BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Reformasi manajemen keuangan negara di Indonesia diawali lahirnya

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pemerintah daerah sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia mulai menerapkan otonomi daerah setelah berlakunya Undang-

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai tugas pokok dan fungsi melakukan pengawasan. Kualitas audit

Lampiran 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Per Kapita Menurut Kabupaten/Kota Atas Dasar Harga Konstan (Rupiah)

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi dan ekonomi, sudah pasti disemua negara di dunia

Disampaikan Oleh: SAUT SITUMORANG Staf Ahli Mendagri Bidang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam rangka meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan atau berkembangnya suatu daerah adalah tidak terlepas dari

BULETIN TEKNIS NOMOR 01 PELAPORAN HASIL PEMERIKSAAN ATAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH

BAB I PENDAHULUAN. Mardiasmo (2004) mengatakan, instansi pemerintah wajib melakukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Perhatian utama masyarakat pada sektor publik atau pemerintahan adalah

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan penganggaran pada dasarnya mempunyai manfaat yang sama

BAB I PENDAHULUAN. keuangan pemerintah masih menemukan fenomena penyimpangan informasi laporan

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 pasal 32 ayat 1 dan 2 tentang keuangan

BAB I PENDAHULUAN. usaha pertanian (0,74 juta rumah tangga) di Sumatera Utara.

BAB I PENDAHULUAN. pertanggungjawaban keuangan pemerintah. Pemerintah daerah diwajibkan

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. yang dapat dijadikan milik Negara (UU no 17 pasal1 ayat1). Undang undang

BAB I PENDAHULUAN. krisis ekonomi yang melanda Indonesia. Krisis ekonomi yang terjadi pada awal

BAB I PENDAHULUAN. Siklus pengelolaan keuangan daerah merupakan tahapan-tahapan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pemerintah telah menerbitkan peraturan tentang tingkat pengungkapan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Dalam rangka mendukung terwujudnya tata kelola yang baik

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah daerah diberi kewenangan untuk penyelenggaraan pengelolaan

Provinsi Sumatera Utara: Demografi

BAB I PENDAHULUAN. yang menyajikan laporan keuangan diharuskan memberi pernyataan

BAB I PENDAHULUAN. Penyusunan laporan keuangan merupakan salah satu kriteria dalam sistem reward. yang dapat menunjukkan kondisi sebenarnya.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pengelolaan keuangan, pemerintah melakukan reformasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah mengeluarkan Undang Undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintah

bahwa berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan, SALINAN NOMOR 15 TAHUN 2017 Peraturan Gubernur sebagaimana dimaksud

Sejak tahun 2008, tingkat kemiskinan terus menurun. Pada 2 tahun terakhir, laju penurunan tingkat kemiskinan cukup signifikan.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka reformasi di bidang keuangan, pada tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam pengelolaan keuangan dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 17

BAB I PENDAHULUAN. Pemeriksaan Tanggung Jawab Keuangan Negara, BPK RI diamanatkan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, dan seiring

BAB I PENDAHULUAN. setidak-tidaknya meliputi Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas,

Lampiran 1. Jadwal Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pemeriksaan laporan keuangan/auditing secara umum adalah suatu proses

BAB I PENDAHULUAN. agar menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas. Laporan keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Good Government Governance di Indonesia semakin meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. Laporan keuangan merupakan hasil kegiatan operasional. Laporan keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki 34 provinsi yang kini telah tumbuh menjadi beberapa wacana

BAB I PENDAHULUAN. daerah merupakan tujuan penting dalam reformasi akuntansi dan administrasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan UU No. 15 Tahun 2004

LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN ATAS LAPORAN KEUANGAN

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan tuntutan transparansi dan akuntabilitas sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kolusi, nepotisme, inefisiensi dan sumber pemborosan negara. Keluhan birokrat

BAB I PENDAHULUAN. yang mensyaratkan bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara periodik yang disebut. dengan laporan keuangan (Mardiasmo, 2006).

Lampiran 1. Data Luas Panen dan Produksi Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Tahun

ANALISIS KELEMAHAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DAERAH

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor pariwisata dan kebudayaan merupakan salah satu sektor yang sangat potensial dan

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ghia Giovani, 2015

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kebijakan yang telah ditetapkan, dan ketentuan. Selain itu, pengawasan intern atas

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pertimbangan yang

BAB I PENDAHULUAN. melalui UU No. 22 Tahun Otonomi daerah memberikan Pemerintah Daerah

BAB I PENDAHULUAN. menunjukan kualitas yang semakin baik setiap tahunnya. Hal ini dikarenakan

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi dalam bidang pengelolaan keuangan daerah. membuat pemerintah daerah dituntut membawa perubahan dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. akuntabel, dalam hal ini adalah tata kelola pemerintahan yang baik (good

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Akuntabilitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pengelolaan keuangan, pemerintah melakukan reformasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan tuntutan masyarakat terhadap terselenggaranya

pemerintahan lokal yang bersifat otonomi (local outonomous government) sebagai

BAB I PENDAHULUAN. akuntabilitas sesuai dengan prinsip-prinsip dasar good governance pada sektor

SELAYANG PANDANG BPK PERWAKILAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

I. PENDAHULUAN. melakukan pengelolaan keuangan serta mempertanggungjawabkan pelaksanaan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. memiliki sumbangsih paling potensial. Berdasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. yang baik (good governance government), telah mendorong pemerintah pusat dan

BAB I PENDAHULUAN. dengan Good Government Governance (GGG). Mekanisme. penyelenggaraan pemerintah berasaskan otonomi daerah tertuang dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini masyarakat Indonesia semakin menuntut pemerintahan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Laporan keuangan pemerintah merupakan komponen penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pergantian pemerintahan dari orde baru kepada orde reformasi yang

BAB I PENDAHULUAN. daerah (Mahmudi, 2011). Laporan keuangan dalam lingkungan sektor publik

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa

BAB I PENDAHULUAN. sejahtera, pemerintah Indonesia berusaha untuk mewujudkan tata kelola

Lampiran 1. Sampel. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Seluruh pemerintah daerah (pemda) di Indonesia serempak. mengimplementasikan akuntansi berbasis akrual pada tahun 2015.

BAB I PENDAHULUAN. berupa laporan keuangan. Fenomena yang terjadi di Indonesia adalah

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SUMATERA UTARA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perencanaan pembangunan ekonomi yang berorientasi pada pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah melakukan reformasi pengelolaan keuangan dengan. mengeluarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,

BAB I PENDAHULUAN. Konsep good governance memiliki arti yang luas dan sering dipahami

BAB I PENDAHULUAN. akuntansi pemerintahan yang telah diterima secara umum. Kualitas informasi dalam laporan

BAB I PENDAHULUAN. ini bukan hanya orang-orang dari bidang akuntansi yang dapat memahami laporan

BERITA RESMI STATISTIK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

AKUNTABILITAS PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN INSTANSI PEMERINTAH

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip Otonomi Daerah menggunakan prinsip otonomi seluasluasnya. dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat luas. Laporan keuangan merupakan salah satu bentuk hasil pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara periodik (Mardiasmo, 2006, hal 17). Pemerintah harus mampu untuk

BAB I PENDAHULUAN. pencatatan single-entry. Sistem double-entry baru diterapkan pada 2005 seiring

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan wilayah yang luas yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini membahas tentang kebijakan mengenai Sistem Pengendalian

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi pengelolaan negara diawali dengan bergulirnya Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. publik dalam rangka pemenuhan hak publik. Untuk pengertian good governance,

BAB I PENDAHULUAN. sebagai manajemen maupun alat informasi bagi publik. Informasi akuntansi

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Reformasi manajemen keuangan negara di Indonesia diawali lahirnya paket peraturan perundang-undangan di bidang keuangan negara. Lahirnya regulasi ini sebagai babak baru bagi tata kelola keuangan negara dengan fokus utama semakin mengarahkan perhatian pada aspek partisipatif, transparansi serta aspek akuntabilitas. Kondisi ini memaksa banyak pihak untuk berupaya menerapkan sistem tata kelola organisasi pemerintahan dengan semangat baru dan lebih modern. Tata kelola organisasi tersebut memiliki unsur-unsur pemisahan kewenangan seperti pihak eksekutif diawasi ketat oleh legislatif, lembaga yudikatif yang dipisahkan dari unsur eksekutif, bank sentral yang dibentuk secara independen serta lembaga auditor Negara, yaitu Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) yang berdiri sendiri tanpa ada unsur lain yang dapat melakukan intervensi terhadap pelaksanaan tugas dan fungsinya. Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 23E, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, serta Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, tugas dan wewenang BPK adalah memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga negara lainnya, Bank Indonesia, badan usaha milik 1

negara (BUMN), badan layanan umum (BLU), badan usaha milik daerah (BUMD), dan lembaga atau badan lainnya yang mengelola keuangan negara. Undang-undang nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara pada pasal 56 telah mengatur proses penyusunan laporan keuangan, yang meliputi : Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Laporan Arus KAS (LAK) dan Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK). Laporan keuangan tersebut kemudian diserahkan kepada BPK untuk dilakukan pemeriksaan berdasarkan ketentuan perundangundangan. Berdasarkan aturan tersebut, seluruh perangkat Negara, mulai dari pemerintah pusat, kementerian dan lembaga Negara, pemerintah daerah, yang meliputi pemerintah Provinsi, kabupaten dan kota diwajibkan menyampaikan laporan keuangannya kepada BPK RI untuk dilakukan pemeriksaan. Setiap tahun anggaran pemerintah pusat mengalokasikan anggaran dalam bentuk dana transfer ke pemerintah daerah untuk membiayai pembangunan dan pelayanan pada masyarakat sebagai pemegang kedaulatan sepenuhnya. Dalam hal pengalokasian anggaran ke pemerintah daerah ini, Mardiasmo (2004) mengemukakan bahwa Salah satu aspek dari pemerintahan daerah yang harus diatur secara hati-hati adalah masalah pengelolaan keuangan daerah, dan anggaran daerah, karena anggaran daerah ini merupakan instrumen kebijakan yang utama bagi pemerintah daerah. Pengelolaan keuangan daerah dimulai dari perencanaan penganggaran sampai pada penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD). LKPD sebelum disampaikan kepada rakyat melalui lembaga perwakilan terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan oleh Badan Pemeriksaan Keuangan mengenai semua hal yang material tentang informasi dalam laporan keuangan

tersebut. Pada pasal 4 ayat 2 Undang-undang Republik Indonesia nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara dinyatakan bahwa pemeriksaan keuangan adalah pemeriksaan atas laporan keuangan. Pemeriksaan keuangan yang dimaksud adalah pemeriksaan yang dilaksanakan oleh, untuk dan atas nama Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) dalam rangka memeriksa pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara, yang meliputi pendapatan dan belanja pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Nantinya, pada laporan hasil pemeriksaan keuangan akan dimuat opini atas laporan keuangan tersebut. Opini adalah pernyataan profesional sebagai kesimpulan pemeriksa (auditor) mengenai tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan. Pada penjelasan pasal 16 Undang-undang nomor 15 Tahun 2004 dijelaskan bahwa opini merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan yang didasarkan pada kriteria. Kriteria yang dimaksud adalah kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan, kecukupan pengungkapan (adequate disclosures), kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, dan efektivitas sistem pengendalian internal. Merujuk pada pada Buletin Teknis 01 tentang Pelaporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan keuangan Pemerintah yang diatur dalam Keputusan BPK RI Nomor 4/K/I-XIII.2/9/2012 pragraf 13 tentang jenis opini, terdapat empat jenis opini yang dapat diberikan pemeriksa, yaitu wajar tanpa pengecualian (WTP), wajar dengan pengecualian (WDP), tidak wajar (TW) dan pernyataan menolak memberikan opini atau tidak memberikan pendapat (TMP). Fenomena yang berkembang sehubungan dengan opini audit yang diberikan BPK RI terhadap pengelolaan tanggung jawab keuangan Negara yang

dilakukan oleh Kementeria/Lembaga Negara menujukkan opini yang terus membaik dari tahun ke tahun. Opini WTP yang diberikan BPK RI terhadap Laporan Keuangan Kementerian dan Lembaga Negara (LKKL) dari tahun 2006 hingga tahun 2011 menunjukkan tren yang terus meningkat jumlahnya, berbanding terbalik dengan opini lainnya, yaitu WDP, TW dan TMP yang menunjukkan tren yang terus menurun dari tahun ke tahun. Tabel 1.1. Perkembangan Opini Audit LKKL Tahun 2006 hingga Tahun 2011 Sumber : BPK RI (2012) Opini audit yang diberikan BPK-RI terhadap penyelenggara negara K/L berbanding terbalik dengan opini audit yang diberikan BPK RI kepada penyelenggara Negara pemerintah Daerah. Opini audit WDP mendominasi LKPD, baik pada tingkat Provinsi maupun tingkat Kabupaten/Kota. Jumlah LKPD yang mendapatkan Opini WDP dari BPK RI dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 berada pada kisaran rata rata di atas 50%, dan menunjukkan tren atau kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun. Untuk lebih jelasnya, perkembangan opini audit yang diberikan BPK RI terhadap LKPD dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 ditunjukkan pada Tabel 1.2. dan Gambar 1.1. dibawah ini.

Tabel 1.2. Perkembangan Opini Audit LKPD dari Tahun 2007 hingga Tahun 2011 Sumber : BPK RI (2012) Gambar 1.1. Opini LKPD Tahun 2011 Berdasarkan Tingkat Pemerintahan Sumber : BPK RI (2012) Fenomena domain pemberian opini audit WDP oleh BPK RI juga terjadi atas sebagian besar LKPD Kabupaten/Kota se-sumatera Utara, seperti ditunjukkan pada Tabel berikut ini.

Tabel 1.3. Perkembangan Opini Audit LKPD Kabupaten/Kota se- Sumatera Utara dari Tahun 2007 hingga tahun 2011 No. I Entitas Pemerintah Daerah Prov. Sumatera Utara Opini Tahun 2007 Opini Tahun 2008 Opini Tahun 2009 Opini Tahun 2010 LKPD 27 27 29 34 34 Opini Tahun 2011 1 Prov. Sumatera Utara 1 TMP 1 WDP 1 WDP 1 WDP 1 WDP 2 Kab. Asahan 1 TMP 1 WDP 1 WDP 1 TMP 1 WDP 3 Kab. Batubara 1 WDP 1 TMP 1 TMP 1 TMP 1 TMP 4 Kab. Dairi 1 TMP 1 WDP 1 WDP 1 WDP 1 WDP 5 Kab. Deli Serdang 1 WDP 1 TMP 1 TMP 1 TMP 1 TMP 6 Kab. Humbang Hasundutan 1 WDP 1 WDP 1 WDP 1 WDP 1 WTP 7 Kab. Karo 1 TMP 1 WDP 1 WDP 1 WDP 1 WDP 8 Kab. Labuhanbatu 1 TMP 1 TMP 1 WDP 1 WDP 1 WDP 9 Kab. Labuhanbatu Selatan - - - 1 WDP 1 WDP 10 Kab. Labuhanbatu Utara - - - 1 TMP 1 TMP 11 Kab. Langkat 1 TMP 1 TMP 1 TMP 1 TMP 1 WDP 12 Kab. Mandailing Natal 1 TMP 1 TMP 1 WDP 1 WDP 1 WDP 13 Kab. Nias 1 TMP 1 TMP 1 TMP 1 TMP 1 TMP 14 Kab. Nias Barat - - - 1 TMP 1 TMP 15 Kab. Nias Selatan 1 TMP 1 TMP 1 TMP 1 TMP 1 TMP 16 Kab. Nias Utara - - - 1 TMP 1 TMP 17 Kab. Padang Lawas - - 1 TMP 1 TMP 1 TMP 18 Kab. Padang Lawas Utara - - 1 TMP 1 TMP 1 WDP 19 Kab. Pakpak Bharat 1 WDP 1 WDP 1 WDP 1 WDP 1 WDP 20 Kab. Samosir 1 WDP 1 WDP 1 WDP 1 WDP 1 WDP 21 Kab. Serdang Bedagai 1 WDP 1 WDP 1 WDP 1 WDP 1 WDP 22 Kab. Simalungun 1 TMP 1 WDP 1 WDP 1 WDP 1 WDP 23 Kab. Tapanuli Selatan 1 WDP 1 TMP 1 TW 1 TW 1 WDP 24 Kab. Tapanuli Tengah 1 WDP 1 WDP 1 WDP 1 WDP 1 TMP 25 Kab. Tapanuli Utara 1 TMP 1 TMP 1 WDP 1 WDP 1 WDP 26 Kab. Toba Samosir 1 TMP 1 TMP 1 WDP 1 WDP 1 WDP 27 Kota Binjai 1 WDP 1 WDP 1 TW 1 TW 1 WDP 28 Kota Gunung Sitoli - - - 1 WDP 1 WDP 29 Kota Medan 1 TMP 1 TMP 1 TMP 1 WDP 1 WTP 30 Kota Padangsidimpuan 1 TMP 1 TMP 1 WDP 1 WDP 1 WDP 31 Kota Pematangsiantar 1 TMP 1 TMP 1 TMP 1 WDP 1 WDP 32 Kota Sibolga 1 WDP 1 WDP 1 WDP 1 WDP 1 WTP DPP 33 Kota Tanjungbalai 1 WDP 1 WDP 1 WDP 1 WDP 1 WDP 34 Kota Tebing Tinggi 1 WDP 1 WDP 1 WDP 1 WDP 1 WDP Sumber : BPK RI (2012) Tabel di atas menunjukkan dari 34 LKPD Kabupaten/Kota se-sumatera Utara yang diperiksa BPK RI pada tahun 2011, hanya 3 LKPD (8.82%) yang mendapatkan opini WTP dari BPK RI, yaitu LKPD Kabupaten Humbang Hasundutan, Kota Medan dan Kota Sibolga. Sedangkan sisanya, yakni sebanyak

9 LKPD (26.47%) mendapatkan opini TMP dan sebanyak 22 LKPD (64.71%) mendapatkan opini WDP. Menurut Mulyadi (2002) auditor memberikan pendapat wajar dengan pengecualian dalam laporan audit, apabila (1) Lingkup audit dibatasi oleh klien, (2) Auditor tidak dapat melaksanakan prosedur auditing atau tidak dapat memperoleh informasi penting karena kondisi-kondisi yang berada diluar kekuasaan klien maupun auditor; (3) Laporan keuangan tidak disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berterima umum; dan (4) Prinsip akuntansi yang berterima umum yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan tidak diterapkan secara konsisten. Pada sektor publik, di dalam memberikan opini audit, Bastian (2007) menyebutkan terdapat 8 (delapan) standar pelaporan yang harus dipertimbangkan, yakni : (1) Standar Pelaporan Pertama. Keputusan terhadap Prinsip Akuntansi yang Berlaku Umum; (2) Standar Pelaporan Kedua. Konsistensi Penerapan Prinsip Akuntansi yang Berlaku Umum; (3) Standar Pelaporan Ketiga.Pengungkapan yang Memadai dalam Laporan Keuangan; (4) Standar Pelaporan Keempat. Pengaitan Nama Auditor dengan Laporan Keuangan; (5) Standar Pelaporan Tambahan Pertama. Pelaporan Kepatuhan terhadap SAP; (6) Standar Pelaporan Tambahan Kedua. Pelaporan tentang Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan dan Pengendalian Internal; (7) Standar Pelaporan Tambahan Ketiga. Informasi Istimewa dan Rahasia. (8) Standar Pelaporan Tambahan Keempat. Distribusi Laporan Audit. Banyak peneliti terdahulu yang telah mengidentifikasi faktor faktor yang mempengaruhi auditor didalam memberikan opini suatu audit, namun kebanyakan penelitian dilakukan pada sektor swasta, sedangkan penelitian opini

audit pada sektor publik masih relatif sedikit. Beberapa penelitian opini audit pada sektor swasta diantaranya: Januarti (2009) menemukan variabel yang mempengaruhi pemberian opini audit going concern adalah variabel default, ln sales (size), lamanya perikatan (audit clienttenure), opini tahun sebelumnya (prior opinion) dan kualitas auditor (specialization). Astuti (2012) menemukan debt default, reputasi auditor dan audit lag berpengaruh terhadap pemberian opini going concern oleh auditor. Pada sektor publik, Sunarsih (2010) menemukan tingkat materialitas, pelanggaran SAP, kelemahan terhadap peraturan perundangundangan berpengaruh signifikan terhadap pemberian opini disclaimer, sedangkan Lasena (2012) menemukan tujuh faktor yang mempengaruhi opini disclaimer BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah yaitu faktor sistem pengendalian internal (SPI), faktor perencanaan penganggaran, faktor standar akuntansi pemerintah (SAP), faktor pelaksanaan anggaran, faktor tindak lanjut temuan, faktor regulasi, faktor manajemen aset. Beberapa temuan penelitian di atas menunjukkan belum adanya keseragaman variabel maupun faktor faktor yang mempengaruhi pemberian opini suatu audit, baik di sektor swasta maupun di sektor publik. BPK RI dalam IHPS Tahun 2012 mengidentifikasi 3 faktor sistem pengendalian intern (SPI) yang mempengaruhi pemberian opini audit pada LKPD se-indonesia, yakni 1) Kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan; 2) Kelemahan sistem pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja dan 3) kelemahan struktur pengendalian intern. Disamping faktor SPI, opini audit pada LKPD tahun 2011 juga dipengaruhi oleh ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang undangan yang berdampak pada : 1) Kerugian daerah, 2) Potensi kerugian daerah; 3)

Kekurangan penerimaan; 4) Administrasi; 5) Ketidakhematan dan 6) Ketidakefektifan. Fenomena faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian opini oleh BPK RI terhadap LKPD Provinsi, Kabupaten dan Kota di Sumatera Utara, belum seragamnya variabel maupun faktor yang mempengaruhi pemberian opini suatu audit baik disektor swasta maupun di sektor publik, tidak ditemukan penelitian yang sama tentang faktor yang mempengaruhi pemberian opini baik disektor swasta maupun sektor publik dan hasil identifikasi BPK RI dalam IHPS (2012) atas 3 faktor SPI dan 7 faktor kepatuhan yang mempengaruhi pemberian opini pada sebagian besar Kabupaten/Kota dan Provinsi Sumatera Utara merupakan ide yang mendasari dilakukannya replikasi penelitian dalam penelitian ini dengan menetapkan judul penelitian : Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemberian Opini Audit oleh BPK RI atas LKPD Provinsi, Kabupaten dan Kota se-sumatera Utara. 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dirumuskan permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini dalam pertanyaan penelitian : Apakah terdapat pengaruh faktor kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan; kelemahan sistem pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja; kelemahan struktur pengendalian intern; kerugian daerah, potensi kerugian daerah; kekurangan penerimaan; administrasi; ketidakhematan, ketidakefisienan dan ketidakefektifan terhadap pemberian opini audit oleh BPK RI atas LKPD Provinsi, Kabupaten dan Kota di Sumatera Utara, baik secara simultan maupun secara parsial?

1.3. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk meengetahui pengaruh faktor kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan; kelemahan sistem pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja; kelemahan struktur pengendalian intern; kerugian daerah, potensi kerugian daerah; kekurangan penerimaan; administrasi; ketidakhematan, ketidakefisienan dan ketidakefektifan terhadap pemberian opini audit oleh BPK RI atas LKPD Provinsi, Kabupaten dan Kota di Sumatera Utara, baik secara simultan maupun secara parsial. 1.4. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain : 1. Bagi peneliti Sebagai wahana didalam menambah dan mengembangkan pengalaman, pemahaman, kemampuan intelektual dan ilmu pengetahuan khususnya didalam mengidentifikasi faktor faktor yang mempengaruhi pemberian opini suatu audit, khususnya audit sektor publik. 2. Bagi Pemerintah Kabupaten/Kota se-sumatera Sebagai bahan masukan didalam menyikapi fenomena Opini Audit yang diberikan BPK RI atas LKPD Kabupaten/Kota se-sumatera Utara, sehingga kedepannya opini yang dihasilkan dapat ditingkatkan ke arah opini wajar tanpa pengecualian (WTP). 3. Bagi peneliti lanjutan Sebagai bahan referensi bagi peneliti berikutnya didalam melakukan pengembangan penelitian.

1.5. Originalitas Penelitian Penelitian ini merupakan berupa Analisis terhadap data sekunder yang bersumber dari Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semesteran (IHPS) yang diterbitkan BPK RI, dengan penjelasan sebagai berikut : 1. Tempat, Populasi dan Sampel Penelitian ini dilakukan pada Provinsi, Kabupaten dan Kota se- Sumatera Utara. Populasi dalam Penelitian ini LKPD Provinsi, Kabupaten dan Kota se-sumatera Utara dari tahun 2008 hingga 2012, yakni berjumlah 34 LKPD. Sampel dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan pendekatan purposive sampling, dan didapat sebanyak 27 LKPD. 2. Variabel Penelitian Variabel terikat yang diestimasi dalam penelitian ini adalah opini audit secara keseluruhan. Variabel bebas yang digunakan untuk mengestimasi opini audit dalam penelitian ini meliputi 10 (sepuluh) variabel, yakni 1) kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan; 2) kelemahan sistem pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja; 3) kelemahan struktur pengendalian intern; 4) kerugian daerah, 5) potensi kerugian daerah; 6) kekurangan penerimaan; 7) administrasi; 8) ketidakhematan, 9) ketidakefisienan dan 10) ketidakefektifan.