E-JUPEKhu(JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan. dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan bernegara, ada yang namanya hak dan kewajiban warga

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR OLEH AGUNG HASTOMO

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO

BAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan segala aktifitas di berbagai bidang. Sesuai dengan UUD 1945

BAB I PENDAHULUAN. Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan fasilitas tumbuh kembang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. manusia, tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus.

BAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, karena itu

PENDIDIKAN KHUSUS LANDASAN YURIDIS

BAB I PENDAHULUAN. tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. Dalam

I. PENDAHULUAN. dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa

Educational Psychology Journal

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDIDIKAN KHUSUS PUSAT KURIKULUM BALITBANG DIKNAS

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi diantara umat manusia itu sendiri (UNESCO. Guidelines for

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sejak dilahirkan mempunyai fitrah sebagai makhluk yang. berguna bagi agama, berbangsa dan bernegara.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan suatu bangsa karena menjadi modal utama dalam pengembangan

AHMAD NAWAWI JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI BANDUNG 2010

Bagaimana? Apa? Mengapa?

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian diri, keperibadian, kecerdasan ahlak mulia, serta keterampilan yang

BAB I PENDAHULUAN. itu secara total maupun sebagian (low vision). Tunanetra berhak untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Bentuk, Bidang, dan Perkembangan Usaha. merespon perubahan perubahan yang terkait secara cepat, tepat

BAB I PENDAHULUAN. berkembang sesuai dengan kodrat kemanusiaannya.

2016 LAYANAN PENDIDIKAN INKLUSIF BAGI PESERTA DIDIK TUNANETRA

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

2017, No Tahun 2014 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5500); 3. Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2015 tentang Kement

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dengan kata lain tujuan membentuk Negara ialah. mengarahkan hidup perjalanan hidup suatu masyarakat.

BAB 1 PENDAHULUAN. merealisasikan hak-hak asasi manusia lainnya. Pendidikan mempunyai peranan

BAB I PENDAHULUAN. untuk semua (Education For All) yang berarti pendidikan tanpa memandang batas

BAB I PENDAHULUAN. 1 SLB Golongan A di Jimbaran. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berkebutuhan khusus. Permasalahan pendidikan sebenarnya sudah lama

BAB I PENDAHULUAN. emosional, mental sosial, tapi memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF SDN No MEDAN MARELAN

BAB I PENDAHULUAN. dengan jalan merubah cara pandang dalam memahami dan menyadari. memperoleh perlakuan yang layak dalam kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia merupakan suatu hal yang wajib ditempuh oleh semua warga negara.

PERENCANAAN PEMBELAJARAN OLEH GURU DI SMP NEGERI 23 PADANG DALAM SETTING INKLUSI

BAB I PENDAHULUAN. orang termasuk anak berkebutuhan khusus, hal ini dapat pula diartikan sebagai

Profil Kemampuan Matematis Siswa SLB di Jawa Tengah Berdasarkan Hasil Ujian Nasional Matematika

PELAKSANAAN PENDIDIKAN INKLUSI DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU TAHUN Oleh

SOSIALISASI PROGRAM PENDIDIKAN INKLUSIF NUFA (Nurul Falah) Bekasi, 22 Juni PSG Bekasi

WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KHUSUS DAN LAYANAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rizki Panji Ramadana, 2013

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mampu mengemban tugas yang dibebankan padanya, karena

BAB I PENDAHULUAN. atas pendidikan. Unesco Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga mencanangkan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Seminar Tugas Akhir BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan jumlah sekolah luar biasa di daerah-daerah yang jauh dari perkotaan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Rika Saptaningrum, 2013

A. Perspektif Historis

P 37 Analisis Proses Pembelajaran Matematika Pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Tunanetra Kelas X Inklusi SMA Muhammadiyah 4 Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk suatu profesi, tetapi mampu menyelesaikan masalah-masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah hak asasi setiap warga negara. Oleh karena itu, pemerintah

PENGETAHUAN MAHASISWA PG-PAUD UNIPA SURABAYA TENTANG PENDIDIKAN INKLUSIF

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin

PENDIDIKAN KHUSUS & PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS

BAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, oleh karena

TINJAUAN MATA KULIAH...

WALIKOTA PROBOLINGGO

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Asep Maosul, 2013

Bab I Pendahuluan. Sekolah Luar Biasa Tunagrahita di Bontang, Kalimantan Timur dengan Penekanan

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Salah satu tujuan bangsa Indonesia yang tertuang dalam pembukaan

GURU PEMBIMBING KHUSUS (GPK): PILAR PENDIDIKAN INKLUSI

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan inklusif adalah sebuah sistem pendidikan yang memungkinkan

BAB I PENDAHULUAN. segala potensinya. Oleh sebab itu pendidikan harus diterima olah setiap warga negara,

BAB I PENDAHULUAN. rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu ;

BUPATI CIAMIS PROVISI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG. PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF Dl KABUPATEN CIAMIS

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan termasuk memperoleh pelayanan pendidikan. Hak untuk. termasuk anak yang memiliki kebutuhan-kebutuhan khusus.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Maha Esa dan berbudi pekerti luhur. Sebagaimana yang diamanatkan Undang-

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. istilah ini dikenal Cerdas Istimewa adalah bentuk alternatif pelayanan pendidikan

SLB TUNAGRAHITA KOTA CILEGON BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Kesiapan Guru dalam Pelaksanaan Wajib Belajar 12 Tahun di Sekolah Inklusi

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pelayanan pendidikan di sekolah terdekat.

BAB I PENDAHULUAN. inklusif menjamin akses dan kualitas. Satu tujuan utama inklusif adalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

warga negara yang memiliki kekhususan dalam pemenuhan kebutuhan pendidikannya. Salah satu usaha yang tepat dalam upaya pemenuhan kebutuhan khusus

BAB I PENDAHULUAN. memperbaiki perilaku, sikap dan mengkokohkan kepribadian. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. 2003, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB 1 PENDAHULUAN. Pancasila, dan dituntut untuk menjunjung tinggi norma Bhinneka Tuggal Ika,

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bagi setiap individu telah diatur di dalam Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. dijamin dan dilindungi oleh berbagai instrumen hukum internasional maupun. nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Penelitian tentang indeks inklusi ini berdasarkan pada kajian aspek

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasannya jauh dibawah rata rata yang ditandai oleh keterbatasan intelejensi

BAB I. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. warga negara berhak mendapat pendidikan yang layak, tidak terkecuali anak

Transkripsi:

Volume Nomor September 2014 E-JUPEKhu(JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS) http://ejournal.unp.ac.id/index.php/jupekhu Halaman : 221-229 Persepsi Mahasiswa Penyandang Disabilitas Tentang Sistem Pendidikan Segregasi Dan Pendidikan Inklusi ( Deskrptif Kuantitatif Pada Penyandang Disabilitas di Universitas Negeri Padang ) Abstrack : Oleh INDAH TRIUTARI Setiap manusia berhak mendapatkan pendidikan termasuk penyandang disabilitas. Diawal pendidikan untuk penyandang disabilitas muncul sekolah-sekolah khusus sesuai dengan klasifikasi kecatatannya yang disebut dengan sekolah terpisah atau sekolah segregasi. Seiring berjalannya waktu daan melihat perkembangan penyandang disabilitas semakin pesat maka pendidikan penyandang disabilitas semakin maju. Penyandang disabiltas mendapatka hak yang sama bersekolah di sekolah regular yang disebut pendidikan inklusif. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif yang bertujuan untuk mendeskripsikan persepsi penyandang disabilitas tentang pendidikan segregasi dan pendidikan inklusif. Sampel penelitian sebanyak 9 orang penyandang disabilitas. Alat pengumpul data adalah angket. Kata-kata kunci : Pendidikan Segregasi; Pendidikan Inklusif; Penyandang Disabilitas Pendahuluan Pendidikan merupakan suatu usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau latihan serta layanan yang baik bagi peranannya di masa yang akan datang. Aturan tentang pentingnya seseorang dalam hal pendidikan tercantum pada UUD 1945 pasal 31 ayat 1 yang berbunyi Setiap warganegara berhak mendapatkan pengajaran.pasal tersebut menjelaskan bahwa seluruh warga negara tanpa terkecuali anak berkebutuhan khusus berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan kemampuan, bakat, minat dan kebutuhan belajar. Penyandang disabilitas atau dalam dunia PLB biasa disebut dengan anak berkebutuhan khusus adalah anak yang dalam proses pertumbuhan atau perkembangannya secara signifikan mengalami kelainan atau penyimpangan (fisik, mental-intelektual, sosial, emosional) dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya. 221

222 Anak penyandang cacat mulai diakuai keberadaannya dan oleh sebab itu mulai berdiri sekolah-sekolah khusus, rumah-rumah perawatan, panti-panti sosial yang secara khusus mendidik dan merawat anak-anak penyandang cacat. Mereka yang menyandang kecacatan dianggap memiliki karakteristik yang khusus dan berbeda dari orang kebanyakan (normal). Sehingga, dalam pendidikannya mereka memerlukan pendekatan dan metoda yang sangat khusus sesuai dengan karakteristiknya. Oleh karena itu pendidikan bagi anak penyandang cacat harus dipisahkan (di sekolah khusus) dari anak normal. Seiring berjalannya waktu dan melihat perkembangan dari anak disabilitas ini yang semakin pesat. Perkembangan dalam mengembangkan potensi yang bisa dikembangkan dan bahkan potensi tersebut bisa melebihi anak normal. Pemahaman tentang hak setiap anak dalam pendidikan tidak ada diskriminasi sama sekalipun termasuk untuk penyandang disabilitas maka mata dunia semakin terbuka tentang pendidikan penyandang disabilitas agar potensi mereka dapat berkembang. Muncullah pendidikan inklusi, dimana anak penyandang dishaility berhak mendapatkan pelayanan pendidikan di sekolah reguler bersama teman-teman seusianya. Model pendidikan ini berupaya memberikan kesempatan yang sama kepada semua anak termasuk penyadang disabilitas untuk memperoleh kesempatan belajar yang sama, akses yang sama baik dari sumber belajar dan sarana prasarana dalam mengoptimalkan potensi mereka. Berdasarkan grand tour yang penulis lakukan di kampus Universitas Negeri Padang, banyak juga penyandang disabilitas kuliah di Universitas Negeri Padang ini. Mereka ingin mendapatkan pembelajaran yang sama dengan anak normal, ingin mengembangkan potensi dan menggapai cita-cita mereka. Selain ingin mendapatkan gelar dan meggapai cita-cita, mereka juga ingin mengembangkan dan merasakan bagaimana menduduki bangku perkuliahan. Mereka mengatakan kami pasti bisa bahkan bisa lebih dari anak normal, walaupun kami mengalami hambatan, hamabatan ini tidak menjadi halangan bagi kami untuk berkembang dan menjadi kebanggaan bagi semua orang. Penyandang disabilitas ini masuk jurusan PLB, BK, Teknik. namun lebih banyak masuk jurusan PLB FIP UNP. Merujuk dari data di atas peneliti terarik untuk mengungkapkan bagaimana Persepsi Mahasiswa PLB FIP UNP Penyandang Disabilitas tentang Pendidikan Segregasi dan Pendidikan Inklusi.

223 Metode Penelitian Penelitian ini mengguanakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif yang bertujuan mengungkapkan sesuatu apa adanya. Suharsimi Arikunto (2005: 132) mengungkapkan bahwa penelitian deskriptif tidak dimasksudkan untuk menguji hipotesis tertentu, tetapi hanya menggambarkan apa adanya tentang suatu variable. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah sampling purposive atau teknik penentuan sampel dengan mempertimbangkan tertentu. Sampel dalam penelitian ini adalah semua mahasiswa penyandang disabilitas yang pernah menjalani pendidikan segregasi dan pendidikan inklusi. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan penyebaran angket kepada mahasiswa penyandang disabilitas tentang pendidikan segregasi dan pendidikan inklusi. Menurut Sugiyono (2007: 20) angket merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Angket yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang terbuka dan tertutup. Untuk angket dalam penelitian ini, peneliti menggunakan skala Likert. Dalam skala ini pernyataan atau pertanyaan yang diajukan, baik yang positif maupun negative dinilai oleh responden dengan ya dan tidak (rating-scale). Dalam pemberian skor antara pernyataan atau pertanyaan positif bernilai 1 dan negative benilai 0. Untuk lebih jelasnya berikut ini diberikan contoh pemberian skor untuk masing-masing pernyataan atau pertanyaan yang positif maupun negative. Beberapa pernyataan atau pertanyaan tersebut, dikategorikan dalam 2 kategori. Kategori pertama, apabila mahasiswa penyandang disabilitas menjawab pertanyaan atau pernyataan positif dengan memilih jawaban ya maka bernilai 1 dan kategori kedua, apabila penyandang disabilitas menjawab tidak pertanyaan atau pernyataan negative maka bernilai 0. Sesuai juga dengan permasalahan yang ada dalam penelitian ini maka teknik analisis data yang penulis gunakan yaitu persentase tiap-tiap jawaban dari masing-masing item. Rumusan yang digunakan adalah: F P = 100% N

224 Keterangan: P = Persentase yang dicari F = Frekuensi atau jumlah skor N = Jumlah sampel/responden (2002: 319 ) yaitu : Kriteria yang dipakai adalah yang dikemukakan oleh Suharsimi Arikunto Tabel 1 Kriteria Pengolahan Data Hasil Penilaian Persen Kategori 81% - 100% Sangat Banyak 61% - 80% Banyak 41% 60 % Cukup Banyak 21% - 40% Sedikit 0%- 20% Sangat Sedikit Hasil Penelitian ini dilakuan dengan cara penyebaran ankget kepada mahasiswa penyandang disabilitas. Dari hasil angket tersebut peneliti memberikan poit pada setiap jawaban. Dengan persentase sebagai berikut : Tabel 2 Persepsi Mahasiswa Penyandang Disabilitas tentang Sistem Pendidikan Segregasi dan Pendidikan Inklusif N=9 Aspek Sub Aspek Indikator % menjawab ya Kategori

225 1. Persepsi a. Pendidikan - Visi dan misi 79.1 B penyanda segregasi pendidikan segregasi ng - Fasilitas dan sarana 93.8 SB disabilitas pendidikan segregasi - Tujuan pendidikan 75 B segregasi - Penyelenggaraan 91.7 SB pendidikan segregasi b. Pendidikan - Visi dan misi 61.1 B inklusi pendidikan inklusi - Fasilitas dan sarana 49.3 CB pendidikan inklusi - Tujuan pendidikan 78.6 B inklusi - Penyelenggaraan 42.3 CB pendidikan inklusi Dari tabel 2 di atas, diketahui persepsi mahasiswa tentang visi dan misi pendidikan segregasi tergolong baik dengan persentase 79.7%. pada fasilitas dan sarana pendidikan segregasi tergolong sangat baik dengan persentase 93.8%. tujuan pendidikan segregasi tergolong baik dengan persentase 75% dan penyelenggaraan pendidikan segregasi tergolong sangat baik dengan persentase 91.7%. sedangkan untuk visi dan misi pendidikan inklisif tergolong baik dengan persentase 61.1%. fasilitas dan srana pendidikan inklusif tergolong cukup baik dengan persentase 49.3%, tujuan pendidikan tegolong baik dengan persentase 78.6% dan penyelnggaraan pendidikan inklusif dengan persentase 42.3% tergolong cukup baik. Pembahasan Pendidikan segregasi adalah usaha sadar untuk menumbuhkembangkan semua potensi kemanusiaan peserta didik luar biasa baik yang menyandang ketunaan maupun yang dikaruniai keunggulan (berkebituhan khusus) secara optimal dan terintegrasi agar

226 bermanfaat bagi diri sendiri, keluarga dan masyarakat (direktorat PLB Kemendiknas 2001: 14). Sistem pendidikan segregasi merupakan sistem layanan pendidikan bagi ABK tertua di tanah air kita, bahkan berdiri sebelum Indonesia merdeka. Pemisahan yang terjadi bukan sekedar tempat atau lokasi, tetapi mencakup keseluruhan program penyelenggaraannya. Pendidikan segregasi merupakan pendidikan paling kuno yang pelaksanaan secara terpisah untuk menumbuhkembangkan potensi peserta didik luar biasa baik yang menyandang ketunaan atau kecerdasan unggul secara optimal agar nantinya bermanfaat bagi diri sendiri, keluarga dan masyarakat. Direktorat PSLB (2004) mendefenisikan pendidikan inklusif sebagai sistem layanan pendidikan yang mengikutsertakan anak berkebutuhan khusus belajar bersama dengan anak sebayanya di sekolah regular yang terdekat dengan tempat tinggalnya. Penyelanggaraan pendidikan inklusi menuntut pihak sekolah melakukan penyesuaian baik dari segi kurikulum, sarana dan prasarana pendidikan maupun sistem pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan individu peserta didik. Senada dengan itu O Neil yang dikutip Mohammad Takdir Illahi dalam bukunya (2013: 27) menyatakan bahwa pendidikan inklusi sebagai sistem layanan pendidikan mempersyaratkan agar anak berkelainan dilayani di sekolah-sekolah terdekat, dikelas reguler bersama-sama teman seusianya. Pendidikan inklusi adalah pendidikan yang mengakomodasikan semua anak tanpa memandang kondisi pada anak seperti kondisi fisik, mental intelektual, emosional, sosial maupun kondisi lainnya. Pendidikan yang memungkinkan anak mendapatkan layanan pendidikan disekolah-sekolah terdekat, kelas reguler bersama-sam teman seusianya agar dapat mengembangkan potensi-potensi yang dimilkinya secara optimal. Istilah penyandang disabilitas atau yang biasa disebut dengan anak berkebutuhan khusus atau anak dengan hambatan dapat dimakanai dengan anak-anak yang tergolong cacat atau oenyandang ketunaan dan juga anak potensial dan berbakat (Mulyono, 2003: 26). Penyandang disabilitas atau anak berkebutuhan khusus adalah mereka yang membutuhkan layanan pendidikan khusus karena tergolong cacat atau yang menyandang ketunaan dan juga mereka yang memiliki bakat yang istimewa atau anak potensial.

227 Kasifikasi penyandang disabilitas 1) tunanetra, tunanetra sebagai orang buta atau tidak melihat yang terjadinya gangguan pada organ penglihatan sehingga terganggunya fungsi penglihatan. 2) tunarungu, tunarungu adalah mereka yang mengalami kekurangan atau kehilangan pendengaran yang disebabkan tidak berfungsinya sebagian atau keseluruhan alat pendengaran sehingga mengalami hambatan perkembangan bahasa dan proses penerimaan informasi melalui suara. 3) tunadaksa, tunadaksa adalah mereka yang mengalami gangguan otot, tulang, sendi dan atau sistem persyarafan yang mengakibatkan kurang optimalnya fungsi komunikasi, mobilitas, sosialisasi dan perkembangan keutuhan pribadi. Penelitian ini mengguanakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif yang bertujuan mengungkapkan sesuatu apa adanya. Dari hasil penelitian didapatkan hasil bahwa persepsi mahasiswa tentang visi dan misi pendidikan segregasi tergolong baik dengan persentase 79.7%. pada fasilitas dan sarana pendidikan segregasi tergolong sangat baik dengan persentase 93.8%. tujuan pendidikan segregasi tergolong baik dengan persentase 75% dan penyelenggaraan pendidikan segregasi tergolong sangat baik dengan persentase 91.7%. sedangkan untuk visi dan misi pendidikan inklisif tergolong baik dengan persentase 61.1%. fasilitas dan srana pendidikan inklusif tergolong cukup baik dengan persentase 49.3%, tujuan pendidikan tegolong baik dengan persentase 78.6% dan penyelnggaraan pendidikan inklusif dengan persentase 42.3% tergolong cukup baik. Kesimpulan Dari hasil penelitian, masing-masing dibatasi menjadi empat aspek, yaitu: a) visi dan misi, b) fasilitas dan saran, c) tujuan pendidikan dan, d) pentelenggaran pendidikan Visi dan misi pendidikan segregasi tergolong baik dengan persentase 79.7%. pada fasilitas dan sarana pendidikan segregasi tergolong sangat baik dengan persentase 93.8%. tujuan pendidikan segregasi tergolong baik dengan persentase 75% dan penyelenggaraan pendidikan segregasi tergolong sangat baik dengan persentase 91.7%. sedangkan untuk visi dan misi pendidikan inklisif tergolong baik dengan persentase 61.1%. fasilitas dan srana pendidikan inklusif tergolong cukup baik dengan persentase 49.3%, tujuan pendidikan tegolong baik dengan persentase 78.6% dan penyelnggaraan pendidikan inklusif dengan persentase 42.3% tergolong cukup baik.

228 Dari keempat yang diteliti, setiap aspek belum mereka rasakan dengan sempurna masih membutuhkan kesempurnaan dan perbaikan lagi. Dapat juga ditarik kesimpulan bahwa mereka merasakan baik di pendidikan segregasi daripada pendidikan inklusif. Dari hasil angket terbuka dapat ditarik kesimpulan bahwa merekan merasakan bahwa pendidikan segregasi ini sudah sangat baik mungkin di sisni merreka mendapatkan apa yang mereka butuhkan sesuai denga hambatan yang mereka butuhkan. Pada pendidikan segregasi bukannya mereka tidak mendapat pelayanan yang baik namun mereka belum merasakan dengan sempurna sesuai dengan canangan dan ganbaran pendidikan inklusif yang diberitakan pada saat sekarang ini. Mereka menyatakan mungkin pendidikan inklusif ini baru dan belum teraplikasi dengan sempurna. Harapan mereka kedepannya agar pendidikan ini jauh lebih baik. Nantinya bagi penyandang disabilitas lainnya dapat merasakan pendidikan inklusif jauh lebih baik lagi. Sehingga, potensi yang merka miliki dapat berkembang dengan baik dan dapat berkembang dan mereka dapat mengaplikasikan potensi tersebut di dunia kerja dengtan baik. Bahkan dapat melebihi anak normal A. Saran Berdasarkan pembahasan hasil penelitian ada hal-hal yang dapat disarankan: 1. Pihak pendidikan bagi penyandang disabilitas (Jurusan PLB, APPKhI, Dinas Pendidikan PK- PLK) Memperbaiki sitem pendidikan bagi penyandang disabilitas. Agar pendidikan segregasi maupun pendidikan inklusi kedepannya agar lebih baik dan dapat mengembangkan potensi penyandang disabilitas dimanapun mereka menempuh pendidikan agar potensi yang mereka miliki dapat dikembangkan dan berguna baik bagi dirinya untuk melanjutkan pendidikan dan kehidupan layak maupun bagi orang-orang disekitar dan bangsa. Selain itu, tidak hanya mengumbarkan system pendidikan saja namun pengaplikasiannya lebih diterapkan lagi. 2. Bagi peneliti Sebagai calon guru nantinya, peneliti bisa memberikan layanan yang terbaik dari kendala-kendala yang dihadapi anak. Semoga penelitian ini menjadi cambuk

229 agar pendidikan baik secara segregasi maupun inklusi kedepannya akan lebih baik lagi. 3. Guru Menjadi bahan rujukan untuk memberikan layanan yang baik dan layanan yang sesuai dengan hambatan dan kemampuan yang dimilki anak penyandang disabilitas 4. Bagi Peneliti Selanjutnya Sebagai bahan rujukan dan referensi bagi mahasiswa untuk melaksanakan penelitian lebih lanjut dan sebagai calon pendidik anak berkebutuhan khusus bisa nantinya mengayomi anak-anak dengan hambatan ini kearah yang lebih baik.