PENGARUH PEMBELAJARAN GUIDED INQUIRY DENGAN METODE PEER INSTRUCTION TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SUHU DAN KALOR PESERTA DIDIK KELAS X MA NEGERI 3 MALANG Amalia Diny, Kadim Masjkur, dan Sutarman Universitas Negeri Malang E-mail: amdi.new@gmailcom ABSTRAK: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kemampuan pemecahan masalah fisika peserta didik yang belajar dengan pembelajaran guided inquiry dengan metode peer instruction lebih tinggi, daripada peserta didik yang belajar dengan pembelajaran konvensional. Metode penelitian yang digunakan yaitu kuasi eksperimen dengan posttest-only design. Kemampuan pemecahan masalah diukur dengan tes yang terdiri atas 10 butir soal uraian. Uji hipotesis mengggunakan Tes U Mann Whitney. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah fisika peseta didik yang belajar menggunakan model guided inquiry dengan metode peer instruction lebih tinggi daripada kelompok peserta didik yang belajar dengan pembelajaran konvensional. Kata kunci: Guided Inquiry, Peer Instruction, Kemampuan Pemecahan Masalah Fisika merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang dapat membangun dan mengorganisasikan pengetahuan dalam bentuk penjelasanpenjelasan yang dapat diuji dan mampu memprediksi gejala alam. Salah satu materi pelajaran fisika yang diujikan pada Ujian Nasional SMA/MA adalah materi suhu dan kalor. Berdasarkan data dari Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), kemampuan yang diuji pada UN tahun pelajaran 2012/2013 pada materi suhu dan kalor adalah kemampuan menentukan pengaruh kalor terhadap suatu zat, perpindahan kalor/asas Black dalam pemecahan masalah. Kemampuan pemecahan masalah fisika peserta didik khususnya materi suhu dan kalor di MA Negeri 3 Malang masih belum optimal. Hal ini terlihat dari persentase penguasaan soal fisika materi suhu dan kalor Ujian Nasional SMA/MA tahun pelajaran 2012/2013 di MA Negeri 3 Malang yang lebih rendah jika dibandingkan dengan rata-rata penguasaan tingkat propinsi Jawa Timur. Besar persentase penguasaan materi soal Fisika Ujian Nasional SMA/MA tahun pelajaran 2012/2013 materi suhu dan kalor di tingkat propinsi Jawa Timur adalah 80,37, sedangkan persentase penguasaan materi suhu dan kalor di MA Negeri 3 Malang sebesar 77,10. Sehingga diperlukan sebuah model yang dapat mengoptimalkan kemampuan pemecahan masalah fisika peserta didik. Pembelajaran guided inquiry dengan metode peer instruction dirancang dengan tujuan agar peserta didik 1
2 terampil menggunakan pengetahuan yang diperolehnya untuk memecahkan masalah baru. Penelitian ini digunakan untuk menguji pengaruh model guided inquiry dengan metode peer instruction terhadap kemampuan pemecahan masalah fisika peserta didik Kelas X MA Negeri 3 Malang. Model pembelajaran yang dapat diterapkan pada materi suhu dan kalor adalah guided inquiry karena pada model pembelajaran ini terdapat penyelidikan dengan masalah dan langkah-langkah percobaan yang telah disediakan, namun analisis dan kesimpulan dirancang oleh peserta didik. Kemampuan yang diujikan di UN materi suhu dan kalor lebih menekankan pada aspek kemampuan pemecahan masalah, sehingga model guided inquiry perlu dikembangkan dengan metode yang dapat mempengaruhi kemampuan pemecahan masalah peserta didik. Metode peer instruction yang dikembangkan oleh Eric Mazur ditemukan bahwa kemampuan pemecahan masalah peserta didiknya menjadi lebih baik dibandingkan sebelum menerapkan peer instruction. Crouch, Catherine & Mazur Eric (2001:973). Langkah pembelajaran guided inquiry dengan metode peer instruction mengikuti karakteristik pembelajaran berbasis inkuiri yang terbagi dalam lima fase, yaitu (1) peserta didik diikutsertakan dengan pertanyaan-pertanyaan ilmiah, peristiwa atau gejala alam, (2) peserta didik mengeksplorasi gagasan melalui handson experiences, menyusun dan menguji hipotesis, pemecahan masalah, dan membuat penjelasan untuk hal-hal yang telah mereka amati, (3) peserta didik menganalisis dan menginterpretasi data, mensisntesis gagasan mereka, membangun model, dan mengklarifikasi konsep penjelasan bersama dan sumber-sumber lain, (4) peserta didik memperluas pemahaman dan kemampuan baru mereka, dan menerapkan apa yang telah dipelajari dalam situasi baru, (5) peserta didik bersama guru, meninjau dan menilai apa yang telah dipelajari bagaimana mereka mempelajari hal tersebut (National Research Council, 2000:46). Sedangkan penerapan metode peer instruction terletak pada bagian awal pembelajaran guided inquiry yaitu pada fase orientasi masalah dan berhipotesis terdapat tugas, diantaranya membaca intensif dan pertanyaan konsep di mana peserta didik diberi kesempatan untuk berpikir dalam menyelesaikan pertanyaan konsep yang diberikan guru kemudian mendiskusikan dengan teman sejawatnya. Dan di akhir
3 pembelajaran adanya perluasan materi dengan soal pemecahan masalah kuantitatif berupa diskusi dan pekerjaan rumah. Kemampuan pemecahan masalah yang diukur mengacu pada indikator dari Cohen dalam Presseisen (1984) yang meliputi kemampuan menggunakan prosesproses berpikir dasar untuk memecahkan kesulitan tertentu, merakit fakta tentang informasi tambahan yang diperlukan, memprediksi/menyarankan alternatif solusi dan menguji ketepatannya, mereduksi ke tingkatan yang lebih sederhana, mengeliminasi kesenjangan, memberi uji solusi ke arah nilai yang digeneralisasi. METODE Penelitian ini merupakan jenis penelitian quasi experiment atau eksperimen semu dengan rancangan posttest-only design (Creswell, 2012:310). Kelompok peserta didik kelas eksperimen diberikan treatment berupa pembelajaran guided inquiry dengan metode peer instruction, sedangkan kelompok peserta didik kelas kontrol menggunakan pembelajaran konvensional, selanjutnya kepada kedua kelompok tersebut diberikan posttest. Populasi pada penelitian ini mencakup seluruh peserta didik kelas X IPA MA Negeri 3 Malang tahun pelajaran 2014/2015. Dari populasi tersebut, telah ditentukan sampel eksperimen yaitu dua kelas X IPA yang memiliki kemampuan fisika hampir sama sebagai kelas eksperimen dan kelas kontrol. Teknik pengambilan sampel penelitian ini dengan menggunakan purposive sample (sampel bertujuan). Tes yang dikembangkan untuk mengukur kemampuan pemecahan maalah terdiri atas 10 butir soal uraian (essay). Statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah statistik nonparametris, karena jumlah subjek penelitian kurang dari 30 peserta didik. Untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah mana yang lebih tinggi maka dilakukan uji hipotesis menggunakan tes U Mann Whitney. HASIL DAN PEMBAHASAN Data yang diperoleh dari penelitan quasi eksperimen ini adalah data nilai posttest kelompok peserta didik yang belajar menggunakan model guided inquiry dengan metode peer instruction dan data nilai posttest kelompok peserta didik yang
4 belajar menggunakan pembelajaran konvensional. Instrumen tes yang digunakan untuk posttest kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah sama, yaitu 10 soal uraian (essay). Deskripsi data nilai posttest kemampuan pemecahan masalah peserta didik pada kedua kelompok tersebut ditunjukkan pada Tabel 1 Tabel 1. Data Posttest Kemampuan Pemecahan Masalah Parameter Kelas Eksperimen Kelas Kontrol N 26 24 X 79,15 72,29 X min 53,00 42,00 X maks 98,00 91,00 Sd 12,855 11,994 Berdasarkan Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai rata-rata kemampuan pemecahan masalah antara kelompok peserta didik yang belajar menggunakan model pemelajaran guided inquiry dengan metode peer instruction lebih tinggi dari pada kelompok peserta didik yang belajar menggunakan pembelajaran konvensional, yaitu 79,15 > 72,29. Pengujian hipotesis dari penelitian ini menggunakan tes U Mann-Whitney dan meggunakan persamaan harga z dengan koreksi untuk angka sama. Tes U Mann-Whitney digunakan untuk mengetahui perbedaan kemampuan pemecahan masalah fisika peserta didik yang belajar menggunakan model guided inquiry dengan metode peer instruction dan kelas kontrol yang belajar menggunakan pembelajaran konvensional. Hipotesis yang diuji menyatakan bahwa kemampuan pemecahan masalah fisika peserta didik Kelas X MA Negeri 3 Malang yang belajar menggunakan model guided inquiry dengan metode peer instruction lebih tinggi daripada kelompok peserta didik yang belajar dengan pembelajaran konvensional pada taraf nyata 0,05. Maka digunakan uji hipotesis satu pihak untuk pihak kanan. Hasil perhitungan diperoleh z hitung = 2,012, nilai p (2,012) = 0,022 pada tabel kemungkinan yang berkaitan dengan harga-harga seekstrim harga-harga z observasi dalam distrbusi normal, dan nilai p untuk z 2,012 lebih kecil daripada α = 0,05. Karena p lebih kecil dari = 0,05, maka keputusan untuk menolak H0 dan selanjutnya menerima H1.
5 Sesuai dengan ketentuan pengajuan hipotesis, maka dengan diterimanya H1 menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah fisika peserta didik Kelas X MA Negeri 3 Malang yang belajar menggunakan model guided inquiry dengan metode peer instruction lebih tinggi daripada kelompok peserta didik yang belajar dengan pembelajaran konvensional. Hal ini dikarenakan karakteristik utama pembelajaran guided inquiry dengan metode peer instruction adalah penyampaian materi pembelajaran melalui fase pembelajaran yang sistematis. Adanya kesempatan bertanya di kelas eksperimen ini yang menjadikan peserta didik lebih memiliki motivasi dalam belajar fisika. Inilah yang membedakan kelas eksperimen dan kelas konvensional yang hanya memberikan permasalah di buku saja. Pengenalan konsep fisika dalam pembelajaran guided inquiry dengan metode peer instruction dimulai dari adanya penyelidikan melalui eksperimen dan diskusi dengan bekal materi yang pernah dipelajari pada jenjang sebelumnya (SMP/MTs). Pada pembelajaran ini memberikan kesempatan peserta didik untuk menganalisis suatu persoalan dalam penyelidikan untuk dipecahkan atau dicari solusinya. Crouch, Catherine & Mazur Eric (2001:973) menjelaskan bahwa ditemukan bahwa kemampuan pemecahan masalah peserta didiknya menjadi lebih baik dibandingkan sebelum menerapkan peer instruction. Hal ini juga ditemukan dalam penelitian ini. Penekanan metode peer instruction ini adalah dengan adanya reading quiz, peserta didik dapat belajar terlebih dahulu atau setidaknya mengetahui ruang lingkup materi yang akan dipelajari. Setelah adanya penyelidikan dan penguatan dari guru, selanjutnya diberikan tugas pemecahan masalah kuantitatif sebagai penerapannya dalam soal. Hal yang perlu diperhatikan dalam menerapkan pembelajaran menggunakan model guided inquiry dengan metode peer instruction adalah dalam hal pengelolaan waktu dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Seperti halnya yang dipaparkan McBride (2004) bahwa penting untuk menitikberatkan bahwa belajar konsep sains dengan inquiry membutuhkan waktu yang lebih banyak dari pada belajar konsep dengan metode tradisional. Kegiatan pembelajaran dalam model guided inquiry dengan metode peer instruction mengajak peserta didik untuk belajar melalui pengalamannya sendiri,
6 serta keterampilan dalam menyampaikan permasalahan atau pun solusi kepada teman sejawatnya, sehingga kemampuan pemecahan masalah baik kuantitatif maupun kualitatif dapat menigkat. Selain itu konsep yang diperoleh dapat dengan mudah di recall dalam memori otak peserta didik untuk menyelesaikan permasalahan kuantitatif fisika dalam situasi lain. Oleh karena itu, pelaksanaan semua fase dalam model guided inquiry dengan metode peer instruction secara runtut dapat mempengaruhi kemampuan pemecahan masalah peserta didik dalam materi suhu dan kalor. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan analisis dan pembahasan, diperoleh kesimpulan dari penelitian yaitu, hasil tes U Mann-Whitney menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah fisika peserta didik Kelas X MA Negeri 3 Malang yang belajar menggunakan model guided inquiry dengan metode peer instruction lebih tinggi daripada kelompok peserta didik yang belajar dengan pembelajaran konvensional. Saran Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, terdapat saran yang diajukan, antara lain: 1. Model guided inquiry dengan metode peer instruction telah teruji merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah fisika peserta didik. 2. Perlu diadakan penelitian dengan model guided inquiry dengan metode peer instruction, tetapi pada materi yang berbeda. DAFTAR RUJUKAN McBride, John W, dkk.2004.using an Inquiry Approach to teach science to secondary school science teachers. Physics Educations, (Online),39(5):1-6, (http://www.researchgate.net/profile/muhammad_bhatti5/publication/ 228742220_Using_an_inquiry_approach_to_teach_science_to_secondar y_school_science_teachers/links/00b4951ba64609e759000000.pdf), diakses tanggal 21 Oktober 2015.
7 Crouch, Catherine & Eric Mazur.2001. Peer Instruction:Ten Years of Experience and Results. Am. J. Phys, (Online), 69 (9):970-977, (http://web.mit.edu/jbelcher/www/tealref/crouch_mazur.pdf), diakses tanggal 21 Oktober 2014. National Research Council.2000. Inquiry and the National Science Education Standards: A Guide for Teaching and Learning. Washington, DC: National Academy Press. Presseisen, Barbara Z. 1984. Thinking Skills: Meinings, Model, and Miterials, (Online), (http://files.eric.ed.gov/fulltext/ed257858.pdf), diakses 16 Oktober 2014.