PENAMPILAN FENOTIPIK KARAKTER PENTING PADA GENOTIPE JAGUNG TOLERAN N RENDAH DAN BERUMUR GENJAH DI LAHAN KERING BANTAENG SULAWESI SELATAN

dokumen-dokumen yang mirip
Penampilan Genotipe Jagung Berumur Genjah pada Pemupukan N Dosis Tinggi dan Rendah di Lahan Sawah setelah Padi di Sulawesi Selatan

RESPON VARIETAS JAGUNG TERHADAP PUPUK NITROGEN DI LAHAN SAWAH DAN LAHAN KERING

KERAGAAN BEBERAPA GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA DI LAHAN SAWAH NUSA TENGGARA BARAT

EFISIENSI PENGGUNAAN PUPUK N PADA JAGUNG KOMPOSIT MENGGUNAKAN BAGAN WARNA DAUN. Suwardi dan Roy Efendi Balai Penelitian Tanaman Serealia

PENGUJIAN GALUR-GALUR HARAPAN JAGUNG TOLERAN KEKERINGAN DI PAPUA. Fadjry Djufry dan Arifuddin Kasim Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua

PENGARUH PUPUK NPK 20:10:10 DAN ASAM HUMAT TERHADAP TANAMAN JAGUNG DI LAHAN SAWAH ALUVIAL, GOWA

UJI GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA UMUR GENJAH TOLERAN LAHAN MASAM DI KALIMANTAN SELATAN

UJI ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG HIBRIDA PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI KABUPATEN TAKALAR

UJI ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI TAKALAR

EFEKTIFITAS PUPUK HAYATI ECOFERT TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN JAGUNG. Syafruddin Balai Penelitian Tanaman Serealia

Analisis Stabilitas Hasil Tujuh Populasi Jagung Manis Menggunakan Metode Additive Main Effect Multiplicative Interaction (AMMI)

INTERAKSI GENETIC X LINGKUNGAN DAN STABILITAS HASIL GALUR-GALUR GANDUM TROPIS PADA DATARAN MENENGAH DI INDONESIA

Keragaan Galur Jagung Genjah pada Lahan Kering Provinsi Riau

PENGARUH HUMIC ACID TERHADAP EFISIENSI DAN EFEKTIVITAS PUPUK NPK SUPER PADA TANAMAN JAGUNG. Zubachtirodin Balai Penelitian Tanaman Serealia

PENAMPILAN GALUR-GALUR JAGUNG BERSARI BEBAS DI LAHAN KERING KALIMANTAN SELATAN

PENERAPAN SISTEM TANAM JAJAR LEGOWO JAGUNG HIBRIDA UNTUK PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DI LAHAN INCEPTISOLS GUNUNGKIDUL

KAJIAN SISTEM TANAM JAGUNG UMUR GENJAH MENDUKUNG PENINGKATAN PRODUKSI

PENGARUH WAKTU TANAM INDUK BETINA TERHADAP PRODUKTIVITAS DAN MUTU BENIH JAGUNG HIBRIDA

UJI DAYA HASIL BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI SAWAH DI SUBAK DANGIN UMAH GIANYAR BALI

PENGARUH KEPADATAN POPULASI TERHADAP HASIL DUA VARIETAS JAGUNG HIBRIDA

PENGARUH CEKAMAN KEKERINGAN TERHADAP HASIL GENOTIPE JAGUNG

UJI GALUR/VARIETAS JAGUNG HIBRIDA UMUR GENJAH DI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Selain sebagai bahan pangan, akhir-akhir ini jagung juga digunakan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

Pengaruh Pupuk N, P, K terhadap Pertumbuhan dan Hasil Jagung Hibrida dan Komposit pada Tanah Inseptisol Endoaquepts Kabupaten Barru Sulawesi Selatan

PENGARUH DOSIS DAN WAKTU APLIKASI PUPUK UREA DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN DAN HASIL JAGUNG (Zea mays, L.) PIONEER 27

PENAMPILAN FENOTIP DAN HASIL GALUR HARAPAN JAGUNG (Zea mays) KOMPOSIT DI JAWA BARAT

POTENSI HASIL BEBERAPA JAGUNG LOKAL KABUPATEN MALUKU BARAT DAYA DENGAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU

APLIKASI PUPUK UREA PADA TANAMAN JAGUNG. M. Akil Balai Penelitian Tanaman Serealia

ANALISIS PERTUMBUHAN TANAMAN DAN HASIL UBI JALAR (Ipomoea batatas (L.) Lam.) PENDAHULUAN

SELEKSI POTENSI HASIL BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI GOGO DI DESA SIDOMULYO KABUPATEN KULON PROGO

KERAGAAN BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI SAWAH UMUR SANGAT GENJAH DI NUSA TENGGARA TIMUR

Peluang Produksi Parent Stock Jagung Hibrida Nasional di Provinsi Sulawesi Utara

Analisis Input-Output Pemupukan Beberapa Varietas Jagung di Lahan Kering. Muh. Taufik dan Muhammad Thamrin

KERAGAAN KARAKTER AGRONOMIS GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA

Kata kunci: jagung komposit, produktivitas, lahan kering, pangan

PENGARUH PENGAPLIKASIAN ZEOLIT DAN PUPUK UREA PADA PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN JAGUNG MANIS (Zea mays L. saccharata Sturt.)

Abstrak. Kata kunci : Jagung hibrida, Sistem tanam, Varietas. Pendahuluan

PELAKSANAAN PENELITIAN

POTENSI JAGUNG VARIETAS LOKAL SEBAGAI JAGUNG SEMI

EVALUASI GENOTIPE JAGUNG (Zea mays L.) UNGGUL PADA LINGKUNGAN TUMBUH DENGAN PERBAIKAN TEKNOLOGI BUDIDAYA

PENGARUH DOSIS PUPUK ANORGANIK NPK MUTIARA DAN CARA APLIKASI PEMUPUKAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN MENTIMUN

POTENSI HASIL BEBERAPA JAGUNG LOKAL KABUPATEN MALUKU BARAT DAYA DENGAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU

ADAPTASI VARIETAS UNGGUL JAGUNG KOMPOSIT PADA LAHAN KERING DI KABUPATEN TOJO UNA-UNA SULAWESI TENGAH ABSTRAK

BAB V HASIL PENELITIAN. Hasil analisis statistika menunjukkan adaptasi galur harapan padi gogo

PENAMPILAN KARAKTER AGRONOMIS DAN HASIL GALUR HARAPAN JAGUNG KOMPOSIT DI LAHAN KERING PROVINSI JAMBI PENDAHULUAN

PROSPEK DAN STRATEGI PENGEMBANGAN JAGUNG VARIETAS SUKMARAGA DI PROVINSI JAMBI. Adri dan Endrizal Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi

STUDI TINGGI PEMOTONGAN PANEN TANAMAN UTAMA TERHADAP PRODUKSI RATUN. The Study of Cutting Height on Main Crop to Rice Ratoon Production

PENGARUH DOSIS PUPUK UREA DAN MACAM VARIETAS TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI JAGUNG (Zea mays L.)

PRODUKSI JAGUNG MANADO KUNING PADA JARAK TANAM DAN DOSIS PUPUK NITROGEN BERBEDA

KERAGAAN BEBERAPA VARIETAS UNGGUL JAGUNG KOMPOSIT DI TINGKAT PETANI LAHAN KERING KABUPATEN BLORA

PENGARUH PUPUK HIJAU Calopogonium mucunoides DAN FOSFOR TERHADAP SIFAT AGRONOMIS DAN KOMPONEN HASIL TANAMAN JAGUNG MANIS (Zea mays saccharata Sturt)

BAB V HASIL PENELITIAN. terganggunya pertumbuhan tanaman. Curah hujan dan hari hujan dari tahun 1995-

BAHAN METODE PENELITIAN

PYRACLOSTROBIN ROLE IN IMPROVING EFFICIENCY NITROGEN FERTILIZER AND EFFECT ON QUALITY OF YIELD SEEDS CORN (Zea mays L.)

Efektivitas Pupuk Organik Kotoran Sapi dan Ayam terhadap Hasil Jagung di Lahan Kering

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat. Rancangan Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit

TEKNOLOGI PRODUKSI DAN PASCAPANEN BENIH JAGUNG VARIETAS SUKMARAGA DI KALIMANTAN SELATAN. Suwardi Balai Penelitian Tanaman Serealia

DAYA WARIS DAN HARAPAN KEMAJUAN SELEKSI KARAKTER AGRONOMI KEDELAI GENERASI F 2

Jurnal Pertanian Tropik ISSN No : Vol.4, No.3. Desember (22) :

KERAGAAN PERTUMBUHAN JAGUNG DENGAN PEMBERIAN PUPUK HIJAU DISERTAI PEMUPUKAN N DAN P

3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

DINAMIKA POPULASI HAMA UTAMA JAGUNG. S. Mas ud, A. Tenrirawe, dan M.S Pabbage Balai Penelitian Tanaman Serealia

I. PENDAHULUAN. secara signifikan. Melalui proses seleksi tanaman yang diikuti dengan penyilangan

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jagung merupakan tanaman yang banyak dibudidayakan di dunia. Hal itu dikarenakan jagung memiliki nilai gizi yang

USAHATANI JAGUNG PULUT MENDUKUNG KEMANDIRIAN PANGAN DAN PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI. Syuryawati dan Faesal Balai Penelitian Tanaman Serealia

TINGKAT SERANGAN HAMA PENGGEREK TONGKOL, ULAT GRAYAK, DAN BELALANG PADA JAGUNG DI SULAWESI SELATAN. Abdul Fattah 1) dan Hamka 2)

ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG DI LAHAN KERING DATARAN TINGGI BERIKLIM BASAH

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian Tanjung Selamat, Kecamatan Tuntungan, Kabupaten Deli Serdang

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman sumber protein

Kebutuhan jagung dari tahun ke tahun terus meningkat,

TEKNOLOGI BUDIDAYA JAGUNG UNTUK PRODUKSI BIOMAS PADA LAHAN MARJINAL. M. Akil Balitsereal Maros ABSTRAK

RESPON VARIETAS TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) TERHADAP CEKAMAN KEKERINGAN PADA FASE PERTUMBUHAN VEGETATIF

Efisiensi Pemupkan Nitrogen pada Beberapa Varietas Jagung di Gowa Sulawesi Selatan

Tinggi tongkol : cm : Menutup tongkol cukup baik

TEKNOLOGI PRODUKSI BIOMAS JAGUNG MELALUI PENINGKATAN POPULASI TANAMAN. F. Tabri Balai Penelitian Tanaman Serealia

Pengaruh Konsentrasi dan Waktu Penyemprotan Pupuk Organik Cair Super ACI terhadap Pertumbuhan dan Hasil Jagung Manis

KERAGAAN USAHATANI JAGUNG HIBRIDA DENGAN SISTEM TANAM DI LAHAN KERING

TINJAUAN PUSTAKA. Pemuliaan Jagung Hibrida

RESPONS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA VARIETAS TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) TERHADAP PEMBERIAN PUPUK P DAN K

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

Prospek Produksi Benih Sumber Jagung Komposit di Provinsi Sulawesi Utara

PENEMPATAN PUPUK ANORGANIK YANG EFISIEN PADA TANAMAN JAGUNG DI LAHAN KERING. M. Akil Balai Penelitian Tanaman Serealia

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Beberapa Jarak Tanam terhadap Produktivitas Jagung Bima 20 di Kabupaten Sumbawa Nusa Tenggara Barat

EFEK KOMBINASI DOSIS PUPUK N P K DAN CARA PEMUPUKAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL JAGUNG MANIS. Jumini, Nurhayati, dan Murzani

Uji Adaptasi Beberapa Galur/Varietas Gandum di NTT

Evaluasi Beberapa Galur Harapan Padi Sawah di Bali

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAWA TIMUR SURABAYA 2014

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu jenis tanaman pangan bijibijian

KERAGAAN USAHATANI JAGUNG VARIETAS KOMPOSIT PADA BERBAGAI JARAK TANAM DI LAHAN KERING

Potensi Hasil Tiga Belas Galur Jagung Hibrida Silang Tunggal Rakitan Politeknik Negeri Lampung

PENGARUH POPULASI TANAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL JAGUNG SEMI (BABY CORN)

Umur 50% keluar rambut : ± 60 hari setelah tanam (HST) : Menutup tongkol dengan cukup baik. Kedudukan tongkol : Kurang lebih di tengah-tengah batang

VI. UBI KAYU. Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 41

Transkripsi:

PENAMPILAN FENOTIPIK KARAKTER PENTING PADA GENOTIPE JAGUNG TOLERAN N RENDAH DAN BERUMUR GENJAH DI LAHAN KERING BANTAENG SULAWESI SELATAN Ruchjaniningsih dan Muh.Thamrin Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 17,5 Kotak Pos 1234 Makassar E-mail bptp_sulsel@yahoo.com.id ABSTRAK Perakitan varietas jagung hibrida dan bersari bebas secara kontinu membantu petani dalam menyediakan varietas unggul berdaya hasil tinggi, yang disukai petani, biaya produksi rendah, dan tersedianya benih bermutu yang relatif murah dapat meningkatkan produksi jagung. Sembilan genotipe jagung yang terdiri dari lima galur hibrida berumur genjah, dua jagung komposit berumur genjah dan toleran N, satu varietas hibrida dan satu lokal telah dievaluasi di Dusun Bontocinde Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, pada bulan Mei sampai Desember 2009, untuk melihat penampilan fenotipik karakter hasil dan komponen hasil. Percobaan ditata dalam rancangan acak kelompok pola faktorial dengan perlakuan 9 genotipe A (X01904), B (X02804), C (X02904), D (X03404), dan E (X03604), F (Bima -1), G (Lamuru), H (Gumarang), dan lokal B kuning sebagai pembanding, dan pemupukan N (dosis tinggi dan rendah) diulang tiga kali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa respon pemupukan N 200 kg/ha berpengaruh lebih baik terhadap karakter-karakter yang diamati dari pemupukan N 400 kg/ha Kultivar yang mempunyai potensi hasil tinggi di lahan kering adalah C(13.72 t/ha) dan A (13.11 t/ha). Semua kultivar yang diuji berumur genjah (75.76 84 hst). Kata kunci: Jagung, fenotipik, toleran N rendah, umur genjah, lahan kering PENDAHULUAN Usaha meningkatkan produksi jagung di lahan kering dengan penerapan teknologi dan merakit suatu varietas unggul jagung berdaya hasil tinggi, dan mampu beradaptasi luas pada kondisi lingkungan yang berbeda melalui program pemuliaan telah banyak dilakukan. Hasil penelitian Balitsereal (2007) telah menghasilkan beberapa varietas unggul jagung dengan daya hasil tinggi, dan tahan terhadap cekaman abiotik dan biotik. Meningkatkan daya hasil dan adaptasi varietas dalam mendapatkan ragam hasil merupakan kelanjutan rangkaian kegiatan program pemuliaan, dengan langkah awal dimulai dari karakterisasi plasma nutfah, hibridisasi dan seleksi terhadap karakter yang diinginkan. Pengembangan jagung umur genjah dan toleran N rendah yang terseleksi dari pengujian multilokasi dan adaptasi dalam upaya percepatan pelepasan varietas berperan penting dalam mendukung keberlanjutan peningkatan produksi jagung. Daya adaptasi sangat penting dilakukan karena beberapa karakter kuantitatif, diantaranya hasil produksi, umur genjah dan toleran N rendah pada tanaman jagung sangat dipengaruhi oleh lingkungan tumbuh dimana tanaman tersebut ditanam. Adaptasi juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kemampuan daya hasil suatu varietas pada berbagai lingkungan yang berbeda. Nitrogen merupakan salah satu unsur hara yang sangat mempengaruhi secara nyata terhadap pertumbuhan tanaman dan hasil jagung (Hairiah 2000). Nitrogen merupakan hara esensial yang berfungsi sebagai bahan penyusun asam-asam amino, protein dan khlorofil yang penting dalam proses 271 Seminar Nasional Serealia 2011

fotosintesis serta bahan penyusun komponen inti sel (Jones et al. 1991; Jones et al. 2002; Hopkins 1999). Jagung membutuhkan nitrogen sekitar 120-180 kg/ha (Halliday dan Trenkel 1992) sedangkan N yang terangkut ketanaman jagung hingga panen sekitar 129-165 kg N ha -1 dengan tingkat hasil 9,5 t/ha (Barber dan Olson 1968 dalam Halliday dan Trenkel 1992). Salah satu komponen dalam produksi adalah pemupukan. Penggunaan pupuk secara efisien adalah upaya untuk menekan tingginya biaya pemupukan. Penggunaan N yang tidak efisien dapat menyebabkan peningkatan biaya produksi dan menurunkan pendapatan petani. Berbagai upaya perlu dilakukan dalam rangkaian untuk meningkatkan produksi jagung. Soepartini et al. (1994) menjelaskan bahwa pemberian pupuk yang berlebihan selain merupakan pemborosan dan, juga mengganggu keseimbangan hara dalam tanah, menurunkan efisiensi pemupukan, dan menimbulkan polusi yang berbahaya bagi lingkungan. Sedangkan pemupukan yang terlalu sedikit tidak dapat memenuhi kebutuhan tanaman untuk mencapai tingkat produksi yang optimal. Untuk mencari genotipe-genotipe yang unggul pada lingkungan pemberian N tertentu, dalam hal ini lingkungan pemupukan N dosis tinggi dan rendah serta berumur genjah diperlukan pengujian-pengujian terutama untuk mengetahui daya adaptasi di lingkungan tersebut. Menurut Hill (1975) genotype dengan lingkungan bersama-sama mengatur perkembangan individu secara khusus, dengan demikian dapat dikatakan bahwa ekspresi fenotipik suatu individu ditentukan oleh genotipe dan lingkungannya. Penelitian ini ditekankan untuk mendapatkan informasi mengenai penampilan fenotipe genotipe jagung yang toleran N dan berumur genjah di lingkungan pemupukan N dosis tinggi dan rendah di lahan kering terhadap komponen hasil penting terhadap 9 genotipe jagung lahan kering Bantaeng. Informasi yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat menunjang program perakitan kultivar jagung yang berdaya hasil tinggi di lahan kering. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di dusun Bontocinde (lahan kering), Kec. Bissappu, Kab. Bantaeng berlangsung pada bulan Mei sampai Desember 2009. Percobaan disusun berdasarkan Rancangan Acak Kelompok (RAK) pola faktorial yang diulang tiga kali. Faktor pertama perlakuan genotipe jagung: A (X01904), B (X02804), C(X02904), D (X03404), E (X03604), F (Bima -1), G (Lamuru), H (Gumarang), dan I (lokal B kuning) sebagai pembanding. Faktor kedua perlakuan pemupukan N (dosis tinggi 400 kg/hadan rendah 200 kg ha -1 ). Ukuran plot penelitian 3 m x 5 m diatas lahan yang diolah sempurna dengan jarak tanam 75 cm x 20 cm, 1-2 tanaman /lubang ditanam secara tugal (tiap plot 100 tanaman). Pengendalian hama/penyakit tanaman dilakukan sesuai kebutuhan. Pengamatan dilakukan terhadap 10 tanaman sampel yang telah ditentukan yaitu tanaman yang ada dibagian tengah, variable yang diamati adalah: Umur berbunga jantan 50%, Umur berbunga betina 50%, umur masak, tinggi tanaman (cm), diameter batang (mm), tinggi letak tongkol (cm), jumlah tongkol/tanaman, panjang tongkol, diameter tongkol (mm), bobot tongkol (gr), bobot biji/tongkol (gr), Bobot tongkol/ha (ton), dan bobot 1000 biji. Jika hasil F gabungan berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji Least significant difference (LSD) untuk pengujian lingkungan (pemberian pupuk N : 400 kg/ha dan 200 kg/ha. Untuk mengetahui apakah diantara perlakuan yang diuji terdapat perbedaan yang nyata, maka digunakan Uji-F pada taraf 5%. Apabila terdapat perbedaan yang nyata, maka pengujian dilanjutkan dengan Uji Leeast Significant Increase (LSI) untuk menentukan genotipe yang 272 Ruchjaniningsih, dan Muh.Thamrin : Penampilan Fenotipik Karakter Penting pada Genotipe Jagung Toleran N Rendah dan Berumur Genjah di Lahan Kering Bantaeng Sulawesi Selatan

berpenampilan lebih baik dari cek (Petersen 1994). HASIL DAN PEMBAHASAN Secara umum, jagung dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Hal ini tampak jelas pada genotipe jagung yang ditanam dengan perlakuan pupuk N 200 kg/ha dibandingkan dengan tanaman yang diberi pupuk N 400 kg/ha. Menurut Knight (1978) suatu genotipe yang memperlihatkan penampilan yang baik pada lingkungan tertentu, belum tentu akan memberikan penampilan yang sama baiknya dengan lingkungan yang lain. Genotipe yang diuji penampilam fenotipiknya berbeda atau bervariasi karena mempunyai latar belakang genetik yang berbeda sehingga memberikan respon yang berbeda pula. Hasil analisa tanah menunjukkan bahwa kandungan N di dusun Bontocinde (0,12) kriteria rendah. Lahan pertanian umumnya tidak mengandung cukup N, kecuali pada lahan yang baru dibuka dari vegetasi hutan. Menurut M. Akil et al (2007) Pada tanah Latosol, Vulkanis, Mediteran, dan Podsolik, pemberian pupuk urea dengan takaran 200-400 kg/ha memberikan efisiensi pemupukan (setiap kg hasil jagung yang diperoleh dari setiap kg pupuk urea yang diberikan) 6,0-7,5. Hasil penelitian di Balitsereal Maros dengan menggunakan tiga varietas hibrida dan dua varietas komposit menunjukkan bahwa takaran pupuk urea yang optimal untuk varietas hibrida adalah 420 kg/ha sedangkan untuk varietas komposit 350 kg/ha. Selama percobaan berlangsung, curah hujan rata-rata setiap bulannya berkisar antara 1 mm sampai 3.967 mm dengan hari hujan 1 sampai 6 hari selama penelitian. Dilihat dari rata-rata curah hujan ketersediaan air pada awal dan akhir percobaan kekurangan air, untuk mengatasi kekurangan air di dusun Bontocinde dilakukan penyiraman dengan cara pompanisasi dari sumber air terdekat dengan interval setiap dua kali seminggu. Menurut Dowswell et al. (1996) jagung tumbuh baik di wilayah tropis dari dataran rendah sampai ketinggian 3.000 m di atas permukaan laut (m dpl), dengan curah hujan tinggi, sedang, hingga rendah sekitar 500 mm per tahun. Dengan adanya penyiraman masalah kekurangan air dapat teratasi. Berdasarkan uji F dari anova masing-masing lingkungan pemupukan (Tabel 1) untuk karakter umur berbunga jantan 50% (hst), umur masak (hst), tinggi letak tongkol (cm), jumlah tongkol/tanaman, danpanjang tongkol (cm) (F hitung > F tabel), dapat dilihat bahwa baik pada lingkungan pemupukan N 400 kg/ha dan 200 kg/hagenotipe-genotipe yang diuji memperlihatkan adanya perbedaan yang nyata. Sedangkan untuk karakter lainnya pada genotipe yang diuji (F hitung < F tabel) tidak memperlihatkan adanya perbedaan yang nyata kecuali untuk karakter diameter tongkol (mm), dan bobot 1000 biji (gr) untuk lingkungan pupuk N 400 kg/ha memperlihatkan perbedaan yang nyata. Untuk bobot tongkol (gr), dan bobot tongkol per hektar (ton) pada lingkungan pupuk N 200 kg/ha memperlihatkan perbedaan yang nyata. 273 Seminar Nasional Serealia 2011

Tabel 1. F Hitung Karakter Komponen Hasil dan Hasil pada Lingkungan Pemberian Pupuk N 400 kg/ha dan 200 kg/ha Sembilan Genotipe Jagung di Dusun Bontocinde Karakter yang Diamati F hitung N 400 kg/ha N 200 kg/ha Umur berbunga jantan 50% (hst) 10.17* 7.23* Umur berbunga betina 50% (hst) 2.33 ns 0.78 ns Umur masak (hst) 4.40* 3.15* Tinggi tanaman (cm) 1.43 ns 1.20 ns Diameter batang (mm) 2.03 ns 1.32 ns Tinggi letak tongkol (cm) 3.01* 6.72* Jumlah tongkol/tanaman 3.97* 3.46* Panjang tongkol (cm) 3.6* 2.60* Diameter tongkol (mm) 2.94* 1.47 ns Bobot tongkol (gr) 0.73 ns 3.29* Bobot tongkol per hektar (ton) 1.35 ns 4.40* Bobot biji per tongkol (gr) 1.47 ns 2.58 ns Bobot 1000 biji (gr) 3.99* 2.35 ns Keterangan: * berbeda nyata dalam uji F pada taraf 10% ns berbeda tidak nyata pada uij f 10% F (table) = 2.59 Dari hasil diatas menunjukkan bahwa genotipe-genotipe yang diuji memberikan penampilan yang berbeda untuk karakter tersebut pada masingmasing lingkungan pemupukan. Hal ini menunjukan lingkungan pemupukan N 400 kg/ha dan 200 kg/ha mempengaruhi karakter tanaman jagung yang diuji karena gen pada karater tersebut dikendalikan oleh banyak gen-gen. Menurut Baihaki (2000) Karakter yang dikendalikan oleh banyak gen-gen, dimana masing-masing gen berkontribusi terhadap penampilan atau ekspresi karakter tertentu secara aditif, dan masing-masing kontribusinya tidak besar, tapi dengan jumlah yang banyak dan bersifat aditif, dapat terekspresikan secara fenotipik terlihat dan dapat dibedakan dengan populasi lain. Berdasarkan hasil uji F pada Tabel 2, interaksi genotipe x lingkungan pemupukan terjadi pada karakterkarakter tinggi tanaman (cm), tinggi letak tongkol (cm), bobot tongkol/ha (ton), bobot biji per tongkol (gr), dan bobot 1000 biji (gr) (F hitung > F tabel), sedangkan pada karakter-karakter lainnya tidak terdapat interaksi genotipe x lingkungan pemupukan. Tabel 2. Hasil Analisa Interaksi Genotipe (G) x Lingkungan Pemupukan (L) Karakter Komponen Hasil dan Hasil Sembilan Genotipe Jagung di Dusun Bontocinde No Karakter yang diamati F hitung (G xl) 1. Umur berbunga jantan 1.15 ns 50% (hst) 2. umur berbunga betina 0.69 ns 50% (hst) 3. Umur masak (hst) 0.83 ns 4. Tinggi tanaman (cm) 18.37* 5. Diameter batang (mm) 0.04 ns 6. Tinggi letak tongkol 3.95* (cm) 7. Jumlah 0.90 ns tongkol/tanaman 8. Panjang tongkol (cm) 0.92 ns 9. Diameter tongkol (mm) 0.03 ns 10. Bobot tongkol (gr) 0.35 ns 11. Bobot tongkol/ha (ton) 19.85* 12. Bobot biji per tongkol 3.31* (gr) 13. Bobot 1000 biji (gr) 21.28* Keterangan: * berbeda nyata dalam uji F pada taraf 10%, ns berbeda tidak nyata pada uij f 10% F (table) = 2.17 Terdapat interaksi genotipe x lingkungan pemupukan (Tabel 2) pada karakter-karakter tinggi tanaman (cm), tinggi letak tongkol (cm), bobot tongkol/ha (ton), bobot biji per tongkol (gr), dan bobot 1000 biji (gr), Karakter- 274 Ruchjaniningsih, dan Muh.Thamrin : Penampilan Fenotipik Karakter Penting pada Genotipe Jagung Toleran N Rendah dan Berumur Genjah di Lahan Kering Bantaeng Sulawesi Selatan

karakter tersebut mempunyai penampilan berbeda nyata pada lingkungan pemupuk N 400 kg/ha dan 200 kg/ha. Berarti terjadi perubahan peringkat genotipe yang memiliki penampilan terbaik di masing-masing lingkungan. Menurut Gomez dan Gomez 1985 penampilan tanaman tergantung kepada genotipe, lingkungan dimana tanaman tersebut tumbuh dan interaksi antara genotype dan lingkungan. Respon tanaman yang spesifik terhadap lingkungan yang beragam mengakibatkan adanya interaksi antara genotipe dan lingkungan (G x L), pengaruh interaksi yang besar secara langsung akan mengurangi kontribusi dari genetik dalam penampilan akhir Untuk karakter-karakter yang memiliki interaksi nyata maka dilakukan analisis lanjutan dengan uji least significant difference LSD untuk pengujian antar lingkungan pemupukan. Dan untuk mengetahui genotipegenotipe mana yang mempunyai penampilan melebihi kultivar pembanding (Lokal B kuning) dilakukan uji least significant increase (LSI). Pada Tabel 3 di pemupukan N 400 kg/ha karakter umur berbunga jantan 50% tertinggi diraih olek kultivar D (57.33 hst), C (57.0 hst), A (57.0 hst), F (56.33 hst), dan B (55.0 hst) serta yang terendah adalah kultivar Lokal (47 hst) dimana kultivar lainnya memiliki nilai umur berbunga jantan 50% diantara kedua nilai tersebut, berdasarkan analisis terdapat variasi dan perbedaan yang nyata. Semua kultivar yang diuji mempunyai nilai umur berbunga jantan 50% melebihi kultivar pembanding (lokal). Pada pemupukan N 200 kg/ha karakter umur berbunga jantan 50% tertinggi diraih kultivar B, C, E, D, F, dan A serta terendah adalah kultivar H perbedaan yang nyata. Kecuali kultivar G dan H, semua mempunyai nilai umur berbunga jantan 50% melebihi kultivar pembanding (lokal). Tabel 3. Hasil Uji Lanjut Interaksi G x L Pemupukan dan Analisis Uji Least Significant Increase (LSI) Karakter Umur berbunga jantan 50%, Umur masak, Tinggi letak tongkol (cm), dan Jumlah Tongkol di Dusun Bontocinde KARAKTER GENOTIPE UBJ 50% (hst) UM TLT JT 1 1 1 2 1 2 1 2 A 57.0 * d 54.67 * e 85.7 * g 82.7 * de 88.4 * bc 92.0 * cd 1.7 * a 1.4 abc B 55.0 * d 55.67 * e 84.3 * f 83.3 * f 101.4 * e 97.3 * def 1.4 a 1.7 * e C 57.0 * d 55.67 * e 84.3 * fg 80.0 * cd 91.7 * de 102.3 * fg 1.7 * a 1.7 * e D 57.33 * d 55.33 * e 82.3 *def 83.3 * f 88.9 *bcd 85.07 * bc 1.6 * a 1.5 bcde 99.97* E 54.67 * cd 55.67 * e 81.3 * d 81.7 * d 85.3 * b def 1.5 * a 1.9 * e F 56.33 * d 55.0 * e 80.7 * cd 82.0 * dc 80.4 * b 105.7 * fg 1.07 a 1.3 a 49.67 * G ab 49.67 b 77.3 abc 77.3 abc 82.7 b 92.6 *cde 1.1 a 1.0 a H 51.0 *abc 47 a 76.7 a 76.7 a 66.9 a 77.4 * b 1.03 a 1.2 a LOKAL 47.0 a 50.33 bcd 76.0 a 75.3 a 80.1 b 68.3 a 1.07 a 1.07 a LOKAL+LSI 47.99 51.34 77.4 76.8 84.6 72.2 1.5 1.5 Keterangan: Nilai rata-rata yang diikuti huruf yang sama pada satu baris menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata * = berbeda nyata dengan kultivar pembanding pada satu kolom menurut uji LSI 1 = pemupukan N 400 kg/ha 2 = pemupukan N 200 kg/ha UBJ 50% (hst)=umur berbunga jantan 50%; UM= umur masak; TLT=tinggi letak tongkol; JT=Jumlah tongkol/tanaman; 275 Seminar Nasional Serealia 2011

Pada Tabel 3 di pemupukan N 400 kg/ha karakter umur masak tertinggi diraih oleh kultivar B (84.3 hst) dan C (84.3 hst) serta yang terendah adalah kultivar lokal (76.0 hst) dan H (76.7 hst) dimana kultivar lainnya memiliki nilai umur masak pertongkol diantara kedua nilai tersebut, berdasarkan analisis terdapat variasi dan perbedaan yang nyata. Kultivar A, B, C, D, E, dan F mempunyai nilai umur masak melebihi kultivar pembanding (lokal). Pada pemupukan N 200 kg/ha karakter umur masak tertinggi diraih oleh kultivar B (83.3 hst), dan D (83.3 hst) serta nilai terendah adalah kultivar lokal (75.3 hst), dan H (76.7 hst) dimana kultivar lainnya memiliki nilai umur masak diantara kedua nilai tersebut, berdasarkan analisis terdapat variasi dan perbedaan yang nyata. Kultivar A, B, C, D, E, dan F, mempunyai nilai umur masak melebihi kultivar pembanding (lokal). Pada Tabel 3 untuk perlakuan pemupukan N 400 kg/ha karakter tinggi letak tongkol tertinggi diraih oleh kultivar B (101.4 cm) dan C (91.7 cm) sedangkan tinggi letak tongkol terendah adalah kultivar H (66.9 cm) kultivar lainnya memiliki tinggi letak tongkol diantara kedua nilai tersebut, ada perbedaan yang nyata, dan kultivar A (88.4 cm), B (101.4 cm), C (91.7 cm), D (88.9 cm) dan E (85. 07 cm) mempunyai tinggi letak tongkol melebihi kultivar pembanding (lokal). Sedangkan pemupukan N 200 kg/ha karakter tinggi letak tongkol tertinggi diraih oleh kultivar F (105.7 cm), dan C (102.3 cm), untuk tinggi letak tongkol terendah adalah Lokal (68.3 cm) dimana kultivar lainnya memiliki nilai tinggi letak tongkol diantara kedua nilai tersebut, perbedaan yang nyata. Untuk semua kultivar yang diuji mempunyai nilai tinggi letak tongkol yang lebih tinggi dari kultivar pembanding (lokal). Tabel 4. Hasil Uji Lanjut Interaksi G x L Pemupukan dan Analisis Uji Least Significant Increase (LSI) Karakter Panjang Tongkol (cm), Diameter Tongkol(mm), Bobot tongkol (gr) dan Bobot Tongkol/hektar (ton) di Dusun Bontocinde KARAKTER Panjang Tongkol (cm) Diameter Tongkol Bobot tongkol (gr) Bobot tongkol per GENOTIPE (mm) hektar (ton) 1 1 1 2 1 2 1 2 A 17.7 *d 17.3 * d 42.22 * 43.12 * 18.33 * 21.00 * f 8.46 * 11.18 * bc B 17.9 * d 17.8 * dc 40.72 ab 41.92 15.00 * 17.67 * bc 9.42 * 9.60 * ab 41.87*ab 10.38 * C 17.2 * d 15.7 ab cd 42.52 * 18.5 0 * 22.67 * bc 10.27 * abc D 15.9 * bc 17.1 * d 40.22 a 28.13 15.33 * 17.83 *bcd 9.38 * 10.82 * bc E 17.3 * d 18.2 * e 43.02 * def 42.87 * 14.33 * 22.67 * f 8.88 * 11.98 * bc F 17.6 * d 17.4 * d 44.72 * f 45.32 * 13.00 * 23.00 * f 10.64* 12.18 * bc G 15.9 * c 16.8 * cd 44.56 * f 46.97 * 12.40 * 18.00 * cde 10.11* 12.80 * c 42.999*d 11.47 * H 14.4 a 15.9 *abc ef 45.99 * 12.50* 14.50 ab 8.80 * bc LOKAL 14.7 ab 15.2 a 40.15 a 41.44 10.17 13.33 a 6.17 7.64 a LOKAL+LSI 15.3 15.7 41.299 42.274 12.117 14.74 8.117 9.05 Keterangan: Nilai rata-rata yang diikuti huruf yang sama pada satu baris menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata * = berbeda nyata dengan kultivar pembanding pada satu kolom menurut uji LSI 1 = pemupukan N 400 kg/ha 2 = pemupukan N 200 kg/ha 276 Ruchjaniningsih, dan Muh.Thamrin : Penampilan Fenotipik Karakter Penting pada Genotipe Jagung Toleran N Rendah dan Berumur Genjah di Lahan Kering Bantaeng Sulawesi Selatan

Pada tabel 4 pemupukan N 400 kg/hakarakter panjang tongkol tertinggi diraih oleh kultivar B (17.9 cm), A (17.7 cm), G (17.6 cm), E (17.3 cm) dan C (17.2 cm), untuk karakter panjang tongkol terendah adalah kultivar H (14.4 cm), dan Lokal (14.7 cm) dimana kultivar lainnya memiliki nilai panjang tongkol diantara kedua nilai tersebut, perbedaan yang nyata. Selain kultivar H semua kultivar yang diuji mempunyai panjang tongkol melebihi kultivar pembanding (lokal). Untuk pemupukan N 200 kg/ha karakter panjang tongkol tertinggi diraih oleh kultivar E (18.2 cm), dan panjang tongkol terendah adalah kultivar lokal (15.2 cm) dimana kultivar lainnya memiliki nilai panjang tongkol diantara kedua nilai tersebut, perbedaan yang nyata. Semua kultivar mempunyai panjang tongkol melebihi pembanding (lokal) kecuali kultivar C. Pada Tabel 4 di pemupukan N 400 kg/hakarakter diameter tongkol tertinggi di bontocinde diraih oleh kultivar F (44.72), G (44.56), E (43.02) dan H (42.999) serta yang terendah adalah kultivar Lokal (40.15), D (40.22), dan B (40.72) dimana kultivar lainnya memiliki nilail diameter tongkol diantara kedua nilai tersebut, perbedaan yang nyata. Kultivar A, C, E, F, G dan H mempunyai nilai diameter tongkol melebihi kultivar pembanding Lokal (40.15). Pada pemupukan N 200 kg/ha karakter diameter tongkol tidak dilanjutkan ujinya, tetapi dilihat dari uji LSI kultivar A, E, F, G, dan H mempunyai nilai diameter tongkol melebihi kultivar pembanding (Lokal). Pada Tabel 4 di pemupukan N 400 kg/ha karakter bobot tongkol/plot tidak diuji LSD, menurut uji LSI semua kultivar yang diuji mempunyai nilai bobot tongkol/plot melebihi kultivar pembanding (Lokal). Pada pemupukan urea 200 kg/ha karakter bobot tongkol/plot tertinggi diraih oleh kultivar E, F, dan C serta yang terendah adalah kultivar Lokal dimana kultivar lainnya memiliki nilail bobot tongkol/plot diantara kedua nilai tersebut, berdasarkan analisis terdapat variasi dan perbedaan yang nyata. Semua kultivar yang diuji memiliki nilai bobot tongkol/plot melebihi kultivar pembanding (Lokal). Pada Tabel 4 di pemupukan N 400 kg/ha karakter bobot tongkol/ha tidak diuji LSD, menurut uji LSI semua kultivar yang diuji mempunyai nilai bobot tongkol/plot melebihi kultivar pembanding (Lokal). Pada pemupukan urea 200 kg/ha karakter bobot tongkol/ha tertinggi diraih oleh kultivar G serta yang terendah adalah kultivar Lokal dimana kultivar lainnya memiliki nilail bobot tongkol/plot diantara kedua nilai tersebut, berdasarkan analisis terdapat variasi dan perbedaan yang nyata. Semua kultivar yang diuji memiliki nilai bobot tongkol/plot melebihi kultivar pembanding (Lokal). Pada Tabel 5 di pemupukan N 400 kg/ha karakter bobot biji/tongkol tidak diuji LSD, menurut uji LSI semua kultivar yang diuji mempunyai nilai bobot tongkol/plot melebihi kultivar pembanding (Lokal). Pada pemupukan N 200 kg/ha karakter bobot biji/tongkol tertinggi diraih oleh kultivar G, F, E dan A serta yang terendah adalah kultivar Lokal dimana kultivar lainnya memiliki nilail bobot biji/tongkol diantara kedua nilai tersebut, berdasarkan analisis terdapat variasi dan perbedaan yang nyata. Semua kultivar yang diuji memiliki nilai bobot biji/tongkol melebihi kultivar pembanding (Lokal). 277 Seminar Nasional Serealia 2011

Tabel 5. Hasil Uji Lanjut Interaksi G x L Pemupukan dan Analisis Uji Least Significant Increase (LSI) Karakter Diameter Tongkol (mm), Bobot Tongkol/plot (kg), Bobot biji/tongkol(gr) dan Bobot 1000 biji (gr) di Dusun Bontocinde KARAKTER GENOTIPE BB/tkl B1000bj 1 2 1 2 A 132.0 0* 134.0 * ef 296.67 * f 303.33 * B 113.33 * 110.67 * b 290.0 * f 270.0 C 120.67 * 121.67 * c 266.67*bcd 306.67 * D 109.33 * 122.33 *cd 246.67 ab 280.0 E 140.67 * 136.0 * ef 286.67 * f 303.33 * F 114.33 * 136.67 * ef 286.67 * f 326.67 * G 117.0 * 145.67 * f 280.0 * ef 323.33 * H 107.0 * 133.67 * e 250.0 *abc 300.0 * LOKAL 94.33 92.0 a 240.0 a 276.67 LOKAL+LSI 103.599 100.397 248.742 287.325 Keterangan: Nilai rata-rata yang diikuti huruf yang sama pada satu baris menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata * = berbeda nyata dengan kultivar pembanding pada satu kolom menurut uji LSI 1 = pemupukan N 400 kg/ha 2 = pemupukan N 200 kg/ha Bb/tkl=Bobot biji/tongkol(gr) dan B1000bj=Bobot 1000 biji Pada Tabel 5 di pemupukan N 400 kg/hakarakter bobot 1000 biji tertinggi diraih oleh kultivar A, B, E, F dan G Semua kultivar yang diuji memiliki nilai bobot 1000 biji melebihi kultivar pembanding (Lokal). Pada pemupukan N 200 kg/ha karakter bobot 1000 biji tidak diuji LSD, menurut uji LSI kultivar A, C, E, F, G dan H memiliki nilai bobot 1000 biji melebihi kultivar pembanding (Lokal). Berdasarkan hasil yang diutarakan diatas terjadinya interaksi genotipe dengan lingkungan (pemupukan) atau terjadi perbedaan yang nyata menunjukkan bahwa genotipe-genotipe yang dianalisis mengalami perubahan peringkat pada kedua peringkat lingkungan. Artinya pada lingkungan pemupukan tinggi suatu genotipe akan memiliki penampilan yang berbeda dengan lingkungan pemupukan yang rendah. Sebaliknya pada karakterkarakter yang tidak menunjukkan interaksi genotype x lingkungan (pemupukan), menunjukkan bahwa genotipe-genotipe yang dianalisis tidak mengalami perubahan peringkat pada kedua lingkungan. Artinya pada lingkungan pemupukan rendah dan tinggi suatu genotipe akan memiliki penampilan yang sama. Menurut Sujiprihati et al (2006); Vargas et al (1998) penampilan suatu karakter tanaman sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan interaksi lingkungan x genotype dimana lingkungan berpengaruh lebih besar. Karakter pada genotipe-genotipe yang mendapat perlakuan lingkungan pemupukan urea rendah sebagian besar memperlihatkan penampilan yang lebih baik daripada penampilan genotipegenotipe pada lingkungan pemupukan urea tinggi. pemberian pupuk urea dengan takaran 200-400 kg/ha memberikan efisiensi pemupukan (setiap kg hasil jagung yang diperoleh dari setiap kg pupuk urea yang diberikan). Hasil penelitian di Balitsereal Maros dengan menggunakan tiga varietas hibrida dan dua varietas komposit menunjukkan bahwa takaran pupuk urea yang optimal untuk varietas hibrida adalah 420 kg/ha sedangkan untuk varietas komposit 350 kg/ha (M. Akil dan H. A. Dahlan 2008) 278 Ruchjaniningsih, dan Muh.Thamrin : Penampilan Fenotipik Karakter Penting pada Genotipe Jagung Toleran N Rendah dan Berumur Genjah di Lahan Kering Bantaeng Sulawesi Selatan

KESIMPULAN 1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di lokasi Bontocinde (lahan kering) respon pemupukan N 200 kg/ha berpengaruh lebih baik terhadap karakter-karakter yang diamati dari pemupukan N 400 kg/ha. 2. Kultivar yang mempunyai potensi produksi tinggi di lahan kering adalah kultivar G (12.80 t/ha) dan F (12.18 t/ha) 3. Semua kultivar yang diuji berumur genjah (75.76 84 hst) 4. Genotipe A, B, C, D, E dan F unggul dalam karakter-karakter yang diamati dibandingkan dengan kultivar pembanding. DAFTAR PUSTAKA Balitsereal. 2007. Deskripsi Varietas Unggul Jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Baihaki, A. 2000. Teknik Rancang dan Analisis Penelitian Pemuliaan. Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran. Bandung. Dowswell, C.R. R.L.Paliwal, and R. P.Cantrell. 1996. Maize in The Third World. Westview Press. Gomez, K.A., A.A. Gomez. 1985. Statistical Procedures for Agricultural Research. John Willey & Sons, Inc. Canada. 680 p. Hairiah, K., Van Noordwijk M dan Cadisch G, 2000. Carbon and Nitrogen balance of three cropping systems in N. Lampung. Neth.J. Agric. Sci. 48(2000): 3-17. Halliday, D.J. dan M.E. Trenkel. 1992. IFA World Fertilizer Use Manual. International Fertilizer Industry Association, Paris. Hill, J. 1975. Genotype x Environment interaction a chalanges for plant breeding. J.Agric. Sci. 85:477-493. Hopkins.1999. Introduction to Plant Physiology. Jhon Wiley and Sons, New York, NY. Jones, J.B., B. Wolf, dan H.A. Mills. 1991. Plant Analysis Handbook. A practical sampling, preparation, analysis, and interpretation guide. Micro-Macro Publishing, Inc. Jones, D.L., dan K. Kielland. 2002. Soil amino acid turnover dominates the nitrogen flux in permafrostdominated taiga forest soils. Soil Biol. Biochem. 34:209 219. M. Akil dan Hadijah A. Dahlan. 2008. Budi Daya Jagung dan Diseminasi Teknologi Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros Neny Iriany dan Andi Takdir, M. 2007. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Vol 19. No. 4 (2007) Singh, D.P., N.S. Rana dan R.P.Singh. 2000. Growth and yield of winter maize (Zea mays L) as influenced by intercrops and nitrogen application. Indian J.Agron., 45:515-519. Subandi, I. Manwan, and A. Blumenschein. 1988. National Coordinated Research Program: Corn. Central Research Institute for Food Crops. Bogor. p.83. Soepartini, M., Nurjaya, A. Kasno, S. Ardjakusumah, Moersidi S., dan J. Sri Adiningsih. 1994. Status hara P dan K serta sifat-sifat tanah sebagai penduga kebutuhan pupuk padi sawah di Pulau Lombok. Pemb. Pen. Tanah dan Pupuk 12 : 23-34. S. Sujiprihati, M. Syukur dan R. Yunianti, 2006. Analisis Stabilitas Hasil Tujuh Populasi Jagung Manis Menggunakan Metode Additive Main Effect Multiplicative Interaction (AMMI). Bul. Agron. (34) (2) 93 97. Vargas, M., J. Crossa, K. Sayre, M. Reynolds, M. E. Ramirez, M. Talbot. 1998. Interpreting genotype x environment interaction in wheat by Partial Least Square Regression. Crop Sci. 38 (3) : 379 689. 279 Seminar Nasional Serealia 2011

284 Ruchjaniningsih, dan Muh.Thamrin : Penampilan Fenotipik Karakter Penting pada Genotipe Jagung Toleran N Rendah dan Berumur Genjah di Lahan Kering Bantaeng Sulawesi Selatan