTN, menyatakan bahwa ketika akan menghadapi SBMPTN siswa merasa deg-degan, tegang, gelisah, bimbang, optimis, khawatir, dan cemas. Selain itu terdapat siswa yang merasa campur aduk antara siap dan tidak siap untuk mengikuti SBMPTN. Hal ini dikarenakan pesaing yang sangat banyak dari berbagai pelajar SMA di seluruh Indonesia untuk mendapatkan kursi di universitas yang diinginkan. Selain itu terdapat siswa yang merasa tegang karena takut tidak diterima di universitas yang diharapkan dan takut tidak bisa melanjutkan kuliah sehingga merasa tidak tenang. Selain itu sejumlah siswa mengungkapkan optimis yakin akan lulus, karena sudah berusaha keras, berdoa dan selalu didoakan oleh orang tua. Di sisi lain, terdapat sejumlah siswa yang mengungkapkan bahwa ia tidak yakin lulus karena nilainya yang rendah, saingan untuk memasuki universitas yang diinginkan sangat banyak, dan asal sekolah swasta yang membuat mereka tidak yakin untuk lulus SBMPTN. Dari hasil wawancara tersebut menunjukkan bahwa dalam menghadapi ujian SBMPTN siswa merasa cemas akan hasil yang diperoleh nanti, dengan

5 ditunjukkan adanya sikap deg-degan, tegang, galau, gelisah, bimbang, grogi, dan khawatir. Hal ini disebabkan oleh minimnya keyakinan pada diri siswa akan kelulusan pada ujian SBMPTN nanti, dikarenakan saingan yang banyak dalam memperebutkan kursi di universitas yang diingikan siswa, dan juga nilai rendah dalam sekolah juga mempengaruhi keyakinan akan kelulusan ujian SBMPTN siswa. Selain itu faktor asal sekolah juga membuat siswa tidak yakin akan lulus di ujian SBMPTN, sehingga menyebakan siswa merasa cemas. Menurut hasil penelitian Anderson (dalam Nurlaila, 2011) membuktikan bahwa tingginya kecemasan siswa dalam meghadapi ujian berefek buruk terhadap cara belajar, kompetesi akademik, kepercayaan diri, penerimaan diri maupun konsep diri siswa. Kelly (dalam Cervone & Pervin, 2012) berpendapat bahwa kecemasan (anxiety) adalah mengenali bahwa suatu peristiwa yang dihadapi oleh seseorang berada di luar jangkauan kenyamanan pada sistem konstruk (cara untuk memersepsi, menafsirkan, dan menginterpretasikan berbagai kejadian) seseorang. Selanjutnya Freud (dalam Safaria & Saputra, 2009) menyatakan bahwa kecemasan adalah reaksi terhadap ancaman dari rasa sakit maupun dunia luar yang tidak siap ditanggulangi dan berfungsi memperingatkan individu akan adanya bahaya. Kecemasan yang tidak dapat ditanggulangi disebut sebagai traumatik. Sedangkan Hall dan Lindzey (dalam Safaria & Saputra, 2009) menyatakan bahwa kecemasan adalah ketegangan yang dihasilkan dari ancaman terhadap keamanan, baik yang nyata maupun imajinasi biasa.

6 Menurut Kendal dan Hammen (dalam Nurlaila, 2011) dinamika kecemasan menghadapi ujian ditinjau dari kognitif terjadi karena adanya persepsi negatif tentang kemampuan yang dimilikinya seperti merasa tidak punya persiapan diri, merasa tidak mampu menghadapi ujian, tidak mampu mengotrol respon fisik, hal tersebut menyebabkan siswa cemas menghadapi ujian. Bandura (dalam Nurlaila, 2011) menyatakan persepsi akan kemampuan diri disebut sebagai efikasi diri, dimana efikasi diri memiliki implikasi penting pada perilaku yang dimunculkan. Sedangkan pengertian efikasi diri sendiri adalah penilaian seseorang atas kemampuannya untuk merencanakan dan melaksanakan tindakan yang mengarah pada pencapaian tujuan tertentu (Bandura dalam Mukhid, 2009). Bandura menggunakan istilah efikasi diri mengacu pada keyakinan (beliefs) tentang kemampuan seseorang untuk mengorganisasikan dan melaksanakan tindakan untuk pencapaian hasil. Barlow (dalam Cervone & Pervin, 2012) menambahkan bahwa menurut teori kognitif sosial, orang dengan persepsi terhadap efikasi diri yang rendah terancam secara potensial dengan tingginya kebangkitan rasa cemas. Kejadian tersebut tidak mengancam, tetapi perasaan tidak yakin akan kemampuan dalam mengatasinya merupakan sumber dalam kecemasan. Penelitian menunjukkan bahwa orang-orang yang percaya meraka tidak mampu menangani kejadiankejadian yang mengancam mengalami distress yang besar. Mereka dapat juga mengembangkan disfungsional kognitif lebih lanjut seperti sebuah kenikmatan dengan apa yang akan terjadi. Dengan kata lain, orang yang cemas akan memfokuskan perhatiannya pada bencana yang akan dihadapi, dan

7 ketidakmampuannya untuk mengatasi hal tersebut, dibandingkan dengan fokus pada apa yang akan dilakukan untuk mengatasi situasi tersebut. Persepsi ketidakmampuan untuk mengatasi situasi selanjutnya menjadi lebih rumit dengan perasaan ketidakmampuan untuk mengatasi kecemasan diri sendiri, ketakutan pada respons, dan ketakutan yang akan mengarahkan pada perasaan panik. Bandura (dalam Nurlaila, 2011) menyatakan bahwa efikasi diri akan meningkatkan kekebalan terhadap cemas, stress dan depresi serta mengaktifkan perubahan-perubahan biokemis yang dapat mempengaruhi berbagai ancaman aspek dari fungsi kekebalan. Penelitian menunjukkan bahwa efikasi diri memiliki peran dalam hubungannya dengan cemas dan stress yang melibatkan immunosuppression dan perubahan fisiologis seperti tekanan darah, detak jantung, dan hormone stress. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rini (2013) menunjukkan bahwa siswa yang memiliki efikasi diri yang tinggi akan memiliki kecemasan yang rendah, hal ini dikarenakan siswa tersebut memiliki kepercayaan diri, keyakinan akan kemampuannya, keyakinan mencapai target yang sudah ditetapkan, dan keyakinan akan kemampuan kognitifnya. Sedangkan siswa yang memiliki efikasi diri yang rendah akan memiliki kecemasan tinggi, hal ini dikarenakan tidak adanya keyakinan atas kemampuannya sehingga mereka tidak merasa percaya diri, tidak yakin akan kemampuannya, tidak mempunyai target nilai dalam ujian nasional tersebut dan tidak yakin akan kemampuannya yang dia miliki.

8 Bandura (dalam Nevid, Rathus, & Greene, 2005) menyatakan bahwa apabila seseorang percaya bahwa ia tidak punya kemampuan untuk menanggulangi tantangan-tantangan penuh stres yang dihadapi dalam hidupnya, maka ia akan merasa semakin cemas menghadapi tantangan-tantangan tersebut. Dalam hal ini sebaliknya, ketika seseorang merasa mampu melakukan tugas-tugas, maka ia tidak akan dihantui oleh kecemasan atau rasa takut bila ia berusaha untuk melakukannya. Orang dengan efikasi diri yang rendah (kurang keyakinan pada kemampuan yang ada pada dirinya untuk melaksakan tugas-tugas dengan sukses) cenderung untuk berfokus pada ketidak ada kekuatan yang dipersepsikannya. Berdasarkan uraian di atas, menimbulkan sebuah pertanyaan: apakah ada hubungan antara efikasi diri dengan kecemasan menghadapi ujian SBMPTN. Penelitian yang hendak dilakukan diharapkan mampu memberikan jawaban atas pertanyaan di atas. B. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin diperoleh dalam penelitian ini adalah: 1. Mengetahui hubungan antara efikasi diri dengan kecemasan menghadapi ujian SBMPTN. 2. Mengetahui seberapa besar peranan atau sumbangan efikasi diri terhadap kecemasan menghadapi ujian SBMPTN. 3. Mengetahui tingkat efikasi diri dalam menghadapi ujian SBMPTN. 4. Mengetahui tingkat kecemasan dalam menghadapi ujian SBMPTN.

9 C. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi perkembangan psikologi khususnya Psikologi Pendidikan dan Psikologi Klinis tentang perilaku kecemasan ditinjau dari efikasi diri. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Subjek Hasil penelitian ini diharapkan menambah wawasan subjek penelitian tentang pengaruh efikasi diri dengan kecemasan dalam menghadapi ujian SBMPTN. b. Bagi Orang Tua Menjadi masukan dan informasi bagi orang tua dalam mendampingi anak dalam menghadapi ujian SBMPTN. c. Bagi Pusat Lembaga Bimbingan Belajar Menjadi masukan dan informasi bagi pusat lembaga bimbingan belajar dalam program peningkatan efikasi diri pada siswa agar dapat mengurangi kecemasan dalam menghadapi ujian SBMPTN. d. Bagi Peneliti Berikutnya Hasil penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan, informasi, dan pengetahuan dalam melakukan penelitian sejenis seperti yang berkaitan dengan efikasi diri dan kecemasan.