A. PENINGKATAN PELAKSANAAN PERJANJIAN-PERJANJIAN ASEAN Oleh: Dina Kurniasaril LATAR BELAKANG Dalam rangka mewujudkan Masyarakat Ekonomi ASEAN yang terintegrasi pada tahun 2015, maka saat ini ASEAN telah menandatangani perjanjian terkait dengan barang, investasi dan jasa sebagai regionol legol frameworks. Adapun perjanjian-perjanjian tersebut,yaitu: ASEAN Trade in Goods Agreement (ATIGA) yang ditandatangani pada bulan Februari 2009; ASEAN Comprehensive lnvestment Agreement (ACIA) yang ditandatangani pada bulan Februari 2009; dan ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS) yang telah ditandatangani pada bulan Desember 1995. Perjanjian-perjanjian ini merupakan perwujud-an komitmen dari negaranegara ASEAN untuk melakukan arus bebas barang, investasi, dan jasa. Namun dalam pelaksanaannya, implementasi dari ketiga perjanjian tersebut berbeda-beda karena di antara negara ASEAN terdapat ber- B. bagai macam tantangan berupa kesenjangan dan hambatan secara hukum dan institusional. Hambatan tersebut salah satunya disebabkan oleh perbedaan sistem hukum di masing-masing negara anggota. Padahal pelaksanaan perjanjianperjanjian tersebut secara penuh merupakan kunci utama untuk mencapai tujuan yang terdapat pada ASEAN Economic Blueprint. Oleh karena itu, pada Pertemuan AEM ke-41 di Bangkok Thailand pada tahun 2OO9, para Menteri menugaskan SEOM dan sectoral committees terkait untuk mengidentifikasikan "kesenjangan" antara notional legislotions di masingmasing negara ASEAN dengan komitmen regional di dalam ATIGA, ACIA, dan AFAS. Sehingga kemudian dibuatlah proyek "Enhancing the lmplementoton of ASEAN Agreements" yang didanai oleh ASEAN-Austrolia Development and Cooperation Progromme-Phose 2 (AADCP ll). Studi tersebut kemudian dilakukan oleh /I5 Globol Consultant bekerja sama dengan ljniversity of Asia ond the Pocific. PERKEMBANGAN " Dina Kurniasari adalah Kepala Seksi Fasilitasi Perdagangan Barang pada Direktorat Kerja Sama ASEAN, Direktorat ienderal Kerja Sama Perdagangan Internasional, Kementerian Perdagangan. lsi artikel sebagian dan seluruhnya bukan dan tidak dapat dianggap sebagai representasi atau pandangan resmi dari Ditjen KPl, maupun Kementerian Perdaga nga n. Proyek yang didanai oleh AADCP ll ini bertujuan untuk meningkatkan pencapaian dari AEC dengan mendukung kegiatan-kegiatan untuk memfasilitasi arus barang, jasa, investasi, dan buruh, dengan melakukan "pemetaan (mopping)" Buletin KPI Edisi 001,/KPl/2011 45
kewajiban-kewajiban ASEAN Member Sfotes (AMS) yang terdapat dalam ketiga persetujuan tersebut terhadap oeraturan dan hukum di dalam masing-masing AMS dan mengindentifikasikan perubahan- perubahan yang diperlukan terhadap peraturan hukum dalam negeri/domestik yang ada sehingga semua komitmen regional ASEAN tersebut dapat berlaku efektif di dalam negeri. Adapun studi yang dilakukan oleh ITS Globql Consultontersebut dilakukan dengan tujuan antara lain: (i) mengkaji perbedaan kondisi hukum di masing-masing negara anggota dan keharusan memenuhi komitmen; (ii) mengidentifikasi kebijakan yang bersifat menghambat implementasi komitmen-komitmen yang telah disepakati dalam ketiga ogreements untuk mewujudkan AEC; dan (iii) merumuskan rekomendasi dan aksi yang harus dilaksanakan oleh ASEAN, baik di tingkat regional (ASEANcollective\ maupuan nasional (individuol country). Jika diperinci dan dikaji satu-persatu, memang dalam ketiga perjanjian ASEAN tersebut mempunyai kesenjangan dan hambatan masingmasing. Pada Perjanjian Jasa/AFAS, telah diindentifikasikan kesenjangan bopsl di antara negara ASEAN seperti besarnya kesenjangan di negara Kamboja, Laos, Myanmar, Vietnam (CLMV) khususnya di sektor transportasi dan logistik, telekomunikasi, penerbangan udara, jasa profesional, dan perdagangan retoil. Sementara hambatan hukumnya adalah tidak adanya fromework yang bersifat legol binding dan konsisten dengan AEC gools, terbatasnya komitmen hukum di dalam negeri beberapa anggota ASEAN untuk liberalisasi AFAS, serta tidak adanya domestic low yang mengatur tentang sektor-sektor di beberapa kasus. Sedangkan di sektor investasi juga telah diindentifikasikan beberapa kesenjangan. Kesenjangan yang paling mencolok adalah adanya kesenjangan dengan AEC gools terutama di pertanian, perikanan, kehutanan, pabrikan, dan pertambangan. Selain itu, juga ada kesenjangan terkait dengan izin untuk investor asing dan nationol treotment yang berhubungan dengan kepemilikan dan penggunaan tanah. Terdapat juga hambatan hukum di sektor ini, di mana perjanjian terkait investasi tidak sesuai dengan nationol treqtment untuk investor asing. Di lndonesia sendiri, bahkan UU Holtikultura yang baru berlaku, bertujuan untuk meningkatkan produksi, kualitas dan daya saing produk hortikultura tanah air, namun mempunyai komitmen yang bertentangan dengan ACIA. Hal ini tentunya harus dicermati oleh pembuat kebijakan dalam negeri agar peraturan dalam negeri bertentangan dengan peraturan lnternasional. 46 Buletin KPI Edisi 001./KPl/201,1
Pada sektor barang, terdapat beberapa kesenjangan antara komitmen ATIGA dan tujuannya. Kesenjangan tersebut antara lain karena Non Tariff Measures (NTM) yang tidak sesuai dengan ATIGA, khususnya di bidang otomotif, perikanan, kehutanan, dan kesesuaian dengan komitmen di ATIGA untuk meningkatkan transparansi dari persyaratan di daerah perbatasan. Selain itu, juga telah diindentifikasikan adanya tingkat tarif yang relatif tinggi di beberapa produk sensitif. Sedangkan hambatan hukumnya tidak adanya transparansi atau persyaratan trode restrictive border, seperti nonautomotic licensing meosures; serta tidak adanya hukum atau peraturan yang mengatur mengenal dikeluarkannya (phase ouf) tarif di ATIGA. C. TINDAK TANJUT Setiap negara ASEAN harus melakukan tindak lanjut lebih mendalam untuk mengatasi hal ini terutama di tingkat tinggi. Program kerja yang disusun oleh Sekretariat ASEAN dan Coordinating Committees yang terkait (investasi, jasa, dan implementasi ATIGA) serta rekomendasi dari konsultan (lts Globol) yang telah mengajukan beberapa langkah yang harus dilakukan dapat dijadikan pedoman oleh negara ASEAN untuk meningkatkan pelaksanaan perjanjian-perjanjian ASEAN tersebut. Namun selain itu, ASEAN sebagai organisasi regional mempunyai peranan penting untuk memberikan pedoman dan program percepatan untuk pengimplementasian ketiga Perjanjian tersebut. Komitmen di tingkat Menteri ASEAN diperlukan untuk memberikan pedoman yang diperlukan untuk masing-masing negara ASEAN dalam melakukan perubahan yang diperlukan. Selain itu, sebagai tindak lanjut, program untuk mengimplementasikan komitmen-komitmen tersebut harus dilaksanakan berdasarkan prioritas. Prioritas-prioritas tersebut juga harus sesuai dengan dengan prioritas integrasi ASEAN dan harus disetujui oleh ASEAN Economic Ministers (AEM). Adapun daftar prioritas dari ketiga perjanjian tersebut yang harus dilakukan oleh ASEAN keseluruhan, adalah: Area Prioritas a 2 3 Tra nsportasi dan Pariwisata, Profesional, Kesehatan Logistik,Telekomunikasi Transportasi I tt^-- Retail Investasi Pertanian, Manufaktur rertam- )angan, lasa Perikanan, Kehutanan Barang Pertanian TCF, Otomotif Perikanan Sehubungan dengan hal tersebut, beberapa langkah yang direkomendasikan untuk AEM, ASEAIV bodies dan Sekretariat ASEAN antara lain adalah: (i) AEM harus menetapkan strategi yang termasuk Buletin KPr Edisi 00t/KPt/2011. 47
dalam prioritas tinggi di bidang jasa, investasi dan barang untuk semakin mendekatkan kesenjangan dan menghapus hambatan yang telah diindentifikasikan di laporan. Prioritas tertinggi direkomendasikan di bidang jasa dan investasi karena kedua bidang tersebut mempunyai hambatan terbesar; (ii) ASEAN Coordinoting Committees (CCS, CCl, CCA, CCC) harus mengembangkan kerangka kerja dan pedoman untuk melaksanakan rekomendasi yang telah diajukan; (iii) Sekretariat ASEAN harus memfasilitasi koordinasi dan melaksanakan work progrom tersebut di antara negara-negara anggota ASEAN. Namun selain tindak lanjut yang harus dilakukan oleh ASEAN secara keseluruhan, masing-masing negara ASEAN juga harus melakukan langkah-langkah tindak lanjut. Keputusan untuk segera melaksanakan komitmen-komitmen dalam ketiga perjanjian tersebut harus dibuat pada tingkatertinggi. Di bidang jasa, masing-masing negara ASEAN diminta untuk menyerahkan setiap tahunnya ke Coordinating Committee on Services (CCS) jadwal komitmen di dalam AFAS untuk mendemonstrasikan kesesuaian dengan AEC priority octions dan langkah rekomendasi selanjutnya sebagai hasil dari laporan ini. Sedangkan di sektor Investasi, Coordinoting Committee on lnvestments (CCl) diharapkan dapat mempertimbangkan model perhitungan ekonomi untuk menilai biaya ekonomi dari pembatasan investasi dan memperoleh keuntungan dari pemindahan atau pengurangan di negara-negara ASEAN serta mengajukan jadwal untuk mengurangi kesesuaian investasi untuk kegiatan prioritas untuk jasa yang telah ditentukan di AEC. Sedangkan di tingkat Coordinoting Committee on Customs (CCC), diminta untuk melakukan kajian lebih jauh untuk mengakses wilayah di mana hasil prospektif dari pengurangan biaya hambatan perdagangan dari streamlining dari persyaratan hambatan dan mengajukan hal ini ke dalam inisiatif terkini dari ASEAN connectivity dan Roadmop ASEAN untuk Integrasi jasa Logistik. Lebih lanjut, SEOM pada pertemuannya yang ke-l142 pada bulan Januari 2011' yang lalu meminta seluruh negara anggota mempelajari kajian dan rekomendasi studi tersebut dan memberikan masukan dan tanggapannya atas hasil kajian tersebut khususnya rekomendasi yang dilakukan oleh ITS pada butir (iii) kepada pertemuan SEOM 2142 tanggal 21,-25 Maret 201t di Singapura. SEOM, untuk selanjutnya akan memutuskan langkah-langkah yang akan dilakukan oleh ASEAN baik secara kolektif (ASEAN bersama-sama) maupun individual (dalam negeri) dalam upaya memastikan terealisasikannya 48 Buletin KPI Edisi 001./KPll2071
ASEAN Economic Community (AEC) pada tahun 201-5. D. PENUTUP Berdasarkan hasil paparan di atas, dapat di simpulkan bahwa diperlukannya strategi, program kerja, dan pedoman yang lengkap untuk melaksanaka n recommended octions pada tingkat ASEAN secara luas dan masing-masing negara anggota ASEAN untuk mengembangkan dan mempercepat liberalisasi jasa, barang, dan investasi. Strategi, program kerja, dan pedoman juga harus disesuaikan dengan keadaan politik, ekonomi, instansi/lembaga yang berwenang serta keadaan hukum dari masingmasing negara ASEAN sehingga pelaksanaan dari ketiga perjanjian tersebut dapat berjalan lebih efektif. Model yang berbeda namun mudah diterapkan dan disesuaikan dengan kondisi hukum masing-masing negara ASEAN juga mutlak diperlukan untuk mengadopsi ASEAN Agreements ke masing-masing negara anggota ASEAN. Buletin KPI Edisi 00t/KPt/201t 49